Senin, 23 Desember 2013

Banjir Dizaman Nabi Nuh

 
Ketika pertanyaan seperti itu muncul saat seseorang bertanya atau hanya muncul dalam pikiran kita, mungkin beberapa diantara kita–termasuk  penulis sendiri saat itu– akan menjawabnya dengan kata, iya!. Banjir Zaman Nabi Nuh itu memang terjadi di seluruh dunia. Banjir itu memusnahkan seluruh kehidupan yang ada di permukaan bumi saat itu. Kita meng-amini saja cerita-cerita seperti itu, tanpa mencoba untuk menelaah dan memikirkannya kembali kebenarannya. Dari mana sesungguhnya kisah seperti itu datang? Bagaimana Al-Qur’an –sebagai pedoman hidup yang pasti benar– meriwayatkannya. Dan lebih lanjut, mencoba membuktikannya dengan merujuk pada bukti-bukti ilmiah berdasarkan penemuan Ilmu Pengetahuan saat ini.
Ada sebuah artikel dari sebuah situs yang saya kutipkan dibawah ini yang mungkin dapat menjawab semua pertanyaan-pertanyan tadi dengan cukup baik.  Semoga bermafaat!
Kaum atau bangsa pertama yang dibinasakan secara massal oleh Allah adalah kaum Nabi Nuh. Allah memusnahkan mereka dengan mendatangkan banjir besar yang menenggelamkan mereka. “Maka mereka mendustakan Nuh, kemudian Kami selamatkan dia dan orang-orang yang bersamanya di dalam bahtera, dan Kami tenggelamkan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Sesungguhnya mereka adalah kaum yang buta (mata hatinya).” (QS Al-A’raaf ayat 64).
Menurut Perjanjian Lama, kitab suci orang Yahudi dan Nasrani yang sudah tidak asli itu, banjir zaman Nabi Nuh itu melanda seluruh dunia: Dan Tuhan melihat bahwa kejahatan manusia di bumi adalah besar, dan bahwa setiap imajinasi dari pikiran-pikiran dalam hatinya hanya perbuatan jahat. Dan ini menjadikan Allah menyesali bahwa Dia telah menciptakan manusia di bumi, dan ini menyedihkan hati-Nya. Dan Tuhan berkata, “Aku akan membinasakah manusia yang telah Kuciptakan dari permukaan bumi, kedua jenis yang ada, manusia dan binatang, dan segala yang merayap, dan unggas-unggas di udara, yang mereka telah mengecewakan-Ku yang telah menciptakan mereka. Akan tetapi, (Nabi) Nuh mendapatkan kasih sayang di mata Tuhan. (Kejadian, 6: 5-8).
Namun menurut penyelidikan para ahli, banjir yang terjadi saat itu tidak melanda seluruh dunia, melainkan hanya terjadi di daerah Mesopotamia (kini termasuk wilayah Iraq), khususnya di daerah lembah antara sungai Eufrat dan sungai Tigris. Namun karena lembah itu demikian luasnya sehingga ketika terjadi hujan super lebat berhari-hari, meluaplah kedua sungai itu lalu airnya menenggelamkan lembah di antara dua sungai tersebut. Demikian banyak airnya sehingga lembah itu berubah seperti laut lalu menenggelamkan seluruh ummat Nabi Nuh yang ingkar di lembah itu.
Pada tahun 1922 sampai 1934 Leonard Woolley dari The British Museum dan University of Pensylvania mempimpin sebuah penggalian arkeologis di tengah padang pasir antara Baghdad dengan Teluk Persia. Di tempat yang diperkirakan dulunya pernah berdiri sebuah kota bernama Ur, mereka melakukan penggalian.
Dari permukaan tanah hingga lima meter ke bawah terdapat sebuah lapisan tanah yang berisi berbagai benda yang terbuat dari perunggu dan perak. Ini benda-benda peninggalan bangsa Sumeria yang diperkirakan hidup sekitar 3.000 tahun sebelum Masehi. Mereka bangsa yang telah dapat membuat benda dari logam.
Di bawah lapisan pertama itu mereka menemukan sebuah lapisan kedua berisi deposit pasir dan tanah liat setebal 2,5 meter. Pada lapisan itu masih terdapat sisa-sisa hewan laut berukuran kecil.
Yang mengejutkan, di bawah lapisan pasir dan tanah liat itu terdapat lapisan ketiga berisi benda-benda rumahtangga yang terbuat dari tembikar. Tembikar itu dibuat oleh tangan manusia. Tidak ditemukan benda logam satu pun di lapisan itu. Diperkirakan benda-benda peninggalan masyarakat Sumeria kuno yang hidup di Zaman Batu.
Diperkirakan oleh para ahli, lapisan kedua itu adalah endapan lumpur akibat banjir yang terjadi pada zaman Nabi Nuh. Banjir itu telah menenggelamkan masyarakat Sumeria kuno —yang kemungkinan besar mereka adalah kaum Nabi Nuh— lalu lumpur yang terbawa banjir itu menimbun sisa perabadan masyarakat tersebut. Berabad-abad, atau puluhan abad kemudian setelah banjir berlalu, barulah hadir kembali masyarakat baru di atas lapisan kedua itu, yakni masyarakat Sumeria ‘baru’ yang peradabannya jauh lebih maju daripada masyarakat Zaman Batu yang tertimbun lumpur itu.
Penyelidikan arkeologis di beberapa tempat mendapatkan keterangan, banjir melanda daerah yang memang sangat luas, yakni membentang 600 km dari utara ke selatan dan 160 km dari barat ke timur. Banjir itu telah menenggelamkan sedikitnya empat kota masyarakat Sumeria kuno, yakni Ur, Erech, Shuruppak dan Kish.
Terbukti, banjir itu tidak melanda seluruh dunia, tetapi hanya melanda wilayah yang didiami ummat Nabi Nuh. Daerah lain yang bukan wilayah ummat Nabi Nuh tidak terlanda banjir. Hasil penyelidikan para arkeolog tersebut dengan firman Allah dalam Al-Quran, bahwa Ia hanya membinasakan masyarakat suatu negeri yang telah diutus seorang Rasul kepada mereka, lalu mereka mengingkarinya. Negeri lain tidak. “ Dan tidaklah Rabbmu membinasakan kota-kota sebelum Dia mengutus di ibukota itu seorang rasul yang membacakan ayat-ayat Kami kepada mereka; dan tidak pernah (pula) Kami membinasakan kota-kota; kecuali penduduknya dalam keadaan melakukan kezhaliman. (Surat Al-Qashash ayat59)
Dalam Al-Quran diriwayatkan, Allah memerintahkan Nabi Nuh untuk mengangkut masing-masing hewan sepasang (jantan dan betina) ke dalam bahteranya: Hingga apabila perintah Kami datang dan dapur telah memancarkan air, Kami berfirman: ”Muatkanlah ke dalam bahtera itu dari masing-masing binatang sepasang (jantan dan betina), dan keluargamu kecuali orang yang telah terdahulu ketetapan terhadapnya dan (muatkan pula) orang-orang yang beriman”. Dan tidak beriman bersama dengan Nuh itu kecuali sedikit. (Surat Hud ayat 40).
Pertanyaan yang mungkin muncul, apakah seluruh hewan di muka bumi ini dinaikkan ke perahu Nabi Nuh? Para ahli kitab dari kalangan Kristen menafsirkan, seluruh hewan yang ada di muka bumi, masing-masing sepasang, dinaikkan ke perahu Nabi Nuh. Sebab, seperti dikatakan di awal, dalam kitab mereka dikatakan banjir terjadi secara global. Jadi yang harus diselamatkan pun harus seluruh spesies makhluk hidup yang ada di muka bumi ini.
Penafsiran seperti itu jelas membingungkan mereka sendiri. Pertama, pengikut Nabi Nuh sangat sedikit —karena kebanyakan mereka ingkar. Dengan tingkat ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat rendah serta personil mereka yang sangat sedikit, bagaimana caranya mereka mengumpulkan ribuan atau ratusan ribu spesies makhluk hidup yang ada di muka bumi ini?
Berarti harus ada pengikut Nabi Nuh yang dikirim ke berbagai penjuru dunia, lalu membawa pulang ribuan spesies yang mereka temui dengan bahtera yang sangat besar. Ada pengikut Nabi Nuh yang dengan sebuah bahtera besar dikirim kutub utara dan selatan untuk membawa sepasang beruang kutub, sepasang burung pelikan, sepasang anjing laut dan berbagai hewan kutub lainnya, lalu semua itu dibawa pulang negeri mereka.
Juga harus ada satu ekspedisi bahtera yang dikirim ke benua Amerika untuk membawa sepasang bison, sepasang harimau, sepasang beruang, sepasang ular anaconda, sepasang lintah, sepasang ikan piranha, sepasang sapi, sepasang cheetah, sepasan kambing, sepasang burung nasar, sepasang serigala, sepasang kutu anjing, serta sepasang ribuan spesies hewan lainnya dari benua itu.
Berapa tahun yang mereka butuhkan untuk dapat mengumpulkan semua hewan itu? Berapa banyak makanan hewan yang harus mereka siapkan? Bagaimana mereka bisa membedakan kutu jantan dan kutu betina? Ada berapa ribu kandang yang harus mereka siapkan di bahtera agar para hewan itu tidak saling memangsa?
Setelah sekian bahtera itu kembali pulang, ribuan atau ratusan ribu spesies hewan dari seluruh penjuru dunia itu dimasukkan ke dalam satu bahtera Nabi Nuh. Bagaimana ratusan ribu spesies dari berbagai penjuru dunia bisa bertahan hidup terpisah dengan habitat alamiahnya hingga banjir surut? Apakah sementara itu siklus rantai makanan berhenti berputar? Tidak mungkin!
Berbagai pertanyaan itu tidak akan dapat dijawab dengan logis oleh mereka yang mendukung tafsiran banjir global pada zaman Nabi Nuh.
Adapun Al-Quran tidak menyebut banjir masa Nabi Nuh melanda seluruh dunia. Sebagaimana dijelaskan pada berbagai ayat Al-Quran, adzab Allah hanya ditimpakan kepada kaum yang zhalim yang mendustakan ajaran nabinya, tidak kepada kaum lain. Jadi adzabnya pun hanya bersifat lokal atau regional.
Karenanya hewan yang diangkut Nabi Nuh pun tidak berasal dari seluruh dunia, melainkan hanya hewan yang terdapat di wilayah itu, khususnya hewan yang biasa dipelihara dan diternakkan manusia, seperti sapi, kambing, kuda, unggas, unta dan sejenisnya. Hewan-hewan itulah yang dibutuhkan Nabi Nuh dan pengikutnya untuk menyangga kehidupan baru mereka pasca banjir besar



Sumber

Program Freemasonry


Freemasonry, organisasi Yahudi Internasional, yang merupakan  paling berpengaruh di seluruh dunia yang telah didirikan sejak lebih kurang tahun 900 SM tersebut, memiliki sepuluh program internasional. Program ini dalam istilah Freemasonry dinamakan Harar atau Satanim, berlambangkan gurita berkaki sepuluh ular berbisa berkepala sepuluh, dan hantu penerkam berkuku baja.

Program Pertama
Program pertama dalam istilah Freemasonry dinamakan Takkim.

Pada masa Isa a.s.
orang orang yahudi dengan segala tipu daya ingin membunuh Nabi Isa a.s. diantaranya fitnahan keji “ingin menjadi Raja Yahudi”yang disampaikan pada penguasa Romawi. Tetapi Allah SWT menyelamatkan Nabi Isa a.s. dan gantinya Yudas tersalib di Golgota. Maka setelah tiadanya nabi Isa, Yahudi berusaha menghancurkan ajran yang sudah disebarkan dengan “Takkim” yaitu :
- Merusak ajarannya yang ada seperti menghalalkan yang halal dan sebaliknya.
- Merusak akidah dengan doktrin Trinitas
- Merusak Injil yang ada dengan Injil palsu
- Saul (Paulus) dijadikan tandingan Nabi Isa a.s.

