Minggu, 05 Januari 2014

Arthur II

Arthur II (2 Juli 1262 – 27 Agustus 1312), dari Istana Dreux, merupakan seorang Adipati Britannia dari tahun 1305 sampai kematiannya. Ia adalah putra sulung John II dan Beatrice, putri Henry III dari Inggris dan Eleanor dari Provence.
Setelah ia menjadi pewaris tahta keadipatian, ia memberikan saudaranya John ayah Inggrisnya wilayah earl dari Richmond.
 
Sebagai adipati, Arthur independen dari mahkota Perancis. Ia membagi wilayah adipatinya ke dalam delapan "pertempuran": Leon, Kernev, Landreger, Penteur, Gwened, Naoned, Roazhon, dan Sant Malou. Di tahun 1309, ia mengadakan rapat wilayah umum (leluhur parlemen Breton) di Britannia. Peristiwa ini adalah untuk yang pertama kalinya di dalam sejarah Perancis yang dihadiri oleh negara ketiga.
Arthur wafat di Château de L'Isle dan dimakamkan di dalam sebuah makam marmer cordelier di Vannes. Makam tersebut dirusak semasa Revolusi Perancis, namun diperbaiki dan masih ada sampai sekarang.
Di tahun 1275, Arthur menikahi Mary, Viscount Wanita Limoges, putri Gui VI, Viscount dari Limoges dan Margaret, Lady dari Molinot. Eyang maternalnya adalah Hugh IV, Adipati Burgundia dan istri pertamanya Yolande dari Dreux. Mereka adalah orangtua dari 3 orang anak:
* John III, Adipati Britannia (8 Maret 1286 – 30 April 1341).
* Guy dari Britannia, Pangeran Penthièvre (1287–1331). Ayah Joanna dari Penthièvre.
* Peter dari Britannia (1289–1312).
Mary meninggal di tahun 1291. Di bulan Mei, 1292, Arthur menikah lagi dengan Yolande dari Dreux, yang adalah Pangera Wanita Montfort, putri Robert IV, Pangeran Dreux dan Beatrice de Montfort. Ia secara singkat adalah Ratu Skotlandia oleh pernikahannya yang pertama. Mereka adalah orangtua dari 7 orang anak:
* Joan dari Britannia (1294–1363), menikah dengan Robert, Maharaja de Cassell.
* John IV, Adipati Britannia (1295 – 16 September 1345).
* Beatrice dari Britannia (1295–1384), menikah dengan Guy X, Maharaja Laval.
* Joan dari Britannia (1296–1364), menikah dengan Robert, Pangeran Marle.
* Alice dari Britannia (1297–1377), menikah dengan Bouchard VI, Pangeran Vendôme.
* Blanche dari Britannia (lahir sekitar 1300), diperkirakan mati muda.
* Marie dari Britannia (1302–1371). Seorang biarawati.




Sumber

John Dari Britania, Earl Dari Richmond

John dari Britannia atau Jean de Bretagne (sekitar tahun 1266 – 17 Januari 1334) Earl Ketiga Richmond, merupakan seorang berkebangsaan Inggris bangsawan dari Perancis/asal Breton. Ia memasuki pelayanan kerajaan di bawah Edward I, dan berperang di dalam Perang Skotlandia. Pada tanggal 15 Oktober 1306 ia menerima gelar ayahnya Earl dari Richmond. Meskipun ia biasanya setia kepada Edward II selama masa-masa oposisi baron, ia akhirnya mendukung kudeta Isabella dan Mortimer. Ia kemudian mengundurkan diri ke wilayahnya di Perancis, dan selama sisa hidupnya ia tetap tinggal inaktif.
John dari Britannia bukan seorang prajurit yang berprestasi, dan di antara para earl di Inggris politiknya cukup signifikan. Ia tetap sebagai seorang diplomat yang cakap, yang bernilai baik oleh Edward I dan Edward II atas keahliannya bernegosiasi. John tidak pernah menikah dan setelah kematiannya gelar dan wilayahnya jatuh ke tangan keponakannya, John III, Adipati Britannia.
Latar Belakang dan Kehidupan Awal
John merupakan putra kedua John II, Adipati Britannia, dan istrinya Beatrice, yang memiliki 3 orang putra dan 3 orang putri yang selamat sampai usia dewasa. Beatrice adalah putri Henry III dari Inggris, yang menjadikan John sebagai keponakan putra Henry dan pewaris Edward I. Ayahnya memegang gelar Earl dari Richmond, namun hanya sedikit terlibat dengan urusan-urusan politik Inggris. John dibesarkan di istana Inggris bersama dengan putra Edward I Henry, yang wafat di tahun 1274. Ia berpartisipasi di dalam turnamen di masa mudanya, namun tidak pernah membedakan dirinya sebagai seorang prajurit. 
Ketika di tahun 1294 raja Perancis menyita Wilayah Adipati Aquitania Raja Edward, John melakukan perjalanan ke Perancis namun gagal untuk mengambil Bordeaux, dan di hari Paskah tahun 1295 harus melarikan diri ke kota Rions. Di bulan Januari 1297 ia ikut ambil bagian dari kekalahan di pengepungan Bellegarde dengan Henry de Lacy, Earl dari Lincoln, diikut dengan kepulangannya ke Inggris.
Meskipun memiliki hasil yang buruk di Perancis ia tetap dinilai tinggi oleh Raja Edward I, yang menganggapnya sebagai putranya sendiri. Setelah kepulangannya ke Inggris John terlibat di dalam Perang Skotlandia. Ia barangkali juga terlibat di dalam Pertempuran Falkirk di tahun 1298, dan dengan pasti Pengepungan Caerlaverock di tahun 1300. Ayahnya wafat di tahun 1305, dan digantikan Wilayah Adipati Britannia oleh abang John, Arthur. Akan tetapi di tahun berikutnya, Edward I menginvestasikan John dengan gelar ayahnya yang lain, Earl dari Richmond.
Pelayanan Kepada Edward II
Meskipun kegagalan militer dan politik yang relatif signifikan, pemerintahan Inggris memandang Richmond sebagai seorang diplomat yang terpercaya. Ia adalah seorang perantara yang cakap, dan koneksi Perancisnya merupakan aset yang berguna. Di tahun 1305, Edward I menunjuknya sebagai Pengawal Skotlandia, sebuah posisi yang dikonfirmasikan setelah aksesi Edward II di tahun 1307. Pada saat ini Richmond juga merupakan salah seorang earl yang tertua di negara tersebut. Karena hubungan di antara Edward II dan bangsawannya memburuk, Richmond tetap setia kepada raja; di tahun 1309 ia melanjutkan kedutaan untuk Paus Clement V demi orang kesayangan Edward Piers Gaveston. 
Richmond diduga adalah sahabat dekat Gaveston, dan tidak berbagi sikap antagonis yang dipegang oleh ear tertentu lainnya. Akan tetapi, di tahun 1310 hubungan di antara Edward II dan para earlnya memburuk ke titik dimana sebuah komite tokoh terkemuka mengambil alih pemerintahan dari raja. Richmond merupakan salah satu dari delapan earl yang ditunjuk ke dalam kelompok tersebut of 21, yang disebut sebagai Maharaja Ordainer.

Richmond kemudian melakukan perjalanan ke Perancis untuk negosiasi diplomatik, sebelum kembali ke Inggris. Gaveston, diasingkan oleh para Ordainer tapi yang kemudian berbalik, menjadi terbunuh di bulan Juni 1312 oleh Thomas dari Lancaster dan para bangsawan lainnya. Kejadian itu menimpa Richmond, bersama dengan Gilbert de Clare, Earl dari Gloucester, untuk mendamaikan kedua belah pihak setelah kejadian itu. Di tahun 1313 ia mengikuti Edward pada kunjungan negara ke Perancis, dan setelah itu ia tinggal sebagai seorang pengikut yang terpercaya. Di tahun 1318 ia menyaksikan Perjanjian Leake, yang memulihkan Edward pada kekuasaan penuh.
Di tahun 1320 ia sekali lagi menemani raja ke Perancis, dan di tahun berikutnya ia mengemban negosiasi perdamaian dengan bangsa Skotlandia. Ketika di tahun 1322 Thomas dari Lancaster memberontak dan dikalahkan di dalam Pertempuran Boroughbridge, Richmond hadir di pengadilan, ketika Lancaster dihukum mati. Setelah ini, Edward melancarkan kampaye militer yang gagal melawan Skotlandia. Meskipun Richmond menutupi kemunduran Edward di Pertempuran Byland Kuno, memungkinkannya untuk menghindari penangkapan, Richmond ditawan. Ia tetap tinggal sebagai tawanan sampai dengan tahun 1324, ketika ia dibebaskan untuk tebusan sebanyak 14,000 Mark. Setelah ia dibebaskan, ia melanjutkan kegiatan diplomatiknya di Skotlandia dan Perancis.
Penurunan Tahta Edward II dan Tahun-tahun Terakhir
Di bulan Maret 1325 Richmond melakukan perjalanan pulang yang terakhir ke Perancis, dimana untuk pertama kalinya ia membuat dirinya sendiri oponen yang nyata terhadap raja. Wilayah-wilayahnya di Inggris disita oleh Mahkota. Ia menyelaraskan dirinya sendiri dengan Ratu Isabella, yang dikirim ke misi diplomatik ke Perancis, dan mengabaikan perintah-perintah suaminya untuk kembali. Di bulan September 1326 Isabella, kekasihnya Mortimer, dan sekelompok pasukan kecil menyerang Inggris. Di bulan Januari 1327 Edward II dipaksa untuk berabdikasi, dan putranya diumumkan sebagai Raja Edward III. 
Meskipun wilayah-wilayah Richmond dipulihkan, tahun-tahun terakhirnya dihabiskan di wilayah-wilayah Perancisnya, dan ia tetap sebagian besar terputus dari urusan-urusan politik Inggris. Ia wafat pada tanggal 17 Januari 1334, dan dimakamkan di dalam gereja Franciskan di Nantes. John dari Britannia tidak pernah menikah; ia digantikan oleh keponakannya John (putra Arthur), yang menjadi pewaris wilayah Earlnya.





