Jumat, 11 April 2014

Kerajaan Romawi: Perawan Vesta dan Pontifex Maximus

Patung perawan vesta

Perawan Vesta (Latin: Virgo Vestalis) adalah pendeta wanita bagi Dewi Vesta (dewi perapian) pada masa Romawi kuno. Tugas utama mereka adalah menjaga api suci Vesta. Tugas ini merupakan suatu kehormatan bagi wanita yang melakukannya. Perawan Vesta adalah satu-satunya posisi yang dipegang oleh wanita dalam sistem keagamaan Romawi. Ditemukannya kuil Vesta di kota Pompeii membuat Perawan Vesta menjadi subjek yang populer pada abad ke-18 dan 19.
Sumber
=======================================================================

Pontifex Maximus

Patung kaisar Augustua yang mengenakan jubah Pontifex Maximus.

Pontifex Maximus adalah pendeta tertinggi dalam Collegium Pontificum (Perkumpulan pendeta) pada masa Romawi kuno. Jabatan ini adalah posisi yang paling penting dalam agama Romawi kuno. Posisi ini awalnya hanya boleh dipegang oleh seorang bangsawan sampai tahun 254 SM, ketika seorang rakyat biasa berhasil menduduki posisi ini. Di masa Republik, jabatan Pontifex Maximus adalah jabatan keagamaan yang terpisah dari pemerintahan namun pada masa Kekaisaran jabatan ini dipegang oleh kaisar sampai kaisar Gratian (kaisar sejak 375 M - 383 M) memutuskan melepaskan jabatan ini dari gelar kaisarnya.



Sumber

Kerajaan Romawi: Titus Tatius dan Numa Pompilius

The Intervention of the Sabine Women, oleh Jacques-Louis David, menggambarkan Titus Tatius di kanan.

Titus Tatius (meninggal 748 SM) adalah raja kaum Sabin yang menyerang kerajaan Romawi setelah Romulus menculik wanita-wanita kaum Sabin. Tetapi, wanita-wanita tersebut kemudian meyakinkan Tatius dan Romulus untuk berhenti berperang dan bersama-sama memerintah kaum Roma-Sabin. Tatius pun berdamai dengan Romulus dan mereka bersama-sama memimpin kaum Roma-Sabin. Namun Tatius tidak termsuk ke dalam tujuh raja Roma. Setelah Tatius mati, Romulus menjadi raja tunggal yang memimpin Roma. Putri Tatius, Tatia menikahi Numa Pompilius, raja kedua Roma.
Sumber
========================================================================

Numa Pompilius

Numa Pompilius

Numa Pompilius (753 - 673 SM; raja Roma 717 - 673 SM) adalah raja kedua Kerajaan Romawi, menggantikan Romulus.

Menurut Plutarch, Numa adalah putra keempat dari Pomponius, dia dilahirkan pada 21 April 753 SM. Numa diajari filsafat oleh Pythagoras. Numa menikah dengan Tatia, putri dari Titus Tatius (raja kaum Sabin). Pada 717 SM, setelah Romulus meninggal, Senat Romawi memilihnya sebagai raja berikutnya. Salah satu kebijakannya adalah pembangunan kuil Janus di Roma. Dia juga menetapkan jabatan Pontifex Maximus dan mengatur tugas-tugasnya, mendirikan jabatan flamine Jupiter, Mars, dan Quirinus, membawa Perawan Vesta dari Alba Longa ke Roma, dan mendirikan Serikat Pekerja. Selain itu, Numa juga mereformasi kalender dengan memperkenalkan bulan Januari dan Februari. Numa melarang rakyatnya menggambarkan dewa dalam bentuk manusia atau hewan. Menurutnya dewa tak bisa digambarkan dengan sesuatu yang pada akhirnya akan musnah. Numa meninggal pada 673 SM dan digantikan oleh Tullus Hostilius.




Sumber

Kerajaan Romawi: Perang Galia dan Pertempuran Allia

 Peta Gallia sekitar tahun 58 SM

Dying Gaul, tiruan patung dari marmer, diduga aslinya dibuat dari perunggu antara tahun 230-220 SM atas perintah Attalos I dari Pergamon untuk merayakan kemenangannya atas Orang-orang Galatia

Gallia (berasal dari Bahasa Latin), adalah kawasan Eropa Barat yang saat ini adalah negara Italia bagian utara, Perancis, Belgia, Swiss bagian barat, serta bagian wilayah Belanda dan Jerman di barat Sungai Rhein.

Dalam Bahasa Inggris, kata Gaul juga merujuk pada orang Keltik yang menghuni kawasan tersebut dahulu kala. Orang Gallia menyebar di Eropa pada zaman Romawi, mereka menggunakan Bahasa Gallia. Selain itu, terdapat orang Lepontii yang menghuni di lereng Pegunungan Alpen Italia, yakni di Raetia.

Menurut kesaksian dari Julius Caesar, Gaul dibagi menjadi tiga bagian, Gallia Celtica, Belgica dan Aquitania. Secara arkeologis, Galia adalah pembawa budaya La Tène, yang diperluas di seluruh Gaul, ke timur Rhaetia, Noricum, Pannonia dan barat daya Germania dari abad ke-5 sampai abad ke-1 SM. Selama abad 2 dan 1 SM, Gaul jatuh di bawah kekuasaan Romawi yaitu Galia Cisalpina ditaklukkan pada 203 SM dan Galia Narbonensis di 123 SM. Gaul diserbu oleh Cimbri dan Teuton setelah 120 SM, yang pada gilirannya dikalahkan oleh Roma dengan 103 SM. Setelah 120 SM, Gaul diserbu oleh Cimbri dan Teuton, yang pada gilirannya dikalahkan oleh Roma dengan 103 SM. Julius Caesar akhirnya menaklukan dalam Perang Galia dari 58-51 SM.[1]

Perang Gallia

Perang Gallia terjadi pada 58-51 SM, atas ambisi Julius Caesar memperluas wilayah Romawi ke utara. Bangsa Gallia di bawah Vercingetorix melawan dengan gigih, mereka akhirnya menyerah setelah benteng mereka dikelilingi oleh barikade oleh tentara Caesar untuk mencegah bangsa Gallia mendapat makanan dari luar. Kegigihan bangsa Gallia mengilhami kartunis René Goscinny dan Albert Uderzo menciptakan tokoh kartun Asterix dan Obelix.