Pada Masa Islam
- Pada masa Rasulullah orang-orang Yahudi memupuk Munafiqin dan Muhadin. Mereka diantaranya berusaha menfitnah istri Nabi, mengacaukan ajaran Islam, memecah belah kaum Anshor dan Muhajirin.
- Memecah belah Ali r.a dan Muawiyah r.a. sehingga Aisyah turun tangan.
- Membuat ratusan hadist-hadist palsu, memsukkan dongeng Israiliyat merubah penafsiran Al-Quran dan sebagainya
- Mendangkalkan aqidah umat dengan filsafat Yunani sehingga timbul aliran kerahiban, tarikat sufi, mu’tazilah dan sebagainya. Maka datangalah filsuf-filsuf Islam yang menguraikan akidah islam dengan jalan filsafat Yunani, menuruti pikiran Aflatun (Plato), Aristun (Aristoteles) dan lainya.
- Membuat lembaga pendidikan Islam yang dipimpin seorang alim didikan Freemasonry yang menafsirkan Alquran dan hadist dengan alam pikiran Freemasonry.
- Menhidupkan sunnah-sunnah jahiliah dengan alasan melestarikan adat istiadat nenek moyang.
- Menjadikan Islam supaya Tasyabbuh dengan Nasrani dan agama lain, diantaranya dengan memasukkan bentuk nyanyian gereja ke masjid, ulang tahun dan sebagainya

Program Kedua
Program kedua dinamakan “Shada” dalam istilah Freemasonry berarti membentuk agama baru dan agama tandingan di seluruh dunia.
Salah satunya yaitu di India ketika Islam bangkit untuk kembali ke Alquran dan Hadist dan mengobarkan Jihad fisabilillah, pihak penjajah Inggris bekerja sama dengan Freemasonry mendirikan gerakan anti Jihad. Antara lain yaitu dengan menggalakkan sufi dengan perantara ulama bayaran anggota Freemasonry. Ditunjukkanya seorang Freemason “ Mirza Ghulam Ahmad”, ia mendakwakan dirinya sebgai Nabi akhir zaman , Bhuda awatara, Krisna, dan semacamnya.
Rabithah Alam islami yang bersidang di Makkah 14-18 Rabiul Awal 1394 memutuskan bahwa Ahmadiyah itu bukan Islam dan berkaitan dengan Zionisme.
Dan kasus-kasus “aliran sesat islam” yang beredar di indonesia seperti sholat dua bahasa dan lainya, kemungkian besar berkaitan dengan program Freemasonry.

Program Ketiga
Program ketiga dinamakan parokim, dalam istilah Freemasonry:
- Membuat gerakan yang bertentangan untuk satu tujuan Mengembangkan Freemasonry lokal dalam suatu negara dengan nama lokal, tetpi tiada lepas dari asas dan tujuan Freemasonry.
- Mendukung tori-teori bertentangan.
- Membangkitkan kufarat dan menyiarkan teori Sigmond Freud dan Charles Darwin sehingga antara antara Ilmu pengetahuan dan agama bersaing, kalah mengalahkan.

Program Keempat
Program keempat dinamakan Libarim, dalam istilah Freemasonry :

- Melenyapkan etika klasik yang mengekang pergaulan muda-mudi, termasuk melalui penyebaran kebebasan seksual
- Menghapus hukum yang melarang kawin antar agama untuk menurunkan generasi bebas agama
- Pengambangan pendidikan seks di sekolah-sekolah
- Persamaan hak antara laki-laki dan perempuan dalam hal “kedudukan waris” dan “pakaian”
- Mengembalakan pemuda-pemudi kedunia khayali, dunia musik, dan narkoba. Serta membuat bet satan (rumah setan) untuk menampung pemuda-pemudi kealamnya
Mengorganisir kaum lesbian, guy, lutherian serta pengakuan hak mereka dalam hukum.

Program Kelima
Program kelima dinamakan Babill, dalam istilah Freemasonry yakni memupuk asas kebangsaan setiap bangsa dan menjaga kemurnian bangsa Yahudi.
Program Keenam
Program Kelima ini dinamakan Onan dalam istilah Freemasonry:
- Mengekang pertumbuhan bangsa Goyim (orang selain Yahudi)
- Menyuburkan perempuan-perempuan Yahudi menjadi peridi

Program Ketujuh
Program ketujuh dinamakan protokol. Dalam istilah Freemasonry, protokol khusus untuk program bangsa Yahdi dalam Suhyuniah (zionisme) yang dimulai dengan pengantar protokol.
Isi protokol adalah tentang rencana Yahudi untuk menguasai dunia, diantaranya peghancuran ekonomi suatu negara, penghancuran moral suatu bangsa dan banyak lagi. Dengan program protokol bangsa Yahudi dapat menjadi penguasa ekonomi dunia, pengatur Politikdan penerangan dunia.

Program Kedelapan
Program kedelapan ini disebut Gorgah, dalam istilah Freemasonry :
- Untuk merusak para pemimpin negara, ulama dan partai, mereka harus dijerumuskan dalam pasar seks dengan seribu satu jalan. Pepatah Yahudi mengatakan”jadikanlah perempuan cantik untuk alat suatu permainan siasat.”
- Membuat jerat dan jala seks bagi seseorang yang terhormat. Jika namanya disiarkan sehingga kehormatanya jatuh.
- Menyebarkan agen Kasisah, yaitu intel Fremasonry untuk menghancurkan martabat lawan ditempat-tempoat maksiat
- Mendirikan gedung perjudian terbesar dan modern.
- Melemahkan pasukan lawan dengan perempuan dan obat khusus

Program Kesembilan
Program kesembilan dinamakan Plotisme yaitu:
- Mendidk alim ulama dalam Plotis yang pahamnya terapung ambang.
- Alim ulama plotis itu disebarkansebagai tenaga pengajar di sekolah-sekolah dan lembaga-lembaga Islam.
- Alim ulama Plotis harus diangkat menjadi anggota kehormatan Freemasoonry.

Program Kesepuluh
Program kesepuluh ini dinamakan Qornun, dalam istilah Freemasonry :
- Orang-orang yang terpilih yang berbahaya bagi Freemasonry didukung agar menjadi kaya sehingga bergelimang harta, tetapi akhirnya di peras secara halus oleh suruhan Freeemasonry
- Memberi dana pendidikan bagi pendidikan agama dalam hal berniaga, bertani, dan sebagainya sehingga mereka sibuk dalam keduniaan
- Lawan-lawan Freemasonry agar terjerat riba dan bank Freeamsonry
- Menghasut dan memberi jalan dengan berbagai cara agar para pejabat bank diluar bank Yahudi melakukan korupsi sehingga bank tersebut hancur dan kelak bank itu dibantu oleh bank Freemasonry dengan ikatan yang kuat. Bank itu akan bersiri kembalio dengan tujuh puluh lima persen modal Yahudi. Kemuidan pemimpin bank dan karyawan tersebut diberi ajaran Freemasonry dan menjadi anggotanya.
Dari data-data tersebut kita lihat bahwa begitu mendunianya program-program Freemasonry, dan Allah SWT telah memperingatkan ini dalam QS Al Anfaal :73 bahwa mereka saling bahu membahu dan menjadi pelindung satu dengan lainya, dan pada lafadz “illa taf’aluuhu” Allah SWT memerintahkan kita untuk mengadakan upaya program tandingan Tansiq yaitu penyatuan hati umat islam. Dalam hal ini Ulama Islam sebagai pemegang amanah Para Rosul harus mulai bersatu untuk memimpin dan membangun Program tandingan yang mendunia yang insya Allah pasti akan menghancurkan program-program mereka.




