Minggu, 12 Januari 2014

Filled Under:

Imperium Britania (2)

Persaingan dengan Belanda di Asia

Pada akhir abad ke-16, Inggris dan Belanda mulai menentang monopoli Portugis terhadap perdagangan di Asia dengan bekerjasama membentuk kongsi dagang gabungan antara East India Company (EIC) milik Inggris dengan Vereenigde Oost-Indische Compagnie (VOC) milik Belanda pada tahun 1602. Tujuan utama dari kongsi-kongsi dagang tersebut adalah untuk menguasai pasar perdagangan rempah-rempah yang menguntungkan, terutama di kawasan Kepulauan Hindia Timur serta wilayah sentral jaringan perdagangan di Asia; India. Pada akhirnya, Inggris dan Belanda justru saling bersaing memperebutkan supremasi perdagangan di Asia dari Portugis.[42] Meskipun Inggris pada akhirnya bisa mengimbangi posisi Belanda sebagai kekuatan kolonial, dalam waktu singkat sistem keuangan Belanda melesat lebih maju dibandingkan dengan Inggris.[43] Serangkaian peperangan antara Belanda dengan Inggris pada abad ke-17 turut memperpanas persaingan mereka di Asia. Permusuhan antara kedua negara ini baru berhenti setelah meletusnya Revolusi Agung pada tahun 1688, yaitu saat William III dari Oranye naik tahta menjadi raja Inggris dan mengesahkan kesepakatan damai antara Inggris dan Belanda. Kesepakatan itu menyatakan kalau Belanda berhak menguasai perdagangan rempah-rempah di Hindia Timur, sedangkan Inggris mendapatkan industri tekstil di India. Meskipun demikian, industri tekstil perlahan-lahan mulai menyalip perdagangan rempah-rempah Belanda dalam hal keuntungan dan penjualan. Kemudian, pada tahun 1720, kejayaan ekonomi Belanda berhasil disusul oleh Inggris.[43]

 Fort St. George yang didirikan di Madras pada tahun 1639.

Persaingan dengan Perancis

Perdamaian antara Inggris dan Belanda pada tahun 1688 menandakan bahwa kedua negara tersebut akan memasuki Perang Sembilan Tahun sebagai sekutu. Namun perang tersebut membuat Belanda harus mencurahkan sebagian besar dari anggaran militer mereka untuk kepentingan perang, hal ini pada akhirnya membuat kekuasaan kolonial Inggris lebih kuat dari Belanda.[44] Pada abad ke-18, Inggris (kemudian menjadi Britania Raya setelah bersatu dengan Skotlandia pada tahun 1707) berjaya sebagai kekuatan kolonial paling dominan di dunia, dan hanya Perancis yang menjadi saingan utamanya di ranah imperialisme.[45]

Kekalahan Perancis dalam Pertempuran Quebec pada tahun 1759.

Setelah kematian Charles II dari Spanyol pada tahun 1700, tahta Spanyol beserta wilayah-wilayah koloninya jatuh ke tangan Philippe dari Anjou, cucu dari Louis XIV dari Perancis. Philippe kemudian mencetuskan ide mengenai prospek penyatuan Spanyol dan Perancis beserta wilayah koloninya masing-masing untuk membentuk suatu aliansi kolonial yang akan mengalahkan Inggris dan tak tertandingi di Eropa.[46] Pada tahun 1701, Inggris, Portugis dan Belanda bergabung dengan Kekaisaran Romawi Suci untuk melawan Spanyol dan Perancis dalam Perang Suksesi Spanyol. Perang ini berakhir pada tahun 1713 dengan disahkannya Perjanjian Utrecht,[46] yang menyatakan bahwa Kerajaan Spanyol-Perancis dibagi-bagi dan Inggris mendapatkan bagian terbesar: dari Perancis, Inggris mendapatkan Newfoundland dan Acadia, sedangkan dari Spanyol, Inggris mendapatkan Gibraltar dan Menorca. Gibraltar (yang saat ini masih dimiliki oleh Inggris) dijadikan sebagai pangkalan angkatan laut penting dan memungkinkan Inggris untuk mengontrol jalur perdagangan Atlantik dari dan ke Mediterania. Menorca dikembalikan kepada Spanyol dalam Perjanjian Amiens pada tahun 1802 setelah dipindah-tangankan sebanyak tiga kali. Spanyol juga menyetujui untuk memberikan hak Asiento, yaitu hak untuk menjual budak-budak di Spanyol-Amerika kepada Inggris.[47]
Perang Tujuh Tahun yang meletus pada tahun 1756 menjadi perang pertama yang berlangsung dalam skala global. Perang ini berlangsung di Eropa, India, Amerika Utara, Karibia, Filipina dan pesisir Afrika. Penandatanganan Perjanjian Paris 1763 yang menandai berakhirnya perang ini memiliki konsekuensi penting terhadap masa depan Imperium Britania. Di Amerika Utara, kejayaan Perancis berakhir seiring dengan diserahkannya Dataran Rupert (Kanada) kepada Inggris.[35] Perancis juga harus merelakan Perancis Baru jatuh ke tangan Inggris (meninggalkan sebagian besar penduduk berbahasa Perancis yang berada di bawah kendali Inggris). Sedangkan Spanyol menyerahkan Florida dan Louisiana ke tangan Inggris. Di India, setelah Perang Carnatic, Perancis memang masih menguasai India-Perancis, namun dengan adanya pembatasan militer dan kewajiban untuk mendukung wilayah-wilayah koloni Inggris, harapan Perancis untuk menguasai India pun berakhir.[48] Kemenangan Inggris atas Perancis dalam Perang Tujuh Tahun menjadikan Inggris sebagai kekuatan maritim paling kuat di dunia pada saat itu.[49]