Sumber

Garda Swiss Sri Paus

Garda Swiss atau Pasukan Pengawal Swiss adalah tentara bayaran Swiss yang telah bertugas sebagai pengawal pribadi, pasukan upacara dan penjaga istana di berbagai tempat di Eropa dari akhir abad ke-15 hingga hari ini (dalam bentuk Garda Swiss Sri Paus). Mereka pada umumnya memiliki reputasi sebagai pasukan yang sangat disiplin dan sangat setia pada para pihak yang menyewa jasa mereka. Beberapa unit Garda Swiss juga pernah bertempur di medan laga. Terdapat pula resimen-resimen tentara bayaran Swiss reguler yang bertugas sebagai tentara terdepan dalam berbagai kesatuan, seperti kesatuan-kesatuan dari Perancis, Spanyol dan Naples hingga abad ke-19.
Berbagai pasukan Garda Swiss pernah hidup. Kesatuan pasukan tersebut yang paling tua adalah Garda Seratus Swiss (Swiss Hundred Guard / Cent-Garde) di istana-istana Perancis (1497-1830). Kesatuan kecil ini kemudian dilengkapi oleh sebuah Resimen Garda Swiss di tahun 1567. Garda Swiss Sri Paus di Vatikan dibentuk pada tahun 1506 dan merupakan satu-satunya kesatuan Garda Swiss yang masih ada. Di abad ke-18 beberapa kesatuan Garda Swiss yang lain juga dibentuk dan tinggal di berbagai istana monarki Eropa.
Sejarah Lahirnya Garda Swiss Sri Paus
 
Garda Swiss Sri Paus (Bahasa Inggris: The Corps of the Pontifical Swiss Guard; Bahasa Jerman: Schweizergarde; Bahasa Italia: Guardia Svizzera Pontificia; Bahasa Latin: Pontificia Cohors Helvetica atau Cohors Pedestris Helvetiorum a Sacra Custodia Pontificis) sebagai bagian dari militer Vatikan adalah sebuah pengecualian dari undang-undang Swiss tahun 1874 dan 1927. Pasukan ini adalah sebuah kesatuan kecil yang bertanggung-jawab terhadap keamanan gedung-gedung di Vatikan, jalur masuk ke kota Vatikan dan keselamatan Paus. Bahasa resmi mereka adalah Bahasa Jerman.
Sejarah Garda Swiss di Vatikan bermula di abad ke-15. Paus Siktus IV (1471-1484) sebelumnya telah membuat aliansi dengan Konfederasi Swiss dan membangun banyak barak di Via Pellegrino setelah memprediksi kemungkinan menggunakan jasa tentara bayaran Swiss. Pakta tersebut diperbarui oleh Paus Innosentius VIII (1484-1492) untuk menggunakan jasa mereka melawan Adipati Milan. Paus Aleksander VI (1492-1503) kemudian juga menggunakan jasa tentara bayaran Swiss selama aliansi mereka dengan raja Perancis.
Pada era Borgias, atau era dimana keluarga Borgia menguasai kepemimpinan Gereja, perang di Italia mulai berkecamuk dimana tentara-tentara bayaran Swiss menjadi pasukan garis depan tetap bagi faksi-faksi yang bertikai - kadang-kadang untuk Perancis dan kadang-kadang untuk pihak Gereja atau Kekaisaran Romawi Suci. Para tentara bayaran ini bergabung ketika mereka mendengar bahwa Raja Charles VIII dari Perancis akan menyatakan perang terhadap Naples. Di antara peserta dalam perang Perancis-Naples adalah Kardinal Giuliano della Rovere (bakal menjadi Paus Julius II tahun 1503-1513), yang memiliki hubungan baik dengan orang-orang Swiss setelah menjadi Uskup Lausanne beberapa tahun sebelumnya. Usaha untuk menjatuhkan Naples ini gagal karena, salah satunya, adalah beberapa aliansi baru yang dibentuk oleh Paus Alexander VI untuk melawan pasukan Perancis.
Ketika Kardinal della Rovere menjadi Paus Julius II di tahun 1503, ia meminta Dewan Swiss untuk menyediakan sebuah korps tetap berkekuatan 200 tentara bayaran Swiss untuk menjadi pengawalnya. Pada bulan September 1505, kontingen pertama sejumlah 150 tentara memulai perjalanan mereka menuju Roma, di bawah komando Kaspar von Silenen. Mereka memasuki pintu gerbang Vatikan pada tanggal 22 Januari 1506 - tanggal yang dijadikan hari lahir Garda Swiss Sri Paus.
"Rakyat Swiss melihat situasi Gereja Tuhan - Ibu Iman Kristiani yang menyedihkan, dan sadar bagaimana besarnya bahaya dan malapetaka yang bisa dilancarkan tanpa ampun oleh tirani manapun yang rakus akan harta dunia pada Ibu Semua Iman Kristiani ini," begitu pernyataan Ulrich Zwingli, seorang Swiss beragama Katolik yang belakangan menjadi seorang reformis Protestan.
Paus Julius II kemudian menganugerahi Garda Swiss ini dengan gelar "Pembela Kemerdekaan Gereja".
 
Keanggotaan Garda Swiss Sri Paus

Para tentara Garda Swiss ini haruslah pria beragama Katolik, belum menikah, memiliki kewarganegaraan Swiss, telah menyelesaikan pendidik dasar militer dari Angkatan Bersenjata Swiss, dan dapat memperoleh sertifikat kelakuan baik. Para calon pasukan ini haruslah minimal memiliki sebuah diploma profesional atau lulus SMA, berusia antara 19 hingga 30 tahun, dan memiliki tinggi badan minimal 174 cm.
Semua calon yang memiliki kualifikasi tersebut harus mendaftarkan diri untuk bisa dipilih menjadi anggota pasukan elit tersebut. Bila dipilih, anggota-anggota baru disumpah di setiap tanggal 6 Mei di Lapangan San Damaso (Bahasa Italia: Cortile di San Damaso) di Vatikan. Tanggal 6 Mei adalah hari peringatan peristiwa Jatuhnya Roma Tahun 1527. Pastor dari Garda Swiss akan membaca sumpah dengan lantang dalam bahasa para pasukan tersebut (mayoritas berbahasa Jerman, beberapa berbahasa Perancis, sedikit berbahasa Italia):
(dalam Bahasa Jerman)
“ "Ich schwöre, treu, redlich und ehrenhaft zu dienen dem regierenden Papst [nama] und seinen rechtmäßigen Nachfolgern, und mich mit ganzer Kraft für sie einzusetzen, bereit, wenn es erheischt sein sollte, selbst mein Leben für sie hinzugeben. Ich übernehme dieselbe Verpflichtung gegenüber dem Heiligen Kollegium der Kardinäle während der Sedisvakanz des Apostolischen Stuhls. Ich verspreche überdies dem Herrn Kommandanten und meinen übrigen Vorgesetzten Achtung, Treue und Gehorsam. Ich schwöre, alles das zu beobachten, was die Ehre meines Standes von mir verlangt." ”
(translasi bebas Bahasa Indonesia)
“ "Saya bersumpah untuk melayani Paus yang berkuasa [nama Paus] dan para penerusnya yang resmi dengan sepenuh hati, penuh kejujuran dan penuh kehormatan, dan untuk mendedikasikan diri saya kepada mereka dengan semua kekuatan saya, siap untuk mengorbankan bahkan nyawa saya sekalipun setiap saat bila perlu untuk mereka. Dengan demikian saya mengajukan janji ini pada para anggota Dewan Kardinal yang suci dalam periode Sede vacante di Kepengurusan Murid-murid Tuhan. Kemudian daripada itu, saya berikrar untuk menghormati, setia dan taat pada Komandan dan para perwira lainnya. Saya bersumpah untuk mentaati semua persyaratan yang dibuat untuk kewibawaan posisi saya." ”
Ketika namanya dipanggil, tiap anggota Garda Swiss yang baru mendekatkan diri pada bendera Garda Swiss dan memegang kain bendera dengan tangan kirinya. Ia kemudian mengangkat tangan kanannya dengan ibu jari, jari telunjuk dan jari tengahnya diacungkan sebagai seimbol dari Trinitas, dan mengucapkan:
(dalam Bahasa Jerman)
“ "Ich, [Name des Rekruten], schwöre, alles das, was mir soeben vorgelesen wurde, gewissenhaft und treu zu halten, so wahr mir Gott und seine Heiligen helfen." ”
(translasi bebas Bahasa Indonesia)
“ "Saya, (menyebutkan nama), bersumpah untuk dengan segenap hati dan konsisten mematuhi semua hal yang baru saja dibacakan pada saya, dengan Tuhan Yang Maha Kuasa dan Para Santo/Santa menjadi saksinya." ”
Masa tugas anggota Garda Swiss Sri Paus adalah antara 2 hingga 25 tahun.
Seragam
Seragam resmi mereka berwarna biru, merah, oranye dan kuning dengan penampilan gaya Masa Pencerahan (Renaissance) yang sangat unik. Salah satu anggapan yang salah yang sering terjadi adalah bahwa seragam tersebut dirancang oleh Michelangelo. Padahal, perancang seragam tersebut adalah Komandan Jules Repond (bertugas 1910-1921) pada tahun 1914. Walau seragam Garda Swiss yang sedang membawa Paus Julius II dalam sebuah tandu yang dilukis oleh Raphael seringkali disebut sebagai sumber inspirasi untuk seragam Garda Swiss saat ini, kenyataannya adalah seragam tersebut adalah gaya yang umum untuk seragam tentara di Masa Pencerahan.
Gambaran yang jelas dari seragam Garda Swiss modern bisa dilihat dalam lukisan karya Jacob Coppi tahun 1577 yang menggambarkan Ratu Eudoxia sedang berbincang dengan Paus Sixtus III. Disana jelas terlihat pendahulu dari seragam tiga warna masa kini yang dilengkapi dengan penutup sepatu bot, sarung tangan putih, kerah tinggi berkerut-kerut, dan sebuah baret hitam atau sebuah morion (helm tentara khas abad ke-16/17) berwarna hitam (berwarna perak mengkilat untuk upacara-upacara khusus). Para sersan mengenakan atasan berwarna hitam dan celana berwarna merah bata, sementara perwira lainnya mengenakan seragam berwarna merah bata seluruhnya.

