Senin, 27 Januari 2014

PERADABAN LEMURIA ZAMAN NABI IDRIS AS?

Kitab Henokh (Enoch) mengungkap misteri peradaban kuno yang hilang (Lemuria), peradaban pertama yang maju dengan ilmu pengetahuan dari ‘surga’?
Potongan Buku Henokh atau sebagian sejarawan menyebutnya kitab Henokh yang ditemukan akhirnya sedikit demi sedikit bisa menjawab keberadaan benua yang hilang, peradaban Lemuria yang menjadi wilayah maju dan sombong hingga Tuhan harus menenggelamkannya kedalam Samudera Pasifik.
‘Fallen Angels and the Origins of Evil‘ karya Elizabeth Clare, setidaknya menjelaskan secara rinci tentang asal usul Benua Lemuria, Atlantis, dan Dunia Bawah dengan menerjemahkan Kitab Henokh dan Alkitab yang ada saat ini.
Ada juga sumber lain yang diperoleh dari seorang penulis Arab di abad pertengahan, Al Masoudi. Mungkin, artikel kali ini terdengar seperti sebuah ‘keyakinan’ tapi nantinya lebih mendekati ‘mitos’ yang terdengar seperti ‘kenyataan’.

Kitab Henokh, Kunci Misteri Peradaban AwalAhli Alkitab dan beberapa arkeolog menganggap kisah Henokh (Enoch) berada di Timur Tengah, ada kemungkinan Henokh (ataupun Idris) hidup di peradaban kuno Lemuria ataupun Atlantis.

Henokh adalah generasi ke-7 keturunan Adam, hidup di Taman Eden yang terletak di Lemuria (Mu) Samudera Pasifik (dan Nusantara ?). Benua Lemuria yang menghilang 250.000 tahun lalu akibat ledakan gas di bawah benua. Pada tahun 2004, beberapa studi ilmiah independen telah mengkonfirmasi ledakan ini. Salah satu ilmuwan benar-benar mengatakan ada ledakan saat ini. Yang lainnya mengatakan ada bencana lain yang didasarkan adanya penurunan oksigen dalam jumlah besar di planet bumi.
Henokh diperkirakan lebih dekat dengan generasi Nabi Nuh yang mungkin menempatkan dirinya di wilayah yang sama dengan Nuh. Secara umum diakui oleh para ilmuwan dan mereka yang akrab dengan sejarah esoterik bumi, bahwa banjir terjadi sekitar 12.000 tahun yang lalu. Banyak yang percaya bahtera itu mendarat di timur tengah, tapi bukan berarti bahwa Atlantis dekat dengan Mediterrenean.
Sebagian arkeolog menempatkan Atlantis dekat dengan Yunani tetapi tidak semua, mereka yang tidak dibatasi ortodoksi seperti John Anthony West, Robert Shoch, Graham Hancock, Robert Bauval, Michael Cremo dan ilmuwan lain yang mengetahui bahwa sejarah Mesir kuno dan legenda Atlantis sangat jauh berbeda.
Plato menulis bahwa benua Atlantis berada di luar Pilar Hercules, ilmuwan masih belum memberikan gambaran peradaban kuno yang mampu membangun piramida Mesir dengan batu dan saat ini manusia tidak sanggup membangunnya. Selama ini, Gereja Katolik menolak Plato dan mendukung Aristoteles karena Plato lebih bersifat mistis. Mistisisme menyiratkan bahwa individu memiliki kemampuan untuk memasuki arus Ilahiyah atau memiliki hubungan langsung dengan Tuhan. Hal ini tentu saja dianggap ‘laknat’ oleh Gereja Katolik yang takut tergerus kekuasaan dan otoritasnya.
Dalam penerjemahan secara Islami, naskah Aristoteles yang diterjemahkan Roger Bacon perlahan mulai terungkap. Tapi polemik dan perbedaan pendapat terjadi, Roger Bacon adalah seorang alkemis yang dianggap mistik dan hal itu lebih selaras dengan filosofis Plato.
Literatur esoteris dan metafisik selama lebih dari 120 tahun terakhir menyatakan bahwa Atlantis berada di tengah Samudra Atlantik. A Dweller on Two Planets (1, 2) karya Phylos, adalah buku yang menceritakan tentang Atlantis dan diterbitkan sekitar waktu yang sama.
Edgar Cayce tidak hanya menggambarkan Atlantis tapi juga mengatakan bukti akan ditemukan sekitar Bimini.
Tradisi esoterik lainnya seperti ‘The Bridge to Freedom and The Summit Lighthouse‘ telah memberikan gambaran yang dimulai dari tradisi-tradisi yang tersisa. Taylor Caldwell diusia 12 tahun menulis tentang legenda peradaban kuno di benua Atlantik dalam buku ‘The Romance of Atlantis’. Dalam bukunya menyatakan tentang kejatuhan dan penurunan moral serta spiritual. Pada puncaknya mengalami bencana banjir besar seperti yang diceritakah cucu Henokh (Nuh) dalam Alkitab.