Referensi

  1. ^ Caesar. In: Hans Herzfeld(de) (1960): Geschichte in Gestalten (History in figures), vol. 1: A-E. Das Fischer Lexikon(de) 37, Frankfurt 1963, p. 214. "Hauptquellen [betreffend Caesar]: Caesars eigene, wenn auch leicht tendenziöse Darstellungen des Gallischen und des Bürgerkrieges, die Musterbeispiele sachgemäßer Berichterstattung und stilistischer Klarheit sind" ("Main sources [regarding Caesar]: Caesar's own, even depictions of the Gallic and the Civil Wars, which are paradigms of pertinent information and stylistic clarity")
Sumber
=======================================================================

Pertempuran Allia

Pertempuran Allia
Bagian dari Perang Romawi-Galia
Tanggal 18 Juli 390 SM (tradisional), 387 (kemungkinan)
Lokasi Sungai Allia dekat Roma
Hasil Kemenangan Galia
Pihak yang terlibat
Republik Romawi Galia
Komandan
Quintus Sulpicius Brennus
Kekuatan
15,000 Sekitar 24,000

Pertempuran Allia adalah pertempuran yang terjadi akibat invasi pertama bangsa Galia ke Italia. Pertempuran ini berlangsung di dekat Sungai Allia: kekalahan pasukan Romawi dalam pertempuran ini membuka rute bagi bangsa Galia untuk menyerang Roma. Pertempuran ini terjadi pada 390/387 SM.



Sumber

Kerajaan Romawi: Titus Livius, Plutarkhos, dan Dionysios

Titus Livius

Titus Livius (59 SM - 17 M, juga dikenal sebagai Livy) adalah seorang sejarawan Romawi yang menulis Ab Urbe condita Libri, sebuah catatan sejarah monumental mengenai Romawi dan orang-orang Romawi. Karya tersebut berisi tentang legenda seputar awal mula Kota Roma. Dia akrab dengan keluarga Julio-Claudian. Livius pernah menyarankan pada Claudius, cucu kaisar Augustus Caesar, untuk mempelajari penulisan sejarah. Livius dan istri kaisar Augustus, Livia, berasal dari kaum yang sama di lokasi yang berbeda, meskipun tidak ada pertalian darah.
Sumber
=======================================================================

Plutarkhos


Lucius Mestrius Plutarchus
Μέστριος Πλούταρχος
Parallel Lives, Amyot translation, 1565
Pekerjaan Pembuat biografi, pembuat esai, pendeta, duta besar, magistrat
Kebangsaan Yunani
Tema Biografi


Lusius Mestrius Plutarkhos (bahasa Latin: Lucius Mestrius Plutarchus, bahasa Yunani: Μέστριος Πλούταρχος; c. 46 – 120 — umumnya disebut Plutarkhos — adalah sejarawan, pembuat biografi, pembuat esai Romawi dari etnis Yunani. Plutarkhos lahir pada keluarga yang penting di Chaeronea, Boeotia, kota yang terletak sekitar 20 mil sebelah timur Delphi. Karyanya meliputi Parallel Lives dan Moralia.
Sumber
========================================================================

Dionysios dari Halikarnassos

 Dionysios dari Halikarnassos (Bahasa Yunani: Διονύσιος Ἀλεξάνδρου Ἀλικαρνᾱσσεύς, Dionysios putra Alexandros, dari Halikarnassós, sekitar tahun 60 SM - setelah 7 SM) adalah seorang sejarawan Yunani dan guru retorika, yang berkembang pada masa pemerintahan Kaisar Augustus. Ia pergi ke Roma setelah berakhirnya perang saudara, dan menghabiskan dua puluh dua tahun mempelajari bahasa dan sastra Latin dan mempersiapkan bahan untuk karya-karyanya. Selama periode tersebut, ia mengajar retorika. Tanggal kematiannya tidak diketahui secara pasti. Dia kemungkinan adalah leluhur dari Aelius Dionysius dari Halicarnassus. Karya terbesarnya adalah Ῥωμαϊκὴ Ἀρχαιολογία (Rhōmaikē archaiologia) yang berisi sejarah Romawi dari masa mitologi sampai Perang Punisia I.