Seragam harian bersifat lebih praktis, terdiri atas pakaian seragam berwarna biru tua, sebuah ikat pinggang sederhana berwarna coklat, kerah putih yang datar (tidak berkerut-kerut) dan sebuah baret hitam. Untuk anggota baru dan latihan menembak, seragam berwarna biru muda dan ikat pinggang coklat cukup untuk digunakan. Selama musim dingin atau cuaca yang tidak cerah, sepotong kain panjang berwarna biru tua dikenakan untuk menutupi seragam yang sedang dikenakan.
Warna asli biru dan kuning diresmikan oleh Paus Julius II mengambil warna-warna simbol keluarganya (Della Rovere). Paus Leo X menambahkan warna merah untuk menunjukkan warna simbol keluarganya (Medici).
 
Garda Swiss Saat Ini

Setelah percobaan pembunuhan terhadap Paus Yohanes Paulus II pada tanggal 13 Mei 1981 oleh Mehmet Ali Agca, perhatian yang lebih mendalam telah dilakukan terhadap peran Garda Swiss selain menjadi anggota upacara. Perhatian ini terwujud dengan diadakannya latihan bertempur tanpa senjata, latihan tempur yang lebih mendalam, serta diijinkannya penggunaan senjata api dalam melakukan tugas mereka.
Pada tanggal 6 Mei 2003, Dhani Bachmann resmi menjadi orang non-kulit putih pertama yang menjadi anggota Garda Swiss Sri Paus. Dhani adalah anak yatim-piatu dari India yang diadopsi oleh sebuah keluarga Katolik Swiss dari Luzern yang berbahasa Jerman.
 
 
Daftar Komandan Garda Swiss
  1. Kaspar von Silenen, Uri (1506-1517) 
  2. Markus Röist, Zürich (1518-1524) 
  3. Kaspar Röist, Zürich (1524-1527) 
  4. Jost von Meggen, Luzern (1548-1559)
  5. Kaspar Leo von Silenen, Luzern (1559-1564)
  6. Jost Segesser von Brunegg, Luzern (1566-1592)
  7. Stephan Alexander Segesser von Brunegg, Luzern (1592-1629)
  8. Nikolaus Fleckenstein, Luzern (1629-1640)
  9. Jost Fleckenstein, Luzern (1640-1652)
  10. Johann Rudolf Pfyffer von Altishofen, Luzern (1652-1657)
  11. Ludwig Pfyffer von Altishofen, Luzern (1658-1686)
  12. Franz Pfyffer von Altishofen, Luzern (1686-1696)
  13. Johann Kaspar Mayr von Baldegg, Luzern (1696-1704)
  14. Johann Konrad Pfyffer von Altishofen, Luzern (1712-1727)
  15. Franz Ludwig Pfyffer von Altishofen, Luzern (1727-1754)
  16. Jost Ignaz Pfyffer von Altishofen, Luzern (1754-1782)
  17. Franz Alois Pfyffer von Altishofen, Luzern (1783-1798)
  18. Karl Leodegar Pfyffer von Altishofen, Luzern (1800-1834)
  19. Martin Pfyffer von Altishofen, Luzern (1835-1847)
  20. Franz Xaver Leopold Meyer von Schauensee, Luzern (1847-1860)
  21. Alfred von Sonnenberg, Luzern (1860-1878)
  22. Louis-Martin de Courten, Wallis (1878-1901)
  23. Leopold Meyer von Schauensee, Luzern (1901-1910)
  24. Jules Repond, Freiburg (1910-1921)
  25. Alois Hirschbühl, Graubünden (1921-1935)
  26. Georg von Sury d'Aspremont, Solothurn (1935-1942)
  27. Heinrich Pfyffer von Altishofen, Luzern (1942-1957)
  28. Robert Nünlis, Luzern (1957-1972)
  29. Franz Pfyffer von Altishofen, Luzern (1972-1982)
  30. Roland Buchs, Freiburg (1982-1997, 1998)
  31. Alois Estermann, Luzern (1998)
  32. Pius Segmüller, St. Gallen (1998-2002)
  33. Elmar Theodor Mäder, St. Gallen (2002-)
 
 
 

Prajurit Perempuan Aceh

KESULTANAN Aceh belum lama berdiri ketika Portugis menaklukkan Malaka pada 1511. Kesultanan ini secara bertahap menjadi kuat di semenanjung Sumatra pada paruh pertama abad ke-16. Kala itu, lada Sumatra laku keras di pasaran Tiongkok dan Eropa. Hubungan dengan pedagang dari pesisir laut merah pun segera terjalin. Ini membawa keuntungan bagi Kesultanan Aceh.
Portugis melihat itu sebagai ancaman, sementara sultan-sultan Aceh menilai Portugis sebagai lawan. Perang pun tak terelakkan. Aceh menyerang Malaka pada 1537, 1547, 1567, 1574, dan 1629. Dalam peperangan itu, Aceh menyertakan armada perempuan. Orang Portugis agak canggung dibuatnya. Tapi, tak ada pilihan: mereka harus berperang melawan para perempuan. Inilah tilas mula keperkasaan perempuan Aceh.
Kesertaan perempuan Aceh ditemukan dalam perang tahun 1567 walau belum berhimpun dalam kesatuan khusus. Jennifer Dudley, mahasiswi doktoral Universitas Murdoch, menyebut perempuan-perempuan itu bergabung ke dalam pasukan Sultan Alauddin Riayat Syah al-Kahar. “Mereka menemani suaminya berperang, sementara sisanya adalah janda atau tunangan dari prajurit yang gugur dalam perang sebelumnya,” tulis Dudley dalam “Of Warrior Women, Emancipiest Princesses, ‘Hidden Queens’, and Managerial Mothers.”
Bersandar kepada catatan yang ditemukannya, Dudley tak menampik peran perempuan dalam perang. Sebab, selama ini, kiprah prajurit perempuan dalam sejarah Indonesia lebih banyak bersandar pada mitos, bukan catatan sejarah. Dudley mengakui hal itu lantaran kurangnya sumber tulisan tepercaya tentang riwayat perempuan-perempuan Aceh. Dalam makalahnya, Dudley menggambarkan mereka “bertarung dengan berjalan kaki dan menunggang kuda atau gajah.” Namun, Dudley tak menerangkan dari mana keahlian itu diperoleh.
Keahlian perempuan Aceh berperang tersemai berkat pelatihan di akademi militer Kesultanan Aceh, Baital Makdis. Pendirian akademi ini tak terlepas dari bantuan Kesultanan Turki Usmani. Dua kesultanan ini merenda hubungan baik sejak paruh pertama abad ke-16, sehingga kemungkinan akademi itu didirikan pada kurun yang sama.
Walau tak menyebut kurikulum dan kapan pendiriannya, Ismail Hakki Goksoy, dalam “Ottoman-Aceh Relations According to the Turkish Sources”, makalah pada First International Conference of Aceh and Indian Ocean Studies, mencatat Aceh merekrut ahli militer dan pembuat senapan sejak 1530-an. Dia juga menyebut akademi ini meluluskan seorang perempuan Aceh, Kumalahayati.
Kumalahayati menjadi laksamana perempuan pertama saat Aceh berada di bawah kuasa Sultan Alauddin Riayat Syah al-Mukamil (1589-1604), yang menyerang Portugis di Teluk Aru, dekat Langkat. Tugas Kumalahayati adalah menghadang serangan Portugis setelah peperangan di Teluk Aru. Dia lalu membentuk kesatuan tentara perempuan bernama Inong Balee. Kesatuan ini terdiri dari sekira seribu janda prajurit Aceh yang gugur dalam perang itu.
Kumalahayati salah satu janda tersebut. Meski sedih, dia tak terus meratap; sebab perang belum berakhir. Armada Portugis masih berhimpun di Malaka untuk membalas serangan di Teluk Aru. Dia tak mau kematian suaminya sia-sia. Demi cintanya pada suami, Kumalahayati berlakon sebagai panglima dan jurulatih janda-janda itu.
Teluk Krueng Raya terpilih sebagai markas mereka. Di sana, mereka dilatih mengangkat busur, memegang senapan, menunggang kuda, mengendalikan gajah, dan, tak kalah penting, mengobarkan semangat cinta pada suami sebagai bekal berperang. Selain itu, markas mereka dilengkapi dengan kapal-kapal perang dan meriam.
Peran perempuan dalam kemiliteran Aceh tak terbatas pada pasukan perang. Sultan Muda Ali Riayat Syah V (1604-1607) dikelilingi oleh pasukan pengawal perempuan yang disebut Sukey Inong Kaway. Berbeda dariInong Balee, anggota pasukan ini terdiri dari perempuan bersuami dan perawan. Mereka dipercayakan menjaga istana putri. Anthony Reid, pakar sejarah Asia Tenggara dalam Asia Tenggara Dalam Kurun Niaga, melihat gejala ini sebagai ketidakpercayaan sultan terhadap penjaga lelaki. Reid menyebut, “Pola ini tampaknya bersumber dari ketidakpercayaan yang dirasakan oleh kalangan raja terhadap setiap lelaki yang mendekati tempat tinggal putri-putri istana.”
Kepercayaan sultan-sultan Aceh pada prajurit perempuannya semakin terbukti dengan pengembangan Inong Balee. Iskandar Muda (1607-1636), sultan Aceh termashyur, mengambil sebagian anggota Inong Balee untuk masuk ke Kemala Cahaya, pengawal kehormatan istana. Sebagian besar adalah perempuan-perempuan berparas cantik. Mereka bertugas menerima tamu-tamu agung sultan. Menurut Ann Kumar, dalam Prajurit Perempuan Jawa, mengutip catatan Peter Mundy, pengelana Inggris yang melawat ke Aceh pada 1637, “para pengawal perempuan berjalan sambil mengusung panah dan busur.”
Menurut A. Hasjmy dalam 59 Tahun Aceh Merdeka, seusai masa Iskandar Muda, prajurit perempuan Aceh terus dibina oleh Sultanah Safiatuddin (1641-1675). Inong Balee, misalnya, tak lagi hanya berisi janda tapi juga perempuan bersuami atau masih gadis. Meski Kesultanan Aceh mengalami kemunduran jelang abad ke-18, peran prajurit perempuan Aceh tak lantas mengendur. Lawan Aceh, Portugis, yang juga mengalami kemunduran, digantikan oleh Belanda. Belanda harus mengalami perang serupa Portugis: menghadapi prajurit perempuan.
Hingga paruh pertama abad ke-20, kiprah perempuan Aceh dalam militer masih tersua. Beberapa nama kesatuan prajurit perempuan bisa disebut, semisal Sukey Fakinah pada akhir abad ke-19 dan Resimen Pocut Baren pada 1945. Dari epos panjang prajurit perempuan Aceh itu, keperkasaan tokoh-tokoh masyhur seperti Cut Nyak Dien dan Cut Meutia dapat terlacak.