KETURUNAN ADAM MENDIRIKAN PERADABAN LEMURIA

Berkembangnya manusia di Bumi melalui beberapa tahap yang akhirnya mendirikan peradaban kuno yang dibentuk anak-anak Adam. Keturunan Adam sebagian besar sejarahnya hampir tidak bisa ditelusuri. Bumi tenggelam hingga ke level paling rendah dan ketika itu kesadaran spiritual padam. Adam dan Hawa hidup di muka bumi dengan berbagai perkembangan yang kurang maju. Ketika Cain (Qabil) membunuh Habel (keturunan Adam yang saling membunuh), dia diusir untuk mencari istri dari keturunan lain, Cain pergi ke daratan Lemuria untuk menemukan pasangan.Adam dan Hawa bukan makhluk pertama di Bumi, mereka memiliki tetangga meskipun jauh. Misteri yang melahirkan keturunan Cain dan berkembang di Lemuria, keturunan yang kehilangan moral dan spritual hingga Tuhan memberikan bencana besar.
Beberapa sejarawan memiliki anggapan berbeda dalam konsep penerjemahan Adam dan Hawa sebagai manusia yang pertama kali diciptakan Tuhan. Adam lebih berkaitan dengan Roh yang pertama kali diciptakan, kemudian mereka ditemani oleh banyak ‘pasangan’ yang juga hidup di planet bumi. Logikanya, ketika Cain diusir dari lingkaran Adam, bagaimana dia bisa mendapatkan pasangan? Yang menjadi pertanyaan, apakah fisik pasangannya sama seperti Hawa?
KITAB HENOKH MENCERITAKAN KEHANCURAN LEMURIA DAN ATLANTIS
Kitab Henokh memiliki banyak misteri yang bisa mengungkap keberadaan peradaban kuno Lemuria dan Atlantis. Berikut beberapa isi kitab Henokh yang diterjemahkan Elizabeth Clare.
Kitab Henokh berbicara tentang alam yang tidak jelas di mana sejarah dan mitologi saling tumpang tindih, serta huruf-huruf rahasia tak terduga tentang pengetahuan kuno. Ketika para malaikat surgawi dan pemimpin mereka bernama Samyaza mengembangkan nafsu tak terpuaskan atas ‘anak perempuan dari manusia’ di bumi dan keinginan tak tertahankan untuk melahirkan anak dengan wanita-wanita ini. Samyaza takut untuk turun sendiri, maka dia meyakinkan 200 malaikat yang disebut ‘Penjaga’ untuk menemaninya dalam misi kenikmatan. Kemudian para malaikat mengambil sumpah dan terikat diri melalui ‘kutukan bersama’. Para malaikat turun dan mengambil istri di antara anak perempuan manusia. Mereka mengajarkan sihir kepada wanita, mantra, dan ramalan versi rahasia surga.
Para wanita itu mengandung anak dari para malaikat, raksasa-raksasa jahat. Raksasa yang melahap semua makanan manusia di bumi, mereka membunuh dan memakan burung, reptil, dan ikan. Tidak ada yang sakral, tak lama kemudian Homo Sapiens menjadi hidangan mewah (7:1-15). Azazyel menciptakan perlengkapan tidak wajar untuk istrinya seperti riasan mata dan gelang mewah untuk meningkatkan daya tarik seks. Sedangkan untuk pria, Azazyel mengajarkan mereka ‘setiap jenis kejahatan’ termasuk sarana untuk membuat pedang, pisau, perisai, pakaian perang dan semua peralatan perang (8:1-9).
Ketika manusia di bumi berseru menentang kekejaman ditimpakan pada mereka, Surga mendengar permohonan manusia. Para malaikat perkasa Mikail, Jibril, Raphael (Israfil), Suryal, dan Uriel banding atas nama manusia di hadapan Yang Mahatinggi, Raja segala raja (9:1-14). Tuhan memerintahkan Raphael untuk mengikat tangan dan kaki Azazyel. Jibril dikirim untuk menghancurkan anak-anak hasil perzinahan, keturunan dari para Penjaga. Mikail kemudian mengikat Samyaza dan keturunannya yang jahat selama 70 generasi di dunia bawah (bumi), bahkan sampai hari penghakiman. Dan Tuhan mengirimkan Banjir Besar untuk melenyapkan raksasa jahat, anak-anak dari para Penjaga.
Disini dijelaskan bahwa peradaban Lemuria dan Atlantis yang diyakini pengikut NAZI dan segala bentuk organisasi Rosicrucian, mereka meyakini Taman Eden di benua yang hilang, meyakini dunia bawah (yang diceritakan sebagai tempat ‘pengurungan’ Samyaza), adalah bangsa yang menginginkan pemusnahan masal terhadap manusia sebagai pembalasan ‘nenek moyang’ mereka yang terbuang.Tapi penerjemahan naskah ini masih menjadi misteri, bagaimana mungkin kitab Henokh bisa menjelaskan tentang Banjir Besar, sementara bencana itu terjadi di masa Nabi Nuh? Dalam Alkitab, Henokh ataupun Idris diangkat ke langit dan mungkin saja Kitab Henokh ditulis kembali sesudah bencana banjir besar.
PERADABAN MAJU, ASAL USUL PEMBANGUNAN PIRAMIDA MESIR
Dalam narasi yang ditemukan, Henokh (Idris) melihat visi masa depan tentang zaman nabi Nuh. Seorang penulis Arab dari abad ke-10 AD bernama Al Masoudi menulis sebuah catatan sejarah berjudul ‘Fields of Gold-Mines Of Gems‘. Di dalamnya, Masoudi menceritakan kisah Raja Saurid Ibnu Salhouk, seorang penguasa Mesir yang hidup 300 tahun sebelum banjir.
Saat bumi itu sedikit lebih muda, Saurid Ibnu Salhouk, tidurnya terus-menerus terganggu oleh mimpi buruk yang mengerikan. Dia melihat bahwa ‘seluruh bumi diserahkan’ beserta penghuninya. Dia melihat pria dan wanita jatuh di atas mereka dan ‘bintang jatuh ke bawah dengan suara mengerikan’. Akibatnya ‘mengambil’ semua manusia yang hidup di masa itu. Setelah satu malam lebih mimpi itu terus berlanjut, ia memanggil para imam yang datang dari semua provinsi di Mesir kuno. Tidak kurang dari 130 imam berdiri di depannya, salah satu pemimpin mereka mempelajari dan mencoba menafsirkan mimpi itu.
Masing-masing imam berkonsultasi dengan mempelajari ketinggian bintang di angkasa. Mereka mengatakan kepada raja bahwa mimpi buruknya mengisyaratkan bahwa banjir besar akan menutupi bumi. Kemudian api besar akan datang dari arah konstelasi bintang Leo. Mereka meyakinkan bahwa setelah bencana ini ‘dunia akan kembali ke awal’.“Apakah akan datang ke negara kami” tanya raja, dan mereka menjawab dengan jujur. “Ya, dan itu akan menghancurkannya?”Setelah menerima nasib masa depan kerajaannya, Saurid memutuskan untuk membangun tiga piramida Mesir yang menakjubkan serta lemari besi yang sangat kuat. Semua itu harus diisi dengan ‘pengetahuan tentang ilmu rahasia’ termasuk semua ilmu astronomi, matematika dan geometri yang telah mereka pelajari. Semua pengetahuan ini akan tetap tersembunyi, dan suatu hari akan datang seseorang yang membuka tempat-tempat rahasia itu.
Tulisan Al Masoudi masih menjadi misteri, apakah Idris (Henokh) menjadi pemimpin para imam yang meramalkan kehancuran bumi? Etimologi menyebutkan bahwa Idris seorang yang pintar, penemu tulisan dan alat tulis, dan ahli astronomi (perbintangan). Dia juga pernah disebut sebagai Singa dari segala singa karena keberanian dan kegagahannya.
Masih banyak rahasia Buku Henokh yang belum terselesaikan, misteri-misteri peradaban kuno mungkin akan terjawab melalui naskah kuno dan alkitab yang ada saat ini. Di lain waktu, kita akan membahas masalah makhluk asing atau alien yang diyakini (juga disinggung dalam kitab Henokh) muncul di zaman nabi Idris, apakah Henokh berhasil dalam rekayasa genetik?
PIRAMID BERASAL DARI NUSANTARA?.
Sebelum saya meneruskan topik di atas saya ingin menyampaikan kekesalan saya terhadap beberapa pihak terutama Kerajaan, Universiti-Universiti tempatan, ahli-ahli sejarah dan yang penting ahli-ahli arkeologi di Malaysia.
Apakah yang dilakukan oleh ahli-ahli arkeologi di Malaysia? Mengapa perkembangan kajian mereka begitu lembab berbanding dengan rakan se bidang mereka di negara- negara jiran?
Saya pernah bertanya soalan ini dengan Professor saya dahulu, beliau menjawab bahawa ini semua kerana kurangnya support dari kerajaan Malaysia. Sampai bila mereka hendak duduk menggali di tempat yang sama? Balik-balik lembah Bujang sahaja yang digali cari sedangkan banyak lagi tapak-tapak lain yang tidak kurang hebatnya ada di seluruh hutan belantara Negara ini.
 Jika mereka masih berada di bawah tempurung dan sentiasa mengharapkan bantuan kerajaan dalam segala hal saya rasa rahsia-rahasia besar ketamadunan Melayu di semenanjung ini takkan terbongkar dalam masa 50 tahun lagi. Kemanakah semangat mereka? Selama ini tesis-tesis yang saya baca di rak-rak tesis di universiti juga amat mengecewakan. Kebanyakan tesis hanya membincangkan tentang manik-manik serta artifak-artifak porselin dan tidak adanya penemuan agung seperti di negara jiran. Apakah nasib bidang arkeologi di negara kita agaknya?
Alasan demi alasan mereka berikan. Tiada bujet, susah, tiada alat, memerlukan masa, tiada kepakaran dan sebagainya. Jika ini berterusan maka bidang arkeologi akan terkubur. Nak mujurlah ada penemuan penting di sungai batu sebelum ini , kalau tidak tak siapa didunia ini tahu bahawa Malaysia juga ada tapak arkeologi.
Berbalik kepada topik kita, sebenarnya sudah ada kajian yang dibuat oleh para arkeologis barat dan dari negara jiran sendiri yang menunjukkan bahawa budaya piramid sebenarnya berasal dari Nusantara. Lebih tepat lagi ianya dikaitkan dengan sebuah benua yang telah tenggelam iaitu Sundaland.
Sudah lama sebenarnya saintis-saintis barat mengeluarkan teori mereka mengenai Sundaland dan kebanyakan teori ini memang benar. Namun demikian sebahagian besar ahli-ahli arkeologi, geologi dan Sejarah aliran perdana masih meraguinya kerana menurut mereka ini semua pseudoscience dan arkeologi terlarang. Seperti yang kita tahu sebenarnya banyak penemuan arkelologis yang terpaksa dirahsiakan oleh kerajaan-kerajaan tertentu kerana ia bercanggah dengan teori-teori ilmuan perdana.
Namun yang benar tetap akan tersingkap walau bagaimana carapun kita menutupnya bak kata orang Melayu bangkai gajah kalau ditutup akan berbau juga.Di negara jiran kita Indonesia beberapa Ahli arkeologi dan geologi ternama mereka sedang giat untuk membuktikan bahawa sememangnya tanah Nusantara ini wujud sebuah ketamadunan purba yang tinggi teknologinya. Salah satu teknologi tamadun purba ini adalah pembinaan piramid.
Professor Robert Schoch dalam kajian beliau ada menyatakan bahawa sebenarnya ilmu pembinaan piramid bukanlah asli dari Mesir tetapi sebaliknya milik bangsa yang lebih tua yang berasal dari timur di sebuah benua yang telah tenggelam.
Menurut beliau lagi Sundaland yang tenggelam lebih kurang 70000 tahun yang lalu telah memperlihatkan penghijrahan satu kaum yang maju yang membawa ilmu pembinaan piramid ke serata dunia termasuklah Mesir.Kajian yang dibuat beliau bukan sahaja menyetuh tentang bukti-bukti arkeologi tetapi juga bukti linguistik, antropologi, DNA, dan geologi.
Oleh karena itu adalah sukar untuk menyangkal teori yang dibuat beliau tanpa pengetahuan dalam bidang-bidang tersebut. Tambah beliau lagi tamadun-tamadun utama dunia seperti Sumer, China, Bolivia, Peru dan lain-lain mendapat ilmu mereka dari orang-orang Sundaland yakni Nusantara. Menurutnya lagi manusia dari Sundaland ini mempunyai ilmu pelayaran yang hebat dan telah berlayar ke seluruh pelusuk dunia untuk menyebarkan tamadun mereka.
Adakah anda pernah menonton filem 10 000 b.c? jika belum sila tonton kerana dalam filem itu ada maksud tersembunyi. Jika kita teliti betul-betul dalam babak akhir filem tersebut setelah kesemua hamba-hamba itu memberontak para penguasa yang mengarah untuk membina piramid tersebut cuba melarikan diri dengan sebuah kapal besar yang disembunyikan di belakang Piramid. Filem ini dengan jelas cuba memberi clue kepada kita bahawa Pembina piramid datang dari wilayah asing yang jauh.
Mungkin maklumat ini terlalu asing bagi kalian semua namun sebenarnya kenyataan Prof Robert ini ada asasnya. Seperti yang telah saya katakana Ahli-ahli arkelologi Indonesia sedang giat mencari piramid-piramid di seluruh Nusantara dan hasilnya mereka berjaya menemui beberapa buah piramid dan step piramid yang berusia beribu-ribu tahun lebih tua dari piramid Mesir!
Salah satu tapak yang telah dikenal pasti oleh geologis dan arkelologis Indonesia ialah di gunung Lalakon, Bandung. Menurut mereka setelah mereka mengadakan unjian batuan secara saintifik mereka mendapati dibawah permukaan Gunung lalakon terdapat bentuk batu-batuan yang seakan-akan dibina manusia dan bukan terbentuk secara semulajadi. Jika ini benar bermakna Gunung Lalakon adalah salah satu piramid yang terbesar dan tertinggi di dunia. Pasukan yang digelar Turangga Seta ini mengklaim masih ada ratusan piramid lain yang tersebar di seluruh Indonesia. Mereka mengatakan bahwa piramid-piramid itu tersebar di Sumatera, Jawa, Bali, Kalimantan, Sulawesi dan Papua. Secara geomorfologis, bentuk Gunung Lalakon di Bandung mahupun Gunung Sadahurip di Garut memang memiliki bentuk yang mirip dengan piramid. Mereka memiliki empat sisi yang ternyata simetri.
BENTUK GUNUNG LALAKON ADALAH TIDAK UBAH SEPERTI PIRAMID. MAMPUKAH ALAM SEMULAJADI MEMBENTUK PIRAMID SEBEGINI?
Adakah penemuan ini sama seperti penemuan di Bosnia. Saya juga mendapat maklumat bahawa penggalian di Bosnia telah dihentikan kerana kurang bukti ditemui dan dihalang oleh lembaga Arkeologi yang berpengaruh di dunia. Mengapa mereka betul-betul takut jika piramid ditemui di Bosnia atau di Indoneisa agaknya?
PUNDEN BERUNDAK DI JAWA BARAT YANG BERBENTUK PIRAMID
Selain daripada Gunung-gunung yang disebutkan diatas sebenarnya ada banyak lagi tapak lain terutama tapak megalitik di Indonesia yang mempunyai binaan berupa piramid dan step piramid. Antaranya ialah Candi Sukuh yang amat terkenal itu. Jika kita lihat betul-betul Candi ini tidak ubah seperti piramid kaum Maya dan Aztec di Amerika tengah! Selain Candi Sukuh satu lagi candi yang hampir serupa ialah Candi Cheto. Semua ini terletak di Pulau Jawa.
Sebenarnya jika kita membuat kajian lebih mendalam ciri-ciri pembinaan candi-candi di Nusantara adalah amat unik. Hal ini kerana ianya berasaskan kepada binaan step piramid. Contoh yang paling nyata ialah candi Borobudur sendiri. Selain Borobudur candi-candi lain seperti Candi pasemah di Sumatera selatan dan Candi Prambanan terutama di bahagian atasnya yang melambangkan Gunung Mahameru juga mempunyai asas step piramid. Jadi pada pendapat saya adalah logik sekiranya kita katakan bahawa pembinaan piramid adalah tidak asing sebenarnya di Nusantara.
CANDI SUKUH SALAH SATU CANDI UNIK YANG BERBENTUK PIRAMIDCANDI CHETO JUGA BERBENTUK SEPERTI PIRAMID AMERIKA TENGAHPUNDEN BERUNDAK, SALAH SATU TAPAK MRGALITIK BERBENTUK STEP PIRAMIDCANDI BORUBUDUR JUGA DIBINA DENGAN ASAS PIRAMID
Masjid kampung laut.
Masjid Minang.
Rumah kaum Melayu Merina di Madagaskar juga mengekalkan bentuk 3 segi dan piramid.
Para pengkalji dari UKM sendiri pernah membuat kesimpulan bahawa di sekitar Tasik Chini ada bukit-bukit yang berbentuk seperti piramid yang mempunyai empat bucu yang lurus. Tambahan lagi jika kita lihat senibina rumah-rumah Melayu di seluruh nusantara maka akan kita lihat tidak hilangnya tradisi piramid dalam masyarakat kita. Apakah yang saya maksudkan? yang saya maksudkan adalah senibina bumbungnya yang berbentuk piramid dan antara contohnya ialah Masjid kampung laut. Apakah semua ini? adakah benar piramid berasal dari Nusantara? Adakah benar Sundaland adalah Atlantis yang dicari-cari selama ini? Saya tinggalkan persoalan ini untuk anda semua fikirkan. Wallah hu a’lam.
This entry was posted in Peninggalan Sejarah on 18 October 2012.KEARIFAN BUDAYA LOKAL YANG TERCERMIN DALAM SITUS Situs Astana Gede KawaliLeave a reply
Abstrak
Kawali adalah sebuah kota kecamatan yang berada di kabupaten Ciamis propinsi Jawa Barat-Indonesia. Kawali merupakan aset yang sangat berharga bagi kabupaten Ciamis. Dari kota kecil ini kita akan banyak menemukan peninggalan-peninggalan sejarah yang sangat penting. Karena peninggalan-peninggalan tersebut menyangkut sejarah peninggalan akar budaya Sunda, baik berupa makam-makam petinggi Kerajaan Sunda sebelum Kawali jadi pusat ibukota kerajaan (yang berada di Winduraja Kawali) maupun peninggalan-peninggalan raja-raja yang pernah bertahta di Kawali yang berada di Astana Gede Kawali.
Kawali tidak akan menjadi tempat penting dalam sejarah sunda jika di tempat ini tidak terdapat peninggalan sejarah yang sudah diakui keabsahannya. Baik sumber primer seperti prasasti dari abad 14 M yang terdapat di Astana Gede, maupun sumber sekunder lainnya berupa catatan atau naskah yang ditulis dengan cara ditoreh atau digores dalam daun lontar atau nipah dengan menggunakan peso pengot. Kegiatan menulis dengan menggunakan daun lontar dan pisau pengot rupanya sudah menjadi budaya pada waktu untuk melahirkan karya-karya sastra sunda buhun.
Kata Kunci: Sejarah, Pengembangan, Pelestarian, dan Nilai Budaya
Sejarah Kerajaan Kawali
Kerajaan Kawali tidak diketahui secara pasti pada zaman pemerintahan siapakah pusat Kerajaan Sunda mulai berada di Kawali. Akan tetapi, berdasarkan prasasti-prasasti yang terdapat di Astanagede (Kawali), dapat diketahui bahwa setidaknya pada masa pemerintahan Rahyang Niskala Wastu Kancana, pusat kerajaan sudah berada di sana. Istananya bernama Surawisesa.
Disebutkan dalam prasasti-prasasti tersebut bahwa baginda raja telah membuat selokan di sekeliling kerajaan dan desa-desa untuk rakyatnya.Astana Gede Kawali dijadikan sebagai pusat pemerintahan yaitu pada masa pemerintahan: Prabu Ajiguna Linggawisesa, Prabu Ragamulya, Prabu Linggabuana, Rahyang Niskala Wastukancana dan Dewa Niskala.
Pada masa pemerintahan Prabu Linggabuana terjadi peristiwa berdarah. Peristiwa berdarah tersebut merupakan sejarah pahit bagi Kerajaan Sunda, dimana telah terjadi penghianatan yang dilakukan oleh Mahapatih Gajahmada Dari Kerajaan Majapahit. Kerajaan Sunda merupakan satu-satunya kerajaan di Nusantara yang tidak bisa ditundukan oleh Kerajaan Majapahit, sehingga sumpah dari Mahapatih Gajahmada yang disebut Sumpah Palapa belum bisa diwujudkan. Niat Raja Majapahit yang pada waktu itu rajanya Prabu Hayam Wuruk untuk mempersunting Putri dari Kerajaan Sunda (Dyah Pitaloka / Citraresmi / Candra Kirana) dijadikan sebagai alat untuk mewujudkan agar sumpahnya bisa tercapai.
Suatu waktu rombongan dari Kerajaan Sunda yang dipimpin langsung oleh Prabu Linggabuana untuk menikahkan putrinya dengan Prabu Hayam Wuruk sampai di lokasi Bubat. Rombongan diminta oleh Patih Gajahmada untuk menyerahkan Putri Kerajaan Sunda sebagai upeti kepada Kerajaan Majapahit sebagai tanda bahwa Kerajaan Sunda telah takluk kepada Kerajaan Majapahit. Prabu Linggabuana tidak bisa menerima perlakuan itu, akibatnya terjadilah perang di Bubat itu.
Rombongan dari Kerajaan Sunda gugur dimedan Bubat, termasuk Putri Kerajaan Sunda yang memilih untuk mati daripada dijadikan sebagai upeti bukan permaisuri.Dengan adanya peristiwa itu maka pemerintahan di Kerajaan Sunda Kawali sementara waktu dipegang oleh Prabu Bunisora adik dari Prabu Linggabuana. Setelah putra mahkota Rahyang Niskala Wastukancana dewasa dan dinobatkan menjadi Raja Kawali pemerintahan dipegang oleh beliau.
Selanjutnya dilanjutkan oleh putranya Prabu Dewa Niskala. Penerus dari Prabu Dewa Niskala yaitu Jayadewata memindahkan pemerintahan dari Kawali ke Pakuan Pajajaran.Niskala Wastu Kencana memiliki dua orang putra dari istri yang berbeda. Keduanya mewarisi tahta yang sederajat, yakni Sunda di Galuh dan Sunda di Pakuan. Setelah Wastu Kancana wafat pada tahun 1475, kerajaan Sunda dipecah, Sunda Galuh yang berpusat di Keraton Surawisesa diperintah oleh Ningrat Kencana dengan gelar Prabu Dewa Niskala sedangkan Sunda Pakuan yang berpusat di Keraton Sri Bima diperintah oleh Sang Haliwungan dengan gelar Prabu Susuktunggal (Pakuan).Kisah penyatuan kerajaan Sunda warisan Wastu Kancana tidak terlepas dari adanya peristiwa di Galuh. Pada masa tersebut, tahta Sunda di Kawali sudah diwariskan kepada Dewa Niskala, dan ia di anggap ngarumpak larangan yang berlaku di keraton Galuh. Mungkin pada waktu dikatagorikan dengan pelanggaran moral.
Masalah moralitas di wilayah Galuh sangat mewarnai perubahan jalannya sejarah Sunda, ditenggarai dari kisah Smarakarya Mandiminyak (Amara) dengan Pwah Rababu, istri Sempakwaja yang membuahkan perebutan tahta Galuh. Kisah selanjutnya adalah Kisah Dewi Pangrenyep. Di dalam versi cerita tradisional, seperi pantun dan babad, kisah ini diabadikan di dalam lalakon Ciung Wanara. Demkian pula didalam kisah Dewa Niskala yang dianggap ngarumpak tabu keraton dengan cara menikahi putri hulanjar dan sekaligus istri larangan.
Dari masing-masing kisah tersebut sebenarnya dapat disimpulkan, bahwa keraton Galuh memiliki tradisi yang sangat menghormati moralitas, pada masa itu diatur dalam suatu bentuk etika hidup dan kenegaraan, yang disebut Purbatisti – Purbajati, bahkan memiliki sanksi yang tegas, dikucilkan dari lingkungan atau diturunkan dari tahtanya.
Keyakinan dan ketaatan Keraton Galuh demikian menjadikan suatu hal yang lumrah ketika nyusud kagirangna, karena Cikal Bakal Galuh adalah Kendan yang didirikan oleh Resi Manikmaya, resi sekaligus penguasa. Pada periode berikutnya para keturunan Galuh menciptakan keseimbangan dengan membentuk negara Galunggung sebagai negara agama (kabataraan) yang memiliki kekuatan untuk mengontrol perilaku penguasa Galuh. Ketaatan Galuh terhadap Galunggung nampak pula ketika masa Demunawan menginisiasi Perjanjian Galuh, sehingga pada periode berikutnya sangat wajar, ketika Dewa Niskala dipaksa untuk mengundurkan diri karena dianggap ngarumpak larangan.
Peristiwa Dewa Niskala didalam sejarah resmi sangat terkait pula dengan eksodusnya keluarga Keraton Majapahit ke Kawali, pasca huru hara di Majapahit yang menjatuhkan Brawijaya V. Pada masa tersebut Majapahit mendapat serangan beruntun dari Demak dan Girindrawardana. Keluarga keraton Majapahit mengungsi ke Pasuruan, Blambangan dan Supit Udang, namun tak kurang pula yang mengungsi ke Kawali disebelah barat Majapahit.
Kisah pelarian keluarga keraton Majapahit yang menuju wilayah Galuh tiba di Kawali. Mereka dipimpin oleh Raden Baribin, saudara seayah Prabu Kretabhumi. Mereka disambut dengan senang hati oleh Dewa Niskala. Raden Baribin kemudian di jodohkan dengan Ratu Ayu Kirana, putri Prabu Dewa Niskala. Putri ini adiknya Banyakcatra atau Kamandaka, bupati Galuh di Pasir Luhur dan Banyakngampar bupati Galuh di Dayeuh Luhur.