Sumber

Freemasonry

 
Sejarah FreemasonryFreemasonry adalah organisasi Yahudi Internasional, sekaligus merupakan gerakan rahasia paling besar dan paling berpengaruh di seluruh dunia. Freemasonry terdiri dari dua kata yang di satukan. Free artinya bebas atau merdeka, sedangkan Mason adalah juru bangun atau pembangun.
Tujuan akhir dari gerakan Freemason ini adalah membangun kembali cita-cita khayalan mereka, yakni mendirikan Haikal Sulaiman atau Solomon Temple.
Tentang Haikal Sulaiman atau Solomon Temple ini sendiri banyak sumber yang mendefinisikan berlainan. Salah satu tafsir yang paling populer adalah, bahwa Haikal Sulaiman berada di tanah yang kini di atasnya berdiri Masjidil Aqsha.
Mereka meyakini, tahun 1012 Sebelum Masehi (SM), Nabi Sulaiman membangun Haikal di atas Gunung Soraya di wilayah Palestina. Tapi pada tahun 586 SM, Raja Nebukhadnezar dari Babilonia menghancurkan Haikal Sulaiman ini. Tahun 533 SM, bangunan ini didirikan kembali oleh seorang bernama Zulbabil yang telah bebas dari tawanan Babilonia. Atas kebebasannya itulah, ia membangun kembali Haikal Sulaiman.
Pada tahun ke 70 M, seorang penguasa Romawi menaklukkan Palestina dan membakar serta menghancurkan Haikal Sulaiman ini. Kerusakan terus-menerus dialami setelah penyerbuan Bangsa Hadriyan. Begitu pula saat kekuasaan Muslim, konon Haikal Sulaiman di hancurkan dan sebagai gantinya didirikan Masjidil Aqsha pada abad ke-7.
Tapi tafsir lain tentang hal ini juga mengartikan Haikal Sulaiman juga sebagai wilayah kekuasan yang luas membentang. Bahkan ada yang menariknya hingga sampai wilayah Khaibar, saat kaum Yahudi diusir di zaman Rasulullah Muhammad. Karena itu, mereka meyakini harus menguasai seluruh dunia, bahkan hingga tanah Khaibar, tempat mereka terusir dahulu karena penghianatanya pada Rasulullah dan piagam Madinah.
Dan untuk itulah mereka bekerja dan membangun, yaitu untuk merebut Haikal Sulaiman dan mendirikan kekuasannya secara nyata, serta mempengaruhi pemerintahan dan kekuasan yang mampu mereka pengaruhi. Dan untuk menebar kekuasaan itu, salah satu rintangan besar yang dihadapi oleh gerakan ini adalah agama-agama, terutama agama Samawi atau agama-agama wahyu, Kristen dan Islam.
Perlawanan terhadap organisasi ini terlebih dulu dilakukan oleh kalangan pemimpin gereja. Perlawanan gereja Katholik ini terjadi karena Freemason telah menjadi organisasi tempat berkumpulnya kaum anti-agama. Dalam sebuah artikel berjudul The Earlier Period Of Freemasonry yang di Mimar Sinan, turki, Freemason disebut sebagai tempat berkumpul para anggota Mason yang mencari kebenaran di luar gereja. Dan ini menjadikan awal abad-18 sebagai tahun-tahun yang penuh pertarungan antara gereja Katholik dengan Freemason di Eropa. Sejak awal berdirinya, Fremason telah menyokong kebebasan beragama, sama persis dengan yang terjadi belakangan ini di berbagai negara, liberalisasi keagamaan.
Banyak sumber Freemason menjelaskan bahwa sejarah berdirinya gerakan ini berakar jauh dan bisa dilacak hingga ke masa Ordo Knight of Templar saat perang Salib di Yerusalem, Palestina. Saat Paus Urbanus II, tahun 1095, usai Konsili Clermont menyerukan Perang Suci atau Crusade dan memobilisasi kaum Kristiani di seluruh Eropa untuk turut berperang merebut Yerusalem kembali dari kekuasaan Muslim. Paus Urbanus II membakar emosi massa dengan cara mengabarkan kabar bohong. Ia mengatakan umat Kristen di Palestina telah dibunuh, dibantai dan dibakar di dalam gereja-gereja oleh pasukan Turki Seljuk yang Muslim. Ia juga membakar kemarahan kaum Kristiani dengan mengatakan bahwa kaum kafir (Muslim Turki, pen.) telah dan sedang menguasai makam Yesus Kristus.
Paus UrbanusII menyerukan agar seluruh pertikaian yang terjadi selama ini antar pemeluk dan kesatrian Kristen harus diakhiri, karena ada musuh yang lebih berbahaya dan harus segera dihancurakan: Islam dan kaum Muslimin. Ia juga mengiming-iming dengan bujukan surgawi, bahwa siapa yang berangkat ke medan perang kan dibebaskan dari seluruh dosa dan di jamin akan mendapat surga. Hasilnya, ribuan kaum Kristiani berangkat menuju Palestina dengan kemarahan. Dan setibanya di sana, terjadi pembantaian besar-besaran atas penduduk Yerussalem dan Palestina.
Setelah mereka menguasai tanah Palestina, pasukan Salib yang terdiri dari banyak unsur mulai mendirikan kelompoknya masing-masing. Mereka tergabung dalam ordo-ordo tertentu. Para anggota ordo ini datang dari seluruh tanah Eropa, yang ditampung di biara-biara tertentu dan berlatih cara-cara militer di dalam biara tersebut. Dan satu dari sekian ordo yang sangat mencuat namanya adalah Ordo Knight of Templar.
Sepanjang bisa terlacak, pendiri ordo ini adalah dua kesatria Prancis, yaitu Hugh de Pavens dan God frey de St Omer. Spekulasi dari kalangan sejarawan mengatakan, bahwa ada darah-darah Yahudi yang mengalir dalam tubuh dan cita-cita para pendiri Ordo Knigh of Templar. Para perwira tinggi Kristen tersebut, sesungguhnya proses convertion yang mereka lakukan hanyalah cara untuk menyelamatkan diri, dan sesungguhnya mereka masih berpegang teguh pada doktrin-doktrin Yahudi, terutama Kabbalah.
Meski mereka menamakan diri sebagai tentara miskin, sesunguhnya mereka tidak miskin sama sekali. Atau setidaknya, masa miskin itu hanya mereka rasakan di awal-awal berdirinya Knight of Templars. Dalam waktu yang singkat mereka mampu menjadi sangat kaya raya dengan jalan melakukan kontrol penuh terhadap peziarah Eropa yang datang ke Palestiana. Salah satunya adalah dengan cara merekrut anak-anak muda putra para bangsawan Eropa yang tentu saja akan melengkapi anak mereka dengan perbekalan dana yang seolah tak pernah kering jumlahnya. Mereka juga disebut sebagai perintis sistem perbankan ribawi pertama pada abad pertengahan.
Dalam waktu singkat markas Knight of Templar di Prancis menjadi rumah penghimpunan harta terbesar di Eropa. Lambat laun mereka menjadi bankir bagi para Paus dan Raja. Bagaimana tidak cepat kaya, setiap tahunyya King Henry II of England mendonasikan uang untuk menanggung biaya hidup 15.000 tentara Knight of Templar dan juga Knight Hospitaler selama mereka berperang dalam Perang Salib di tahun 1170. Untuk menggambarkan betapa besarnya institusi perbankan yang dijalankan Templar, pada saat itu organisasi ini memiliki 7.000 pegawai lebih hanya untuk mengurusi masalah keuangan. Mereka juga memiliki tak kurang dari 870 istana, kastil, dan rumah-rumah para bangsawan yang terbentang dari London hingga Yerusalem.
Karena ordo ini sangat berkuasa, lambat laun mereka mulai menampakkan ciri aslinya, yakni sebagai penganut Mason. Mereka mengembangkan doktrin dan ajaran mistik, juga kekuatan sihir di biara-biara mereka. Mereka memuja setan dan mendatangkan roh-roh untuk berkomunikasi. Apa yang mereka praktikkan ini disebut sebagai Kabbalah, sebuah tradisi mistik Yahudi kuno yang telah berkembang bahkan sejak zaman sebelum Fir’aun.
Mengetahui hal ini, Raja Prancis Philip le Bel, pada tahun 1307 mengeluarkan seruan untuk menangkap dan membubarkan ordo Knight of Templar karena dituduh telah melakukan bid’ah. Dalam perkembangannya, Paus Clement V turut bergabung untuk memerangi kaum Mason ini dengan mengeluarkan kembali vonis inquisisi. Terjadi banyak penangkapan dan interogasi, dan beberapa pimpinan Ordo Knight of Templar yang bergelar Grand Master (penyebutan ini masih dipakai sebagai tingkat tertinggi dalam gerakan Freemasonry sampai sekarang, pen) ikut menjadi korban. Dari beberapa penangkapan dan interograsi didapatkan keterangan bahwa anggota-anggota Templar telah melakukan kejahatan seksual terhadap beberapa perempuan bangsawan, melakukan sodomi, menyembah kucing, memakan daging teman-teman mereka sendiri yang sudah mati.
Pada tahun 1307, Raja Philip IV memerintahkan penangkapan Jacques de Molay. Dan setelah melalui penyiksaan demi penyiksaan, de Molay mengakui segala ritual bid’ah yang dilakukan oleh Ordo Templar. Pada tahun 1312, Ordo Knight of Templar dilarang dan dibubarkan. Dan atas perintah Gereja dan Raja , dua tahun kemudian, yaitu pada tahun 1314, para pimpinan Templar dihukum mati, termasuk Jacques de Molay, salah satu Grand Master terpenting Ordo Templar. Jacques de Molay sendiri divonis sebagai heretic (bid’ah) atau kafir dan dihukum dengan cara dibakar hidup-hidup di depan raja Philip IV. Dan sebelum menghembuskan napasnya, de Molay mengeluarkan kata-kata bahwa Raja Philip dan Paus Clement harus mengikutinya, mati, dalam waktu satu tahun. Dan sejarah mencatat, Raja Philip IV meninggal tujuh bulan kemudian, disusul Paus Clement sebulan setelah Raja Philip mangkat.
Setelah itu terjadi pemusnahan besar-besaran, sekali lagi atas kaum Yahudi, dan kali ini bermula dengan kasus Knight of Templar atau kaum Mason. Pemusnahan ini tak hanya terjadi di Palestina, tapi juga terjadi di Eropa. Mereka diburu untuk ditangkap dan dibunuh. Sampai akhirnya mereka berhasil melarikan diri dan mendapat perlindungan dari Raja Skotlandia, Robert The Bruce yang dilantik dan menduduki singgasana Raja pada tahun 1306. Dan di tanah baru ini pula mereka menyusun kekuatan kembali. Dan Skotlandia menjadi salah satu yang menentukan dalam perkembangan gerakan Freemason.
Versi yang lebih tua dari sejarah Freemason adalah kisah yang menyebutkan pembentukan Freemasonry pada zaman Raja Israel, Herodes Agripa I yang meninggal pada tahun 44 Masehi. Freemason pada zaman ini dibentuk untuk membendung ajaran agama yang disampaikan oleh Nabi Isa as. Konon waktu itu namanya The Secret Power atau kekutan yang Tersembunyi.
Tujuan utamanya adalah memusuhi pengikut Nabi Isa, menculik mereka, membunuh, melarang penyebaran agama baru tersebut, termasuk membunuhi bayi-bayi Kristen. Tapi, berkenaan dengan segala kesadisan yang dilakukan Herodes ini, para sejarawan dunia, meyakini bahwa hal tersebut hanyalah mitos belaka dalam tradisi agama Kristen. Herodes Agripa I menjalankan segala misi The Secret Power ini dibantu dua pengikut setianya, Heram Abioud sebagai Wakil Presiden gerakan dan Moab Leumi sebagai pemegang rahasia utama gerakan ini. Tapi beberapa anggota Freemason juga mempercayai dan menarik sejauh mungkin sejarah mereka ke masa lalu, bahkan hingga ke zaman Fir’aun. Itu pula yang menjadi salah satu penjelasan mengapa mereka kerap kali menggunakan simbol-simbol Mesir Kuno dalam tradisi dan aktivitas ritual mereka, seperti penggunaan Mata Horus atau The All Seeing Eye, Piramida, Matahari dan berbagai simbol Mesir lainnya. Penggunaan ini bermula dari penggalian Kuil Sulaiman oleh para Templar dan penemuan doktrin dan ajaran Kabbalah yang terus-menerus mereka eksplorasi dan diajarkan dari mulut ke mulut. Penggalian ini begitu serius mereka lakukan sehingga kelak akan mempengaruhi cara pandang kaum Templar dan juga rencana mereka pada kehidupan dunia.
Bahkan yang cukup mengejutkan adalah, dalam manuskrip-manuskrip kuno Mason dikatakan, orang pertama Mason adalah Adam! Kejadian itu berawal ketika Adam dan Hawa memakan daun dari pohon terlarang di taman surga. Daun yang disebut sebagai daun pengetahuan, dan karena itu pula Tuhan mereka melarang mereka memakannya. Dr.Albert Mackei, seorang anggota Mason dengan tingkatan 33 derajat dalam Encyclopedia of Freemasonry manuliskan, daun pengetahuan itu kelak diturunkan pada dua anak Adam dan Hawa, Seth dan Nimrod dengan kisah The Tower of Babel. Kedua anak ini pula menyusun bahasa untuk ilmu pengetahuan yang akan diturunkan kepada manusia-manusia berikutnya. Tapi, dalam perkamen-perkamen tua itu disebutkan bahwa, Tuhan dengan sengaja mengacaukan bahasa manusia yang mengakibatkan rahasia ilmu pengetahuan, yang diturunkan Adam dengan memakan daun dari pohon terlarang, hilang dan tak diketahui manusia-manusia setelah Seth dan Nimrod. Dan itu pula yang menjadi alasan kedua kaum ini memerangi Tuhan.
Bahkan menurut Talmud, setan-setan adalah keturunan dari Adam dan Hawa. Setelah Adam diusir dari surga, ia enggan mencampuri istrinya, Hawa. Dan pada saat itulah, dua setan perempuan mendatanggi Adam yang langsung digauli keduanya oleh Adam. Dalam Talmud disebutkan, Adam menggauli setan perempuan bernama Lelet selama lebih dari 130 tahun lamanya dan melahirkan banyak anak-anak setan begitu pula dengan Hawa selama ditinggal oleh Adam, Hawa juga digauli oleh setan laki-laki dan melahirkan banyak anak setan.
Fremasonry adalah Organisasi Dajjal?
Banyak Muslim yang anti-Masonry beralasan bahwa Freemasonry sangat dekat dengan Semitisme dan Zionisme, meski kritikus lainnya mengatakan bahwa Freemasonry ada hubungannya dengan Dajjal. Beberapa Muslim lainnya yang anti-Masonry beranggapan bahwa Freemasonry memiliki misi untuk mempromosikan Yahudi di seluruh negara di dunia, dan misi terbesar mereka adalah mendirikan Kuil Solomon di Jerusalem setelah menghancurkan Mesjid. Pada artikel 28 dari konvensi Hamas, dinyatakan bahwa Freemasonry, Rotary, dan grup yang serupa lainnya “bekerja dalam kerangka dan berdasarkan instruksi Zionisme …” Namun, beberapa negara seperti Turki dan Malaysia membolehkan Grand Lodge.
Freemasonry di Indonesia
Di Hindia-Belanda dahulu, rumah pertemuan kaum Vrijmetselarij, dalam bahasa Belanda Loge atau Loji dalam bahasa Indonesia seringkali disebut sebagai “rumah setan”. Sejak zaman presiden Soekarno, gerakan ini dilarang di Indonesia.
Loji-loji Freemasonry ternama di Nusantara tersebar di hampir semua wilayah di Indonesia seperti di Aceh, Medan, Padang, Palembang, Jawa, Sulawesi, dan sebagainya.
Salah satu yang paling terkenal adalah Adhuc Stat alias Loji Bintang Timur yang terletak di Menteng, Jakarta Pusat, yang kini dipakai sebagai Gedung Bappenas. Dulu, gedung ini dikenal masyarakat luas sebagai Gedung Setan, karena sering dipakai sebagai tempat pemanggilan arwah orang mati oleh para angota Mason.
Dr. T.H. Stevens, seorang sejarawan Belanda, dalam bukunya berjudul “Tarekat Mason Bebas dan Masyarakat di Hindia Belanda dan Indonesia 1764-1962″, yang edisi bahasa Indonesianya diterbitkan oleh Sinar Harapan dalam jumlah yang sangat terbatas, banyak memaparkan tentang gerakan dan tokoh-tokoh Freemasonry di Indonesia. Tokoh-tokoh Mason Indonesia menurut buku tersebut —yang dilengkapi foto-foto ekslusif sebagai buktinya— banyak menyangkut nama-nama terkenal seperti Sultan Hamengkubuwono VIII, RAS. Soemitro Kolopaking Poerbonegoro, Paku Alam VIII, RMAA. Tjokroadikoesoemo, DR Radjiman Wedyodiningrat, dan banyak pengurus organisasi Boedhi Oetomo.
Beberapa Anggota Fremason Terkenal di Dunia :