Sumber

Ksatria Hospitaller

Ksatria Hospitaller, juga dikenal sebagai Ordo Hospitaller atau secara sederhana dikenal dengan sebutan kaum Hospitaller, adalah sekelompok pria yang ditugaskan menjaga sebuah rumah sakit di Yerusalem yang didirikan oleh Gerard Yang Terberkati di sekitar tahun 1023, darimana dua ordo ksatria besar tumbuh berkembang: Ordo Santo Yohanes (sakarang di beberapa cabang dikenal sebagai Ordo Militer Merdeka Malta dan sebagai Ordo Santo Yohanes (Bailiwick dari Brandenburg atau Johanniterorden) dan Ordo Santo Lazarus.

Kaum Hospitaller berkembang oleh karena kinerja sebuah rumah sakit milik Almafi (sebuah kerajaan kecil di Italia) yang terletak di distrik Muristan di Yerusalem, didirikan sekitar tahun 1023 untuk memberikan pelayanan bagi kaum papa, orang sakit dan para peziarah Tanah Suci yang terluka. Setelah dikuasainya Yerusalem oleh tentara Kristen Barat di tahun 1099 selama masa Perang Salib Pertama, organisasi ini menjadi sebuah Ordo Keagamaan dan Ordo Militer menurut akta pembentukannya, dan diberikan tugas untuk menjaga dan mempertahankan Tanah Suci. 
Setelah Perang Salib Kesembilan dimana Tanah Suci direbut oleh tentara Muslim, ordo ini beroperasi dari Pulau Rodos, dimana wilayah itu adalah wilayah merdeka, dan kemudian dari Pulau Malta dimana mereka menjadi negara bawahan di bawah raja negara bagian Spanyol di Sisilia.
Kekuatan ordo ini dilemahkan saat Malta direbut oleh Napoleon Bonaparte di tahun 1798 dan menjadi terpencar di seluruh penjuru Eropa. Mereka memperoleh kekuatannya kembali selama abad ke-19 saat ordo ini merubah tujuan keberadaan mereka ke tujuan-tujuan yang bersifat kemanusiaan dan keagamaan. Kepala lima Ordo Santo Yohanes modern semuanya menegaskan bahwa Ordo Militer Merdeka Malta Katolik Roma dengan markas besarnya di Roma merupakan ordo asli dan keempat ordo Protestan berasal dari akas yang sama. 
Cabang-cabang Protestan berpusat di Berlin (the Bailiwick of Brandenburg of the Order of Saint John), Den Haag (the Order of Saint John in the Netherlands), dan Stockholm (the Order of Saint John in Sweden), dan sebuah cabang di Inggris yang bangkit kembali berpusat di London (the Most Venerable Order of the Hospital of Saint John of Jerusalem).



Sumber

Barbarosa Pahlawan Islam

Anda yang gemar membaca komik Asterix dan anda yang pernah menonton film ‘Pirates of The Carribean’, tentu ingat karakter jahat ‘Barbarossa’ bukan? Sejak zaman pertengahan, aneka macam karya fiksi Eropa dan Amerika biasa menggunakan nama Barbarossa untuk menamai karakter seorang penjahat –biasanya seorang bajak laut jahat. Makna negatif Barbarossa terus dipropagandakan hingga zaman sekarang, meski di dalam setting-setting yang berbeda. Tak ada asap jika tak ada api, kebiasaan para penulis fiksi Eropa dan Amerika ini tentu ada sebabnya.
The Barbarosa Brothers

Pada abad ke-15 masehi, di Laut Mediterania ada dua bajak laut bersaudara yang disebut The Barbarossa Brothers. Kedua tokoh ini menjadi legenda dalam dunia ‘per-bajak-laut-an’ dan merupakan tokoh bahari yang sangat ditakuti orang-orang Eropa pada zamannya. Kebiasaannya ialah membajak barang-barang berharga yang diangkut oleh kapal-kapal milik kerajaan-kerajaan Eropa yang melintasi Laut Mediterania. Awak kapal yang dibajak biasanya diberi dua pilihan; mati karena melawan atau hidup dengan menyerah secara sukarela.

Siapakah sebenarnya Barbarossa yang sangat ditakuti oleh orang-orang Eropa selama berabad-abad itu? Mengapa hingga zaman sekarang nama itu terus menghantui benak dan pikiran mereka?

Barbarossa bukanlah sebuah nama. Barbarossa merupakan kata dalam bahasa Latin –gabungan dari kata barber (janggut) dan rossa (merah). Jadi Barbarrossa berarti janggut merah. Barbarossa merupakan julukan yang diberikan oleh para pelaut Eropa kepada kakak-beradik Aruj dan Khairuddin dari Turki. Kedua kakak beradik ini hanyalah pelaut-pelaut biasa yang rutin berlayar di wilayah perairan Yunani dan Turki.

Awal Gerakan Barbarosa

Pada suatu hari, tanpa sebab yang jelas, kapal milik keluarga mereka diserang secara brutal oleh kapal militer Knight of Rhodes. Dalam peristiwa ini, adik bungsu Aruj dan Khairuddin tewas terbunuh. Aruj dan Khairuddin sangat terpukul dengan kematian adik bungsu mereka. Sejak saat itu, mereka melakukan aksi bajak laut kepada semua kapal-kapal militer milik kerajaan-kerajaan Kristen. Aksi-aksi mereka sangat menggemparkan dan membuat mereka ditakuti militer Kristen. Aruj dan Khairuddin pun kemudian dikenal sebagai The Barbarossa Brothers Pirates karena keduanya berjanggut merah.

Kaum Eropa menyebut Barbarossa sebagai bajak laut, meskipun tidak ada bendera hitam dan tengkorak yang menjadi simbol bajak laut. Bendera yang dipasang Aruj dan Khairuddin di kapal mereka adalah sebuah bendera berwarna hijau berisi kaligrafi doa Nashrun minallaah wa fathun qariib wa basysyiril mu’miniin, ya Muhammad, empat nama khulafaur rasyidin, pedang Zulfikar dan bintang segi enam Yahudi (Bintang David). Awak kapal yang dipimpin kedua bersaudara ini terdiri atas orang-orang Islam dari bangsa Moor, Turki, dan Spanyol, serta beberapa orang Yahudi.


Pada tahun 1492 M, Andalusia yang sejak tahun 756 M dikuasai oleh Daulah Khilafah Islamiyah, jatuh ke tangan Pasukan Salib yang terdiri atas pasukan gabungan Aragon dan Spanyol. Dalam peristiwa penaklukan Andalusia ini, jutaan orang Islam dan Yahudi tewas dibantai pasukan yang dipimpin Raja Ferdinand II dari Aragon.

Perjuangan Jihad Barbarosa

Peristiwa itu mengubah haluan misi dendam Aruj dan Khairuddin menjadi misi Jihad Islam. Bahu-membahu bersama sekelompok milisi bangsa Moor, mereka kemudian menyelamatkan puluhan ribu Umat Islam dari Spanyol ke Afrika utara (Maroko, Tunisia dan Aljazair). Kemudian mereka membangun basis pertahanan laut di Aljazair untuk menghadang gelombang serangan Pasukan Salib dari jalur Afrika Utara menuju Tanah Suci Palestina.

Khalifah Islam saat itu, Sulaiman I, mendengar cerita-cerita heroik Barbarossa bersaudara. Sulaiman I sangat kagum pada heroisme mereka. Karena prestasi mereka di lautan, akhirnya Sulaiman I mengangkat Aruj dan Khairuddin sebagai Kapudan Pasha (Panglima Angkatan Laut) Khilafah Islamiyyah untuk membenahi Angkatan Laut Daulah Khilafah Islamiyah yang amburadul.