Sayangnya Dewa Niskala dianggap ‘ngarumpak larangan’ karena menikahi seorang rara hulanjar dan istri larangan (wanita terlarang) dari salah satu rombongan para pengungsi. Rara hulanjar sebutan untuk wanita yang telah bertunangan. Masalah hulanjar sama halnya dengan aturan di Majapahit, yakni perempuan yang masih bertunangan dan telah menerima Panglarang, tidak boleh diperistri kecuali tunangannya telah meninggal dunia atau membatalkan pertunangannya.
Wanita terlarang (Istri larangan) di dalam tradisi Sunda pada masa itu ada tiga macam. Hal ini sebagaimana rujukan dari Carita Parahyangan dan Siksa Kandang Karesian, yaitu : (1) gadis atau wanita yang telah dilamar dan lamarannya diterima, gadis atau wanita terlarang bagi pria lain untuk meminang dan mengganggu, (2) Wanita yang berasal dari Tanah Jawa, terlarang dikawin oleh pria Sunda dan larangan tersebut dilatar belakangi peristiwa Bubat, dan (3) ibu tiri yang tidak boleh dinikahi oleh pria yang ayahnya pernah menikahi wanita tersebut.
Sejatinya suatu larangan akan ditaati jika mengandung sanksi, karena suatu larangan tanpa sanksi hanya bersifat himbauan maka tidak memiliki alat pemaksa. Demikian pula di dalam hukum adat, seseorang akan dikenakan sanksi jika ia melanggar keseimbangan adat, dalam hal ini ada ketentuan adat yang dilanggar Dewa Niskala, yakni Purbatisti Prbajati (tradisi) keraton Galuh yang selalu diamanatkan oleh Wastu Kencana dan leluhur sebelumnya.


KEBERADAAN SITUS ASTANA GEDE DAN PENINGGALANNYA


Astana Gede Kawali merupakan pusat pemerintahan kerajaan Sunda-Galuh.Raja-raja yang pernah bertahta di tempat ini adalah Prabu Ajiguna Linggawisesa,yang dikenal dengan sebutan sang lumah ing kiding,kemudian Prabu Ragamulya atau Aki Kolot,setelah itu Prabu Linggabuwana yang gugur pada peristiwa bubat,Rahyang Niskala Wastukancana yang meninggalkan beberapa prasasti di Astana Gede, dan Dewa Niskala anak dari Rahyang Wastukancana.

Secara administrasi Situs Astana Gede berada di Kampung Indrayasa, Desa Kawali, Kecamatan kawali, Kabupaten Ciamis. Situs ini berada di kaki Gunung Sawal bagian timur. Tanah situs ini berstatus tanah desa. Jarak dari ibukota Ciamis kurang lebih 21 km ke arah utara menuju Cirebon. Sedangkan untuk mencapai lokasi Situs Astana Gede Kawali dari ibukota Kecamatan Kawali dapat ditempuh dengan kendaraan roda dua atau kendaraan roda empat kurang lebih 1,5 km ke arah barat dengan kondisi jalan yang telah diaspal dan baik.
Situs Astana Gede berada pada ketinggian kurang lebih 365 meter dari permukaan air laut dengan luas kurang lebih 5 Ha. Sebelah barat Situs tersebut terdapat sumber mata air Cikawali yang tidak pernah kering walau musim kemarau. Batas situs ini yaitu, sebelah utara Sungai Cikadondong, sebelah timur parit kecil dari Sungan Ciguntur, sebelah selatan Sungai Cibulan, dan sebelah barat Sungai Cigarunggung. Lingkungan situs ini berupa hutan lindung yang ditumbuhi oleh berbagai vegetasi cukup rapatsehingga kelembaban situs cukup tinggi dengan suhu kurang lebih 22 derajat celcius. Kondisi lingkungan tersebut akan berakibat pada pelestarian objek warisan budaya bangsa yang mempunyai nilai historis-arkeologis.

Situs ini diduga kuat pada awalnya merupakan Situs Prasejarah dari kronologi megalitik. Indikasi yang dapat dilihat adalah berupa tinggalan, Punden Berundak dengan teras-terasnya dan menhir (batu tegak). Tetapi selanjutnya area situs digunakan pada masa Klasik (Hindu-Budha) dengan indikasi temuan prasasti sejumlah enam buah.

Punden Berundak diduga memiliki tiga teras dengan susunan batu, antar teras tidak begitu tampak jelas karena terdapat susunan batu sudah banyak yang hilang terutama pada teras bawah. Teras Utama merupakan teras teratas dengan ukuran 15meter x 13,5 meter dan tinggi teras 50-70 cm. Teras 1 ini berpagar bambu yang dianyam, dibagian tengahnya terdapat makam yang dipercaya oleh masyarakat sekitar sebagai makam Kiai Adipati Singacala seorang tokoh penyebar Agama Islam pertama di daerah Kawali. Sekelilingnya makam menggunakan jirat dengan susunan batu empat persegi panjang, membujur utara-selatan. Melihat dari bentuk nisan dapat diduga bahwa makam ini kemungkinan baru, tidak sejaman dengan tinggalan punden berundak ataupun prasasti. Sedangkan susunan batu yang membatasi makam tersebut dengan menyusun susunan batu yang ada di bangunan punden tersebut.
Teras 2 memiliki ketinggian 20-40 cm, berpagar besi. Pada teras ini terdapat sejumlah peninggalan yang diberi cungkup sebagai pelindung, dengan pagar dari kayu. Teras berbentuk empat persegi dengan ukuran panjang sisi utara 27,6 meter; sisi barat 25,65 meter; sisi selatan 27,6 meter; dan sisi timur 26,15 meter. Adapun jenis peninggalan yang di Teras 2 ini, terdiri dari pelinggih (batu datar), menhir, Prasasti 1 (1a dan 1b), Prasasti 2, Prasasti 5 dan Prasasti 6.
Teras 3 memiliki selisih ketinggian dengan Teras 2 kurang lebih 20-30 cm dan yang masih tampak sisa-sisa susunan terasnya yaitu pada sisi baratlaut. Di Teras 2 inilah Prasasti 3 dan Prasasti 4 ada.