Sumber

Embriologi dalam al-Qur_an

 
Terdapat banyak pokok persoalan yang disebutkan dalam Al-Qur’an yang mengundang manusia untuk beriman. Kadang-kadang langit, kadang-kadang hewan, dan kadang-kadang tanaman ditunjukkan sebagai bukti bagi manusia oleh Allah. Dalam banyak ayat, orang-orang diseru untuk mengalihkan perhatian mereka ke arah proses terciptanya mereka sendiri. Mereka sering diingatkan bagaimana manusia sampai ke bumi, tahap-tahap mana yang telah kita lalui, dan apa bahan dasarnya:
“Kami telah menciptakan kamu; maka mengapa kamu tidak membenarkan? Adakah kamu perhatikan (benih manusia) yang kamu pancarkan? Kamukah yang menciptakannya? Ataukah Kami yang menciptakannya?” (Qs Al Waaqi’ah: 57-59)
Penciptaan manusia dan aspek-aspeknya yang luar biasa itu ditegaskan dalam banyak ayat. Beberapa informasi di dalam ayat-ayat ini sedemikian rinci sehingga mustahil bagi orang yang hidup di abad ke-7 untuk mengetahuinya. Beberapa di antaranya sebagai berikut:
1. Manusia tidak diciptakan dari mani yang lengkap, tetapi dari sebagian kecilnya(spermazoa).
2. Sel kelamin laki-lakilah yang menentukan jenis kelamin bayi.
3. Janin manusia melekat pada rahim sang ibu bagaikan lintah.
4. Manusia berkembang di tiga kawasan yang gelap di dalam rahim.
Orang-orang yang hidup pada zaman kala Al Qur’an diturunkan, pasti mengetahui bahwa bahan dasar kelahiran berhubungan dengan mani laki-laki yang terpancar selama persetubuhan seksual. Fakta bahwa bayi lahir sesudah jangka waktu sembilan bulan tentu saja merupakan peristiwa yang gamblang dan tidak memerlukan penyelidikan lebih lanjut. Akan tetapi, sedikit informasi yang dikutip di atas itu berada jauh di luar pengertian orang-orang yang hidup pada masa itu. Ini baru disahihkan oleh ilmu pengetahuan abad ke-20.
Setetes Mani
Selama persetubuhan seksual, 250 juta sperma terpancar dari si laki-laki pada satu waktu. Sperma-sperma melakukan perjalanan 5-menit yang sulit di tubuh si ibu sampai menuju sel telur. Hanya seribu dari 250 juta sperma yang berhasil mencapai sel telur. Sel telur, yang berukuran setengah dari sebutir garam, hanya akan membolehkan masuk satu sperma. Artinya, bahan manusia bukan mani seluruhnya, melainkan hanya sebagian kecil darinya. Ini dijelaskan dalam Al-Qur’an :
“Apakah manusia mengira akan dibiarkan tak terurus? Bukankah ia hanya setitik mani yang dipancarkan?” (Qs Al Qiyaamah: 36-37)
Seperti yang telah kita amati, Al-Qur’an memberi tahu kita bahwa manusia tidak terbuat dari mani selengkapnya, tetapi hanya bagian kecil darinya. Bahwa tekanan khusus dalam pernyataan ini mengumumkan suatu fakta yang baru ditemukan oleh ilmu pengetahuan modern itu merupakan bukti bahwa pernyataan tersebut berasal dari Ilahi.
Campuran Dalam Air Mani
Cairan yang disebut mani tidak mengandung sperma saja. Cairan ini justru tersusun dari campuran berbagai cairan yang berlainan. Cairan-cairan ini mempunyai fungsi-fungsi semisal mengandung gula yang diperlukan untuk menyediakan energi bagi sperma, menetralkan asam di pintu masuk rahim, dan melicinkan lingkungan agar memudahkan pergerakan sperma.
Yang cukup menarik, ketika mani disinggung di Al-Qur’an, fakta ini, yang ditemukan oleh ilmu pengetahuan modern, juga menunjukkan bahwa mani itu ditetapkan sebagai cairan campuran:
“Sungguh, Kami ciptakan manusia dari setetes mani yang bercampur, lalu Kami beri dia (anugerah) pendengaran dan penglihatan.” (Qs Al Insaan: 2)
Di ayat lain, mani lagi-lagi disebut sebagai campuran dan ditekankan bahwa manusia diciptakan dari “bahan campuran” ini:
“Dialah Yang menciptakan segalanya dengan sebaik-baiknya, Dia mulai menciptakan manusia dari tanah liat. Kemudian Ia menjadikan keturunannya dari sari air yang hina.” (Qs, As Sajdah: 7-8)
Kata Arab “sulala”, yang diterjemahkan sebagai “sari”, berarti bagian yang mendasar atau terbaik dari sesuatu. Dengan kata lain, ini berarti “bagian dari suatu kesatuan”. Ini menunjukkan bahwa Al Qur’an merupakan firman dari Yang Berkehendak Yang mengetahui penciptaan manusia hingga serinci-rincinya. Yang Berkehendak ini ialah Pencipta manusia.
Jenis Kelamin Bayi
Hingga baru-baru ini, diyakini bahwa jenis kelamin bayi ditentukan oleh sel-sel ibu. Atau setidaknya, dipercaya bahwa jenis kelamin ini ditentukan secara bersama oleh sel-sel lelaki dan perempuan. Namun kita diberitahu informasi yang berbeda dalam Al Qur’an, yang menyatakan bahwa jenis kelamin laki-laki atau perempuan diciptakan “dari air mani apabila dipancarkan”.
Dialah yang menciptakan berpasang-pasangan pria dan wanita, dari air mani, apabila dipancarkan.” (Qs An Najm: 45-46)
Cabang-cabang ilmu pengetahuan yang berkembang seperti genetika dan biologi molekuler telah membenarkan secara ilmiah ketepatan informasi yang diberikan Al Qur’an ini. Kini diketahui bahwa jenis kelamin ditentukan oleh sel-sel sperma dari tubuh pria, dan bahwa wanita tidak berperan dalam proses penentuan jenis kelamin ini.
Kromosom adalah unsur utama dalam penentuan jenis kelamin. Dua dari 46 kromosom yang menentukan bentuk seorang manusia diketahui sebagai kromosom kelamin. Dua kromosom ini disebut “XY” pada pria, dan “XX” pada wanita. Penamaan ini didasarkan pada bentuk kromosom tersebut yang menyerupai bentuk huruf-huruf ini. Kromosom Y membawa gen-gen yang mengkode sifat-sifat kelelakian, sedangkan kromosom X membawa gen-gen yang mengkode sifat-sifat kewanitaan.
Pembentukan seorang manusia baru berawal dari penggabungan silang salah satu dari kromosom ini, yang pada pria dan wanita ada dalam keadaan berpasangan. Pada wanita, kedua bagian sel kelamin, yang membelah menjadi dua selama peristiwa ovulasi, membawa kromosom X. Sebaliknya, sel kelamin seorang pria menghasilkan dua sel sperma yang berbeda, satu berisi kromosom X, dan yang lainnya berisi kromosom Y. Jika satu sel telur berkromosom X dari wanita ini bergabung dengan sperma yang membawa kromosom Y, maka bayi yang akan lahir berjenis kelamin pria.
Dengan kata lain, jenis kelamin bayi ditentukan oleh jenis kromosom mana dari pria yang bergabung dengan sel telur wanita.
Tak satu pun informasi ini dapat diketahui hingga ditemukannya ilmu genetika pada abad ke-20. Bahkan di banyak masyarakat, diyakini bahwa jenis kelamin bayi ditentukan oleh pihak wanita. Inilah mengapa kaum wanita dipersalahkan ketika mereka melahirkan bayi perempuan.
Namun, tiga belas abad sebelum penemuan gen manusia, Al Qur’an telah mengungkapkan informasi yang menghapuskan keyakinan takhayul ini, dan menyatakan bahwa wanita bukanlah penentu jenis kelamin bayi, akan tetapi air mani dari pria.
Segumpal Darah yang Melekat Di Rahim
Jika kita terus mempelajari fakta-fakta yang diberitakan dalam Al Qur’an mengenai pembentukan manusia, sekali lagi kita akan menjumpai keajaiban ilmiah yang sungguh penting.
Ketika sperma dari laki-laki bergabung dengan sel telur wanita, intisari bayi yang akan lahir terbentuk. Sel tunggal yang dikenal sebagai “zigot” dalam ilmu biologi ini akan segera berkembang biak dengan membelah diri hingga akhirnya menjadi “segumpal daging”. Tentu saja hal ini hanya dapat dilihat oleh manusia dengan bantuan mikroskop.
Namun, zigot tersebut tidak melewatkan tahap pertumbuhannya begitu saja. Ia melekat pada dinding rahim seperti akar yang kokoh menancap di bumi dengan carangnya. Melalui hubungan semacam ini, zigot mampu mendapatkan zat-zat penting dari tubuh sang ibu bagi pertumbuhannya. (Moore, Keith L., E. Marshall Johnson, T. V. N. Persaud, Gerald C. Goeringer, Abdul-Majeed A. Zindani, and Mustafa A. Ahmed, 1992, Human Development as Described in the Qur’an and Sunnah, Makkah, Commission on Scientific Signs of the Qur’an and Sunnah, s. 36)
Di sini, pada bagian ini, satu keajaiban penting dari Al Qur’an terungkap. Saat merujuk pada zigot yang sedang tumbuh dalam rahim ibu, Allah menggunakan kata “‘alaq” dalam Al Qur’an:
Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang Menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari ‘alaq (segumpal darah). Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah.” (Qs  Al ‘Alaq:1-3)
Arti kata “‘alaq” dalam bahasa Arab adalah “sesuatu yang menempel pada suatu tempat”. Kata ini secara harfiah digunakan untuk menggambarkan lintah yang menempel pada tubuh untuk menghisap darah.
Pada tahap awal perkembangannya, bayi dalam rahim ibu berbentuk zigot, yang menempel pada rahim agar dapat menghisap sari-sari makanan dari darah ibu. Informasi ini, yang ditemukan oleh embriologi modern, secara ajaib telah dinyatakan dalam Al Qur’an 14 abad yang lalu dengan menggunakan kata “‘alaq”, yang bermakna “sesuatu yang menempel pada suatu tempat” dan digunakan untuk menjelaskan lintah yang menempel pada tubuh untuk menghisap darah.
Tentunya bukanlah suatu kebetulan bahwa sebuah kata yang demikian tepat digunakan untuk zigot yang sedang tumbuh dalam rahim ibu. Hal ini sekali lagi membuktikan bahwa Al Qur’an merupakan wahyu dari Allah, Tuhan Semesta Alam.
Pembungkusan Tulang Oleh Otot
Sisi penting lain tentang informasi yang disebutkan dalam ayat-ayat Al Qur’an adalah tahap-tahap pembentukan manusia dalam rahim ibu. Disebutkan dalam ayat tersebut bahwa dalam rahim ibu, mulanya tulang-tulang terbentuk, dan selanjutnya terbentuklah otot yang membungkus tulang-tulang ini.
“Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang-belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha Sucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik” (Qs Al Mu’minuun: 14)
Embriologi adalah cabang ilmu yang mempelajari perkembangan embrio dalam rahim ibu. Hingga akhir-akhir ini, para ahli embriologi beranggapan bahwa tulang dan otot dalam embrio terbentuk secara bersamaan. Karenanya, sejak lama banyak orang yang menyatakan bahwa ayat ini bertentangan dengan ilmu pengetahuan. Namun, penelitian canggih dengan mikroskop yang dilakukan dengan menggunakan perkembangan teknologi baru telah mengungkap bahwa pernyataan Al Qur’an adalah benar kata demi katanya.
Penelitian di tingkat mikroskopis ini menunjukkan bahwa perkembangan dalam rahim ibu terjadi dengan cara persis seperti yang digambarkan dalam ayat tersebut. Pertama, jaringan tulang rawan embrio mulai mengeras. Kemudian sel-sel otot yang terpilih dari jaringan di sekitar tulang-tulang bergabung dan membungkus tulang-tulang ini.
Peristiwa ini digambarkan dalam sebuah terbitan ilmiah dengan kalimat berikut:
Dalam minggu ketujuh, rangka mulai tersebar ke seluruh tubuh dan tulang-tulang mencapai bentuknya yang kita kenal. Pada akhir minggu ketujuh dan selama minggu kedelapan, otot-otot menempati posisinya di sekeliling bentukan tulang. (Moore, Developing Human, 6. edition,1998.)
Singkatnya, tahap-tahap pembentukan manusia sebagaimana digambarkan dalam Al Qur’an, benar-benar sesuai dengan penemuan embriologi modern.
Tiga Tahapan Bayi Dalam Rahim
Dalam Al Qur’an dipaparkan bahwa manusia diciptakan melalui tiga tahapan dalam rahim ibunya.
“… Dia menjadikan kamu dalam perut ibumu kejadian demi kejadian dalam tiga kegelapan. Yang (berbuat) demikian itu adalah Allah, Tuhan kamu, Tuhan yang mempunyai kerajaan. Tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia; maka bagaimana kamu dapat dipalingkan?” (Al Qur’an, 39:6)
Sebagaimana yang akan dipahami, dalam ayat ini ditunjukkan bahwa seorang manusia diciptakan dalam tubuh ibunya dalam tiga tahapan yang berbeda. Sungguh, biologi modern telah mengungkap bahwa pembentukan embrio pada bayi terjadi dalam tiga tempat yang berbeda dalam rahim ibu. Sekarang, di semua buku pelajaran embriologi yang dipakai di berbagai fakultas kedokteran, hal ini dijadikan sebagai pengetahuan dasar. Misalnya, dalam buku Basic Human Embryology, sebuah buku referensi utama dalam bidang embriologi, fakta ini diuraikan sebagai berikut:
“Kehidupan dalam rahim memiliki tiga tahapan: pre-embrionik; dua setengah minggu pertama, embrionik; sampai akhir minggu ke delapan, dan janin; dari minggu ke delapan sampai kelahiran.” (Williams P., Basic Human Embryology, 3. edition, 1984, s. 64.)
Fase-fase ini mengacu pada tahap-tahap yang berbeda dari perkembangan seorang bayi. Ringkasnya, ciri-ciri tahap perkembangan bayi dalam rahim adalah sebagaimana berikut:
- Tahap Pre-embrionik
Pada tahap pertama, zigot tumbuh membesar melalui pembelahan sel, dan terbentuklah segumpalan sel yang kemudian membenamkan diri pada dinding rahim. Seiring pertumbuhan zigot yang semakin membesar, sel-sel penyusunnya pun mengatur diri mereka sendiri guna membentuk tiga lapisan.
- Tahap Embrionik
Tahap kedua ini berlangsung selama lima setengah minggu. Pada masa ini bayi disebut sebagai “embrio”. Pada tahap ini, organ dan sistem tubuh bayi mulai terbentuk dari lapisan- lapisan sel tersebut.
- Tahap fetus
Dimulai dari tahap ini dan seterusnya, bayi disebut sebagai “fetus”. Tahap ini dimulai sejak kehamilan bulan kedelapan dan berakhir hingga masa kelahiran. Ciri khusus tahapan ini adalah terlihatnya fetus menyerupai manusia, dengan wajah, kedua tangan dan kakinya. Meskipun pada awalnya memiliki panjang 3 cm, kesemua organnya telah nampak. Tahap ini berlangsung selama kurang lebih 30 minggu, dan perkembangan berlanjut hingga minggu kelahiran.
Informasi mengenai perkembangan yang terjadi dalam rahim ibu, baru didapatkan setelah serangkaian pengamatan dengan menggunakan peralatan modern. Namun sebagaimana sejumlah fakta ilmiah lainnya, informasi-informasi ini disampaikan dalam ayat-ayat Al Qur’an dengan cara yang ajaib. Fakta bahwa informasi yang sedemikian rinci dan akurat diberikan dalam Al Qur’an pada saat orang memiliki sedikit sekali informasi di bidang kedokteran, merupakan bukti nyata bahwa Al Qur’an bukanlah ucapan manusia tetapi Firman Allah.