Adu Domba Pihak Spanyol

Pada tahun 1518 Spanyol berhasil menghasut Amir kota Tlemcen (Tilmisan) untuk melancarkan pemberontakan kepada kepemimpinan Aruj. Aruj kemudian menyerahkan pemerintahan Aljazair kepada Khairuddin untuk sementara. Lalu ia memimpin pasukan untuk berangkat ke Tlemcen. Hati Aruj sangat pilu karena ia malah berperang dengan saudara sendiri sesama Muslim. Akibatnya ia kurang berkonsentrasi dan pasukannya kocar-kacir. Aruj sempat lolos, namun banyak pasukannya yang tertangkap. Karena hubungan emosionalnya dengan anak buahnya, Aruj kembali ke Tlemcen untuk bertempur dan ia gugur dalam pertempuran tersebut.

Dengan gugurnya Aruj, kepemimpinan Angkatan Laut Daulah Khilafah Islamiyah beralih ke tangan Khairuddin. Spanyol mengira bahwa era kejayaan Barbarossa di Laut Tengah telah berakhir. Lalu, dengan percaya dirinya, Spanyol mengirim 20.000 tentaranya ke Aljazair. Pertempuran hebat pun terjadi, namun Khairuddin berhasil menghajar pasukan laut tersebut.

Sejarah dan Kehebatan Pasukan Janissary

Guna meminimalisir ancaman dari negeri sekitar Aljazair, selain ancaman utama Spanyol, Khairuddin kemudian meminta kepada Khalifah Sulaiman I agar kekuasaan Amir Tunisia dan Tlemcen dialihkan kepadanya. Sulaiman I pun setuju. Pada 1519, Khalifah mengangkat Khairuddin sebagai beylerbey (Bakhlair Baik) atau wakil Khalifah untuk wilayah Aljazair dan sekitarnya. Kemudian Khairuddin juga ditugasi memimpin pasukan-pasukan elit Daulah Khilafah Islamiyah, Pasukan Janissary.

Dalam masa kepemimpinan Khairuddin, Pasukan Janissary berhasil melakukan banyak penyelamatan Umat Islam di Andalusia. Tercatat mereka melakukan 7 kali pelayaran dengan 36 buah kapal untuk mengangkut Umat Islam Spanyol yang diburu bagai hewan oleh Ferdinand II dan Pasukan Salibnya.

Pertengahan dekade 1520-an, Pasukan Darat Janissary yang dipimpin langsung Khalifah Sulaiman I berhasil memenangkan semua pertempuran darat. Pada saat bersamaan, Pasukan Laut Janissary di bawah pimpinan Khairuddin juga berhasil mengontrol lalu lintas pelayaran di Laut Tengah sepenuhnya. Kondisi ini membuat Pasukan Salib Kristen Eropa menjadi pusing tujuh keliling.

Awal Mula Minuman Capucchino

Dalam suasana putus asa, pada tahun 1529 di pulau Penon, Spanyol menembakkan meriam ke menara masjid saat Adzan sedang berkumandang. Maka terjadilah peperangan hebat di Penon dan setelah 20 hari pulau tersebut berhasil dikuasai kembali oleh Khairuddin. Sementara di daratan, Sulaiman I membombardir Wina (Ibukota Austria) dengan dua kali serangan namun keduanya gagal. Pasukan Islam yang mundur dari pertempuran meninggalkan beberapa karung kopi yang kemudian mengubah aturan Paus Roma yang sebelumnya mengharamkan minuman yang biasa diminum kaum muslim itu. Kemudian mereka menyebut minuman itu sebagai dengan nama cappuccino.

Pada tahun 1535 Pasukan Salib Gabungan Spanyol dan Genoa di bawah pimpinan Charles V dan Andrea Doria (Knight of Malta) menyerang Tunisia dengan kekuatan 25.000 orang pasukan dan 500 kapal. Pertempuran pun berjalan tidak imbang hingga Tunisia pun jatuh ke tangan Spanyol. Pada tahun-tahun selanjutnya, Khairuddin Sang Barbarossa mengalami banyak kekalahan. Namun ia berhasil menduduki kepulauan Beleares dan merampas kapal-kapal Portugis dan Spanyol di selat Gibraltar.

Akhir Gemilang Barbarosa Sebelum Tutup Usia

Tahun 1538, Pasukan Salib Gabungan Italia-Spanyol menyerang Preveza yang saat itu merupakan pelabuhan penting di Laut Tengah. Andrea Doria memimpin 40 kapal dan Barbarossa hanya memimpin 20 kapal. Namun dengan kecerdikannya, Barbarossa memecah armadanya ke tiga arah dan menjebak Pasukan Andrea Doria di tengah untuk kemudian membombardir armada Andrea Doria habis-habisan. Andrea Doria dan armada lautnya pun lari dari pertempuran. Walau begitu, Khairuddin tak mengejarnya karena ia tak ingin berperang di laut lepas, mengingat kapal-kapal armada laut Spanyol mempunyai peralatan yang lebih canggih. Apalagi ia hanya memimpin 20 kapal.

Tiga tahun kemudian, Pasukan Salib Gabungan Spanyol-Genoa kembali menyerang Aljazair dengan kekuatan 200 kapal. Mereka sengaja melancarkan serangan di luar musim berlayar, untuk menghindari pertemuan dengan Pasukan Barbarossa. Rakyat Aljazair di bawah komando Hasan Agha berjuang sekuat tenaga untuk mempertahankan Aljazair. Charles V dan Andrea Doria yang memimpin serangan tak mengira bahwa pertahanan dan strategi perang Hasan Agha sangat matang, sehingga armadanya pun kacau-balau. Ketika itu pula tiba-tiba badai laut dahsyat menghantam Laut Mediterania. Andrea Doria dan Charles V berhasil selamat, dan kembali ke negerinya dengan kekalahan pahit.

Tahun 1565, dalam usia senja, Khairuddin Barbarossa memimpin pasukan untuk merebut Malta dari tangan Knight of St. John. Namun dalam pertempuran itu, Khairuddin gugur. Kemudian Khairuddin dimakamkan di Istanbul. Di dekat kuburannya didirikan masjid dan madrasah untuk mengenangnya. Hingga kini makam tersebut masih terawat untuk menjadi bukti kepahlawanan Khairuddin alias Barbarossa yang namanya masih ditakuti bangsa Eropa hingga zaman sekarang.



Sumber

Peradaban Dunia yang Lenyap Misterius

Sepanjang sejarah kita, peradaban-peradaban kuno banyak yang lenyap oleh kematian, dihapuskan oleh bencana alam atau invasi. Tetapi ada beberapa peradaban masyarakat yang hilang yang telah membuat para peneliti benar-benar bingung.

10. Puebloans Olmec

Salah satu masyarakat Mesoamerika pertama. Olmec mendiami dataran rendah tropis di selatan tengah Meksiko. Tanda-tanda pertama dari Olmec sekitar 1400 SM di kota San Lorenzo.
Peradaban Olmec adalah "master pembangun" dengan masing-masing situs utama mengandung pengadilan seremonial, gundukan rumah, piramida kerucut besar dan monumen batu termasuk kepala kolosal yang menjadikan peradaban mereka sangat dikenal. Peradaban Olmec sangat bergantung pada perdagangan, baik antar wilayah Olmec yang berbeda dan dengan masyarakat Mesoamerika lainnya. Karena mereka salah satu kebudayaan Mesoamerika paling awal dan paling maju pada saat itu, mereka sering dianggap sebagai budaya ibu dari berbagai budaya Mesoamerika lainnya.

Mengapa Peradaban ini Lenyap?
Sekitar 400 SM sebelah timur, separyh wilayah Olmec mulai tak berpenghuni, mungkin karena perubahan lingkungan. Mereka mungkin juga mengungsi setelah aktivitas gunung berapi di daerah tersebut. Teori populer lain adalah bahwa mereka diserang, tetapi tidak ada yang tahu siapa penjajah yang mungkin menginvasi Bangsa olmec.

9. Puebloans Nabatean

Para Nabatean adalah budaya Semitik yang dihuni bagian dari Yordania, Kanaan dan Arab dari sekitar abad ke-6 SM. Mereka paling banyak dikenal sebagai pembangun kota Petra, yang menjadi pusat kota mereka.
 
Petra adalah kota yang mengesankan dipahat dari sisi tebing dengan mahkota permata yang menjadi Khazneh, atau harta karun, sebuah bangunan yang diilhami gedung Yunani raksasa. Kekayaan Nabatean diperoleh dengan menjadi jaringan pusat perdagangan yang kompleks, di mana mereka memperdagangkan gading, sutra, rempah-rempah, logam mulia, permata, kemenyan, gula parfum dan obat-obatan. Karena luasnya rute perdagangan, budaya Nabatean sangat dipengaruhi oleh Helenistik Yunani, Roma, Arabia dan Asyur. Tidak seperti masyarakat lain waktu mereka, tidak ada perbudakan di Nabatean dan setiap anggota masyarakat memberikan kontribusi dalam tugas-tugas kerja.

Mengapa Peradaban ini Lenyap?
Selama abad ke-4, Petra ditinggalkan Nabataen dan tidak ada yang benar-benar tahu mengapa. Bukti arkeologi membuktikan bahwa eksodus mereka adalah salah satu yang terorganisir yang tidak terburu-buru, yang membawa kita untuk percaya bahwa mereka tidak diusir dari Petra oleh budaya lain. Penjelasan yang paling mungkin adalah bahwa ketika rute perdagangan mereka bergantung pada rute utara mereka tidak bisa lagi mempertahankan peradaban mereka dan meninggalkan Petra.