Sumber

KERAJAAN KENDAN

Prb SURALIMAN KERAJAAN KENDAN BANDUNG-GARUT (536-612 M)
Ke Situs Batu Kerajaan Kendan. Situs Batu Kerajaan Kendan terletak di Kampung Kendan, Desa Citaman, Kecamatan Nagreg.
Bandung selain kaya wisata alam dan belanja, juga kaya akan wisata budaya. Salah satu yang menjadi wisata budaya dan sejarah itu yakni Situs Batu Kerajaan Kendan. Kerajaan ini telah ada sejak tahun 536 Masehi dan didirikan o
leh Resiguru Manikmaya. Kerajaan inipun kemudian berkembang menjadi kerajaan besar bernama Galuh ketika kekuasannya dipegang oleh Prabu Wretikandayun pada tahun 612 Masehi.
Batu Kasar dan Hitam
Nama Kendan berasal dari kata Kenan yang memiliki makna sejenis batu cadas, berongga dan didalamnya mengandung kaca yang berwarna hitam. Batuan inipun akan tampak kemilauan saat tersorot oleh sinar matahari. Memiliki permukaan yang sangat kasar dan tajam. Dan konon, jenis batuan semacam ini hanya terdapat di wilayah Kendan saja. Aneh ya!
Daerah Nagreg, yang ketika mudik lebaran seringkali menjadi titik kemacetan merupakan bekas ibukota Kerajaan Kendan. Ada banyak cerita dan versi yang berada di seputar Kerajaan Kendan ini. Dulunya di kerajaan ini sering digelar kegiatan ritual keagamaan yang dilakukan disekitar kabuyutan dimana didalam kabuyutan tersebut biasanya ditandai dengan bangunan punden berundak.
Punden ini tersebar di beberapa tempat yang sering disebut orang sebagai candi. Istilah ini didasarkan adanya kemiripan bahan material dengan bangunan umat Hindu. Meskipun sebenarnya antara arsitektur punden dan arsitektur candi sangat jauh berbeda. Candi merupakan bangunan tertutup atau berdinding, sedangkan punden merupakan bangunan terbuka tanpa dinding maupun atap. Di dalam konsep tata ruang puseur dayeuh kerajaan pra-Islam di Tatar Sunda, bangunan punden berfungsi sebagai goah.
Selain ditemukan Arca Manik, di daerah ini juga sempat ditemukan mahkota serta sebuah pusaka nagasastra yang kemudian tersimpan di salah seorang sesepuh Kampung Kendan. Sebagai nagara rasa, hanya orang yang memiliki kehalusan rasa dan ketajaman bathin yang dapat merasakan peninggalan-peningalan kerajaan Kendan yang sudah terkubur ratusan tahun lamanya. Dan sampai saat ini pun, belum dapat dipastikan dimana material bekas “karaton”-nya.
Sejarah Jawa Barat mencatat Kendan telah eksis sejak tahun 536 sampai dengan 612 M. Kendan berubah nama menjadi Galuh (permata) ketika masa Wretikandayun, penerus Kendan menyatakan diri melepaskan diri dari Tarumanagara (Sundapura). Karena Terusbawa merubah Tarumanagara menjadi Kerajaan Sunda (pura). Sejak tahun 670 M ditatar sunda dianggap ada dua kerajaan kembar, yakni Sunda Pakuan dan Sunda Galuh.
Naman Kendan seolah tenggelam dalam kebesaran nama Galuh, sangat jarang diketahui masyarakat tentang wilayah dan kesejarahannya, kecuali beberapa masyarakat yang berminat mendalami sejarah Sunda. Bagi sejarawan sunda eksistensi Kendan tidak dapat dilepaskan dari Galuh. Kendan danggap cikal bakal Galuh. Bahkan sejarawan Sumedang di Musium Prabu Geusan Oeloen membedakan Galuh Kendan dengan Galuh Kawali.
Letak Kendan
Kendan didalam catatan sejarah Jawa Barat diperkirakan terletak disuatu daerah diwilayah Kabupaten Bandung, ditepi sebuah bukit (Kendan), + 500 meter sebelah timur stasiun kereta api Nagreg. Terdapat daerah hunian yang bernama Kampung Kendan, Desa Citaman, Kecamatan Cicalengka. Namun berdasarkan on the spot, letak Kendan berada di sebelah barat stasiun nagreg dan termasuk Desa Nagreg.
Bukit Kendan yang dimaksud sangat jauh untuk disebutkan memiliki jejak Sejarah, mengingat perbukitan Kendan saat ini sudah hampir habis akibat tanahnya dieksploitasi untuk bahan pembuatan bata merah.
Disekitar Nagreg dan Citaman ditemukan pula suatu tempat yang disebut masyarakat sekitarnya “tempat pamujaan”, Sayang istilah tempat pamujaan dalam paradigma masyarakat sunda dewasa ini dikonotasikan negatif, karena sering digunakan “pamujaan”, suatu cara meminta harta kekayaan kepada mahluk gaib, dan dianggap menyekutukan Tuhan. Sama dengan istilah pesugihan.
Nama Kendan lebih dikenal dalam dunia arkeologi, identik sebagai pusat industri perkakakas neolitik pada jaman purbakala. Batu Kendan sudah lama disebut-sebut dalam dunia kepurbakalaan. Disinyalir daerah Kendan sudah ramai dihuni penduduk sejak sebelum tarikh masehi.
Pasir batu bukit Kendan sampai saat ini masih di eksploitasi penduduk setempat, karena mengandung bahan perekat yang sangat cocok untuk pembuatan gerabah. Haji Atang pemilik bukit itu sekarang, memanfaatkan bukit kendan untuk dijadikan bahan campuran bata merah. Konon kabar menurut cerita Pak Anang, keponakan Haji Atang, pada waktu jaman belanda kakeknya mengeksploitasi tanah Kendan untuk dikirim ke Belanda dari stasiun Nagreg melalui Pelabuhan Surabaya, bahkan pembangunan gedung sate dan gedung lainnya di kota Bandung disinyalir menggunakan bahan dari bukit Kendan. Mungkin keberadaan setasiun Nagreg pada awalnya tidak dapat dilepaskan dari Daerah Kendan. Stasiun ini merupakan saksi bisu dari diangkutnya material Kendan kedaerah lain.
Didaerah Kendan pernah ditemukan ditemukan sebuah patung kecil. Para akhli sejarah menyebutnya patung Dewi Durgi. (saat ini disimpan dimusium Jakarta). Sedangkan di dalam prasasti Jayabupati disebutkan, bahwa : kekuatan Durgi dianggap kekuatan Gaib. Dalam cerita Lutung Kasarung, Nini Dugi dianggap berasal dari Kanekes.
Keberadaan patung Durga ditempat pamujaan menimbulkan spekulasi dari beberapa akhli sejarah. Pleyte (1909) mensinyalir daerah tersebut termasuk daerah “Kabuyutan”. Sama dengan daerah Mandala, atau Kabuyutan yang ada diwilayah Cukang Genteng, dekat Ciwidey Kabupaten Bandung.
Kerajaan Kendan selain dikenal melalui gerabah purbakalanya juga disebut-sebut di dalam Naskah Carita Parahyangan dan Naskah Wangsakerta. Kedua sumber dianggap duplikasi dari Pararatwan Parahyangan. Sayangnya Pararatwan Parahyangan saat ini tidak diketahui rimbanya. Namun karena dijadikan sebagai naskah rujukan maka Pararatwan Parahyangan dipastikan keberadaannya lebih tua dari Naskah Carita Parahyangan dan Naskah Wangsakerta. (*)


Sumber

Awal berdirinya Kerajan Sriwijaya

Terdapat begitu banyak salah faham dan kekeliruan tentang sejarah peringkat awal Asia Tenggara. Keadaan ini tidak begitu banyak berubah sepanjang 100 tahun kebelakangan ini. Dalam artikel ini apa yang akan saya cuba bincangkan adalah tentang teori alternative yang pada pendapat saya kurang diketahui oleh masyarakat kita iaitu lokasi Shih-li-fo-shi atau Srivijaya di Chaiya selatan Thailand. Sebenarnya teori ini bukan teori baru, namun demikian oleh kerana teori Coedes dan Slamet Muljana yang amat popular mengatakan Srivijaya berpusat di Palembang maka teori-teori lain terkubur dan terlindung dek bayang-bayang teori aliran perdana ini. Melalui Hipotesis ini kita akan melihat bagaimana sejarawan jepun Takashi Suzuki meletakkan pusat Srivijaya di Chaiya selatan Thailand. Saya sebenarnya setuju bahawa Pusat terawal Srivijaya bukanlah bermula di Palembang kerana masih tidak terdapat bukti kukuh hingga hari ini yang dapat menyatakan dengan jelas bahawa Palembang adalah tempat bermulanya Empayar Maritim Melayu ini.
Setakat ini yang dijumpai adalah prasasti-prasasti yang belum cukup untuk membuktikan teori tersebut. Malahan candi-candi dan kota-kota purba adalah susah sekali untuk dijumpai di Palembang. Namun jika kita ke Semenanjung Tanah Melayu bermula dari Segenting Kera hingga ke Negeri-negeri utara Malaysia banyak ruins atau runtuhan-runtuhan kota dan candi serta tinggalan arkeologi yang boleh kita jumpa terutama di Kedah. Itu belum lagi di Kelantan yang mungkin ada lebih banyak tinggalan kota-kota purba yang hanya tunggu untuk digali. Begitu juga dengan inskripsi Grahi yang dijumpai di Chaiya dan beberapa buah wat yang memang sah mempunyai gaya binaan Srivijaya. Jadi pada pendapat anda kawasan yang mana paling pas untuk menjadi kawasan bermulanya kerajaan Srivijaya yang jaya itu? Adakah di Palembang yang dalam kebanyakan catatan cina dikatakan sebagai sebahagian daripada jajahan Shi Li Fo Shi yang mana agak pelik kerana jika Palembang adalah pusat pemerintahan dan juga Srivijaya mengapa pula dikatakan banhawa Palembang adalah jajahan Srivijaya? Namun walau apa pun keputusannya kita terima dengan minda yang terbuka.
Seperti telahan saya sebelum ini saya memang menjangka bahawa Srivijaya bermula di utara semenjung Tanah Melayu tak kiralah di Kelantan, Pattani atau di Chaiya Thailand. Hal ini adalah kerana Srivijaya adalah penerus bagi kegemilangan kerajaan Melayu Funan! Sudah tentulah elit-elit Funan yang melarikan diri daripada serangan dan penindasan Chenla telah menuju ke negeri-negeri Melayu atau City State Melayu di Semenanjung kerana mereka memang mempunyai hubungan rapat dengan tempat ini dan dipercayai nenek moyang mereka juga pernah berasal dari sini. Samaada di Kelantan atau Chaiya mereka mula membina kekuatan baru dan mengumpul tentera untuk membina sebuah kerajaan yang baru. Akhirnya mereka berjaya menubuhkan Sriwijayamala.
Berbalik kepada kekeliruan sejarawan tentang lokasi pusat Srivijaya yang sebenarnya. Hipotesis Palembang telah dibentangkan oleh G. Coedes dan telah disokong oleh kebanyakan ahli sejarah. Namun demikian seorang ahli sejarah dari jepun Takashi Suzuki merasakan bahawa hipotesis itu tidak rasional dari banyak aspek dan ia dibuktikan dengan beberapa kesilapan ketara. I-Ching dalam “Xin (Baru) Tang-Shu” menulis bahawa Shih-li-fo-shi terletak di hemisfera utara, dalam erti kata lain di Semenanjung Tanah Melayu .Sejarah Asia Tenggara telah diputarbelitkan oleh hipotesis yang salah katanya. Kesilapan yang paling serius ialah ‘Hipotesis Palembang’.
Dr Quaritch Wales dan R.C. Dr. Majumdar adalah diantara sejarawan yang percaya bahawa Sriwijaya bermula di utara Semenanjung Tanah Melayu. Ciri-ciri hipotesis sejarawan jepun Takashi Suzuki kebanyakannya penilaian semula terhadap bukti teks Cina dari sudut pandangan seorang ahli ekonomi dan ahli sejarah ekonomi. Pada masa yang sama, dia cuba untuk menetapkan lokasi negeri-negeri penting yang dicatatkan dalam sejarah Cina. Tanpa pengenalan yang tepat terhadap beberapa negeri-negeri penting, sejarah Asia Tenggara tidak boleh dibincangkan dan dijelaskan. Shih-li-fo-shi di zaman dinasti Tang telah terkenal sebagai Srivijaya. San-fo-chi yang muncul pada tahun 904 di peringkat terakhir Dinasti Tang (618 ~ 907) telah diakui oleh pegawai Tang sebagai Srivijaya. Dan dalam masa Song, ia telah diiktiraf sebagai San-fo-chi, yang menurut Chau-Ju-ka, mula menghantar utusan ke China sejak 904.



Sumber

Ibnu Batutah

Perjalanan panjang Ibnu Batutoh dan pengembaraannya mengelilingi dunia itu mampu melampaui sejumlah penjelajah Eropa yang diagung-agungkan Barat seperti Christopher Columbus, Vasco de Gama, dan Magellan yang mulai setelah Ibnu Batutah. Sejarawan Barat, George Sarton, mencatat jarak perjalanan yang ditempuh Ibnu Batutah melebihi capaian Marcopolo. Tak heran, bila Sarton geleng-geleng kepala dan mengagumi ketangguhan seorang Ibnu Batutah yang mampu mengarungi lautan dan menjelajahi daratan sepanjang 120.000 kilometer itu. Sebuah pencapaian yang tak ada duanya di masa itu.

Lalu, siapa Nama lengkap Ibnu Batutoh itu? Dia adalah Muhammad Abu Abdullah bin Muhammad Al Lawati Al Tanjawi yang kemudian dikenal dengan Ibnu Batutoh. Lahir di Tanger (kota di sebelah utara Maroko) 24 Februari 1304 M/ 703 H dan wafat di

kota kelahirannya pada tahun 1377 M/ 779 H. Versi lain mengatakan, ia wafat di Kota Fez atau Casablanca. Namun pendapat yang rajih (benar), ia dimakamkan di tanah kelahirannya, sebagaimana makamya terdapat di kota wisata Tanger-Maroko.

Ibnu Batutoh berasal dari keturunan bangsa Barbar. Besar dalam keluarga yang taat memelihara tradisi Islam. Saat itu, Maroko sedang dikuasai Dinasti Mariniah. Ia dikenal sangat giat mempelajari fiqh dari para ahli yang sebagian besarnya menduduki jabatan Qadhi (hakim). Beliau juga mempelajari sastra dan syair Arab.

Pada usia sekitar 21 tahun 4 bulan, ia menunaikan rukun iman kelima. Perjalananya menuju ke Baitullah telah membawanya berpetualang dan menjelajahi dunia. Ia mengarungi samudera dan menjelajah daratan demi sebuah tujuan mulia. Sampai kemudian Ia melanjutkan perjalanannya hingga melintasi sekitar 44 negara selama 30 tahun.

Rihlah Ibnu Batutoh, inilah salah satu  buku legendaris yang mengisahkan perjalanan seorang petualang agung itu pada 1325 hingga 1354 M. Sejatinya, Rihlah bukanlah  judul buku, tetapi hanya menggambarkan sebuah genre (gaya sastra). Judul asli dari buku yang ditulis Ibnu Batutah itu adalah Tuhfat al-Nuzzhar fi Ghara’ib al-Amshar wa ‘Aja’ib al-Asfar (Persembahan Seorang Pengamat tentang Kota-kota Asing dan Perjalanan yang Mengagumkan), yang  ditulis oleh Ibnu Juzay, juru tulis Sultan Maroko, Abu ‘Inan. Karya ini telah menjadi perhatian berbagai kalangan di Eropa sejak diterjemahkan ke berbagai bahasa seperti Perancis, Inggris dan Jerman.

Buku itu disusun menjadi sebuah perjalanan dunia yang mengagumkan dengan mengaitkan berbagai peristiwa, waktu pengembaraan serta catatan-catatan penting yang berisi berita dan peristiwa yang dialami Ibnu Batutah selama pengembaraanya. Dalam karyanya tersebut, Ibnu Batutoh tidak mengumpulkan rujukan atau bahan-bahan dalam menunjang tulisannya. Dia  hanya mengisahkan pengalaman atau sejarah empiris negara atau kota-kota yang pernah disinggahinya.

Kisah petualangan
Ibnu Batutah menghabiskan umurnya  hingga 30 tahun untuk berpetualang dari satu negeri ke negeri lainnya. Hampir seluruh dunia telah dijelajahinya, mulai dari Afrika Utara ke Timur Tengah, dari Persia ke India terus ke Asia Tenggara, termasuk Indonesia dan India. Kemudian dilanjutkan ke arah Timur Laut menuju daratan Cina dan ke arah Barat hingga sampai ke Spanyol.

Pengembaraannya itu ia lakukan antara musim haji yang satu ke musim haji berikutnya. Ia menjadikan Makkah Al Mukaramah sebagai awal berlayar dan sebagai tempat kembali berlabuh. Sungguh suatu pengembaraan yang penuh kejadian penting dalam sejarah, sarat dengan makna dan hikmah. Pengembaraan perdananya dimulai ketika menunaikan ibadah haji yang pertama, tepat pada tanggal 14 Juni 1325. Ia bersama jamaah Tanger lainnya menempuh keringnya hawa laut Mediterania di tengah teriknya daratan berpasir Afrika Utara. Semuanya dilakukan hanya dengan berjalan kaki.

