Angin perubahan
Perdana Menteri Inggris yang baru, Harold Macmillan, berpidato di Cape Town, Afrika Selatan pada bulan Februari 1960, ketika dia mengatakan tentang "angin perubahan yang bertiup di benua ini."[189] Macmillan ingin menghindari perang kolonial seperti yang dihadapi oleh Perancis di Aljazair, dan menjanjikan bahwa di bawah pemerintahannya, proses dekolonisasi akan berjalan dengan cepat.[190] Banyak koloni Inggris yang diberinya kemerdekaan pada tahun 1950-an dan 1960-an termasuk Sudan, Pantai Emas (sekarang Ghana) dan Malaysia.[191]Koloni Inggris yang tersisa di Afrika, kecuali Rhodesia Selatan, semuanya diberikan kemerdekaan pada tahun 1968. Penarikan pasukan Inggris dari bagian selatan dan timur Afrika bukanlah proses yang damai. Kemerdekaan Kenya didahului oleh pemberontakan delapan tahun Mau Mau. Di Rhodesia, deklarasi kemerdekaan sepihak tahun 1965 oleh minoritas kulit putih menyebabkan perang saudara antara penduduk kulit hitam dan kulit putih yang berlangsung hingga disahkannya Perjanjian Lancaster tahun 1979 yang meletakkan Rhodesia di bawah kuasa Inggris. Pemilihan umum yang diadakan pada tahun berikutnya dimenangi oleh Robert Mugabe yang kemudian menjadi Perdana Menteri bagi negara merdeka yang kini bernama Zimbabwe.[192]
Di Mediterania, perang gerilya oleh penduduk Siprus-Yunani berakhir pada tahun 1960 dengan pembentukan negara merdeka Siprus, namun Inggris tetap mempertahankan pangkalan-pangkalan militernya di Akrotiri dan Dhekelia. Sedangkan Malta dan Gozo diberikan kemerdekaan pada tahun 1964.[193]
Sebagian besar koloni Inggris di Hindia Barat memperoleh kemerdekaan setelah keluarnya Jamaika dan Trinidad dari Federasi Hindia Barat pada tahun 1961 dan 1962. Pada awalnya Federasi Hindia Barat didirikan pada tahun 1958 dalam upaya untuk menyatukan koloni-koloni Inggris di Karibia di bawah satu pemerintahan, namun federasi ini dibubarkan setelah kehilangan dua anggota terbesarnya.[194] Barbados memperoleh kemerdekaan pada tahun 1966 dan pulau-pulau lain di Karibia menyusul pada tahun 1970-an dan 1980-an.[194] Namun Anguilla dan Kepulauan Turks & Caicos memilih untuk kembali ke Pemerintahan Inggris dalam perjalanan menuju kemerdekaannya.[195] Kepulauan Virgin Inggris,[196] Kepulauan Cayman dan Montserrat juga memilih untuk tetap bersama Inggris.[197] Guyana mencapai kemerdekaan pada tahun 1966. Koloni terakhir Inggris di daratan Amerika, Inggris-Honduras, menjadi koloni berpemerintahan sendiri pada tahun 1964 dan dinamai Belize pada tahun 1973, sebelum mencapai kemerdekaan penuh pada tahun 1981. Perselisihan antara Belize dengan Guatemala mengenai klaim atas Belize yang tersisa masih belum terselesaikan hingga saat ini.[198]
Teritori Inggris di Pasifik memperoleh kemerdekaan pada tahun 1970 (Fiji) dan 1980 (Vanuatu). Proses pemberian kemerdekaan setelah itu mengalami penundaan karena adanya konflik politik antara penduduk yang berbahasa Inggris dengan penduduk yang berbahasa Perancis.[199] Fiji, Tuvalu, Kepulauan Solomon dan Papua Nugini memilih untuk menjadi anggota Negara-Negara Persemakmuran setelah merdeka.
Dekolonisasi Inggris di Afrika. Pada akhir tahun 1960-an, semua negara kecuali Rhodesia (sebelum menjadi Zimbabwe) dan mandat Afrika Selatan di Afrika Barat Daya (Namibia) memperoleh kemerdekaan.