Sumber

Napoleon Bonaparte Muslim?

 
Siapa yang tidak mengenal Napoleon Bonaparte, seorang Jendral dan Kaisar Prancis yang tenar kelahiran Ajaccio, Corsica 1769. Namanya
terdapat dalam urutan ke-34 dari Seratus tokoh yang paling berpengaruh dalam sejarah yang ditulis oleh Michael H. Hart.
Sebagai seorang yang berkuasa dan berdaulat penuh terhadap negara Prancis sejak Agustus 1793, seharusnya ia merasa puas dengan segala apa yang telah diperolehnya itu.
Tapi rupanya kemegahan dunia belum bisa memuaskan batinnya, agama yang dianutnya waktu itu ternyata tidak bisa membuat Napoleon Bonaparte merasa tenang dan damai.
Akhirnya pada tanggal 02 Juli 1798, 23 tahun sebelum kematiannya ditahun 1821, Napoleon Bonaparte menyatakan ke-Islamannya dihadapan dunia Internasional.
Apa yang membuat Napoleon ini lebih memilih Islam daripada agama lamanya, Kristen ?
Berikut penuturannya sendiri yang pernah dimuat dimajalah Genuine Islam, edisi Oktober 1936 terbitan Singapura
“I read the Bible; Moses was an able man, the Jews are villains, cowardly and cruel. Is there anything more horrible than the story of Lot and his daughters ?”
“The science which proves to us that the earth is not the centre of the celestial movements has struck a great blow at religion. Joshua stops the sun ! One shall see the stars falling into the sea… I say that of all the suns and planets,…”
Saya membaca Bible; Musa adalah orang yang cakap, sedang orang Yahudi adalah bangsat, pengecut dan jahat. Adakah sesuatu yang lebih dahsyat daripada kisah Lut beserta kedua puterinya ?” (Lihat Kejadian 19:30-38)
“Sains telah menunjukkan bukti kepada kita, bahwa bumi bukanlah pusat tata surya, dan ini merupakan pukulan hebat terhadap agama Kristen. Yosua menghentikan matahari (Yosua 10: 12-13). Orang akan melihat bintang-bintang berjatuhan kedalam laut…. saya katakan, semua matahari dan planet-planet ….”
Selanjutnya Napoleon Bonaparte berkata :
“Religions are always based on miracles, on such things than nobody listens to like Trinity. Yesus called himself the son of God and he was a descendant of David. I prefer the religion of Muhammad. It has less ridiculous things than ours; the turks also call us idolaters.”
“Agama-agama itu selalu didasarkan pada hal-hal yang ajaib, seperti halnya Trinitas yang sulit dipahami. Yesus memanggil dirinya sebagai anak Tuhan, padahal ia keturunan Daud. Saya lebih meyakini agama yang dibawa oleh Muhammad. Islam terhindar jauh dari kelucuan-kelucuan ritual seperti yang terdapat didalam agama kita (Kristen); Bangsa Turki juga menyebut kita sebagai orang-orang penyembah berhala dan dewa.”

Selanjutnya :
“Surely, I have told you on different occations and I have intimated to you by various discourses that I am a Unitarian Musselman and I glorify the prophet Muhammad and that I love the Musselmans.”
“Dengan penuh kepastian saya telah mengatakan kepada anda semua pada kesempatan yang berbeda, dan saya harus memperjelas lagi kepada anda disetiap ceramah, bahwa saya adalah seorang Muslim, dan saya memuliakan nabi Muhammad serta mencintai orang-orang Islam.”

Akhirnya ia berkata :
“In the name of God the Merciful, the Compassionate. There is no god but God, He has no son and He reigns without a partner.”
“Dengan nama Allah yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Tiada Tuhan selain Allah. Ia tidak beranak dan Ia mengatur segala makhlukNya tanpa pendamping.”
Napoleon Bonaparte mengagumi Al Quran setelah membandingkan dengan kitab sucinya, Alkitab. Akhirnya ia menemukan keunggulan-keunggulan Al Quran daripada Alkitab, juga semua cerita yang melatar belakanginya.

Did You Know ? Napoleon Bonaparte embraced Islam?