Tempat-tempat yang disinggahi diceriterakannya secara lengkap dengan bahasa yang indah, sehingga siapa yang membaca tulisan Ibnu Batutah atau mendengarkannya berhasrat mengunjunginya. Kemauannya yang kuat untuk mengunjungi wilayah-wilayah Islam saat itu membawanya mengembara

Tiba di Samudera Pasai
Petualangan dan perjalanan panjang yang ditempuh Ibnu Batutah sempat membuatnya terdampar di Samudera Pasai (kini Aceh). Tepatnya di sebuah Kerajaan Islam pertama di Nusantara yang terletak di utara pantai Aceh antara abad ke-13 hingga 15 M dengan Raja pertamanya Sultan Malikussalih (W 1297), yang sekaligus sebagai sultan (pemimpin) pertama negeri itu. Ia menginjakkan kakinya di Aceh pada tahun 1345. Sang pengembara itu singgah di bumi Serambi Mekkah selama 15 hari.

Ibnu Batutah melukiskan Samudera Pasai dengan begitu indah. “Negeri yang hijau dengan kota pelabuhannya yang besar dan indah,” tutur sang pengembara berdecak kagum. Kedatangan Ibnu Batutah disambut Amir (panglima) Daulasah, Qadi Syarif Amir Sayyir Al-Syirazi, Tajuddin Al-Asbahani , dan beberapa ahli fiqh atas perintah Sultan Mahmud Malik Zahir (1326-1345). Menurut pengamatan Ibnu Batutah, Sultan Mahmud merupakan penganut Mazhab Syafi’i yang giat menyelenggarakan pengajian dan mudzakarah tentang Islam.

Penjelajah termasyhur asal Maghrib (sebutan Maroko dalam Bahasa Arab) itu sangat mengagumi Sultan Mahmud Malik Al-Zahir, penguasa Samudera Pasai saat itu. “Sultan Mahmud Malik Al-Zahir adalah seorang pemimpin yang sangat mengedepankan hukum Islam. Pribadinya sangat rendah hati. Ia berangkat ke masjid untuk shalat Jumat dengan berjalan kaki. Selesai shalat, sultan dan rombongan biasa berkeliling kota untuk melihat keadaan rakyatnya,” kisah Ibnu Batutah.

Ia juga melihat Samudera Pasai saat itu menjelma sebagai pusat studi Islam di Asia Tenggara. Menurut Ibnu Batutah, penguasa Samudera Pasai itu memiliki ghirah (semangat) belajar yang tinggi untuk menuntut ilmu-ilmu Islam kepada ulama. Dia juga mencatat, pusat studi Islam yang dibangun di lingkungan kerajaan menjadi tempat diskusi antara ulama dan elite kerajaan. Selama berpetualang mengelilingi dunia dan menjejakkan kakinya di 44 negara, dalam kitabnya yang berjudul Tuhfat al-Nazhar itu, Ibnu Batutah menuturkan telah bertemu dengan tujuh raja yang memiliki kelebihan yang luar biasa.

Ketujuh raja yang dikagumi Ibnu Batutah itu antara lain; raja Iraq yang dinilainya berbudi bahasa, raja Hindustani yang disebutnya sangat ramah, raja Yaman yang dianggapnya berakhlak mulia, raja Turki dikaguminya karena gagah perkasa, raja Romawi yang sangat pemaaf, raja Melayu Malik Al-Zahir yang dinilainya berilmu pengetahuan luas dan mendalam, serta raja Turkistan.

Ibnu Batutoh Sempat mengunjungi pedalaman Sumatra yang kala itu masih dihuni masyarakat non-Muslim. Di situ juga ia menyaksikan beberapa perilaku masyarakat yang mengerikan, seperti bunuh diri massal yang dilakukan hamba ketika pemimpinnya mati.

Setelah berkelana dan mengembara di Samudera Pasai selama dua pekan, Ibnu Batutah akhirnya melanjutkan perjalanannya menuju Negeri Tirai Bambu Cina. Catatan perjalanan Ibnu Batutah itu menggambarkan bahwa pada abad pertengahan, peradaban telah tumbuh dan berkembang di bumi Nusantara.

Berkat petualangan singkat Ibnu Batutoh ini, kini Bangsa Indonesia sangat dikenal di mata masyarakat Maroko, sebagai bangsa yang ramah, santun, toleran dan cinta terhadap agama Islam yang moderat. Hal itu juga diakui oleh para ulama Maroko,  “Masyarakat muslim Indonesia sangat terpuji akhlaknya. Mereka memiliki kecintaan yang luar biasa terhadap agama,” kata Dr  Idris Hanafi,  dosen pakar Hadits beberapa waktu lalu saat menyampaikan kuliah studi Islam di Universitas Imam Nafie’, Tanger-Maroko.

Begitu juga tabiat masyarakat Maroko, yang terkenal dengan sikapnya yang sangat ramah dalam menghormati tamu, mereka menganggap tamu itu benar-benar seperti raja. Hal ini tentunya merupakan ciri khas orang Maroko dan sebagai aplikasi dari sebuah hadits Rasulullah  SAW.

Diabadikan dunia

Nama besar dan kehebatan Ibnu Batutah dalam menjelajahi dunia di abad pertengahan itu, hingga kini tetap dikenang. Bukan hanya umat Islam saja yang mengakui kehebatannya. Barat pun mengagumi sosok Ibnu Batutah. Tak heran, karya-karyanya disimpan Barat.

Sebagai bentuk penghormatan atas dedikasinya, International Astronomy Union (IAU) Perancis mengabadikan Ibnu Batutah menjadi nama salah satu kawah bulan. Selain dijadikan nama kawah di bulan, Ibnu Batutah juga diabadikan dan dikenang masyarakat Dubai lewat sebuah mall atau pusat perbelanjaan bernama Ibnu Batutah Mall. Di sepanjang koridor mall itu dipajangkan hasil penelitian dan penemuan Ibnu Batutah.




Sumber

Usia A'isyah ketika Menikah dengan Nabi SAW

Tulisan ini mencoba meluruskan riwayat pernikahan Rasulullah dengan Aisyah ra. yang telah berabad-abad lamanya diyakini secara tidak rasional. Dan efeknya, orientalis Barat pun memanfaatkan celah argumen data pernikahan ini sebagai alat tuduh terhadap Rasulullah dengan menganggapnya fedofilia. Mari kita buktikan. Secara keseluruhan data-data yang dipaparkan tulisan ini diambil dari hasil riset Dr.M. Syafii Antonio dalam bukunya, Muhammad SAW The Super Leader Super Manager (2007).
Kualitas Hadits
Alasan pertama. Hadits terkait umur Aisyah saat menikah tergolong problematic alias dho’if. Beberapa riwayat yang menerangkan tentang pernikahan Aisyah dengan Rasulullah yang bertebaran dalam kitab-kitab Hadits hanya bersumber pada satu-satunya rowi yakni Hisyam bin ‘Urwah yang didengarnya sendiri dari ayahnya. Mengherankan mengapa Hisyam saja satu-satunya yang pernah menyuarakan tentang umur pernikahan ‘Aisyah r.a tersebut. Bahkan tidak oleh Abu Hurairah ataupun Malik bin Anas. Itu pun baru diutarakan Hisyam tatkala telah bermukim di iraq.
Hisyam pindah bermukim ke negeri itu dalam umur 71 tahun. Mengenai Hisyam ini, Ya’qub bin Syaibah berkata: “Apa yang dituturkan oleh Hisyam sangat terpercaya, kecuali yang disebutkannya tatkala ia sudah pindah ke Iraq.” Syaibah menambahkan, bahwa Malik bin Anas menolak penuturan Hisyam yang dilaporkan oleh penduduk Iraq. (Ibn Hajar Al-Asqalani, Tahzib al-Tahzib. Dar Ihya al-Turats al-Islami, Jilid II, hal. 50) Termaktub pula dalam buku tentang sketsa kehidupan para perawi Hadits, bahwa tatkala Hisyam berusia lanjut ingatannya sangat menurun (Al-Maktabah Al-Athriyah, Jilid 4, hal. 301). Alhasil, riwayat umur pernikahan Aisyah yang bersumber dari Hisyam ibn ‘Urwah, tertolak.
Urutan Peristiwa Kronologis
Alasan kedua. Terlebih dahulu perlu diketahui peristiwa-peristiwa penting
secara kronologis ini:
Pra-610 M : Zaman Jahiliyah
610 M : Permulaan Wahyu turun
610 M : Abu Bakar r.a. masuk Islam
613 M : Nabi Muhammad SAW mulai menyiarkan Islam secara terbuka
615 M : Umat Islam hijrah I ke Habsyah
616 M : Umar bin al-Khattab masuk Islam
620 M : Aisyah r.a dinikahkan
622 M : Hijrah ke Madinah
623/624 M : Aisyah serumah sebagai suami isteri dengan Nabi Muhammad SAW.
Menurut Al-Thabari, keempat anak Abu Bakar ra. dilahirkan oleh isterinya pada zaman Jahiliyah. Artinya sebelum 610 M.

Jika ‘Aisyah dinikahkan dalam umur 6 tahun berarti ‘Aisyah lahir tahun
613 M. Padahal menurut Al-Thabari semua keempat anak Abu Bakar ra. lahir pada zaman Jahiliyah, yaitu sebelum tahun 610. Jadi kalau Aisyah ra. Dinikahkan sebelum 620 M, maka beliau dinikahkan pada umur di atas 10 tahun dan hidup sebagai suami isteri dengan Nabi Muhammad SAW dalam umur di atas 13 tahun. Kalau di atas 13 tahun, dalam umur berapa pastinya beliau dinikahkan dan serumah? untuk itu kita perlu menengok kepada kakak perempuan Aisyah ra. yaitu Asma.
Perhitungan Usia Aisyah
Menurut Abdurrahman ibn Abi Zannad, “Asma 10 tahun lebih tua dari Aisyah ra.” (At-Thabari, Tarikh Al-Mamluk, Jilid 4, hal. 50. Tabari meninggal 922 M) Menurut Ibnu Hajar Al-Asqalani, Asma hidup hingga usia 100 tahun dan meninggal tahun 73 atau 74 Hijriyah (Al-Asqalani, Taqrib al-Tahzib, hal. 654). Artinya, apabila Asma meninggal dalam usia 100 tahun dan meninggal pada tahun 73 atau 74 Hijriyah, maka Asma berumur 27 atau 28 tahun pada waktu Hijrah, sehingga Aisyah berumur (27 atau 28) – 10 = 17 atau 18 tahun pada waktu Hijriyah. Dengan demikian berarti Aisyah mulai hidup berumah tangga dengan Nabi Muhammad SAW pada waktu berumur 19 atau 20 tahun.
Allohu a’lam bishshawab.