Akhir Imperium Britania
Pemberian kemerdekaan kepada Rhodesia (sebagai Zimbabwe), Hebrides Baru (sebagai Vanuatu) pada tahun 1980, dan Belize pada tahun 1981 menandakan bahwa selain pulau-pulau kecil yang bertaburan, proses dekolonisasi koloni-koloni Inggris yang dimulai setelah Perang Dunia II sudah selesai. Namun pada tahun 1982, tekad Inggris untuk mempertahankan wilayah seberang lautannya yang tersisa diuji ketika Argentina menyerang Kepulauan Falkland, yang disebutnya sebagai klaim atas "warisan" dari Imperium Spanyol yang gagal pada tahun 1810.[200] Inggris merespon dengan mengerahkan pasukan militernya untuk merebut kembali pulau-pulau tersebut dan kemudian memicu meletusnya Perang Falkland. Inggris berhasil mempertahankan Kepulauan Falkland dari Argentina. Kemenangan ini dipandang oleh banyak pihak telah memberikan kontribusi dalam mengembalikan status Inggris sebagai kekuatan dunia.[201] Sementara itu pada tahun yang sama, Kanada memutuskan untuk tidak lagi melibatkan Inggris dalam urusan konstitusionalnya.[202] Tindakan serupa juga dilakukan oleh Australia dan Selandia Baru pada tahun 1986.[203]Pada bulan September 1982, Perdana Menteri Margaret Thatcher berkunjung ke Beijing untuk berunding dengan Pemerintah RRC mengenai masa depan Hong Kong yang pada saat itu merupakan koloni seberang laut terakhir Inggris yang paling utama dan paling padat penduduknya.[204] Menurut ketentuan Perjanjian Nanking 1842, Pulau Hong Kong diberikan "selama-lamanya" kepada Inggris namun mayoritas koloni itu dibentuk oleh Teritori Baru yang diperoleh dalam sewa selama 99 tahun sejak tahun 1898 dan akan berakhir pada tahun 1997.[205][206] Thatcher awalnya berniat untuk mempertahankan Hong Kong di bawah Pemerintahan Inggris tetapi berada di bawah kedaulatan Cina, namun hal ini ditolak oleh Pemerintah Cina.[207] Sebuah kesepakatan akhirnya berhasil dicapai pada tahun 1984 dengan ditandatanganinya Deklarasi Bersama Cina-Britania; Hong Kong ditetapkan sebagai Daerah Administratif Khusus Republik Rakyat Cina yang diizinkan untuk mempertahankan gaya hidupnya sekurang-kurangnya 50 tahun.[208] Upacara Penyerahan Hong Kong pada tahun 1997 ditandai oleh banyak orang, termasuk Pangeran Charles,[209] sebagai "akhir dari Imperium Britania".[202][210]
Peninggalan
Inggris mempertahankan kedaulatannya atas 14 teritori di luar Kepulauan Britania, yang selanjutnya berganti nama menjadi Wilayah Seberang Laut Britania pada tahun 2002.[211] Beberapa dari teritori tersebut tidak berpenghuni kecuali untuk tujuan militer atau penelitian ilmiah sementara, sedangkan sisanya berupa pemerintahan sendiri yang bergantung pada Inggris dalam hal hubungan luar negeri dan pertahanan. Pemerintah Inggris telah menyatakan kesediaannya untuk membantu setiap Wilayah Seberang Lautnya yang ingin memperoleh kemerdekaan.[212] Beberapa Wilayah Seberang Laut Inggris tidak diakui oleh tetangga geografis mereka: Gibraltar diklaim oleh Spanyol, Kepulauan Falkland dan Georgia Selatan dan Kepulauan Sandwich Selatan diklaim oleh Argentina, sedangkan Wilayah Samudera Hindia Inggris diklaim oleh Mauritius dan Seychelles.[213] Teritori Antartika Inggris secara bersamaan diklaim oleh Argentina dan Chili, sementara sebagian besar negara tidak mengakui klaim teritorial Inggris atas Antartika.[214]Persebaran negara-negara penutur bahasa Inggris:██ Bahasa Inggris merupakan bahasa resmi dan bahasa nasional ██ Bahasa Inggris merupakan bahasa resmi tetapi bukan bahasa utama
Sebagian besar negara-negara bekas koloni Inggris adalah anggota Negara-Negara Persemakmuran, yaitu suatu organisasi non-politik yang sifatnya sukarela. Lima belas anggota yang tergabung dalam Wilayah Persemakmuran berbagi kepala negara dengan Inggris.[215]