England’s foe for many years has been France. The legacy remains as seen in the Capital of England, London, where monuments dedicated to defeats over France, are evident. The defeats have been most significant against that of when France was being ruled by Napoleon Bonaparte. (Nelson’s Column, Trafelgar Square, Waterloo Station to name but a few.)
Yet, history is seldom seen in the truthful light, and is nearly always partial to the ‘winning side’ – in whose hand the pen remains, long after both the battle and the war have been won. Yet, recent discoveries have seemed to suggest some interesting facts about Napoleon and his religious beliefs.
In the book, ‘Satanic Voices – Ancient and Modern’ by David M. Pidcock, (1992 ISBN: 1-81012-03-1), it states on page 61, that the then official French Newspaper, Le Moniteur, carried the accounts of his conversion to Islam, in 1798 C.E.
It mentions his new Muslim name, which was ‘Aly (Ali) Napoleon Bonaparte’. He commends the conversion of his General Jacques Menou, who became known as General ‘Abdullah-Jacques Menou’, who later married an Egyptian, Sitti Zoubeida
- who was descended from the line of the Prophet Muhammad (on whom be peace).
Napoleon did recognise the superiority of the Islamic (Shari’ah) Law – and did attempt to implement this in his Empire. Most of this, as one can imagine, has been removed/replaced by modern-day secular laws in France and other parts of Europe, but some aspects of the Islamic (Shari’ah) Law do currently exist in French constitution as the basis for some of their laws from the Code Napoleone. One publicised case was that of the fatal car accident with Diana, Princess of Wales, and Dodi Al-Fayed. “The photographers were charged with an old part of the French Jurisprudence, for ‘not helping at the scene of an accident’- which is taken from the Shari’ah Law of Imam Malik.” (David M. Pidcock, 1998 C.E.)
Further detailed accounts of this can be found in the book ‘Napoleon And Islam’ by C. Cherfils. ISBN: 967-61-0898-7
http://www.shef.ac.uk/~ics/whatis/articles/napoleon.htm

Bonaparte and Islam

Bonaparte’s secretary describes the religious practices, attitudes, and views of Bonaparte with regard to Islam. Accepting that the general curried favor with Muslims, he also hoped to deflect criticism of Bonaparte, claiming that what he did was good governance rather than bad Christianity, as his critics maintained.
It has been alleged that Bonaparte, when in Egypt, took part in the religious ceremonies and worship of the Mussulmans; but it cannot be said that he celebrated the festivals of the overflowing of the Nile and the anniversary of the Prophet. The Turks invited him to these merely as a spectator; and the presence of their new master was gratifying to the people. But he never committed the folly of ordering any solemnity. He neither learned nor repeated any prayer of the Koran, as many persons have asserted; neither did he advocate fatalism polygamy, or any other doctrine of the Koran. Bonaparte employed himself better than in discussing with the Imans the theology of the children of Ismael. The ceremonies, at which policy induced him to be present, were to him, and to all who accompanied him, mere matters of curiosity. He never set foot in a mosque; and only on one occasion, which I shall hereafter mention, dressed himself in the Mahometan costume. He attended the festivals to which the green turbans invited him. His religious tolerance was the natural consequence of his philosophic spirit.
Doubtless Bonaparte did, as he was bound to do, show respect for the religion of the country; and he found it necessary to act more like a Mussulman than a Catholic. A wise conqueror supports his triumphs by protecting and even elevating the religion of the conquered people. Bonaparte’s principle was, as he himself has often told me, to look upon religions as the work of men, but to respect them everywhere as a powerful engine of government. However, I will not go so far as to say that he would not have changed his religion had the conquest of the East been the price of that change. All that he said about Mahomet, Islamism, and the Koran to the great men of the country he laughed at himself. He enjoyed the gratification of having all his fine sayings on the subject of religion translated into Arabic poetry, and repeated from mouth to mouth. This of course tended to conciliate the people.
I confess that Bonaparte frequently conversed with the chiefs of the Mussulman religion on the subject of his conversion; but only for the sake of amusement. The priests of the Koran, who would probably have been delighted to convert us, offered us the most ample concessions. But these conversations were merely started by way of entertainment, and never could have warranted a supposition of their leading to any serious result. If Bonaparte spoke as a Mussulman, it was merely in his character of a military and political chief in a Mussulman country. To do so was essential to his success, to the safety of his army, and, consequently, to his glory. In every country he would have drawn up proclamations and delivered addresses on the same principle. In India he would have been for Ali, at Thibet for the Dalai-lama, and in China for Confucius.
Source: Memoirs of Napoleon Bonaparte by Louis Antoine Fauvelet de Bourrienne edited by R.W. Phipps. Vol. 1 (New York: Charles Scribner’s Sons, 1889) p. 168-169.
http://chnm.gmu.edu/revolution/d/612/

Jerusalem and Napoleon Bonaparte

As Napoleon consolidated his foot in Egypt, he began mulling the idea of taking over Palestine and Syria. Accordingly, he left Egypt in the spring of 1799, crossing the desert, thus entering Palestine proper. But before clashing with the Ottoman soldiers and the Palestinian citizens, Napoleon, who declared himself as a Muslim, donning a turban over his head, circulated a leaflet, stating in particular the following excerpt.
In the name of Allah, Most Gracious, Most Merciful
From Bonaparte, the Amir (Prince) of the French armies, to the all and clerics, muftis and the populations of Gaza, Ramla and Jafa, may Allah protect them. After Assalam (Greetings)— This is written to let you know that we came here for the purpose of evicting the Mamluks and the Askar (soldiers) of Al Jazzar [Ahmad Pasha, the Governor of the Palestinian Fort of Acre], and ending his incursions in Jafa and Gaza, which are not under his rule? For what reason he sent his soldier to El Afresh Fort? In doing so he was encroaching upon Egypt. Thus, his aim is to have war with us, and so we came here to fight him”.
And after Napoleon had reassured the Palestinians on the matters of security for themselves and their families, he went on to say:
“ Our aim is that the Judges don’t relinquish their jobs, whereas Islam is still cherished and well-considered, and the mosques full of prayers and believers. He who demonstrates with affability toward us will succeed, but who betrays us would perish”.
The Palestine’s Expeditionary Force of 13,000- strong was under the command of Bonaparte himself, assisted by five generals, including Kleber, Murat and Dugua.
As Jazzar learned of the approaching French force, he began counter military preparations by the fortification of Jafa, and sending enforcements to Gaza. His forces arrived at the Egyptian town of El Areesh, but the French occupied the latter after 8-day-siege on February 16, 1799. Thereafter, the French proceeded toward the Palestinian Khan Younis and proceeding later to Gaza. On February 25, the forces of Bonaparte and Al Jazzar engaged in a battle, which was ended by defeating the latter.
On Feb. 28, Bonaparte left Gaza for the conquest of Palestine, taking over the Ramla first, then Jafa (March 6, 1799). The latter was defended by a 12,000-strong mixed force of Al Jazzar and the Mamluks. But Napoleon bombarded the city by his heavy artillery, occupying it and killing at least 3,000 captives without burying them, claiming that they were dishonest and not respectful to the military honor! Thus, their exposed bodies became coveted meals for the vultures.
The people of the land thought that Bonaparte would move towards Jerusalem, which the Turks incarcerated all the followers of the Orthodox Church in the Church of Sepulcher. But he did not show up. When asked if he intended to pass through it, Bonaparte retorted sternly: “ No. Jerusalem is not on my itinerary. And I don’t intend to arouse frictions with the mountains’ people, and to penetrate deeply and get stuck. Moreover, I don’t want to be vulnerable to attacks by numerous horse riders from the other side. I am careful not to face Casius’ fate. As a matter of fact, Bonaparte used to pay attention to the military spots only, and he didn’t view Jerusalem as a significant military site at the time.
According to one story, Bonaparte wrote to the residents of Jerusalem, asking them to succumb to his authority, but they retorted that they are affiliated with Acre, and who manages to take over the latter, he simultaneously controls Jerusalem. Consequently, Bonaparte moved to besiege Acre, the capital of Palestine at the time.
According to the Palestinian historian Ahmad Sameh Khalidi wrote in his book Ahl El Elm Bein Misr Wa Phalasteen, 1947, that Musa Khalidi, a military judge based in the Asetana (Constantinople), wrote to the Jerusalemites, urging them to fight against Napoleon, and they clashed with his troops in many places of Palestine, from Nablus region in particular. Bonaparte moved his troops to Haifa, occupying it and arriving to Acre on March 19,1799. He besieged the city, which Al Jazzar had already entrenched behind its walls. The siege remained 60 days, but Bonaparte failed to capture the city, falling back from it after his troops were ravaged by plague, which killed many of them, including some generals. Moreover, certain developments in France compelled Bonaparte to go home, leaving behind him the botched military expedition of Palestine. Some 3,500 French soldiers lost their lives in the vicinity of Acre’s walls, as 1,000 more vanished in their way out of the country. He arrived Egypt, on his way home, on May 1799.
Bonaparte was a military genius, but he lost a lot of his prestige during his two-month adventure in Palestine.
http://www.jerusalemites.org/history_of_palestine/18.htm

Bonaparte Said

Napoleon (Bonaparte):
Napoleon I (1769-1821 [1237 A.H.]), who went into history as a military genius and statesman, when he entered Egypt in 1212 [C.E. 1798], admired Islam’s greatness and genuineness, and even considered whether he should become a Muslim. The following excerpt was paraphrased from Cherfils’s book (Bonapart et Islam):
“Napoleon said:
The existence and unity of Allahu ta’ala, which Musa ‘alaihis-salam’, had announced to his own people and Isa ‘alaihis-salam’ to his own ummat, was announced by Muhammad ‘alaihis-salam’ to the entire world. Arabia had become totally a country of idolaters. Six centuries after Isa ‘alaihis-salam’, Muhammad ‘alaihis-salam’ initiated the Arabs into an awareness of Allahu ta’ala, whose existence prophets previous to him, such as Ibrahim (Abraham), Ismail, Musa (Moses) and Isa (Jesus) alaihim-us-salam’, had announced. Peace in the east had been disturbed by the Arians, [i.e. Christians who followed Arius], who had somehow developed a degree of friendship with the Arabs, and by heretics, who had defiled the true religion of Isa ‘alaihis-salam’ and were striving to spread in the name of religion a totally unintelligible credo which is based on trinity, i.e. God, Son of God, and the Holy Ghost. Muhammad ‘alaihis-salam’ guided the Arabs to the right way, taught them that Allahu ta’ala is one, that He does not have a father or a son, and that worshiping several gods is an absurd custom which is the continuation of idolatry.”
At another place in his book he quotes Napoleon as having said, “I hope that in the near future I will have the chance to gather together the wise and cultured people of the world and establish a government that I will operate [in accordance with the principles written in Qur'an al-karim.]“


Penetapan 25 Desember Sebagai Hari Kelahiran Yesus


  Sesungguhnya, tidak seorang pun tahu kapan persisnya Yesus dari Nazaret dilahirkan ke dalam dunia ini. Tidak ada suatu Akta Kelahiran zaman kuno yang menyatakan dan membuktikan kapan dia dilahirkan. Tidak ada seorang saksi hidup yang bisa ditanyai.
Berlainan dari tuturan kisah-kisah kelahiran Yesus yang dapat dibaca dalam pasal-pasal permulaan Injil Matius dan Injil Lukas, sebetulnya pada waktu Yesus dilahirkan, bukan di Betlehem, tetapi di Nazaret, tidak banyak orang menaruh perhatian pada peristiwa ini. Paling banyak, ya selain ayah dan ibunya, beberapa tetangganya juga ikut sedikit disibukkan oleh kelahirannya ini, di sebuah kampung kecil di provinsi Galilea, kampung Nazaret yang tidak penting.
Baru ketika Yesus sesudah kematiannya diangkat menjadi sang Mesias Kristen agung oleh gereja perdana, atau sudah dipuja dan disembah sebagai sang Anak Allah, Raja Yahudi, dan Juruselamat, disusunlah kisah-kisah kelahirannya sebagai kelahiran seorang besar yang luar biasa, seperti kita dapat baca dalam pasal-pasal awal Injil Matius dan Injil Lukas (keduanya ditulis sekitar tahun 80-85 M). Penulis Injil Kristen tertua intrakanonik, yakni Injil Markus (ditulis tahun 70 M), sama sekali tidak memandang penting untuk menyusun sebuah kisah kelahiran Yesus.
Dalam tuturan penulis Injil Lukas, kelahiran Yesus diwartakan sebagai kelahiran seorang tokoh Yahudi yang menjadi pesaing Kaisar Agustus, yang sama ilahi dan sama berkuasanya, yang kelahiran keduanya ke dalam dunia merupakan “kabar baik” (euaggelion) untuk seluruh bangsa karena keduanya adalah “Juruselamat” (sōtēr) dunia (bdk Lukas 2:10,11 dan prasasti dekrit Majelis Provinsi Asia tentang Kaisar Agustus yang dikeluarkan tahun 9 M). Dalam tuturan penulis Injil Matius, kanak-kanak Yesus yang telah dilahirkan, yang diberitakan sebagai kelahiran seorang Raja Yahudi, telah menimbulkan kepanikan pada Raja Herodes Agung yang mendorongnya untuk memerintahkan pembunuhan semua anak di Betlehem yang berusia dua tahun ke bawah (Matius 2:2, 3, 16).
Dalam kisah-kisah kelahiran Yesus dalam kedua injil inipun, bahkan dalam seluruh Perjanjian Baru, tidak ada suatu catatan historis apapun yang menyatakan tanggal 25 Desember sebagai hari kelahiran Yesus. Jika demikian, bagaimana tanggal 25 Desember bisa ditetapkan sebagai hari kelahiran Yesus, hari Natal? Dalam kebudayaan kuno Yahudi-Kristen dan Yunani-Romawi, ada dua cara yang dapat dilakukan untuk menetapkan hari kelahiran Yesus