8. Kekaisaran Aksumite

Kekaisaran Aksumite dimulai pada abad pertama Masehi di tempat yang sekarang Ethiopia dan diyakini sebagai rumah dari Ratu Sheba.
Aksum merupakan pusat perdagangan utama dengan ekspor dari gading, sumber daya pertanian dan emas diperdagangkan di seluruh jaringan perdagangan Laut Merah dan selanjutnya ke Kekaisaran Romawi dan timur menuju India. Karena itu, Aksum adalah masyarakat yang sangat kaya dan budaya Afrika pertama yang mengeluarkan mata uang sendiri, yang pada zaman kuno adalah tanda yang sangat penting. Monumen yang paling dikenal dari Aksum adalah stelae, obelisk diukir raksasa sebagai penanda kuburan raja dan bangsawan. Awal Aksumites menyembah beberapa Tuhan, tapi Tuhan utama mereka adalah Astar. Pada 324 M, Raja Ezana II memeluk Kristen dan sejak saat itu Aksum merupakan budaya yang sungguh-sungguh Kristiani, dan bahkan diduga rumah dari Perjanjian Tabut.

Ke mana mereka pergi?
Menurut legenda setempat, Ratu Yahudi bernama Yodit mengalahkan Kekaisaran Aksumite dan membakar gereja dan sastra. Namun, yang lain percaya bahwa ratu selatan Bani al-Hamwiyah menyebabkan lenyapnya budaya Aksumite. Teori lainnya termasuk perubahan iklim, isolasi perdagangan dan kemunduran pertanian menyebabkan kelaparan.

7. Mycenaeans

Tumbuh dari peradaban Minoan, Myceanaeans lahir sekitar tahun 1600 SM di Yunani selatan. Tersebar di dua pulau dan daratan selatan, Myceaneans dibangun dan menguasai banyak kota-kota besar seperti Mycenae, Tiryns, Pylos, Athena, Thebes, Orchomenus, Iolkos dan Knossos.
Banyak mitos Yunani berpusat di sekitar Mycenae termasuk legenda Raja Agamemnon, yang memimpin pasukan Yunani selama Perang Troya. Para Myceaneans adalah kekuatan laut yang dominan dan dengan kecakapan angkatan laut mereka untuk perdagangan serta untuk militer. Karena kurangnya sumber daya alam, Myceaneans banyak mengimpor barang dan mengubah mereka menjadi "item sellable", dan karena itu menjadi ahli pengrajin, dikenal di seluruh Aegea untuk senjata dan perhiasan yang mereka hasilkan.

Mengapa Peradaban ini Lenyap?
Tidak ada yang tahu pasti, tapi satu teori adalah bahwa kerusuhan antara kelas petani dan kelas penguasa menyebabkan akhir Myceaneans. Sebab Lain diperkirakan karena gangguan pada rute perdagangan, atau faktor alam seperti gempa bumi. Namun teori yang paling populer adalah bahwa mereka diserang oleh peradaban dari utara seperti Dorians (yang menetap di daerah tersebut setelah jatuhnya Myceaneans) atau Manusia Laut (yang pada waktu itu bermigrasi dari Balkan ke Timur Tengah).

6. Kerajaan Khmer

Kerajaan Khmer tumbuh dari kerajaan Chenla yang sekarang Kamboja sekitar abad ke-9 Masehi dan menjadi salah satu kerajaan yang paling kuat di Asia Tenggara. Kerajaan ini dikenal kebanyakan orang sebagai peradaban yang dibangun adalah Angkor, terletak di ibukota Kamboja.
Banyak mitos Yunani berpusat di sekitar Mycenae termasuk legenda Raja Agamemnon, yang memimpin pasukan Yunani selama Perang Troya. Para Myceaneans adalah kekuatan laut yang dominan dan dengan kecakapan angkatan laut mereka untuk perdagangan serta untuk militer. Karena kurangnya sumber daya alam, Myceaneans banyak mengimpor barang dan mengubah mereka menjadi "item sellable", dan karena itu menjadi ahli pengrajin, dikenal di seluruh Aegea untuk senjata dan perhiasan yang mereka hasilkan.

Mengapa Peradaban ini Lenyap?
Tidak ada yang tahu pasti, tapi satu teori adalah bahwa kerusuhan antara kelas petani dan kelas penguasa menyebabkan akhir Myceaneans. Sebab Lain diperkirakan karena gangguan pada rute perdagangan, atau faktor alam seperti gempa bumi. Namun teori yang paling populer adalah bahwa mereka diserang oleh peradaban dari utara seperti Dorians (yang menetap di daerah tersebut setelah jatuhnya Myceaneans) atau Manusia Laut (yang pada waktu itu bermigrasi dari Balkan ke Timur Tengah).

6. Kerajaan Khmer

Kerajaan Khmer tumbuh dari kerajaan Chenla yang sekarang Kamboja sekitar abad ke-9 Masehi dan menjadi salah satu kerajaan yang paling kuat di Asia Tenggara. Kerajaan ini dikenal kebanyakan orang sebagai peradaban yang dibangun adalah Angkor, terletak di ibukota Kamboja.
Di Rumania mereka adalah Cucuteni, di Ukraina mereka adalah Trypillians dan di Rusia mereka adalah Tripolie, budaya Neolitikum akhir yang berkembang antara 5500 SM dan 2750 SM.
Masyarakat Cucuteni-Trypillian membangun pemukiman Neolitik terbesar di Eropa, dengan beberapa perumahan sampai 15.000 orang. Salah satu yang terbesar dari misteri budaya ini adalah bahwa setiap 60 sampai 80 tahun sekali mereka akan membakar seluruh desa dan merekonstruksi ulang semuanya. Budaya Cucuteni-Typillian adalah matriarkal, perempuan kepala rumah tangga dan juga melakukan pekerjaan pertanian dan membuat gerabah, tekstil dan pakaian. Laki-lakinya adalah pemburu, pembuat alat dan bertanggung jawab untuk merawat binatang peliharaan. Agama mereka berpusat di sekitar Dewi Ibu Yang agung yang merupakan simbol ibu dan kesuburan pertanian. Mereka juga menyembah banteng (kekuatan, kesuburan dan langit) dan Ular (keabadian dan gerakan kekal).

Mengapa Peradaban ini Lenyap?
Salah satu teori utama tentang akhir budaya Cucuteni-Trypillian adalah hipotesis Kurgan, yang menyatakan bahwa mereka ditaklukkan oleh budaya Kurgan yang suka berperang. Namun, penemuan arkeologi yang lebih baru, hal ini dikarenakan oleh perubahan iklim yang dramatis yang bisa menyebabkan kekeringan terburuk dalam sejarah Eropa sangat berpengaruh bagi budaya yang sangat bergantung pada pertanian.

4. Clovis

Sebuah Budaya prasejarah Orang Amerika asli, budaya Clovis ada sejak 10.000 SM. Berpusat di dataran selatan dan tengah Amerika Utara mereka , penemuan arkeologi mereka yang diakui adalah batu pecah disebut Clovis poin.
Mereka menggunakannya di ujung tombak untuk berburu binatang besar seperti mammoth dan bison dan binatang kecil seperti rusa dan kelinci. Orang-orang Clovis adalah manusia pertama di "Dunia Baru" dan dianggap sebagai nenek moyang dari semua budaya asli Amerika utara. Banyak ahli percaya bahwa mereka melintasi jembatan Beringia dari Siberia ke Alaska selama zaman es dan kemudian menuju ke selatan untuk menuju iklim yang lebih hangat.

Mengapa Peradaban ini Lenyap?
Ada beberapa teori di sekitar hilangnya budaya Clovis. Pertama menyatakan bahwa penurunan megafauna bersama dengan mobilitas kurang dalam budaya mereka membawa perpecahan yang membentuk kelompok-kelompok budaya baru, seperti budaya Folsom. Teori lain adalah bahwa spesies mammoth dan lainnya menjadi punah karena perburuan yang berlebihan, meninggalkan Clovis tanpa sumber makanan yang layak. Teori terakhir berkisar karena sebuah komet yang jatuh ke bumi di sekitar wilayah Great Lakes dan secara signifikan mempengaruhi kebudayaan Clovis.

3. Minoans

Dinamakan berdasar Raja Minos yang legendaris, Minoans dihuni sejak tahun 3000-1000 SM. Dalam mitologi Yunani, Minoa adalah tanah banteng dari Kreta dan anaknya, mahluk mitos yang tubuhnya setengah banteng setengah manusia, yang tinggal di labirin dan membunuh siapa pun yang masuk.
Pada kenyataannya, Minoans adalah peradaban pertama yang diketahui di Eropa. Saat ini semua yang tersisa dari peradaban Minoan adalah istana mereka dan artefak-artefak. Peradaban Minoan adalah salah satu dari organisasi sosial, seni dan perdagangan. Awal Minoans menggunakan bahasa yang kita sebut Linear A, yang selama periode kemudian digantikan oleh Linear B, yang didasarkan pada pictographs. Tidak ada bukti dari setiap budaya militer yang ditemukan di istana Minoan dan tampaknya kekuatan mereka adalah murni kekuatan ekonomi. Meskipun Minoans jatuh, budaya mereka diwarisi oleh Myceaneans dan kemudian diteruskan oleh Helenistik Yunani.

Ke mana mereka pergi?
Banyak ahli percaya bahwa peradaban Minoans lenyap oleh letusan gunung berapi di pulau Thera (sekarang Santorini), tetapi ada bukti bahwa mereka selamat. Namun, letusan akan membunuh semua tanaman hidup sehingga mengarah kepada kelaparan, dan kapal mereka rusak menyebabkan penurunan ekonomi. hal lain yang juga dipercaya bahwa mereka diserang, mungkin oleh Myceaneans.