Rijalul Imam
Direktur ISCDIC (Indonesian Students Community for Development of Islamic Civilization) Studi Kritis Umur Aisyah ra.Sejak jaman sekolahan, kita telah membaca dan diberitahu bahwa Rasulullah s.a.w menikahi Aisyah ra, putri Abu Bakar ash Shidiq ketika Aisyah ra. berumur 6 tahun, dan berumah tangga dengan Rasulullah s.a.w ketika Aisyah ra. berumur 9 tahun. Riwayat ini tercatat dengan terang dalam kitab hadist Sahih Bukhori dan selama ratusan tahun menjadi ?kebenaran? dan ?dibenarkan? oleh ulama-ulama dan guru-guru agama dimanapun.
Hadist dan sejarah juga mencatat bahwa saat Aisyah ra. menikah, beliau masih bermain-main dengan boneka dan ayunannya. Siapa saja yang mendengar informasi ini ?apabila cara berfikirnya masih normal? akan menolak menyetujui kekonyolan itu. Apabila kita tidak memperhatikan bahwa pernikahan itu berlaku pada keluarga Rasulullah s.a.w tentukan kita sudah menuding pria yang menikahi anak perempuan berumur 6 tahun pastilah seorang pedofilia [1]. Lalu bagaimana para ulama dan umat Islam mencari-cari pembenaran pernikahan Aisyah ra. Dengan Rasulullah s.a.w ketika Aisyah ra. baru saja melewati masa balita-nya.
Pembenaran-pembenaran yang dipaksakan itu adalah:
Menganggap pernikahan seperti itu adalah wajar pada masa itu.Pernikahan
tersebut menunjukan bahwa Aisyah ra. sudah matang berumah tangga sejak kecil dan merupakan kehebatan Islam dalam membentuk kedewasaan seorang anak.
Bagaimanapun, penjelasan diatas tidak bisa diterima begitu saja oleh akal sehat. Hanya orang-orang naif yang mempercayai jawaban itu dan secara tidak langsung terus menerus mengkampanyekan pernikahan Aisyah ra. saat berumur 6 tahun.
Akibatnya, fitnah besar telah datang terhadap kehormatan diri Rasulullah yang suci, pribadi yang maksum, teladan umat Islam. Fitnah tersebut adalah bahwa seorang Nabi telah menikahi anak perempuan di bawah umur, melucuti pakaian dan meniduri anak-anak yang masih lucu-lucunya sambil memegang bonekanya. Belum lagi tuduhan pedofilia yang di lancarkan musuh-musuh Islam terhadap Rasulullah s.a.w. Naudzubullahi min dzalik.
Sebagian umat Islam bungkam atas ?kebenaran? yang dipaksakan ini, lalu mereka membuat ?pembenaran? dengan cara yang dipaksakan pula agar
?pembenaran? tersebut terlihat logis. Anda tentu tidak akan menikahi
anak perempuan anda yang berumur 6 tahun demi menjalankan ?sunnahrasul? kan?
Umur Aisyah ra. telah dicatat salah oleh hadist dan sejarah. Tidak benar bahwa Aisyah menikah ketika berumur 6 tahun. Itu fitnah yang sangat keji. Seorang ulama besar hindustan diabad 20, Hz. Maulana Habibur Rahman Siddiqui Al-Kandahlawi [2] karena kecintaannya kepada pribadi Nabiullah, telah mengkaji secara mendalam umur Aisyah ra. Dan men-tahqiq [3] hadist yang disahihkan oleh Bukhari-Muslim dalam kitab-nya yang berjudul ?Umur Aesyah?.
Tentang umur Aisyah ra. banyak ahli sejarah yang menyampaikan pendapatnya. Ada yang mengatakan 9 tahun, 14 tahun, namun kebanyakan berpegang pada kitab Sahih Bukrori-Muslim yang menyebutkan Aisyah berumur 6 tahun saat menikah.
Dari Aisyah ra., ia berkata: Rasulullah s.a.w menikahiku pada saat aku
berusia enam tahun dan beliau menggauliku saat berusia sembilan tahun.
Aisyah ra. melanjutkan: Ketika kami tiba di Madinah, aku terserang
penyakit demam selama sebulan setelah itu rambutku tumbuh lebat
sepanjang pundak. Kemudian Ummu Ruman datang menemuiku waktu aku sedang
bermain ayunan bersama beberapa orang teman perempuanku. Ia berteriak
memanggilku, lalu aku mendatanginya sedangkan aku tidak mengetahui apa
yang diinginkan dariku. Kemudian ia segera menarik tanganku dan dituntun
sampai di muka pintu. Aku berkata: Huh.. huh.. hingga nafasku lega. Kemudian Ummu Ruman dan aku memasuki sebuah rumah yang di sana telah banyak wanita Ansar. Mereka mengucapkan selamat dan berkah dan atas nasib yang baik. Ummu Ruman menyerahkanku kepada mereka sehingga mereka lalu memandikanku dan meriasku, dan tidak ada yang membuatku terkejut kecuali ketika Rasulullah s.a.w datang dan mereka meyerahkanku kepada beliau .
[Bukhari-Muslim No. 69 (1442)]
Makna yang sama tercatat juga dalam kitab Sahih Bukhari Volume 5, buku-58 nomor 238. [4]
Dan masih banyak lagi di dalam hadist dalam kitab Bukhari-Muslim yang mencatat cerita Aisyah ra. ini, dimana memuat 3 informasi penting, yaitu: (1) Aisyah ra. di nikahi saat berumur 6 tahun, (2) berumah tangga saat berumur 9 tahun, (3) saat dirinya di serahkan kepada Rasulullah, Aisyah sedang bermain-main ayunan.
HADIST UMUR AISYAH RA. TIDAK SHAHIH
Hz. Maulana Habibur Rahman Siddiqui Al-Kandahlawi mencatat keganjilan pada
hadis-hadist yang menyebut umur Aisyah ra.
Bukti-bukti dalam kitab-kitab yang ditulis oleh ulama Islam [5]
berselisih tentang perawi hadist tersebut riwayatnya bersumber dari
Aisyah ra. atau-kah pengamatan Urwah bin Zubair. Tapi yang pasti, bukan
kata-kata Rasulullah s.a.w. Jika ini adalah kata-kata Urwah bin Zubair
[6], maka itu bukanlah hadist dan hanya sekedar dongeng serta tidak
memiliki implikasi apapun terhadap syariah.

Namun jika ini perkataan Aisyah ra., setelah dicermati, semua hadist
tersebut perawinya tersambung kepada Hisyam bin Urwah dari bapaknya Urwah bin Zubair yang diriwayatkan dari Aisyah ra. Hanya dari garis itu saja, hanya Hisyam bin Urwah dan Urwah bin Zubair! Tidak ada yang lain.
Tidak ada sahabat-sahabat nabi lainnya menceritakan umur Aisyah ra. saat menikah. Hanya ada Hisyam bin Urwah!
Ada apa dengan Hisyam bin Urwah? Dan siapa Urwah bin Zubair?
Tentang Hisyam bin Urwah, dua ulama besar pernah menjadi muridnya, yaitu Imam Malik dan Imam Hanafi. Hadist ini tidak tercatat dalam kitab Muwatta yang di tulis oleh muridnya Hisyam bin Urwah, yaitu Imam Malik. Hadist ini tidak tercatat di kitab-kitab yang ditulis Abu Hanifah.
Imam Malik dalam kitab Muwatta menulis bahwa Hisyam layak dipercaya dalam semua perkara, kecuali setelah dia tinggal di Iraq. Imam Malik sangat tidak rela dan tidak setuju Hisyam bin Urwah dikatakan sebagai perawi Hadist. Tehzib al-Tehzib, merupakan buku yang membahas mengenai kehidupan dan kridibiltas perawi hadis-hadis nabi s.aw, menulis Hadist-hadist yang bersanad oleh Hisham bin Urwah adalah shahih kecuali hadis-hadisnya yang di riwayatkan oleh orang-orang dari Iraq.
Ibnu Hajar mengatakan, Penduduk Madinah menolak riwayat Hisyam bin Urwah
yang diceritakan orang-orang Iraq.
Dalam kesempatan lain Ibnu Hajar mengatakan tentang Hisyam bin Urwah sebagai seorang Mudallis [6]. Yaqub bin Abi Syaibah berkata: Hisyam
adalah orang yang tsiqoh (terpercaya), tidak ada riwayatnya yang dicurigai,
kecuali setelah ia tinggal di Irak.
Cukup mengejutkan setelah kita mengetahui bahwa para perawi hadist umur Aisyah ra. semuanya penduduk Iraq.
Dari orang-orang Kufah, Iraq:
Sufyan bin Said Al-Thawri Al-Kufi Sufyan bin ?Ainia Al-KufiAli
bin Masher Al-Kufi Abu Muawiyah Al-Farid Al-KufiWaki bin Bakar
Al-KufiYunus bin Bakar Al-KufiAbu Salmah Al-KufiHammad bin Zaid Al-KufiAbdah bin Sulaiman Al-Kufi
Dari penduduk Basrah, Iraq:
Hammad bin Salamah Al-BasriJafar bin Sulaiman Al-BasriHammad bin Said
Basri Wahab bin Khalid Basri
Itulah orang-orang yang meriwayatkan hadist umur Aisyah ra dari Hisyam bin Urwah. Hisyam hijrah ke Iraq ketika berumur 71 tahun. Adalah aneh jika selama hidupnya Hisyam bin Urwah tidak pernah menceritakan hadist ini kepada murid-muridnya seperti Imam Malik dan Imam Hanafi dan sahabat-sahabatnya di Madinah selama 71 tahun tinggal di Madinah.
Justru ia menceritakan hadist ini ketika hari tua menjelang ajalnya kepada orang-orang Iraq.
Lebih aneh lagi ketika kita mengetahui bahwa tidak ada penduduk Madinah atau Mekkah yang ikut meriwayatkan hadist tersebut. Bukankah Madinah adalah tempat dimana Aisyah ra. dan Rasulullah s.a.w pernah tinggal, serta tempat dimana penduduk Madinah menyaksikan waktu dimana Aisyah ra. mulai berumah tangga dengan Rasulullah s.a.w. Lalu mengapa orang-orang Iraq yang memiliki hadist ini?
Sesuatu yang aneh bukan?
Jadi kesimpulannya jelas, hadist umur Aisyah ra. saat menikah diceritakan hanya oleh orang-orang Irak dari Hisyam bin Urwah. Hisyam bin Urwah mendapatkan hadist ini dari bapaknya, Urwah bin Zubair. Ibnu Hajar menyebut tentang Urwah bin Zubair seorang nashibi (orang yang membenci ahlul bait). Menurut Ibnu Hajar, seorang nashibi riwayatnya tidak di percaya.
Kita tidak perlu meragukan nasihat dan ilmu yang dimiliki Hisyam bin Urwah saat ia tinggal di Madinah. Namun kita perlu memperhatikan pendapat ulama-ulama salaf yang menolak semua hadist yang di riwayatkan Hisyam bin Urwah saat ia tinggal di Iraq. Lalu bagaimana bisa Bukhari Muslim mencatat hadist ini dalam shahihnya?
BUKHARI MUSLIM MENGGAMPANGKAN PERAWI HADIST UMUR AISYAH
Salah satu prinsip ulama hadist yang dinukilkan oleh Baihaqi [7] adalah:
?Apabila kami meriwayatkan hadis mengenai halal dan haram dan perintah dan
larangan, kami menilai dengan ketat sanad-sanad dan mengkritik perawi-perawinya, akan tetapi apabila kami meriwayatkan tentang fazail (keutamaan) , pahala dan azab, kami mempermudahkan tentang sanad dan berlembut tentang syarat-syarat perawi.(Fatehul-Ghaith, ms 120)
Disinilah letak masalahnya. Umur Aisyah memang digampangkan kritik perawinya karena dipandang bukan bab penting mengenai halal atau haram
suatu syariah. Para ulama hadist mengabaikan kesilapan dan kelemahan
perawi dalam hadist Umur Aisyah karena umur tersebut dianggap tidak
penting. Mereka tidak memeriksa perawinya secara terperinci.
Ibnu Hajar membela Bukhari tidak mungkin tersilap dalam mengambil perawi. Namun dengan kesal Hz. Maulana Habibur Rahman Siddiqui Al-Kandahlawi mengatakan bahwa semua riwayat Hisyam setelah tinggal di Iraq tidak bisa diterima. Mengenai tidak diterimanya Hisyam setelah di tinggal Irak, Ibnu Hajar mengakui bahwa penduduk Madinah menolak riwayat Hisyam. Mengenai ini, saya berpendapat Ibnu Hajar dan Imam Bukhari tidak menyadari keputusannya mempermudah sanad dan berlemahlembut dalam syarat perawi pada hadist umur Aisyah ra. Telah menciderai kepribadian Rasulullah beberapa abad kemudian. Saya tidak menampik keluasan ilmu kedua ulama besar tersebut, tapi kita yang hidup jaman sekarang patut meluruskan hadist tersebut.
Ketidaktelitian riwayat Hisyam ini memang tidak mengalami masalah di jaman dulu, namun berakibat buruk saat ini. Di abad ke 20 ini, tanpa disadari oleh ulama-ulama hadist di jaman dulu, masalah umur Aisyah ra. telah menjadi fitnah yang keji terhadap pribadi Rasulullah s.a.w.
Fitnah ini tanpa sadar diiyakan oleh umat Islam sambil terseok-seok
mencari pembenarannya. Alhamdulillah, fitnah ini telah diluruskan oleh
Hz. Maulana Habibur Rahman Siddiqui Al-Kandahlawi yang men-tahqiq hadist Bukhari tersebut.
Lalu berapa umur Aisyah ra. saat menikah dengan Rasulullah s.a.w?
Justru Hz. Maulana Habibur Rahman Siddiqui Al-Kandahlawi berpegang lagi kepada hadist-hadist Bukhari-Muslim.
Setelah kita mengetahui bahwa hadist tentang umur Aisyah ra. Saat menikah dengan Rasulullah s.a.w adalah hadist yang dhaif ?atau di-dhaifkan? maka sudah sepantasnya umat Islam tidak lagi menulis atau menyebutkan umur Aisyah ra. saat menikah adalah 6 tahun.
Tulisan ini dibuat setelah melakukan walking blog terhadap blog beberapa anak-anak Tarbiyah yang secara mengejutkan masih banyak yang bangga dengan umur Aisyah ra. saat menikah. Secara mengejutkan mereka justru telah mempropagandakan sebuah fitnah terhadap nabi mereka.
Ditulis karena kecintaan yang besar kepada Ummul Mukminin Aisyah ra., Istri Rasulullah s.a.w, putri Khalifah pertama umat Islam, dan sumber riwayat hampir seper-empat hadist-hadist dan sunnah Rasul.
===========
[1] Pedofilia:
kondisi orang yang mempunya ketertarikan atau hasrat seksual kepada anak-anak yang belum memasuki usia remaja. Definisi dari Wikipedia Indonesiahttp://id.wikipedia.org/wiki/Pedofilia
[2] Hz. Maulana Habibur Rahman Siddiqui Al-Kandahlawi, seorang ulama hadist dari tanah Hindustan yang lahir di Kandahla-India, tahun 1924. Tanah
hindustan di kenal banyak melahirkan ulama hadist, seperti al-Muttaqi.
Bapanya ialah Mufti Isyfaq Rahman, seorang ulama hadis yang amat disegani dan juga pernah menjadi mufti besar Bhopal, India.
[3] Tahqiq: Komentar atas sebuah hadist dan pembahasan lebih teliti.
[4] Sahih Bukhari Volume 8, Buku 73, Nomer 151, Sahih Bukhari Volume 5, Book 58, Number 236, Sahih Bukhari Volume 7, Book 62, Number 64, Sahih Bukhari Volume 7, Book 62, Number 65, Sahih Bukhari Volume 5, Book 58, Number 234, Sahih Bukhari Volume 7, Book 62, Number 18
[5] Perselisihan dan keanehan riwayat hadist ini termuat dalam Saheh Bukhari, Saheh Muslim, Sunan Abu Daud, Jami Tirmizi, Sunan Ibnu Majah, Sunan Darimi dan Musnad Humaidi
[6] Urwah bin Zubair adalah salah seorang Tabiin yang pernah berguru pada Aisyah ra. Di Madinah. Urwah adalah putra Zubair bin Awwam, seorang sahabat
Rasulullah yang tercatat dalam berbagai kitab sebagai salah seorang sahabat yang dijamin masuk surga dan dikenal sebagai Ahlul Syuro yang ditugaskan oleh khalifah Umar untuk memilih khalifah baru penggantinya.
[7] Baihaqi menukil pendapat tersebut dari Abdur-Rahman bin al-Mahdi. Abdur-Rahman bin al-Mahdi merupakan guru Imam Bukhari dan Imam Musli. Beliau adalah tokoh penting dalam ilmu rijal (biografi perawi).
Berapa Umur Aisyah Saat Menikah?
Data-data berikut dapat digunakan untuk menganalisa umur Aisyah ra.
Data Ke-1
Al-Tabari mengatakan: ??????Semua anak Abu Bakr (4 orang) dilahirkan pada masa jahiliyah dari 2 isterinya [1]
Itu artinya Aisyah ra. lahir sebelum Rasulullah menerima wahyu.
Rasulullah berdakwah di Mekkah selama 13 tahun sebelum Hijrah ke Madinah dan Aisyah tinggal bersama Rasulullah di tahun ke-2 Hijriah.
Artinya, di tahun ke-2 Hijariah, umur Aisyah sekurang-kurangnya adalah
14 tahun, bukan 9 tahun!
Data ke-2
Ibnu Hajar mengatakan, ?Fatima dilahirkan ketika Ka`bah dibangun
kembali, ketika Nabi saw berusia 35 tahun? Fatimah 5 tahun lebih tua dari Aisyah [2]
Itu artinya, Aisyah ra. lahir bersamaan dengan tahun Rasulullah menerima wahyu pertama kali. Artinya, pada saat hijrah, umur Aisyah ra.
adalah 13 tahun, dan saat tinggal bersama Rasulullah Aisyah berumur 14
tahun, bukan 9 tahun!
Data ke-3
Menurut Abdal-Rahman ibn abi zanna: ?Asma lebih tua 10 tahun dibanding Aisya [3]
Menurut Ibn Kathir: ?Asma lebih tua 10 tahun dari adiknya [Aisyah] [4]
Itu artinya, umur Aisyah dengan umur Asma berselisih 10 tahun.
Berapa umur Aisyah? Secara sederhana kita harus lihat berapa umur Asma.
Para Ulama salaf sepakat Asma meninggal pada umur 100 tahun di tahun 73
H, berdasarkan sumber berikut:
Menurut Ibn Kathir: Asma melihat pembunuhan anaknya pada tahun 73 H, dan 5 hari kemudian Asma meninggal. Menurut riwayat lainya, dia meninggal 10 atau 20 hari kemudian, atau bebrapa hari lebih dari 20 hari, atau 100 hari kemudian. Riwayat yang paling kuat adalah 100 hari kemudian. Pada waktu Asma Meninggal, dia berusia 100 tahun [5]
Menurut Ibn Hajar Al-Asqalani: ?Asma hidup sampai 100 tahun dan meninggal pada 73 or 74 H.[6].
Itu artinya saat hijrah umur Asma adalah 27 tahun. Jika Aisyah lebih
muda10 tahun dari Asma, maka bisa di simpulkan Aisyah ra. berumur 17-18
tahun saat hijrah ke madinah. Artinya, Aisyah ra. tinggal berumah tangga dengan Rasulullah saat berumur 18-19 tahun, bukan 9 tahun!
Data ke-4
Dalam Sahih Bukhari [7] , ditemukan satu riwayat dari Zuhri bin Urwah, dari Urwah bin Zubair, dari Aisyah ra. Riwayat ini di riwayatkan oleh 2 orang perawi Mesir, 1 perawi Syam dan 2 perawi dari Madinah.
Hadist ini isinya panjang sekali. Ummul Mukminim bercerita dengan sangat detail dan rinci kejadian di rumahnya sejak pelantikan kerasulan hingga hijrah bapaknya, yaitu Abu Bakar ash Shidiq ke Habsyah. Aisyah ra. ingat betul siapa saja yang datang dan pergi dari rumahnya.
Jika kita perhatikan seksama isi hadist tersebut, tentulah kita
mempercayai bahwa Aisyah ra. yang menceritakan hadist tersebut bukanlah
seorang bayi. Sekurang-kurangnya dia berumur 5-6 tahun. Karena pada
umur itulah seorang manusia sudah bisa mengingat dan mengenali kejadian
di sekelilingnya.