 Sumber

Kerajaan Romawi

 Serigala betina Capitolina

 Wilayah Kerajaan Romawi

REGNVM ROMANVM
Regnum Romanum

753 SM–509 SM
Ibukota Roma
Bahasa Latin
Agama Mitologi Romawi
Pemerintahan Monarki absolut
Raja
 -  753717 SM Romulus
 -  535510 SM Lucius Tarquinius Superbus
Badan legislatif Senat
Era sejarah Abad Kuno
 -  Pedirian Roma 753 SM
 -  Pemerkosaan Lucretia 509 SM

Kerajaan Romawi (Latin: Regnum Romanum) adalah sebuah pemerintahan monarki di kota Roma dan wilayah kekuasaannya.[1] Tidak banyak yang diketahui mengenai sejarah Kerajaan Romawi karena tidak ada sumber tertulis yang berasal dari zaman tersebut. Kebanyakan sumber ditulis selama masa Republik dan Kekaisaran berdasarkan pada legenda. Sejarah Kerajaan Romawi bermula sejak pendirian kota tersebut, sekitar tahun 753 SM dan berakhir setelah penggulingan kekuasaan para raja dan pendirian Republik pada tahun 509 SM.[2]

Awal kerajaan

Kerajaan Romawi bermula dari permukiman di sekitar Bukit Palatine di sepanjang sungai Tiber di Italia Tengah. Wilayah itu subur dan bukit-bukitnya menyediakan perlindungan sehingga tempat itu mudah dipertahankan. Hal ini ikut berperan dalam kejayaan Roma kelak.[3] Pada awalnya Romulus dan Remus berselisih mengenai tempat akan didirikannya kota. Ketika Romulus sedang membangun tembok kota, Remus mengejek dan mengganggu pekerjaannya. Puncaknya adalah ketika Remus melewati wilayah Romulus, Remus dibunuh oleh Romulus.[4] Menurut sumber dari Livius, Plutarkhos, Dionysius dari Halicarnassus dan yang lainnya, kerajaan Romawi dipimpin oleh tujuh raja dalam masa 243 tahun.
Ketika bangsa Galia menyerang Roma setelah Pertempuran Allia pada 390 SM, (menurut Polybius pertempuran tersebut terjadi pada 387/386 SM) mereka menghancurkan semua catatan sejarah, sehingga tidak ada catatan sejarah dari masa kerajaan.[5]

Lembaga politik

Raja

Romawi awal adalah sebuah monarki yang dipimpin oleh seorang raja (Latin: rex). Semua raja Romawi dipilih oleh rakyat Roma kecuali Romulus yang menjadi raja karena dia yang mendirikan Roma.[6]
Dengan asumsi bahwa raja berdaulat penuh dan memegang kekuasaan tertinggi negara, maka raja juga adalah sekaligus:[7]
  1. Kepala pemerintahan - memiliki kekuasaan untuk menegakkan hukum, mengelola semua harta milik negara, dan mengawasi semua pekerjaan umum
  2. Kepala Negara - mengatur hubungan dengan kerajaan lain dan menerima duta besar.
  3. Pemimpin Legislatif - merumuskan dan mengajukan undang-undang.
  4. Panglima tertinggi - komandan militer Romawi dengan kekuasaan mengatur legiun, menunjuk pemimpin militer, dan menyatakan perang.
  5. Pemimpin keagamaan - mewakili Romawi dan rakyatnya di hadapan para dewa, memiliki kendali administratif atas agama Romawi.
  6. Hakim Agung - mengambil keputusan mengenai semua kasus pidana dan perdata.

Kepala pemerintahan

Raja diberikan kekuasan pemerintahan, kehakiman, dan militer tertinggi dengan penggunaan imperium. Imperium dimiliki raja seumur hidupnya dan membuat raja kebal terhadap pengadilan. Sebagai pemilik tunggal imperium di Roma pada saat itu, raja memiliki kekuasaan eksekutif tertinggi serta kekuasaan militer sebagai panglima tertinggi seluruh legiun Romawi. Selain itu, hukum yaang menjaga warga negara dari penyalahgunaan magistratus yang memiliki imperium, tidak ada pada masa raja.
Kekuasaan raja yang lainnya adalah hak untuk menunjuk atau mencalonkan pejabat pada semua jabatan. Raja menunjuk tribunus celerum untuk bertugas sebagai tribunus suku Ramnes di Roma sekligus sebagai komanan pengawal pribadi raja, Celeres. Raja diharuskan menunjuk tribunus ketika mulai menjabat dan ketika akan meninggal. Tribunus merupakan jabatan tertinggi kedua setelah raja dan juga memiliki hak untuk memanggil rapat Majelis Curiate.
Jabatan lainnya yang ditunjuk oleh raja adalah praefectus urbi, yang bertindak sebagai penjaga kota. Ketika raja sedang berada di luar kota, prefek memiliki semua kekuasaan dan hak raja, bahkan diberikan imperium selama berada di dalam kota.
Raja juga merupakan satu-satunya orang yang bisa mengangkat bangsawan menjadi anggota Senat.

Pemimpin keagamaan

Raja memiliki hak pada auspicium atas nama Roma dan kepala augurnya, dan tidak ada bisnis publik yang dapat dilaksanakan tanpa kehendak dewa menjadikan asupicium penting. Orang-orang mengenal raja sebagai perantara antara manusia dengan dewa (pontifex, "pembangun jembatan") dan dengan dimikian mereka memandang raja dengan sangat religius. Ini menjadikan raja sebagai pemimpin agama negara. Raja bisa mengatur kalender Romawi, dia juga menyelenggarakan semua upacara keagamaan dan menunjuk pejabat keagaamaan yang lebih rendah. Diceritakan bahwa Romulus merupakan pendiri jabatan augur sekaligus merupakan augur terhebat. Demikian juga raja Numa Pompilius, yang mengembangkan dasar-dasar dogma keagamaan Romawi.

Pemimpin legislatif

Di bawah kepemimpinan raja, lembaga legislatif (Senat dan Majelis Curiate) hanya memiliki sedikit kekuasaan; mereka bukanlah lembaga yang independen karena mereka tidak memiliki hak untuk berkumpul dan mendiskusikan masalah kenegaraan sesuai kehendak mereka. Mereka hanya bisa berkumpul jika dipanggil oleh raja dan hanya boleh mendiskusikan masalah sesuai keinginan raja. Walaupun begitu, Majelis Curiate memiliki hak untuk meluluskan hukum yang diusulkan oleh raja, sedangan senat berfungsi sebagai dewan kehormatan. Senat bertugas menasehati raja namun tidak bisa mencegah tindakan raja. Satu-satunaya tindakan raja yang tidak boleh dilakukan tanpa persetujuan Senat dan Majelis Curiate adalah menyatakan perang terhadap negara lain.