Selama berabad-abad, Pemerintah Inggris dan imigrannya telah meninggalkan jejaknya pada negara-negara merdeka yang muncul dari Imperium Britania. Pengaruh yang paling besar terlihat dalam penyebaran bahasa Inggris di berbagai wilayah di seantero dunia. Saat ini bahasa Inggris merupakan bahasa utama bagi lebih dari 400 juta penduduk di dunia dan dituturkan oleh sekitar satu setengah miliar orang sebagai bahasa pertama, kedua atau bahasa internasional.[216] Penyebaran bahasa Inggris sejak paruh kedua abad ke-20 juga turut dibantu oleh pengaruh budaya Amerika Serikat, yang awalnya juga terbentuk dari koloni Inggris. Dalam sistem pemerintahan, dengan pengecualian di hampir semua bekas koloni Inggris di Afrika yang sekarang telah mengadopsi sistem presidensial, sistem parlementer Inggris telah menjadi model umum bagi negara-negara bekas koloni Inggris, demikian juga sistem hukum Inggris.[217] Komisi Yudisial Dewan Privi juga masih berfungsi sebagai pengadilan tertinggi di beberapa bekas koloni Inggris di Karibia dan Pasifik. Tentara dan Pegawai Negeri Sipil Inggris selama masa kolonisasi juga turut menyebarkan dan membentuk Komuni Anglikan di seluruh benua. Arsitektur kolonial Inggris seperti gereja, stasiun kereta api dan bangunan pemerintah masih berdiri kokoh di banyak kota yang pernah menjadi bagian dari Imperium Britania.[218] Cabang-cabang olahraga yang berasal dari Inggris, khususnya sepak bola, kriket, tenis dan golf, turut serta diekspor.[219] Penggunaan sistem pengukuran dan sistem imperial Inggris terus digunakan di beberapa negara yang diadopsi dalam berbagai cara. Konvensi mengemudi di sisi kiri jalan juga masih dipertahankan oleh sebagian besar negara-negara bekas Imperium Britania.[220]
Batas-batas politik yang diciptakan oleh Inggris tidak selalu mencerminkan kehomogenan etnis atau agama, justru seringkali memberikan kontribusi bagi konflik di daerah-daerah yang pernah menjadi koloni Inggris. Imperium Britania juga bertanggung jawab atas migrasi jutaan penduduk dari Kepulauan Britania (terutama Inggris dan Irlandia) ke Amerika Serikat, Kanada, Australia dan Selandia Baru. Para imigran ini secara perlahan-lahan menanggalkan identitas ke-Inggris-an mereka setelah terbentuknya negara baru. Imigrasi besar-besaran selama masa kejayaan Imperium Britania seringkali menyebabkan ketegangan antar etnis dan semakin tersingkirnya minoritas asli di wilayah koloni seperti Aborigin di Australia, Indian di Amerika Utara dan sebagainya. Jutaan jiwa bermigrasi dari dan ke wilayah-wilayah koloni Inggris. Sejumlah besar orang India beremigrasi ke bagian lain dari imperium, seperti Malaysia dan Fiji. Emigrasi warga Tionghoa, terutama dari Cina Selatan menyebabkan terbentuknya mayoritas Tionghoa di Singapura dan minoritas Tionghoa di Karibia. Sementara itu, komposisi penduduk Inggris sendiri berubah setelah terjadinya Perang Dunia II, yaitu terjadi gelombang migrasi besar-besaran dari negara-negara koloni ke Kepulauan Britania.[221]
Di Indonesia, meski masa kekuasaannya singkat, Imperium Britania juga turut mewariskan beberapa pengaruh dan peninggalannya. Saat Raffles berkuasa, ia membagi Pulau Jawa menjadi 16 karesidenan, dengan tujuan untuk mempermudah pemerintah melakukan pengawasan terhadap daerah-daerah yang dikuasainya. Sistem karesidenan ini tetap dipakai sampai tahun 1964. Raffles juga membentuk susunan baru dalam pengadilan yang didasarkan pada pengadilan Inggris. Selain itu, Raffles juga tertarik kepada sejarah, kebudayaan dan kesenian Jawa. Ketertarikannya ini diwujudkan dalam sebuah buku karangannya mengenai sejarah Jawa yang berjudul History of Java. Warisan Raffles lainnya adalah sebuah kebun di Paleis Buitenzorg (Istana Bogor), yang merupakan tempat kediaman Raffles di Indonesia (saat itu bernama Hindia-Belanda). Berawal dari dari kebun istana ini, Raffles berkeinginan untuk mengumpulkan bermacam- macam tanaman yang ada di Indonesia hingga akhirnya kelak menciptakan Kebun Raya Bogor.[222]
Kebun Raya Bogor, salah satu peninggalan Imperium Britania di Indonesia.
(Bersambung)
0 komentar:
Posting Komentar