2. Peradaban Anasazi

Anasazi atau Leluhur Puebloans adalah budaya asli Amerika yang muncul di daerah 4 penjuru Amerika Serikat (New Mexico, Arizona, Colordo, dan Utah) sekitar 1200 SM.
Penduduk Puebloans awal adalah pemburu dan pengumpul yang tinggal di rumah-rumah lubang dangkal. Kemudian mereka mengembangkan hortikultura dan mulai pertanian jagung, kacang-kacangan dan Buncis. Juga ditemukan di situs arkeologi Anasazi adalah tembikar hijau, keranjang dengan anyaman rumit, sandal buluh, jubah bulu kelinci, batu gerinda dan busur serta anak panah. Dalam Pueblo II dan III era Anasazi diukir di seluruh kota keluar dari tebing di dekatnya seperti yang di Mesa Verde dan Bandelier atau mereka membangunnya di permukaan batu juga pada permukaan batu bata yang disebut Chaco Canyon. Kota ini adalah pusat dari budaya dan rakyat banyak yang terhubung satu sama lain melalui ratusan mil jalan raya.

Ke mana mereka pergi?
Sekitar 1300 M Leluhur Puebloans meninggalkan rumah tebing dan mulai pindah. Banyak ahli percaya bahwa, setelah ledakan populasi penduduk, metode pertanian yang buruk, kekeringan regional membuatnya sulit untuk menghasilkan makanan yang cukup. Karena kurangnya makanan, Anasazi bergerak di sepanjang Rio Grande atau pada mesa Hopi, dan karena itu banyak bangsa Indian modern Pueblo percaya bahwa mereka adalah keturunan dari Peradaban Anasazi.

Penelitian terbaru membuktikan bahwa perubahan iklim tidak bisa menjelaskan penurunan dari Anasazi sendiri dan menunjukkan bahwa faktor-faktor sosial dan politik seperti konflik kekerasan menyebabkan akhir peradaban mereka.

1. Peradaban Lembah Indus

Setelah mendiami areal seluas ukuran Eropa barat di wilayah yang sekarang Pakistan dan India barat, Lembah Indus atau Peradaban Harappa berkembang 3300-1300 SM, daerah itu dihuni sejak tahun 7000 SM.
Meskipun menjadi salah satu peradaban kuno terbesar, tidak banyak yang diketahui tentang peradaban Harappa, terutama karena bahasa mereka belum bisa diterjemahkan. Kita tahu bahwa mereka membangun lebih dari seratus kota dan desa termasuk kota Harappa dan Mohenjo-Daro, masing-masing yang dibangun dengan tata letak terorganisir, dan sistem pemipaan kompleks dengan toilet dalam ruangan. Bukti menunjukkan bahwa Harappa memiliki pemerintah bersatu dan bahwa tidak ada kelas sosial. Juga tidak ada bukti kegiatan militer sehingga kemungkinan bahwa mereka hidup dalam damai. Mereka ahli astronom dan berpengalaman di bidang pertanian, gandum, kacang polong, melon, wijen dan kapas (menjadi peradaban pertama yang memproduksi kain katun) dan memelihara beberapa hewan termasuk sapi dan gajah.

Mengapa Peradaban ini Lenyap?
Ada beberapa teori mengenai apa yang terjadi pada peradaban Lembah Indus. Beberapa orang percaya bahwa mereka tidak bisa menerima perubahan terhadap lingkungan mereka, seperti penurunan ukuran sungai Hakra Ghaggar atau suhu yang menjadi dingin, suhu kering yang juga terjadi di seluruh Timur Tengah. Teori lain yang populer adalah bahwa bangsa Arya menyerbu mereka sekitar 1500 SM.



Sumber

Jatuhnya Roma (1527)

Latar Belakang
Paus Klemens VII telah memberikan dukungannya pada Perancis dalan sebuah usaha untuk mengubah keseimbangan kekuatan di Eropa, dan membebaskan Vatikan dari dominasi pengaruh Kekaisaran Romawi Suci. Pasukan Kaisar Romawi Suci telah mengalahkan pasukan Perancis di Italia, tapi tidak memiliki uang untuk membayar gaji para prajurit. Sekitar 34.000 tentara Kekaisaran itu kemudian memberontak dan memaksa komandan mereka, Charles III - Bangsawan (Duke) dari Bourbon dan Panglima Militer Kekaisaran untuk Perancis, untuk memimpin mereka ke Roma.
Selain 6.000 tentara Spanyol dibawah pimpinan sang bangsawan, pasukan kekaisaran meliputi juga 14.000 tentara bayaran Jerman (Landsknecht) dibawah pimpinan Georg von Frundsberg, sejumlah tentara infanteri Italia dibawah pimpinan Fabrizio Maramaldo, Sciarra Colonna dan Luigi Gonzaga, dan sejumlah tentara kavaleri dibawah pimpinan Ferdinando Gonzaga dan Philibert, Pangeran Chalons. Walau Martin Luther sendiri tidak mendukungnya, banyak orang yang menganggap diri mereka pengikut Martin Luther memandang ibukota Sri Paus sebagai sebuah sasaran serangan untuk alasan religius, dan menjadikan keinginan rakus untuk cepat kaya sebagai keinginan bersama para prajurit dalam menjatuhkan dan merampok ibukota tersebut yang terlihat sebagai sebuah sasaran empuk. Banyak penjahat, bersama dengan para prajurit desertir dari Liga Cognac, bergabung dengan pasukan Kekaisaran selama perjalanan mereka ke Roma.
Charles III meninggalkan Arezzo pada tanggal 20 April 1527, mengambil keuntungan dari kekacauan di antara para prajurit Venice dan sekutu mereka setelah sebuah pemberontakan pecah di Florence melawan Keluarga Medici. Dalam situasi ini, pasukan berjumlah besar yang tidak terkomando merampok Acquapendente dan San Lorenzo all Grotte, serta menduduki Viterbo dan Roncigione, sebelum akhirnya tiba di tembok benteng kota Roma pada tanggal 5 Mei 1527.
Peristiwa Jatuhnya Roma
Jumlah pasukan yang mempertahankan Roma tidaklah besar, hanya terdiri atas 5.000 kaum milisi pimpinan Renzo de Ceri dan Garda Swiss Sri Paus. Pertahanan kota melibatkan tembok-tembok raksasa dan sebuah kekuatan artileri yang kuat yang mana pasukan Kekaisaran tidak bisa menandingi. Charles III perlu untuk menguasai Roma dengan cepat untuk menghindari risiko terjebak antara pasukan pertahanan kota yang sedang diserang dan pasukan Liga Cognac yang pasti akan datang membantu.
Pada tanggal 6 Mei, pasukan Kekaisaran menyerang tembok-tembok kota di Gianicolo dan Bukit-bukit Vatikan. Charles III terluka parah dan akhirnya meninggal dalam serangan tersebut. Benvenuto Cellini dianggap sebagai orang yang bertanggung jawab atas terlukanya bangsawan Bourbon tersebut.
Kematian pemegang komando pasukan yang dihormati yang terakhir tersebut menyebabkan para prajurit tidak dapat lagi menahan diri dan mereka dengan mudah mengambil-alih tembok-tembok Roma di hari yang sama. Sebuah peristiwa penting dalam sejarah Garda Swiss terjadi saat itu. Hampir semua anggota Garda Swiss dibunuh oleh para tentara Kekaisaran di tangga Basilika Santo Petrus. Dari 189 prajurit yang sedang bertugas, hanya 42 prajurit Garda Swiss Sri Paus yang selamat. Namun, pengorbanan dan keberanian mereka memastikan bahwa Paus Klemens VII berhasil menyelamatkan diri lewat Passetto di Borgo, sebuah koridor rahasia yang masih menghubungan kota Vatikan dan Castle Sant'Angelo.
Setelah pengeksekusian sekitar 1.000 tentara yang mencoba mempertahankan Roma, perampokan dan penjarahan kota mulai berlangsung. Gereja-gereja dan biara-biara, termasuk juga istana-istana para uskup dan kardinal, dirusak dan dirampas barang-barang berharganya. Banyak biarawati dan wanita lainnya yang diperkosa tanpa ada yang berusaha mencegahnya; para pria disiksa dan dibunuh. Bahkan para kardinal yang pro dengan Kekaisaran harus membayar para tentara perampok ini untuk menyelamatkan kekayaan mereka.
Pada tanggal 8 Mei, Colonna - Kardinal Pompeo - seorang musuh pribadi Paus Klemens VII, tiba di Roma. Ia diikuti oleh para petani dari daerahnya yang datang untuk membalas dendam atas perampokan yang mereka alami sebelumnya atas perintah Sri Paus. Namun, Colonna menjadi iba melihat kondisi yang sangat menyedihkan tersebut di Roma dan membiarkan banyak penduduk Roma untuk mengungsi ke istananya.
Setelah kerusuhan selama tiga hari, Philibert memerintahkan agar perampokan dan penjarahan untuk berhenti, namun hanya sedikit dari para tentara yang mentaatinya. Sementara itu, Paus Klemens VII terus menjadi tahanan di Castel Sant'Angelo. Francesco Maria della Rovere dan Michele Antonio dari Saluzzo datang dengan bantuan kekuatan tentara pada tanggal 1 Juni di Monterosi, sebelah utara Roma. Mungkin karena tindakan mereka yang terlalu berhati-hati sehingga kemenangan mudah atas tentara Kekaisaran yang tidak disiplin lagi tidak tercapai.
Pada tanggal 6 Juni, Paus Klemens VII menyerahkan dan setuju untuk membayar pampasan perang sebesar 400.000 ducati sebagai jaminan atas nyawanya. Kondisi penyerahan termasuk dicaploknya Parma, Piacenza, Civitavecchia dan Modena oleh Kekaisaran Romawi Suci (walau hanya Modena yang nyatanya dapat dikuasai). Pada saat yang bersamaan Venice mengambil kesempatan dari situasi ini untuk mencaplok Cervia dan Ravenna, dan Sigismondo Malatesta kembali ke Rimini.
Pasca Peristiwa
Charles V sangat malu dan tidak berdaya untuk menghentikan tindakan keji pasukannya, tapi ia tidak kecewa dengan kenyataan bahwa pasukannya telah mengalahkan pasukan Paus Klemens VII dan memenjarakannya. Paus Klemens VII selanjutnya menjalani sisa hidupnya berusahan untuk menghindari konflik dengan Charles V, menghindari mengambil keputusan-keputusan yang bisa membuat Sang Kaisar Romawi Suci itu tidak senang (contohnya, ia menolak permintaan pembatalan pernikahan Raja Inggris Henry VIII untuk menceraikan Catherine dari Aragon karena Catherine adalah bibi dari Charles V, Kaisar Romawi Suci dan Charles I dari Spanyol).
Peristiwa ini menandai akhir dari Masa Pencerahan Romawi, merusak wibawa kekuasaan Sri Paus dan membebaskan Charles V untuk bertindak sesuka hati melawan gerakan Reformasi di Jerman. Terhadap hal ini, Martin Luther berkomentar: “Kristus menunjukkan kekuasaan-Nya dengan jalan dimana Sang Kaisar yang menghakimi Luther demi Sri Paus (pada akhirnya) harus menghancurkan Sri Paus agar dapat tetap menghakimi Luther” (LW 49:169).
Sebagai peringatan atas peristiwa ini dan peringatan atas keberanian pasukan Garda Swiss, para anggota baru Garda Swiss Sri Paus dilantik pada tanggal 6 Mei tiap tahunnya.