Hakim agung

Memiliki imeperium memjadikan raja berhak menentukan putusan dalam semua kasus pengadilan, karena raja juga dapat berfungsi sebagai sebagai kepala keadilan Roma. Meskipun raja bisa menunjuk pontif untuk bertugas sebagai hakim dalam perkara-perkara kecil, raja memiliki otoritas tertinggi dalam semua kasus yang dibawa ke hadapannya, baik perkara pidana maupun perdata. Ini menjadikan raja sangat berkuasa baik dalam masa damai maupun dalam masa perang. Beberapa sejarawan percaya bahwa keputusan raja tidak dapat diganggu gugat dan dengan dimikian tidak dapat dilakukan banding. Namun beberapa sejarawan lainnya meyakini bahwa permohonan banding dapat diajukan pada raja oleh kalangan bangsawan pada pertemuan Majelis Curiate.
Untuk membantu raja, sebuah dewan bertugas menasehati raja selama persidangan, namun rajalah yang berhak menentukan putusan akhirnya. Raja juga menunjuk dua detektif kriminal (Quaestores Parridici) sebagai pengawas pada kasus-kasus pengkhianatan. Menurut Livius, Tarquinius Superbus, raja ketujuh dan terakhir Romawi, menghakimi kasus-kasus kriminal tanpa penasehat, sehingga menciptakan ketakutan pada orang-orang yang hendak melawannya.[8]

Daftar raja yang pernah memerintah

Romulus
Romulus adalah raja pertama sekaligus pendiri Roma. Romulus mendirikan Roma di atas bukit Palatine. Setelah mendirikan Roma, Romulus mengizinkan semua laki-laki, baik manusia bebas ataupun budak, untuk datang dan menjadi warga Roma.[9] Untuk menyediakan istri bagi warganya, Romulus menculik wanita-wanita kaum Sabin sehingga kerajaan Sabin memerangi Roma.[10] Setelah berperang dengan kaun Sabin, Romulus berbagi gelar dengan raja Sabin, Titus Tatius.[11][12] Pada masa pemerintahannya, Roma juga berperang dengan kerajaan Fidenate dan Veii.[13]
Romulus memilih 100 orang bangsawan untuk membentuk senat sebagai dewan penasihat bagi raja.[14] Setelah penggabungan dengan Sabin, Romulus menambah lagi 100 sebagai senat.[15] Romulus membagi rakyatnya menjadi tiga puluh curiae (golongan), dinamai berdasarkan tiga puluh wanita Sabin yang berperan dalam menghentikan perang antara Romulus dan Titus Tatius. Pewakilan tiap Curiae berkumpul membentuk Dewan Curiata.[16]
Setelah kematiannya pada usia 54 tahun, Romulus dipuja sebagai Quirinus, dewa perang.[17][18]
Numa Pompilius
Setelah kematian Romulus, terjadi masa interregnum selama satu tahun dimana 10 orang anggota senat terpilih memerintah sebagai interrex. Senat kemudian memilih Numa Pompilius, seorang Sabin, untuk menjadi raja berikutnya. Dia dipilih karena reputasinya sebagai orang yang adil dan beriman.[19] Meskipun awalnya Numa tidak mau menerima jabatan kerajaan, ayahnya meyakinkannya untuk menerima posisi itu sebagai cara untuk melayani para dewa.[20]
Masa pemerintahan Numa ditandai dengan perdamaian dan reformasi keagamaan.[21] Numa membangun kuil Janus dan melakukan kesepakatan damai dengan kerajaan tetangga Roma. Numa kemudian menutup pintu kuil tersebut untuk menunjukkan keadaan damai.[22][23] Numa juga banyak menetapkan dan mendirikan jabatan keagamaan di Roma, contohnya perawan vesta, Pontifex Maximus, Salii, flamine.[24][25] Numa mereformasi kalender Romawi dengan menambahkan bulan Januari dan Februari sehingga totalnya menjadi 12 bulan.[22][26] Numa mengatur wilayah Roma menjadi distrik-distrik untuk menciptakan aministrasi yang lebih baik, membagi-bagi tanah kepada para penduduk, dan membentuk serikat dagang.[27] Tradisi mengatakan bahwa pada masa pemerintahan Numa perisai Jupiter jatuh dari langit, dengan masa depan Roma tertulis di atasnya. Numa memerintahkan untuk membuat sebelas salinannya, yang kemudian dipuja sebagai benda suci oleh orang Romawi.[28] Numa memerintah selama 43 tahun dan meninggal secara alami[18][29]
Tullus Hostilius
Tullus Hostilius adalah raja yang lebih suka berperang dibanding mengurusi masalah keagamaan.[30] Pada masa pemerintahannya, Roma memusnahkan kerajaan Alba Longa dan mengambil seluruh penduduknya.[31] Dia juga berperang dengan kerajaan Fidenae, Veii, dan Sabin. Dia membangun tempat baru untuk senat, Curia Hostilia, yang bertahan sampai 500 tahun setelah kematiannya.[18]
Dalam suatu cerita, Tullus mengabaikan para dewa hingga akhirnya ia jatuh sakit. Tullus kemudian memanggil Jupiter dan memohon pertolongannya namun Jupiter membakar sang raja dengan petirnya.[32] Tullus memerintah Roma selama 31 tahun.[33][34]
Ancus Marcius
Koin bergambar Ancus Marcius dan kakeknya, Numa Pompilius.