Cara Pertama
Seperti dicatat dalam dokumen Yahudi Rosh Hashana (dari abad kedua), sudah merupakan suatu kelaziman di kalangan Yahudi kuno untuk menyamakan hari kematian dan hari kelahiran bapak-bapak leluhur Israel. Dengan sedikit dimodifikasi, praktek semacam ini diikuti oleh orang-orang Kristen perdana ketika mereka mau menetapkan kapan Yesus Kristus dilahirkan. Sebetulnya, praktek semacam ini berlaku hampir universal dalam orang menetapkan hari kelahiran tokoh-tokoh besar dunia yang berasal dari zaman kuno. Dalam kepercayaan para penganut Buddhisme, misalnya, hari kelahiran, hari pencapaian pencerahan (samma sambuddha) dan hari kematian (parinibbana) Siddharta Gautama sang Buddha dipandang dan ditetapkan (pada tahun 1950 di Sri Langka) terjadi pada hari yang sama, yakni Hari Waisak atau Hari Trisuci Waisak.
Kalau kapan persisnya hari kelahiran Yesus tidak diketahui siapapun, hari kematiannya bisa ditentukan dengan cukup pasti, yakni 14 Nisan dalam penanggalan Yahudi kuno, dan ini berarti 25 Maret dalam kalender Gregorian. Sejumlah bapak gereja, seperti Klemen dari Aleksandria, Lactantius, Tertullianus, Hippolytus, dan juga sebuah catatan dalam dokumen Acta Pilatus, menyatakan bahwa hari kematian Yesus jatuh pada tanggal 25 Maret. Demikian juga, Sextus Julianus Afrikanus (dalam karyanya Khronografai, terbit tahun 221), dan Santo Agustinus (menulis antara tahun 399 sampai 419), menetapkan 25 Maret sebagai hari kematian Yesus. Dengan demikian, hari pembenihan janin Yesus dalam rahim Maria juga jatuh juga pada 25 Maret.
Kalau 9 bulan ditambahkan pada hari konsepsi Yesus ini, maka hari kelahiran Yesus adalah 25 Desember. Sebuah traktat yang mendaftarkan perayaan-perayaan besar keagamaan, yang ditulis di Afrika dalam bahasa Latin pada tahun 243, berjudul De Pascha Computus, menyebut tanggal 25 Desember sebagai hari kelahiran Yesus. Hippolytus, dalam Tafsiran atas Daniel 4:23 (ditulis sekitar tahun 202), menyebut tanggal 25 Desember sebagai hari kelahiran Yesus. Sebuah karya yang ditulis dengan tangan, dalam bahasa Latin, pada tahun 354 di kota Roma, yang berjudul Khronografi, juga menyebut 25 Desember sebagai hari kelahiran Yesus Kristus.
Meskipun banyak dokumen dari abad ketiga sampai abad keempat menyebut tanggal 25 Desember sebagai hari kelahiran Yesus Kristus, tidak semua orang pada waktu itu menyetujui adanya perayaan hari Natal. Origenes, teolog Kristen dari Aleksandria, misalnya, dalam karyanya Homili atas Kitab Imamat, menyatakan bahwa “hanya orang-orang berdosa seperti Firaun dan Raja Herodes yang merayakan hari ulang tahun mereka.” Begitu juga, seorang penulis Kristen bernama Arnobus pada tahun 303 memperolok gagasan untuk merayakan hari kelahiran dewa-dewi.
Pada sisi lain, kalangan Montanus menolak kalau kematian Yesus jatuh pada 25 Maret; bagi mereka Yesus wafat pada 6 April. Dengan demikian 6 April juga hari konsepsi Yesus dalam kandungan Maria, ibunya. Kalau setelah 6 April ditambahkan 9 bulan, maka hari kelahiran Yesus jatuh pada 6 Januari. Di kalangan Gereja Timur (yang berbahasa Yunani), berbeda dari Gereja Barat (yang berbahasa Latin), hari Natal tidak dirayakan pada 25 Desember, tetapi pada 6 Januari.

Cara Kedua
Sebelum kekristenan lahir dan tersebar di seantero kekaisaran Romawi dan kemudian dijadikan satu-satunya agama resmi (religio licita) kekaisaran melalui dekrit Kaisar Theodosius pada tahun 381, orang Romawi melakukan penyembahan kepada Matahari (= heliolatri).
Dalam heliolatri ini, Dewa Matahari atau Sol menempati kedudukan tertinggi dan ke dalam diri Dewa Sol ini terserap dewa-dewa lainnya yang juga disembah oleh banyak penduduk kekaisaran, antara lain Dewa Apollo (dewa terang), Dewa Elah-Gabal (dewa matahari Syria) dan Dewa Mithras (dewa perang bangsa Persia).
Heliolatri, yakni pemujaan dan penyembahan kepada Dewa Sol sebagai Dewa Tertinggi, menjadi sebuah payung politik-keagamaan untuk mempersatukan seluruh kawasan kekaisaran Romawi yang sangat luas, dengan penduduk besar yang menganut berbagai macam agama dan mempercayai banyak dewa.
Pada tahun 274 oleh Kaisar Aurelianus Dewa Sol ditetapkan secara resmi sebagai Pelindung Ilahi satu-satunya atas seluruh kekaisaran dan atas diri sang Kaisar sendiri dan sebagai Kepala Panteon Negara Roma. Menyembah Dewa Sol sebagai pusat keilahian berarti menyentralisasi kekuasaan politik pada diri sang Kaisar Romawi yang dipandang dan dipuja sebagai titisan atau personifikasi Dewa Sol sendiri.
Dalam heliolatri ini tanggal 25 Desember ditetapkan sebagai hari perayaan religius utama untuk memuja Dewa Sol, hari perayaan yang harus dirayakan di seluruh kekaisaran Romawi. Pada saat winter solstice, saat musim dingin ketika matahari (Latin: sol) tampak “diam tak bergeming” (Latin: sistere) di titik terendah di kaki langit Eropa sejak tanggal 21 Desember, pada tanggal 25 Desember matahari mulai sedikit terangkat dari kaki langit dan mulai sedikit demi sedikit beranjak naik ke atas, seolah sang Sol ini hidup atau lahir kembali. Peristiwa astronomikal ini ditafsir secara religius sebagai saat Dewa Sol tak terkalahkan, bangkit dari kematian, yang dalam bahasa Latinnya disebut sebagai Sol Invictus (=Matahari Tak Terkalahkan). Dengan demikian, tanggal 25 Desember dijadikan sebagai Hari Kelahiran Dewa Sol Yang Tak Terkalahkan, Dies Natalis Solis Invicti. Karena Kaisar dipercaya sebagai suatu personifikasi Dewa Sol, maka sang Kaisar Romawi pun menjadi Sang Kaisar atau Sang Penguasa Tak Terkalahkan, Invicto Imperatori, seperti diklaim antara lain oleh Kaisar Septemius Severus yang wafat pada tahun 211.
Nah, ketika kekristenan disebarkan ke seluruh kekaisaran Romawi, para pemberita injil dan penulis Kristen, sebagai suatu taktik misiologis mereka, mengambil alih gelar Sol Invictus dan mengenakan gelar ini kepada Yesus Kristus sehingga Yesus Kristus menjadi Matahari Tak Terkalahkan yang sebenarnya. Mereka memakai teks-teks Mazmur 19:5c-6 (“Ia memasang kemah di langit untuk Matahari yang keluar bagaikan Pengantin laki-laki yang keluar dari kamarnya, girang bagaikan pahlawan yang hendak melakukan perjalanannya.”), Maleakhi 4:2 (“… bagimu akan terbit Surya Kebenaran dengan kesembuhan pada sayapnya.”) dan Lukas 1:78-19 (“Oleh rakhmat dan belas kasihan Allah kita, dengan mana Ia akan melawat kita, Surya Pagi dari tempat yang tinggi.”) sebagai landasan skriptural untuk menjadikan Yesus Kristus sebagai Sol Invictus yang sebenarnya.
Dengan jadinya Yesus Kristus sebagai Sol Invictus baru, maka tanggal 25 Desember sebagai hari natal Dewa Sol juga dijadikan hari Natal Yesus Kristus. Seorang penulis Kristen perdana, Cyprianus, menyatakan, “Oh, betapa ajaibnya: Allah Sang Penjaga, Pemelihara dan Penyelenggara telah menjadikan Hari Kelahiran Matahari sebagai hari di mana Yesus Kristus harus dilahirkan.” Demikian juga, Yohanes Krisostomus, dalam khotbahnya di Antikohia pada 20 Desember 386 (atau 388), menyatakan, “Mereka menyebutnya sebagai ‘hari natal Dia Yang Tak Terkalahkan’. Siapakah yang sesungguhnya tidak terkalahkan, selain Tuhan kita…?”
Selanjutnya, mulai dari Kaisar Konstantinus yang (menurut sebuah mitologi Romawi) pada 28 Oktober 312 melihat sebuah tanda salib dan sebuah kalimat In Hoc Signo Vinces (=“Dengan tanda ini, kamu menang”) di awan-awan, perayaan keagamaan yang memuja Sol Invictus pada 25 Desember diubah menjadi perayaan keagamaan untuk merayakan hari Natal Yesus Kristus. Dengan digantinya Dewa Sol dengan Yesus Kristus sebagai Sol Invictus yang sejati, dan tanggal 25 Desember sebagai hari Natal Yesus Kristus, sang Kaisar berhasil mengonsolidasi dan mempersatukan seluruh wilayah negara Roma yang di dalamnya warga yang terbesar jumlahnya adalah orang Kristen, yang, menurut Eusebius, adalah warga “Gereja Katolik yang sah dan paling kudus” (Eusebius, Historia Ecclesiastica 10.6).
Dan sejak itu juga, para uskup/paus sama-sama mengendalikan seluruh kekaisaran Roma di samping sang Kaisar sendiri; ini melahirkan apa yang disebut Kaisaropapisme. Kalau sebelumnya heliolatri menempatkan Dewa Sol sebagai Kepala Panteon yang menguasai seluruh dewa-dewi yang disembah dalam seluruh negara Romawi dan sebagai pusat kekuasaan politik, maka ketika Yesus Kristus sudah menjadi Sol Invictus pengganti, sang Kristus inipun mulai digambarkan sebagai sang Penguasa segalanya (=Pantokrator), yang telah menjadi sang Pemenang (=Kristus Viktor) di dalam seluruh kekaisaran Romawi.