Sumber

Ali Bin Abi Thalib Haramkan Mut’ah

“Wahai manusia, aku pernah membolehkan kamu melakukan mut’ah dengan wanita. Kemudian Allah telah mengharamkan hal itu sampai hari kiamat. Oleh karena itu, jika masih ada yang memiliki wanita yang diperoleh melalui jalan mut’ah maka hendaklah ia melepaskannya dan janganlah kamu mengambil sedikit pun dari apa yang telah kamu berikan kepada mereka,” (HR. Muslim)
BAGI agama Syiah, Ali bin Abi Thalib adalah sosok imam maksum, suci tanpa cela. Titahnya harus ditaati, mengingat posisinya sebagai imam di mata Syiah, yang meyakini bahwa imam adalah penerus dari kenabian. Sedangkan posisi Ali, masih menurut kaum Syiah, adalah imam pertama setelah Nabi wafat, yang konon dilantik sendiri oleh Rasulullah.
Bagi Syiah, Ali-lah orangnya yang ditunjuk untuk menjadi penerus misi kenabian, beserta sebelas orang anak cucunya. menjadi penerus kenabian artinya meneruskan lagi misi kenabian, yaitu menyampaikan risalah Allah pada manusia di bumi. Tentunya ketika menyampaikan misinya tidak berbohong dan tidak keliru, karena para imam –menurut Syiah- adalah maksum, terjaga dari salah dan lupa, maka tidak mungkin keliru dalam menyampaikan amanat risalah, juga tidak mungkin berbohong ketika menyampaikan hadits Nabi.





Sumber

Pesan Malaikat Jibril

Di Kufah, Abu Hanifah memiliki seorang tetangga tukang sepatu. Sepanjang hari bekerja, menjelang malam ia baru pulang ke rumah. Biasanya ia membawa oleh-oleh berupa daging untuk dimasak atau seekor ikan besar untuk dibakar. Selesai makan, ia minum-minum seraya bernyanyi-nyanyi dan berhenti jauh malam setelah ia merasa mengantuk sekali, kemudian tertidur pulas.

Abu Hanifah yang telah terbiasa melaksanakan shalat sepanjang malam, tentu saja merasa terganggu oleh suara nyanyian tukang sepatu tersebut. Namun, ia diam saja. Pada suatu malam, Abu Hanifah tidak mendengar tetangganya itu bernyanyi-nyanyi seperti biasanya. Sesaat ia keluar untuk mencari kabarnya, ternyata menurut keterangan tetangga lain, ia baru saja ditangkap polisi dan ditahan.

Seusai shalat subuh, Abu Hanifah naik bighalnya menuju istana. Ia hendak menemui Amir Kufah. Kedatangan Abu Hanifah disambut dengan penuh khidmat dan hormat. Sang Amir sendiri yang berkenan menemuinya.

“Ada yang bisa aku bantu?” tanya sang Amir.

“Tetanggaku tukang sepatu kemarin ditangkap polisi. Tolong lepaskan ia dari tahanan Amir,” jawab Abu Hanifah.

“Baiklah,” kata sang Amir yang segera menyuruh seorang polisi penjara untuk melepaskan tetangga Abu Hanifah yang baru ditangkap kemarin petang.

Abu Hanifah pulang dengan naik bighalnya secara perlahan. Sementara, si tukang sepatu berjalan kaki di belakangnya. Ketika tiba di rumah, Abu Hanifah turun dan menoleh kepada tetangganya itu seraya berkata, “Bagaimana? Aku tidak mengecewakanmu kan?”

“Tidak, bahkan sebaliknya,” jawab si tukang sepatu.

“Terima kasih. Semoga Allah memberimu balasan kebajikan,” lanjut si tukang sepatu

Sejak itu ia tidak lagi mengulangi kebiasaannya, sehingga Abu Hanifah dapat merasa lebih khusyu’ dalam ibadahnya setiap malam.

Tembok Pembatas

Di era globalisasi, kini merupakan sebuah hal biasa ketika setiap kita terlihat sibuk dalam kesehariannya, bahkan terdapat sebuah ungkapan “pulang dan pergi seharian sehingga tak mampu melihat matahari terbit dan tenggelam”

Tingginya tingkat egoisme, individualisme dan hedonisme mengakibatkan terciptanya “tembok pembatas” dalam bermasyarakat. Adakalanya “tembok pembatas” dalam bermasyarakat timbul dikarenakan kurangnya intensitas bersosialisasi dalam bermasyarakat.

Padatnya aktifitas dan besarnya peranan kita dalam sebuah institusi ataupun organisasi, tak jarang menjadikan sedikitnya waktu untuk bersosialisasi dalam bermasyarakat. Dalam hal ini, Rasulullah saw telah mengingatkan umatnya dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Tirmidzi, Rasulullah saw menjadikan akhlak kepada tetangga sebagai acuan penilaian kebaikan seseorang. ”Sebaik-baik kawan di sisi Allah adalah yang paling baik (budi pekertinya) terhadap kawannya, sebaik-baik tetangga adalah yang paling baik kepada tetangganya.”

Dan Allahpun berfiman dalam QS. An Nisa’:36, “Berbuat baiklah kepada kedua orang, ibu bapak, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga dekat dan tetangga jauh, teman sejawat, ibnu sabil, dan hamba sahaya. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang sombong dan membangga-banggakan diri”.

Letak Sebuah Kebermanfaatan

“Khairun naasi anfa’uhum linnaas”, sebaik-baik manusia adalah siapa yang paling banyak bermanfaat bagi orang lain. Manusia bukan sekedar makhluk indvidu, melainkan manusia adalah makhluk social, yang mana segala yang ada dalam dirinya berpotensi membawa pengaruh terhadap lingkungan disekitarnya. Menjadi manusia bermanfaat disini tidaklah sekedar bermanfaat bagi institusinya, golongannya ataupun organisasinya, melainkan meliputi seluruh aspek kehidupan dalam bermasyarakat pada umumnya.

“Menjadi ada adalah karunia, sebab kita tak dapat mengadakan diri kita sendiri. Tapi menjadi ada saja tidaklah cukup, kita ada karena diperintahkan untuk memiliki makna,”  kata Ustadz Ahmad Zairofi.

Bagaimana kita dapat menjadi manusia yang bermanfaat jika enggan untuk bersosialisasi dalam bermasyarakat?

Sebagaimana kisah Abu Hanifah yang tetap menebarkan kebaikan terhadap tetangganya dengan membantunya mendapatkan ampunan dari sang amir hingga menjadikan si tukang sepatu tersadar dan tidak mengulangi kebiasaan buruknya. Sebagaimana pula kisah khalifah umar yang begitu memperhatikan kondisi masyarakat disekitarnya, hingga rela menggendong karung gandum seorang diri guna membantu kekurangan tetangga disekitarnya.

Islam memerintahkan umatnya untuk bertetangga secara baik. Bahkan, Rasulullah saw pernah mengira tetangga termasuk dalam ahli waris, dikarenakan seringnya Jibril mewasiatkan agar bertetangga dengan baik. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda;

”Jibril selalu mewasiatkan kepadaku tentang tetangga sampai aku menyangka bahwa ia akan mewarisinya” (HR Bukhari-Muslim)

Namun, ternyata waris atau warisan yang dimaksud Jibril adalah agar umat Islam selalu menjaga hubungan baik dengan sesama tetangga. Bertetangga dengan baik itu, termasuk menyebarkan salam ketika bertemu, menyapa, menanyakan kabarnya, menebar senyum, dan mengirimkan hadiah. Sabda Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam; 

”Wahai Abu Dzar, jika engkau memasak sayur maka perbanyaklah airnya dan bagikanlah kepada tetanggamu” (HR Muslim)

Dan dikisahkan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh bukhari, terdapat seorang wanita bersusah payah melaksanakan shalat wajib, bangun malam, menahan haus dan lapar, serta mengorbankan harta untuk berinfak, namun menjadi mubazir lantaran buruk dalam bertutur sapa dengan tetangganya.

Rasulullah bersumpah terhadap orang yang berperilaku demikian, tiga kali, dengan sumpahnya, ”Demi Allah tidak beriman, demi Allah tidak beriman, demi Allah tidak beriman…!”

Sahabat bertanya, ”Siapa, ya Rasulullah?”

Beliau menjawab, ”Orang yang tetangganya tidak pernah merasa aman dari keburukan perilakunya”

***

“Ya Tuhan, kami telah menganiaya diri kami sendiri dan jika Engkau tidak mengampuni kami, niscaya kami termasuk orang-orang yg merugi” (QS.Al A’raf : 23)




Sumber

Samudra Pasai: Sultan Malikush Shaleh

AL MALIK ASH-SHÂLIH atau lebih dikenal Sultan Malikussaleh wafat pada tahun 696 hijriah (1297 Masehi). Nama raja besar Kerajaan Islam Sameudera Pasai ini telah banyak diabadikan untuk nama-nama lembaga pendidikan atau lainnya. Bagaimanakah sosok Al-Malik Ash-Shâlih?
Makam Al-Malik Ash-Shâlih atau Al-Malikush-shâlih berada di Gampong Beuringen, Samudera, Aceh Utara. Menurut peneliti sejarah kebudayaan Islam, Taqiyuddin Muhammad, dari sisi struktur materilnya: bahan baku, ornamen, relief, kaligrafi dan pilihan ayat-ayat Al-Qur'an yang diukir, nisan tersebut memiliki kecenderungan cita rasa seni Islam di era kesultanan Aceh Darussalam. Yaitu, seni yang memunculkan suatu asimilasi budaya masyarakat pra-Islam di utara Sumatera dengan nilai-nilai Islam yang universal.
Itu sebabnya, kata Taqiyuddin Muhammad, dapat dipastikan bahwa pada masa pemahatan nisan ini dan jauh sebelumnya, Al-Malik Ash-Shâlih adalah sosok sangat dikenal. Sejarah hidupnya dikenang dan diteladani. Semangat yang dikembangkannya menjadi inspirasi bagi generasi-generasi berikutnya.