Setelah kematian Tullus Hostilius yang misterius, senat Romawi memilih cucu Numa Pompilius, Ancus Marcius, sebagai raja. Seperti kakeknya, Ancus Marcius lebih suka perdamaian dan hanya berperang jika dia diserang. Dia melakukan kesepakatan damai dengan kerajaan tetangga Roma dan membuat mereka bersekutu dengan Roma. Dia banyak membangun infrastruktur, seperti penjara pertama Roma, pelabuhan, dan pabrik garam. Dia juga membangun jembatan pertama yang melalui sungai Tiber. Setelah memimpin selama 25 tahun, Dia meninggal secara alami seperti kakeknya, menandai berakhirnya pemerintahan raja Latin-Sabin di Roma.
Tarquinius Priscus
Tarquinius Priscus merupakan keturunan Etruska. Setelah pindah ke Roma, dia diadopsi oleh Ancus Marcius. Dalam masa pemerintahannya, dia memenangkan banyak peperangan melawan kerajaan lain dan membuat Roma memperoleh banyak harta rampasan perang.

Dia menambahkan 100 anggota dari suku Etruska ke dalam senat. Dia juga menambah jumlah tentara menjadi 6.000 infantri dan 600 kavaleri.[3] Dia membangun kuil Jupiter, Circus Maximus (arena balap kereta kuda), mendirikan Forum Romawi, mengadakan kompetisi olahraga Romawi, dan memperkenalkan lambang militer Romawi.

Setelah menjadi raja selama 25 tahun, dia dibunuh oleh anak kandung Ancus Marcius.
Servius Tullius
Tarquinius Priscus digantikan oleh menantunya, Servius Tullius. Servius adalah raja Roma kedua yang merupakan keturunan Etruska. Servius mengadakan sensus penduduk pertama dan membagi-bagi penduduk Roma berdasarkan tingkat ekonominya dan wilayah geografisnya. Dia mendirikan Dewan Centuria dan dewan Suku. Dia membangun kuil Diana dan tembok yang mengelilingi tujuh bukit di Roma. Dia memerintah selama 44 tahun kemudian dibunuh oleh putrinya (Tullia) dan menantunya (Tarquinius Superbus).
Tarquinius Superbus

Tarquinius Superbus anak dari Tarquinius Priscus dan menantu Servius Tullius. Tarquinius Superbus juga adalah orang Etruska. Tidak seperti raja-raja sebelumnya, masa pemerintahan Tarquinius Superbus diisi dengan kekejaman dan teror sehingga rakyat memberontak padanya. Kekuasaan Tarquinius Superbus berakhir pada 509 SM, sekaligus menandai berakhirnya pengaruh Etruska di Romawi dan pembentukan Republik.[35] Sementara Tarquinius Superbus melarikan diri ke kota Tusculum dan kemudian ke Cumae, di mana ia meninggal dunia pada 496 SM.[36]

Senat





Senat kerajaan Romawi

Romulus mendirikan Senat setelah dia mendirikan Roma. Dia memilih orang-orang dari kaum bangsawan (orang-orang yang memiliki kekayaan dan istri serta anak yang sah) untuk menjabat sebagai dewan kota. Dengan demikian, Senat adalah dewan penasihat raja. Senat terdiri dari 300 orang Senator, dimana 100 orang Senator mewakili tiga suku kuno di Roma: Ramnes (latin), Tities (Sabin), dan Lukeres (Etruska). Raja memiliki kekuasaan untuk mengangkat Senator namun harus disesuaikan dengan adat kebiasaan.

Dalam pemerintahan monarki, Senat hanya memiliki sedikit kekuasaan dan kewenangan karena sebagian besar kekuasaan dipegang oleh raja, selain itu raja dapat menjalankan semua kewenangannya tanpa persetujuan Senat. Fungsi utama Senat adalah melayani raja sebagai penasihat dan koordinator legislatif. Setelah undang-undang yang diusulkan oleh raja melewati Comitia Curiata, Senat bisa menolaknya atau menyetujuinya sebagai hukum. Raja bisa meminta pertimbangan pada Senat mengenai masalah tertentu namun pada akhirnya rajalah yang memutuskan. Raja memiliki kewenangan untuk mengadakan rapat Senat kecuali selama interregnum, dimana Senat bisa mengadakan rapatnya sendiri.

Pemilihan raja

Ketika seorang raja mati, Romawi memasuki masa interregnum. Kekuasaan tertinggi negara akan berpindah ke Senat, yang bertanggung jawab untuk mencari raja baru. Senat akan berkumpul dan menunjuk salah satu anggotanya sendiri (interrex) untuk bertugas selama lima hari dengan tujuan mengusulkan raja berikutnya. Setelah lima hari, seorang interrex akan menunjuk (dengan persetujuan Senat) Senator lain sebagai interrex. Proses ini akan terus berlanjut sampai raja yang baru terpilih. Setelah interrex menemukan calon yang cocok, ia akan mengusulkannya pada Senat dan Senat akan meninjau calon tersebut. Jika Senat menyetujuinya, interrex akan memanggil Majelis Curiate untuk mengadakan sidang.

Setelah diusulkan kepada Majelis Curiate, rakyat Romawi dapat menerima atau menolaknya. Jika diterima, raja terpilih tidak segera menjalankan tugas. Dia harus melalui dua proses lagi sebelum mendapatkan kekuasaan penuh. Pertama, raja harus menjalani upacara keagamaan yang dipimpin oleh seorang augur. Kedua, pemberian kewenangan dari Majelis Curiate kepada raja terpilih.