Penutup
Jelas sudah, tanggal 25 Desember bukanlah hari kelahiran Yesus yang sebenarnya. Seperti telah dinyatakan pada awal tulisan ini, kembali perlu ditekankan bahwa sesungguhnya tidak ada seorang pun di dunia pada zaman kuno dan pada masa kini mengetahui kapan persisnya Yesus dari Nazaret dilahirkan. Ketika Yesus baru dilahirkan, dia bukanlah seorang penting apapun. Hanya beberapa orang saja yang memedulikannya. Hanya ketika dia sudah diangkat menjadi sang Kristus gereja dan dipercaya sebagai sang Juruselamat dunia, dia baru menjadi penting dan kisah-kisah hebat tentang kelahirannya pun disusun.



Sumber

Ibnu Rusyd

ebagian besar umat Islam mungkin akan berkernyit jika mendengar nama Averrous. Namun, tak demikian dengan masyarakat Eropa (Barat). Averrous adalah nama yang telah lama akrab di telinga mereka, karena dianggap sebagai pemikir yang membuat Barat melek peradaban. Umat Islam mengenalnya sebagai Ibnu Rusyd.
Pemikiran dan karya-karya Ibnu Rusyd sampai ke dunia Barat melalui Ernest Renan, seorang penulis dan sejarawan asal Prancis. Renan, penulis biografi Rusyd, Averroes et j’averroisme, mengatakan, filsuf Rusyd telah menulis lebih dari 20.000 halaman dalam berbagai disiplin ilmu: filsafat, kedokteran, hukum, dan lainnya.
Apresiasi dunia Barat yang demikian besar terhadap karya Rusyd, kata Alfred Gillaume menjadikan Rusyd lebih menjadi milik Eropa daripada milik Timur. “Averroisme tetap merupakan faktor yang hidup dalam pemikiran Eropa sampai kelahiran ilmu pengetahuan eksperimental modern,” tulis Gillaume.
Kebesaran dan kejeniusan Ibnu Rusyd tampak pada karya-karyanya. Dalam berbagai karyanya, ia selalu membagi pembahasannya ke dalam tiga bentuk, yaitu komentar, kritik, dan pendapat. Ia adalah seorang komentator sekaligus kritikus ulung. Ulasannya terhadap karya-karya filsuf besar terdahulu, banyak sekali, antara lain ulasannya terhadap karya-karya Aristoteles. Dalam ulasannya itu, ia tidak semata-mata memberi komentar (anotasi) terhadap filsafat Aristoteles, tetapi juga menambahkan pandangan-pandangan filosofisnya sendiri, suatu hal yang belum pernah dilakukan oleh filsuf semasa maupun sebelumnya.
Kritik dan komentarnya itulah yang menjadikannya terkenal di Eropa. Ulasan-ulasannya terhadap filsafat Aristoteles berpengaruh besar pada kalangan ilmuwan Eropa, sehingga muncul di sana suatu aliran yang dinisbatkan kepada namanya, Averroisme. Selain itu, ia juga banyak mengomentari karya-karya filsuf muslim pendahulunya, seperti al-Farabi, Ibnu Sina, Ibnu Bajjah, dan al-Ghazali. Komentar-komentarnya itu banyak diterjemahkan ke dalam bahasa Latin dan Ibrani.
Baik di dunia Barat maupun Timur, pemikiran Ibnu Rusyd diakui berpengaruh besar terhadap revolusi Eropa. Tidak mengherankan apabila semakin banyak kalangan yang memberikan apresiasi tinggi kepadanya, misalnya Goethe Institute. Lembaga yang bermarkas di Jerman itu, setiap tahun menganugerahkan Ibnu Rusyd Award. Di antara tokoh Muslim yang pernah menerima kehormatan itu adalah Muhammad Arkoun, Nasr Hamid Abu Zayd, Mahmud Amin al- ’Alim, dan ’Azmi Bisyarah.
Ibnu Rusyd bernama lengkap Abdul Walid Muhammad Ibnu Ahmad Ibnu Muhammad Ibnu Rusyd. Ia dilahirkan di Cordova, Spanyol, pada 520 H/1126 M. Ia berasal dari kalangan keluarga besaryang dikenal memiliki keutamaan dan berkedudukan tinggi di Andalusia (Spanyol). Ayahnya adalah seorang hakim, dan neneknya yang dengan sebutan “Ibnu Rusyd Nenek”(al-Jaddah) adalah kepala hakim di Cordova.
Lingkungan yang sangat kondusif itulah yang membuat Ibnu Rusyd kecil haus ilmu pengetahuan. Ia tumbuh menjadi anak yang memiliki kejeniusan luar biasa. Pada usia kanak-kanak, ia sudah memelajari berbagai disiplin ilmu, seperti Al-Qurán, hadis, fiqih, serta mendalami ilmu-ilmu eksak seperti matematika, astronomi, logika, filsafat dan kedokteran. Karena itulah, ketika Ibnu Rusyd tumbuh dewasa, ia terkenal sebagai ilmuwan yang ahli dalam berbagai disiplin ilmu.
Saat dewasa, Ibnu Rusyd mengikuti jejak ayah dan kakeknya, menjadi hakim. Ia diamanahi sebagai qadi (hakim) di Sevilla (Spanyol) dan sebagai qadi al-qudaad (hakim agung) di Cordova. Sebagai qadi al-qudaad, ia dekat dengan para amir (penguasa) Dinasti Al Muwahhidun yang memerintah saat itu, khususnya dengan Abu Yusuf Yakqub al Mansur, amir dinasti ketiga Muwahhidun.
Beberapa kalangan ulama yang tidak suka dengannya karena ajaran filsafatnya,, berupaya menyingkirkan Rusyd dengan fitnah bahwa dia telah menyebarkan filsafat yang menyimpang dari ajaran Islam. Atas tuduhan itu, Rusyd diasingkan ke suatu tempat bernama Lucena. Tak hanya itu, karya-karyanya yang menyangkut filsafat dibakar dan diharamkan dipelajari. Sejak saat itu, filsafat tak lagi mendapat tempat dan berkembang di dunia Islam. Namun, beberapa tahun kemudian, amir Al Mansur memaafkan dan membebaskannya. Rusyd lalu pergi ke Maroko dan menghabiskan sisa hidupnya di negeri tanduk Afrika Utara itu hingga wafatnya pada 1198 M.
Pemikiran Rusyd
Membaca Ibnu Rusyd, yang paling menonjol adalah aspek filsafat (estetika logika dan filsafat) yang terbentang di hampir setiap karyanya. Menurut dia, nilai filsafat dan logika itu sangat penting, khususnya dalam menakwilkan dan menafsirkan Al-Qur’an sebagai kitab teks, yang selalu membutuhkan artikulasi makna dan perlu diberi interpretasi kontekstual, dan bukan artikulasi lafadz.
Berkaitan dengan penciptaan alam, Rusyd yang menganut teori Kausalitas (hukum sebab-akibat), berpendapat bahwa memahami alam harus dengan dalil-dalil tertentu agar dapat sampai kepada hakikat dan eksistensi alam.
Setidaknya, ada tiga dalil untuk menjelaskan teori itu, kata Rusyd. Pertama, dalil inayah yakni dalil yang mengemukakan bahwa alam dan seluruh kejadian yang ada di dalamnya, seperti siang dan malam, matahari dan bulan, semuanya menunjukkan adanya penciptaan yang teratur dan rapi, yang didasarkan atas ilmu dan kebijaksanaan. Dalil itu mendorong orang untuk melakukan penyelidikan dan penggalian yang terus-menerus sesuai dengan pandangan akal pikirannya. Dalil itu pula yang akan membawa kepada pengetahuan yang benar sesuai dengan ketentuan Al- Qur’an.
Kedua, dalil ikhtira’, yaitu asumsi yang menunjukkan bahwa penciptaan alam dan makhluk di dalamnya nampak jelas dalam gejala-gejala yang dimiliki makhluk hidup. Semakin tinggi tingkatan makhluk hidup itu, kata Rusyd, semakin tinggi pula berbagai macam kegiatan dan pekerjaannya. Itu tidak terjadi secara kebetulan. Sebab, bila terjadi secara kebetulan, tentu saja tingkatan hidup tidak berbeda-beda. Itu menunjukkan adanya pencipta yang mengatur kehidupan. Dalil itu sesuai dengan syariat Islam, di mana banyak ayat yang menunjukkan perintah untuk memikirkan seluruh kejadian alam.
Ketiga, dalil gerak, disebut juga dalil penggerak pertama yang diambil dari Aristoteles. Dalil tersebut mengungkapkan bahwa alam semesta bergerak dengan suatu gerakan yang abadi, dan gerakan itu mengandung adanya penggerak pertama yang tidak bergerak dan berbenda, yaitu Tuhan.
Menurut Rusyd, benda-benda langit beserta gerakannya dijadikan oleh Tuhan dari tiada dan bukan dalam zaman. Sebab, zaman tidak mungkin mendahului wujud perkara yang bergerak, selama zaman itu kita anggap sebagai ukuran gerakannya. Jadi, gerakan menghendaki adanya penggerak pertama, atau sesuatu sebab yang mengeluarkan dari tiada menjadi wujud. Rusyd juga mengajari kita bagaimana membangun rules of dialogue, dalam kaitan memahami orang lain di luar kita. Teorinya itu ia dasarkan pada tiga prinsip epistemologis. Pertama, keharusan untuk memahami “yang lain” dalam sistem referensinya sendiri. Dalam kasus ini, terlihat dari penerapan metode aksiomatik dalam menafsirkan diskursus filosofis ilmu-ilmu Yunani.
Kedua, dalam kaitan relasi kita dengan Barat adalah prinsip menciptakan kembali hubungan yang subur antara dua kutub dengan mengedepankan hak untuk berbeda. Ibnu Rusyd membela pendapat bahwa tidak ada kontradiksi antara kebenaran agama dan filsafat, tapi terjadi harmoni di antara keduanya. Harmoni tidak berarti sama dan identik. Karena itu, hak untuk berbeda harus dihargai.
Ketiga, mengembangkan sikap toleransi. Rusyd menolak cara-cara Al Ghazali menguliti para filsuf tidak dengan tujuan mencari kebenaran. “Tujuan saya,” kata Al Ghazali, “adalah memertanyakan tesis mereka, dan saya berhasil.” Ibnu Rusyd menjawab, “Ini tidak sewajarnya dilakukan oleh orang terpelajar, karena tujuan orang terpelajar tak lain adalah mencari kebenaran dan bukan menyebarkan karaguan.”
Terlepas dari perbedaan itu, betapa pun Ibnu Rusyd telah mengajarkan prinsip dan nilai-nilai beragama yang rasional, toleran, dan ramah. Pengalaman dan pelajaran yang baik di masa lalu itu pula yang pernah mengantarkan kejayaan Islam di abad pertengahan.
Beberapa karya penting Ibnu Rusyd adalah Kitâb Fashl al-Maqâl fî Mâ Bayn al-Syarî`ah wa al-Hikmah min al-Ittishâl, menguraikan keselarasan antara agama dan akal, karena keduanya adalah anugerah Tuhan. Kasyf ’an Manâhij al-Adillah fî ’Aqâid al-Millah, menjelaskan secara rinci masalah-masalah teologi. Tahâfut al-Tahâfut, berisi pembelaan dari tuduhan Al-Ghazali perihal kerancuan filsafat. Bidâyah al-Mujtahid, sebuah studi perbandingan hukum Islam yang mengemukakan pendapat-pendapat para imam mazhab.




Copyright @ 2013 PEJUANG ISLAM.