Seperti terlihat jelas pada kepribadian Sultan 'Ali ibn Syams ibn Munawwar Al-Makhshûsh bi Mughâyati-Llâh atau lebih dikenal Sultan 'Ali Mughayat Syah (wafat 936 H/1530 M), pelopor kebangkitan Aceh Darussalam. Catatan pada nisannya di komplek Kandang XII, Keraton Kuta Raja, menunjukkan bahwa ia juga sosok yang punya kemiripan besar dengan Al-Malik Ash-Shâlih.

Menurut Taqiyuddin Muhammad, pada makam Al-Malik Ash-Shâlih, terdapat inskripsi di sisi muka nisan sebelah kaki atau selatan, yang teksnya:
"Hâdza al-qabrul al-marhûm al-maghfûr at-taqiy an-nâshih al-hasîb an-nasîb al-karîm al-'âbid al-fâtih al-mulaqqab sulthân Malik ash-Shâlih alladzî intaqala min syahr Ramadhân sanata sitt wa tis'îna wa sittumi'ah min intiqal an-nabawiyyah saqa Allâhu tsarâhu wa ja'ala al-jannata matswâhu—lâ ilâha illa-Llâhu Muhammad rasulullâh."
(Inilah kubur orang yang dirahmati lagi diampuni, orang yang bertaqwa (takut kepada murka dan azab Allah) lagi pemberi nasehat, orang yang berasal dari keluarga terhormat dan dari silsilah keturunan terkenal lagi pemurah (penyantun), orang yang kuat beribadah ('abid) lagi pembebas, orang yang digelar [dengan] Sultan [Al-]Mâlik Ash-Shalih, yang berpindah [ke rahmatullah] dari bulan Ramadhan tahun 696 dari hijrah Nabi [saw.]. Semoga Allah menyiramkan [rahmat-Nya] ke atas pusaranya serta menjadikan syurga tempat kediamannya. Tiada tuhan selain Allah, Muhammad utusan Allah).

Taqiyuddin menyebutkan, kedua kata: al-marhûm dan al-maghfûr adalah pengakuan awal bahwa Allah-lah Yang Maha Mengetahui segalanya. Bagaimanapun tingginya seseorang dalam pandangan manusia, ia tetap hamba Allah yang tidak terlepas dari silap dan salah. Maka siapa pun hamba Allah pantas untuk didoakan semoga Allah Mengampuni dan Merahmatinya.

at-taqiy an-nâshih (orang yang takut kepada murka dan azab Allah, lagi pemberi nasehat) adalah dua kata yang berpasangan secara serasi. Kata kedua, an-nâshih, lahir dalam ingatan segera setelah kata pertama, at-taqiy. Bila ungkapan ini disederhanakan, menurut Taqiyuddin, maka lebih kurang bermakna: “ia bukan hanya orang yang baik tapi juga orang yang menginginkan kebaikan bagi orang lain”.
An-Nâshih, pemberi nasehat. Menurut Taqiyuddin, ini adalah pola pandang sekaligus metoda. Kekerasan bukanlah pilihan awal dan akhir. Arahan Nabi saw., sampaikanlah olehmu berita menggembirakan [tentang rahmat dan petunjuk Allah], dan jangan kamu menjauhkan mereka [dari rahmat dan petunjuk-Nya], senantiasa dicamkan oleh Al-Malik Ash-Shâlih. Ia memberi nasehat, mengajak, menyeru kepada menyembah Tuhan yang patut disembah dan berbuat kebaikan demi keselamatan di dunia dan akhirat.
Menurut Taqiyuddin, inskripsi pada nisan Al-Malik Ash-Shâlih juga menyebutkan bahwa ia seorang yang berasal dari keluarga terhormat dan dari silsilah keturunan terkenal, lagi penyantun (al-hasîb an-nasîb al-karîm).

“Sifat al-karîm atau penyatun lahir dengan sendirinya dalam ingatan setelah al-hasîb an-nasîb, semisal kita mengatakan, ia orang hebat tapi tidak sombong,” kata Taqiyuddin.

***

Taqiyuddin mengatakan, dalam penyelidikan tentang perkembangan Islam di nusantara atau khususnya kawasan utara Sumatera, begitu pula tentang asal usul Al-Malik Ash-Shâlih, sebenarnya perkembangan Islam di anak benua India tidak bisa diabaikan. Sebab letak geografisnya yang lebih berdekatan dibanding kawasan-kawasan Islam lainnya yang berada di Timur Tengah.
Gelombang peristiwa besar dalam sejarah Islam yang terjadi di anak benua India pada masa-masa itu dipastikan sampai juga riaknya ke utara Sumatera, yang sebelumnya telah lama disebut sebagai salah satu pulau-pulau India (al-juzûr al-hindiyah) oleh para musafir dan ahli geografi Arab-Persia. Sehingga, tidak berlebihan apabila dikatakan bahwa dari sisi peristiwa sejarahnya, Sumatera merupakan patahan hanyut dari anak benua India.

Abad VI sampai permulaan abad VIII hijriah, sebelum dinasti Mogul memerintah Delhi dan sebagian besar kawasan di India, perkembangan Islam sudah sedemikian dahsyat di daratan Asia Selatan. Para sejarawan sepakat bahwa Syihâbuddîn Muhammad Al-Ghûri (wafat 602 H/1206 M) dalam masa pertengahan kedua abad VI hijriah telah melakukan perluasan wilayah Islam sedemikian besar mengikuti jejak pendahulunya Mahmûd Al-Ghaznawi (wafat 421 H/1030 M). Syihâbuddîn Al-Ghûri bermazhab Syâfi'iy dan bersahabat dekat dengan Fakhruddîn Ar-Râzî (wafat 606 H/1210 M), seorang ulama Syafi'iyyah terkemuka di dunia Islam.

Bahasan ini teramat panjang. Namun yang perlu diperhatikan, kata Taqiyuddin, adalah pada paruh terakhir abad VII hijriah (XIII masehi), Sultan Ghiyâtsuddîn Balbân atau Bâlibân, seorang Mameluk asal Turkistan, mengabdi di istana Sultan Ultumush (wafat 633 H/1235 M) yang kemudian mengawinkannya dengan puterinya, menjabat sebagai wazîr (perdana menteri) pada masa pemerintahan Nâshiruddîn Mahmûd (wafat 664 H/1266 M), putera Ultumush, dan setelah terakhir wafat, ia memegang tali kendali kesultanan Delhi.
Menurut Taqiyuddin, Sultan Ultumush, mertua Balbân, ini digelar oleh Khalîfah Al-Mustanshir bi-Llâh (wafat 640 H/1243 M)—kakek ke-4 dari Shadr Al-Akâbir Abdullah (wafat 816 H/1414 M) yang makamnya berada di Kuta Karang, Samudra, AcehUtara—dengan Nâshir al-Khalîfah (pembela Khalifah), karena mengingat bangsa Mongol (Tartar) yang mulai menjadi ancaman krusial bagi Baghdad, kota kekhalifahan pada waktu itu.

Pada 684 hijriah (1286 masehi), putera mahkota dari Sultan Ghiyâtsuddîn Balbân bernama Muhammad Khân, syahid dalam satu pertempuran melawan Mongol di Multan. Kesendihan atas meninggal putera mahkotanya mendorong Balbân untuk mewasiatkan kesultanan Delhi kepada cucunya, putera Muhammad Khân, yang bernama Kay Khusrau. Namun ketika Balbân wafat pada 685 hijriah (1287 masehi), tahta kesultanan Delhi yang diwasiatkan untuk Kay Khusrau direbut oleh saudara sepupunya, Kaiqubâd bin Baghrâ Khân (wafat 684 H/1290 M). Kay Khusrau yang masih berumur muda terpaksa keluar dari Delhi. Sampai di situ, sejarah pun menurunkan layar penutup dari kisah Kay Khusrau ini.

Taqiyuddin menjumpai banyak petunjuk di Samudra Pasai mengarah pada kesimpulan bahwa amir atau pangeran yang berhijrah dari Delhi untuk menghindari perpecahan dan pertumpahan darah dengan saudaranya ini, ternyata telah memilih wilayah amat jauh dari Delhi sebagai tempat tujuannya, wilayah mana telah berada dalam kekuasaan kesultanan Delhi paling tidak sejak permulaan abad VII hijriah (XIII M). Wilayah ini dapat dipastikan adalah Pasai.

Itu sebabnya, menurut Taqiyuddin, dapat diyakini bahwa Al-Malik Ash-Shâlih berasal dari keturunan terhormat, karena turunan dari sultan-sultan besar Delhi sampai dengan Quthbuddîn Aibak (wafat 606 H/1210 M), pendiri dinasti Mameluk (Mamalik) Delhi yang telah membangun Mesjid Quwwatul Islam dan Qutb Minar dan sangat terkenal dalam sejarah dunia Islam.
Sekalipun berasal dari turunan terpandang dan mulia, namun Al-Malik Ash-Shâlih adalah seorang yang penyantun (al-karîm), tidak tinggi hati. Menyayangi orang-orang yang lemah dan tak berdaya. Statusnya yang tinggi tidak menyulitkan dirinya untuk merendah. Iman dan pengalaman hidupnya telah mengangkatnya untuk menjadi sosok yang dicintai oleh rakyatnya, terutama oleh golongan lemah.

Maka, kata Taqiyuddin, tidak mengherankan apabila masa pemerintahan Al-Malik Ash-Shâlih adalah masa awal Samudra Pasai muncul sebagai sebuah kesatuan politik yang kuat dan berpengaruh di nusantara, terutama dalam memperluas wilayah Islam di bumi nusantara yang amat jauh dari tempat turun wahyu. Hingga, Islam sampai hari ini masih tetap menjadi agama mayoritas di Indonesia dan semenanjung Melayu, walaupun pernah dihantam badai imperialisme yang cukup lama dan berat.

“Tak dapat tidak untuk diakui bahwa proses Islamisasi Asia Tenggara yang begitu cepat adalah peristiwa sejarah terhebat di kawasan ini. Hal tersebut sudah barang tentu dilakukan oleh orang-orang yang benar-benar teguh, salah satunya ialah Al-Malik Ash-Shâlih,” kata Taqiyuddin.

Al-'âbid al-fâtih (ahli ibadah lagi pembebas). Sifat ini yang membuat Al-Malik Ash-Shâlih bukan orang terkecualikan dalam barisan tokoh-tokoh besar dan agung dalam sejarah Islam.

“Al-Malik Ash-Shâlih memang seorang ahli ibadah (Al-'âbid), tapi ia bukan petapa yang menyembunyikan dirinya di gunung-gunung. Ia seorang pembebas (al-fâtih); seorang ahli ibadah yang juga kesatria,” kata Taqiyuddin.
Al-Malik Ash-Shâlih adalah seorang pengembang da'wah Islam dan penyebar nilai-nilai kebebasan (al-hurriyah). Apabila ketertarikan ramai orang kepada Islam diawali oleh faktor sosok penyebarnya, kata Taqiyuddin, maka kepribadian Al-Malik Ash-Shâlih adalah daya tarik pertama yang mendorong orang untuk memeluk Islam.

“Jelas sekali, ia seorang yang tidak bernafsu menguasai tanah dan harta milik orang lain; ia hanya menginginkan hati mereka di dalam Islam,” kata Taqiyuddin.
Itulah pribadi orang yang digelar dengan Sultan Al-Malik Ash-Shâlih (raja yang shalih). Sebuah gelar (laqb) yang amat sepadan dengan penyandangnya, Al-Malik Ash-Shâlih.







Sumber

Peristirahatan Abadi Para Raja Aceh

Makam Kandang XII di Kelurahan Keuraton Kecamatan Baiturrahman, atau di sisi barat pendopo Gubernur Aceh, menjadi saksi akan kemegahan Kerajaan Aceh sejak dahulu kala. Makam Kandang XII merupakan tempat peristirahatan akhir para raja Aceh.
Luas Makam Kandang XII, sekitar 214 M2 serta mulai dipugar oleh pemerintah melalui proyek purbakala tahun 1978 M.
Ada beberapa nama sultan dimakam tersebut, seperti Sultan Syamsu Syah, Sultan Ali Mughayat, Sultan Salahuddin Ibnu Ali Mughayat, Sultan Ali Riayat Syah Al Qahar, Sultan Husain Syah Ibnu Sultan Ali Riayat, dan Sultan Malikul Adil.
Sultan Ali Mughayat Syah, merupakan raja Aceh yang memerintah pada tahun 1514-1530.  Sultan Ali Mughayat Syah berhasil mengusir Portugis di selat malaka yang hendak menyerang wilayah kekuasaan Aceh, Kerajaan Aru (Sumatera Timur), Pasai, Pedir, dan Daya hingga Barus (Tapanuli Tengah-red).
Amatan ATJEHPOSTcom, Selasa 25 Desember 2012, tidak ada satu pun aktifitas masyarakat disana. Areal makam juga tampak bersih dan terawat setiap harinya.
Disudut sebelah barat makam ini, bertabur bunga melati, serta atap penutup makam mulai lepas. Atap yang terbuat dari kayu itu, tergantung tidak melekat pada atap-atap yang lain. Hal inilah yang membuat cagar budaya Aceh





Sumber

Copyright @ 2013 PEJUANG ISLAM.