Akhir kerajaan

Raja ketujuh Romawi, Tarquinius Superbus, memerintah dengan kejam. Dia menggunakan kekerasan, pembunuhan, dan teror untuk mempertahankan kekuasaannya. Sang raja juga mencabut banyak konstitusi yang telah ditetapkan oleh pendahulunya. Puncaknya adalah peristiwa pemerkosaan Lucretia yang kemudian menyebabkan rakyat memberontak dan menggulingkan kekuasaan raja. Setelah itu, Romawi menjadi sebuah republik.

Romawi pasca-monarki

Untuk menggantikan kepemimpinan raja, dibuatlah lembaga baru bernama konsul. Konsul terdiri dari dua orang, dipilih untuk masa jabatan selama satu tahun, dan konsul yang satu dapat membatalkan kebijakan konsul yang lain. Awalnya, konsul memiliki kekuasaan seperti raja, dalam perkembangan selanjutnya, kekuasaan konsul dikurangi dengan adanya hakim-hakim yang memegang wewenang tertentu. Yang pertama muncul adalah praetor, yang membuat konsul tak lagi memiliki otoritas yudisial. Kemudian ada censor yang mengambil alih dari konsul hak untuk melakukan sensus.

Rakyat Romawi kemudian menciptakan jabatan yang disebut diktator. Seorang diktator memiliki wewenang penuh atas masalah-masalah sipil dan militer. Kekuasaan diktator begitu mutlak sehingga jabatan ini hanya berlaku pada masa-masa darurat. Walaupun tampaknya mirip dengan raja, diktator Romawi memiliki masa jabatan yang terbatas yaitu enam bulan. Berlawanan dengan konsep modern diktator sebagai perampas kekuasaan, diktator Romawi dipilih secara bebas, biasanya berasal dari jajaran konsul.

Setelah menjadi republik, kekuasaan keagamaan raja diberikan kepada dua jabatan baru: Rex Sacrorum dan Pontifex Maximus. Rex Sacrorum secara de jure adalah pejabat agama tertinggi di Republik. Tugas utamanya adalah mengadakan pengorbanan tahunan untuk Jupiter, sebelumnya tugas ini dilakukan oleh raja. Sedangkan pejabat agama tertinggi secara de facto adalah Pontifex Maximus, yang memegang sebagian besar wewenang keagamaan. Dia memiliki kekuasaan untuk menunjuk dan mengangkat pejabat-pejabat keagamaan seperti perawan Vesta, pendeta, dan bahkan Rex Sacrorum. Pada awal abad ke-1 SM, jabatan Rex Sacrorum dilupakan dan Pontifex Maximus memperoleh hampir seluruh kewenangan keagamaan Romawi.

Kembalinya monarki


Dengan naiknya Gaius Julius Caesar dan anak angkatnya Gaius Julius Caesar Octavianus (Kaisar Augustus), Romawi hampir dipimpin kembali oleh raja. Gaius Julius Caesar terpilih sebagai Pontifex Maximus dan diktator selama seumur hidup, yang memberinya kekuasaan lebih banyak daripada raja-raja terdahulu. Namun sebelum berhasil mengubah Romawi, Caesar lebih dulu terbunuh pada 15 Maret 44 SM. Selama periode antara 28 SM dan 12 SM, Augustus memperoleh konsuler kekaisaran dan kekuasaan Tribun Rakyat, dikombinasikan dengan posisi Pontifex Maximus dan Princeps Senatus. Semua jabatan tersebut membuat Augustus menjadi sangat berkuasa. Augustus kemudian mendirikan Kekaisaran Romawi, ini adalah awal dari masa Principatus. Meskipun telah menjadi kekaisaran, lembaga-lembaga republik masih tetap ada sampai masa Dominatus. Bahkan sampai era Bizantium, kaisar akan berbagi gelar konsul. Ada juga kepausan, yang memerintah Romawi untuk jangka waktu tertentu, bersama dengan Negara Kepausan.

Catatan kaki

  1. ^ The Roman Kingdom of Italy. 753 - 510 B.C.
  2. ^ Timeline of the Roman Kingdom
  3. ^ a b Roldán, J.M. (1995): La República Romana Historia de Roma, Tomo I. Ed. Cátedra, Madrid ISBN 84-376-0307-2
  4. ^ Plutarch, Life of Romulus 10
  5. ^ Asimov, Isaac. Asimov's Chronology of the World. New York: HarperCollins, 1991. p. 69.
  6. ^ Cornell, T., The Beginnings of Rome: Italy and Rome from the Bronze Age to the Punic Wars (c.1000–264 BC), Routledge, 1995. ISBN 978-0-415-01596-7
  7. ^ Abbott, Frank Frost (1901). A History and Description of Roman Political Institutions. Elibron Classics (ISBN 0-543-92749-0).
  8. ^ Livius, Ab urbe condita, 1.49
  9. ^ Livy, Ab urbe condita 1:8
  10. ^ Plutarch, Life of Romulus 14-15
  11. ^ Plutarch, Life of Romulus 19-20
  12. ^ Livy, Ab urbe condita 1:9-13
  13. ^ Livy, Ab urbe condita 1:14-15
  14. ^ Plutarch, Life of Romulus 13
  15. ^ Plutarch, Life of Romulus 20
  16. ^ Livy, Ab urbe condita 1:8, 13
  17. ^ Plutarch, Life of Romulus 29
  18. ^ a b c Smith, William, Dictionary of Greek and Roman Biography and Mythology: Boston, 1867
  19. ^ Livy, Ab urbe condita 1:17-18
  20. ^ Plutarch, Life of Numa 5
  21. ^ Livy, Ab urbe condita 1:21
  22. ^ a b Livy, Ab urbe condita 1:19
  23. ^ Plutarch, Life of Numa 20
  24. ^ Livy, Ab urbe condita 1:20
  25. ^ Plutarch, Life of Numa 9-11
  26. ^ Plutarch, Life of Numa 18-19
  27. ^ Plutarch, Life of Numa 17
  28. ^ Plutarch, Life of Numa 13
  29. ^ Plutarch, Life of Numa 21
  30. ^ Livy, Ab urbe condita 1:22
  31. ^ Livy, Ab urbe condita 1:29
  32. ^ Livy, Ab urbe condita 1:31
  33. ^ Niebuhr, Römische Geschichte, Berlin, 1811
  34. ^ Cicerón, De Re publica II, 17
  35. ^ Cary, M.; Scullard, H. H., A History of Rome. halaman 55. Edisi ketiga. 1979. ISBN 0-312-38395-9.
  36. ^ Plácido, D.; Alvar, J. y González, C. (1991): La formación de los estados en el Mediterráneo occcidental. Ed. Síntesis, Madrid ISBN 84-7738-104-6