Sumber

Pertempuran Actium (2-Habis)

Denah pertempuran Actium:
Tahun 32 SM, sudah tidak diragukan lagi bahwa akan terjadi perang saudara besar. Dengan dukungan dana dari Cleopatra, Antony berhasil mengumpulkan kekuatan yang luar biasa besarnya: 75,000 tentara Romawi (termasuk veteran-veteran kampanye di Phillippi dan Parthia), 25,000 tentara infanteri non-Romawi, 12,000 pasukan kavaleri. Sedangkan armadanya terdiri dari 500 kapal tempur berat dan 300 kapal dagang untuk urusan logistik. Meskipun memiliki pasukan sebesar ini, berbeda dengan Caesar dahulu, Antonius tidak bisa menyerang pasukan Octavian di Italia, karena ia akan masuk mulut macan propaganda Octavian "Cleopatra sang Ratu penguasa dunia".

Ia memutuskan menunggu di suatu posisi defensif di Actium, dan ini adalah sebuah kesalahan: meskipun secara strategis masuk akal karena untuk menyerang Octavian harus membentangkan jalur logistiknya sepanjang laut Adriatik, tetapi sejarah membuktikan bahwa strategi defensif terbukti fatal dalam kasus Pompeius (masa Caesar) dan para konspirator pembunuh Caesar dalam Perang Saudara.

Lebih parahnya lagi, moril tentara Antonius terpengaruh dengan hadirnya Cleopatra di kamp. Cleopatra, yang tidak ingin bertindak pasif, bermaksud baik ingin melihat sendiri kemajuan pasukan yang didanainya dan turut membantu mengambil keputusan di saat genting; akan tetapi, ini malah menjadi bumerang, karena malah makin meyakinkan tentara Romawi bawahan Antonius bahwa tuduhan Octavian benar: mungkin Cleopatra benar-benar menguasai Antonius dan menjadikannya boneka. Jadi mereka berperang untuk siapa? Ternyatalah bahwa peran yang diambil Antonius sebagai pemimpin dinasti Hellenistik membuatnya sulit bekerjasama dengan orang-orang Romawi bawahannya.

Sementara itu di pihak Octavian, Agrippa senantiasa menunjukkan kemahirannya sebagai admiral. Armada Octavian memilih bermarkas di tempat yang kemudian menjadi Nicopolis, di utara kamp Antonius, dipisahkan oleh selat sempit di Semenanjung Actium. Antonius mencoba memaksakan perang darat dengan cara memotong kamp Octavian dari sumber air, sedangkan Agrippa mencoba memblokir kapal-kapal perang Antonius di Teluk Ambracia. Pada fase awal, kedudukan stalemate: Antonius tidak berani bertempur di laut, Octavian tidak berani bertempur di darat. Akan tetapi penyakit terus menggerogoti pasukan Antonius; sang waktu memihak Octavian.

Tanggal 2 September, 31 SM, Antonius sudah putus asa. Pasukan terus menipis, pasokan logistik makin berkurang. Satu-satunya cara untuk menyelamatkan dirinya adalah mengambil resiko pertempuran terbuka di laut dengan kapalnya yang masih tersisa, 230 kapal perang. Terjadilah pertempuran laut besar-besaran (lihat peta), kedua pasukan bertempur gagah berani, namun pada akhirnya jumlah juga yang menentukan: Octavian dengan 400 kapalnya, dan pasukan yang lebih segar, akhirnya menang. Tengah hari, ketika angin bertiup, sekonyong-konyong sebuah skuadron 80 kapal, dipimpin oleh kapal bendera Cleopatra, melarikan diri dari gelanggang pertempuran, kembali ke Mesir. Antonius pun mengikuti.

Meskipun Antonius kabur dan Octavian memenangkan perang di laut, tentara darat Antonius yang masih loyal mundur teratur ke Macedonia. Octavian yang politikus ulung mengerti bahwa tentara yang mundur ini janganlah ditekan dengan pertempuran frontal. Ia memilih berunding dengan tentara ini, dan menawarkan akan membeli mereka dengan harga tinggi. Dengan kerajaan timur yang kaya sudah di depan mata, tentu uang bukan masalah bagi Octavian. Dan benar saja, Antonius dan Cleopatra tidak mampu mempertahankan Mesir terhadap invasi yang datang kemudian. Antonius bunuh diri dengan pedang, dan Cleopatra, yang sempat ditawan Octavian, memilih mati dengan bisa ular kobra. Octavian pun menguasai Mesir dan kekayaannya, berhasil menyatukan Romawi timur dan barat dibawah kekuasaannya sendiri. Ia kelak akan digelari "Augustus Caesar" oleh Senat, memerintah sampai 14 M, dan memulai era para Kaisar.

Kuncinya adalah kekalahan Antonius di Parthia tahun 36 SM. Sekarang bagaimana jika Antonius menang di Parthia? Ini sangat mungkin, apalagi Antonius sendiri jenderal yang mampu, tentaranya tengah tinggi moralnya, dan strateginya sudah benar (terbukti, kemudian jenderal-jenderal Roma berhasil menaklukkan Parthia melalui strategi ini). Yang jadi masalah hanya waktu mulainya kampanye yang tertunda. Dan tertundanya ini ironisnya terjadi karena Antonius menawarkan diri membantu Octavian melawan Sextus.

Kemenangan melawan Parthia akan berdampak besar bagi Antonius. Kemenangan Octavian terhadap Sextus jadi tidak ada apa-apanya. Di mata orang Roma, Antonius akan jadi lebih populer. Meskipun pertempuran seperti Actium tetap tidak terelakkan, pasukan Antonius yang bertempur moralnya tinggi, bertempur dipimpin oleh jenderal yang menang perang. Kemenangan tidak lagi menjadi pasti milik Octavian. Justru sebaliknya, sangat besar kemungkinannya Antonius bakal berjaya. Setelah menang, Antonius akan sementara kembali ke kota Roma, membersihkan golongan pro-Octavian yang masih tersisa sehingga ia bisa membentuk pemerintahan sesuai keinginannya. Kemungkinan besar, Antonius tidak se-ambisius Octavian untuk menjadi pemimpin tunggal atas Romawi -- lebih mungkin, Antonius akan membiarkan "kepemimpinan aristokrasi yang dipimpin oleh seorang pemimpin tunggal". Selama ini terjadi, ia harus membagi perhatiannya antara Roma dan Alexandria sebagai pemimpin dua dinasti: aristokrasi di Roma dan dinastinya sendiri dan Cleopatra di Alexandria. Maka Mesir tidak akan menjadi provinsi Romawi, tapi menjadi kerajaan independen, client-state Romawi yang diberi kuasa atas bagian timur Romawi. Dan kemungkinan besar berkembang menjadi kerajaan yang lebih baik daripada Romawi, karena terbukti bahwa keturunan-keturunan Ptolemy bisa memaksimalkan pendapatan sekaligus meminimalisir konflik budaya.

Salah satu perkembangan sosial yang dimungkinkan oleh berkuasanya Cleopatra (dan keturunannya) di Mesir adalah kesetaraan gender. Dinasti Ptolemy memberi keleluasaan bagi para wanita Mesir untuk bertindak seperti halnya pria: mereka bisa memimpin negara, mereka bisa menempati posisi-posisi penting di masyarakat, dan berdagang atas nama mereka sendiri. Apalagi ditunjang Cleopatra sebagai contoh yang baik. Ini sangat berbeda dengan diskriminasi gender dalam kebudayaan Romawi (yang terus terbawa sampai milenium ke-2 M!) Mesir akan menjadi pusat budaya yang berkembang pesat, ditunjang dengan datangnya imigran-imigran yang tertarik hidup di Mesir karena kemampuan pemerintahnya memerintah rakyat yang multi-budaya.


Sumber

Copyright @ 2013 PEJUANG ISLAM.