Sumber

Sejarah Awal Agama Kristen Hingga Mengalami Penyimpangan


YESUS alias Nabi Isa as. merupakan nabi yang diturunkan Allah kepada Bani Israil. Tugasnya adalah untuk menyelamatkan Bani Israil dari kesesatan yang telah lama dilakukan kaum tersebut. Allah SWT masih menyayangi kaum Musa as. ini dan menurunkan satu nabi lagi khusus untuk mereka. Nabi Isa as. mengaku jika dirinya diutus Allah hanya untuk kaumnya saja, Bani Israil, dan bukan untuk umat manusia seluruh dunia.

Di dalam Injil sendiri ada peristiwa di mana Yesus menolak seorang wanita Kanaan (Palestina) yang meminta anaknya disembuhkan dari kemasukan setan,Yesus menolak dan mengatakan, “Aku diutus hanya kepada domba-domba yang hilang dari umat Israel.” (Matius 15 :24). Yesus sendiri menolong perempuan itu juga, namun tidak menyuruh perempuan itu untuk ‘pindah keyakinan’. Penegasan itu juga nampak dari pesan Yesus kepada para muridnya yang mewantiwanti mereka untuk tidak menyebarkan ajarannya kepada orang selain dari Bani Israil.

Kedua belas murid itu diutus oleh Yesus dan Ia berpesan kepada mereka: “Janganlah kamu menyimpang ke jalan bangsa lain atau masuk ke dalam kota orang Samaria, melainkan pergilah kepada domba-domba yang hilang dari umat Israel.” (Matius 10:5-6)

Telah jelas bahwa Yesus menegaskan dirinya hanya untuk Bani Israil. Namun para misionaris mengklaim bahwa hal itu hanya berlaku sebelum kebangkitan. Setelah dibangkitkan maka misinya untuk umat manusia seluruh dunia. Perubahan mendasar ini berangkat dari ajaran Paulus, seorang Yahudi dari Tarsus yang mengaku-aku sebagai murid Yesus.

Ajaran Paulus inilah, -ditulis pada 49 M (Galatia-, yang mempengaruhi Injil-injil yang ditulis sesudahnya yakni injil Markus (55 M), Injil Matius (60-an M), Injil Yohanes (80 M), dan Injil Lukas (60 M). Paulus, Yahudi dari Tarsus, di dalam banyak ayat Injil digambarkan sebagai seorang murid yang banyak tidak patuh pada Yesus, bahkan Yesus dalam banyak ayat memarahi dia hingga menendangnya.

Paulus inilah yang kemudian mengubah ajaran Nabi Isa as. yang berhaluan paganisme Yahudi. Namun hal ini terjadi tidak terlepas dari kondisi sosial budaya bangsa Yahudi sebelum masa Nabi Isa. Turun. Minimal ada tiga kondisi yang bisa kita telaah. Pertama, Aqidah orang-orang Yahudi telah terkontaminasi kepercayaan Paganisme Babilonia.

Sekitar 50 tahun (586-535 SM) bangsa Yahudi berada di pengasingan di Babilonia yang masyarakatnya menyembah berhala. Kedua, pada tahun 334 SM, Alexander raja Yunani menguasai bangsa Yahudi dan menyebarkan faham Filsafat yang kemudian mempengaruhi pemikiran orang-orang Yahudi. Ketiga, bangsa-bangsa yang menaklukan orang-orang Yahudi adalah penganut politeisme. Ini pun berpengaruh kepada aqidah bangsa Yahudi.

Ketika Nabi Isa as, menyampaikan ajaran Allah SWT, pengaruh kepercayaan paganisme memang sudah mengakar kuat di tengah-tengah masyarakat, maka terjadilah penyimpangan pemahaman oleh Paulus terhadap ajaran yang dibawa Nabi Isa as. Paulus pun mengklaim bahwa telah bertemu Yesus (Isa) dan diangkat sebagai rasulnya. Ia kemudian mengajarkan ajaran Isa yang telah dicampur adukkan dengan filsafat Yunani dan Paganisme.

Allah SWT sudah mengingatkan hal ini dalam Surah Al Baqarah ayat 87,

“..Dan Sesungguhnya Kami telah mendatangkan Al kitab (Taurat) kepada Musa, dan Kami telah menyusulinya (berturut-turut) sesudah itu dengan rasul-rasul, dan telah Kami berikan bukti-bukti kebenaran (mukjizat) kepada Isa putera Maryam dan Kami memperkuatnya dengan Ruhul Qudus. Apakah Setiap datang kepadamu seorang Rasul membawa sesuatu (pelajaran) yang tidak sesuai dengan keinginanmu lalu kamu menyombong; Maka beberapa orang (diantara mereka) kamu dustakan dan beberapa orang (yang lain) kamu bunuh?”

Tiga abad setelah peristiwa penyaliban, pengikut ajaran Nabi Isa as. berkembang dengan beragam corak pemahamannya. Terjadi bentrokan diantara mereka antara kalangan yang pro ajaran Tauhid dari Nabi Isa as. dengan yang kontra. Mereka yang kontra notabene adalah kelompok pro ajaran Paulus yang paganis. Peperangan ini sampai mengancam keutuhan kerajaan Roma.

Karenanya, atas usulan Konstantin diadakanlah Muktamar di Nicea pada tahun 325 M yang dihadiri sekitar 2048 orang dengan pendiriannya masing-masing. Terjadi perdebatan yang sengit dan tak ada titik temu. Akhirnya Konstantin yang cenderung pada paganis memanggil 318 orang yang berfaham Paulus dan menyatakan dukungannya. Setelah itu muktamar dilanjutkan, sementara itu peserta lainnya melakukan walk out. Di dalam muktamar ini banyak dipilih doktrin-doktrin dan syiar–syiar ibadah secara voting (tanggal paskah, peranan uskup, dan tentu saja tentang ketuhanan Yesus). Setelah itu diadakanlah revisi terhadap Injil. Sementara injil-injil lain yang bertentangan dimusnahkan. Dan orang yang berani membaca injil terlarang itu akan dicap sebagai heretis (berlaku bid’ah).

Perihal apakah injil yang asli masih adakah sampai saat ini? Allahua’lam. Namun hemat penulis, permasalahannya bukan pada masih ada yang aseli atau tidak, namun injil hanya berlaku bagi kaum Nabi Isa as. saja, sedangkan sekarang kita sebagai umat muslim telah memiliki kitab Suci Al Qur’an sebagai kitab yang dijaga keasliannya oleh Allah SWT hingga akhir zaman.

Kristen Pada Masa Rasulullah SAW

Tentu pada zaman Rasulullah SAW ada golongan yang beragama Nashrani. Menurut Imam Ibnul Qayyim Al Jauzi, dalam Hidayatu Al-Hayara fi Ajwibati Al-Yahud wa An-Nashara, umat Nasrani pada masa Rasulullah sudah tersebar di sebagian belahan dunia. Di Syam, (hampir) semua penduduknya adalah Nasrani. Adapun di Maghrib, Mesir, Habasyah, Naubah, Jazirah, Maushil, Najran, dan lain-lain, meski tidak semuanya, namun mayoritas penduduknya adalah Nasrani.

Terhadap mereka, Rasulullah SAW senantiasa melakukan Dakwah, seperti yang pernah beliau lakukan kepada Raja Najasyi, seorang Raja Nashrani yang tinggal di Ethiopia. Rasulullah SAW pun mengirimi surat kepada Najasyi untuk bertauhid kepada Allah SWT. Berikut adalah pesan surat tersebut,

“Dari Muhammad utusan Islam untuk An-Najasyi, penguasa Abyssinia (Ethiopia). Salam bagimu, sesungguhnya aku bersyukur kepada Allah yang tidak ada Tuhan kecuali Dia, Raja, Yang Maha Suci, Yang Maha Sejahtera, Yang Mengaruniakan keamanan, Yang Maha Memelihara, dan aku bersaksi bahwa Isa putra Maryam adalah ruh dari Allah yang diciptakan dengan kalimat Nya yang disampaikan Nya kepada Maryam yang terpilih, baik dan terpelihara. Maka ia hamil kemudian diciptakan Isa dengan tiupan ruh dari-Nya sebagaimana diciptakan Adam dari tanah dengan tangan Nya. Sesungguhnya aku mengajakmu ke jalan Allah. Dan aku telah sampaikan dan menasihatimu maka terimalah nasihatku. Dan salam bagi yang mengikuti petunjuk.”

Ketika Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallam menulis surat kepada Raja Najasyi untuk menjadi seorang muslim, maka Raja Najasyi mengambil surat itu, beliau lalu meletakkan ke wajahnya dan turun dari singgasana. Beliaupun masuk Islam melalui Ja’far bin Abi Tholib radiyallahu ‘anhu.

Namun Rasulullah SAW juga pernah melakukan perperangan terhadap kaum Nashrani. Hal ini bermula ketika salah satu surat beliau telah dibawa oleh Harits bin Umair ra. yang akan diberikan kepada Raja Bushra yang Nashrani. Ketika sampai di Mu’tah, maka Syarahbil Ghassani yang ketika itu menjadi salah seorang hakim kaisar telah membunuh utusan Rasulullah SAW. Membunuh utusan, menurut aturan siapa saja, adalah suatu kesalahan besar. Rasulullah SAW sangat marah atas kejadian itu.

Maka Rasulullah SAW menyiapkan pasukan sebanyak tiga ribu orang. Zaid bin Haritsah ra. telah dipilih menjadi pemimpin pasukan tersebut. Rasulullah SAW bersabda, “Jika ia mati syahid dalam peperangan, maka Ja’far bin Abi Thalib ra. menggantinya sebagai pemimpin pasukan. Jika ia juga mati syahid, maka penlimpin pasukan digantikan oleh Abdullah bin Rawahah ra. Jika ia juga mati syahid, maka terserah kaum muslim untuk memilih siapa pemimpinnya”. Allahua’lam.




Sumber

Copyright @ 2013 PEJUANG ISLAM.