Imperium Britania kedua (1783–1815)

Penguasaan India

Selama abad pertama pengoperasiannnya, British East India Company (EIC) cuma terfokus pada perdagangan di India, sama sekali tidak terpikir untuk menantang Kesultanan Mughal, yang memberi izin berdagang pada tahun 1617 karena posisi serta kekuasaannya di India lebih kuat dari Inggris.[50] Namun hal ini berubah pada abad ke-18. Ketika Kesultanan Mughal membatasi hak-hak EIC, Inggris dengan EIC nya berjuang menjatuhkan Kekaisaran Mughal - yang dibantu oleh Perancis - dalam Perang Carnatic pada periode 1740-an dan 1750-an. Dalam Pertempuran Plassey tahun 1757, Inggris yang dipimpin oleh Robert Clive berhasil menaklukkan Mughal beserta sekutu Perancisnya. Kemenangan ini menjadikan Inggris sebagai penguasa serta kekuatan militer dan politik terbesar di India.[51] Selama dekade berikutnya, Inggris secara bertahap sukses memperluas wilayah teritori yang berada di bawah kekuasaannya di India, baik dengan menguasainya secara langsung ataupun melalui penguasa lokal yang berada di bawah ancaman kekuatan tentara Inggris di India.[52] Kemaharajaan Britania (sebutan untuk Inggris-India) akhirnya tumbuh menjadi harta yang paling berharga bagi Imperium Britania, dijuluki "permata dalam mahkota", mencakup wilayah yang lebih besar dari Kekaisaran Romawi, India menjadi koloni yang paling penting bagi kekuatan Inggris, sekaligus membantu mendefinisikan statusnya sebagai imperium terbesar di dunia.[53]

 Kemenangan Robert Clive dalam Pertempuran Plassey.

Lepasnya Tiga Belas Koloni

Selama periode 1760-an dan 1770-an, hubungan antara Tiga Belas Koloni dan Inggris menjadi semakin tegang, terutama karena Undang-Undang Stempel 1765 yang dikeluarkan oleh Parlemen Inggris yang tidak konstitusional. Parlemen Inggris menegaskan bahwa mereka punya hak untuk memberlakukan pajak pada para kolonis.[54] Kolonis mengklaim bahwa karena mereka penduduk Inggris, perpajakan tanpa perwakilan rakyat dianggap ilegal. Kolonis di Tiga Belas Koloni membentuk Kongres Kontinental yang bersatu dan pemerintahan bayangan di setiap koloni serta menyerukan istilah "tolak pajak tanpa perwakilan rakyat". Pemboikotan kolonis terhadap teh Inggris yang terkena pajak mendorong terjadinya peristiwa Pesta Teh Boston pada tahun 1773. Perselisihan demi perselisihan pada akhirnya mengakibatkan terjadinya Revolusi Amerika dan pecahnya Perang Revolusi pada tahun 1775. Tahun berikutnya, koloni menyatakan kemerdekaan atas Inggris dan dengan bantuan dari Perancis, Tiga Belas Koloni akhirnya berhasil memenangkan perang pada tahun 1783 dan kemudian mendirikan Amerika Serikat.[55]

Tewasnya Jenderal Mercer dalam Pertempuran Princeton oleh John Trumbull. Lepasnya Tiga Belas Koloni di Amerika Utara menandai berakhirnya Imperium Britania pertama.

Lepasnya koloni-koloni Inggris yang paling padat penduduknya di Amerika Utara oleh para sejarawan didefenisikan sebagai masa peralihan dari "Imperium Britania pertama" ke "Imperium Britania kedua".[56] Sejak itu, Inggris mengalihkan perhatiannya pada koloni-koloninya yang tersebar di Asia, Pasifik dan Afrika. Tahun 1776, Adam Smith lewat bukunya yang berjudul The Wealth of Nations menyatakan kritik terhadap merkantilisme. Menurut Smith, ekonomi pasar merupakan sumber utama kemajuan, kerja sama, dan kesejahteraan, sementara campur tangan politik dan peraturan pemerintah merupakan hal yang tidak ekonomis, kemunduran, dan dapat menyebabkan konflik.[49][57] Pertumbuhan perdagangan antara Amerika Serikat sebagai negara yang baru merdeka dengan Inggris sebagai negara tua sejak tahun 1783 membuktikan teori Smith bahwa kontrol politik tidak diperlukan untuk keberhasilan ekonomi.[58][59] Ketegangan antara kedua negara ini meningkat selama berlangsungnya Perang Napoleon. Inggris berusaha untuk memutuskan hubungan dagang antara Amerika Serikat dengan Perancis. Pada tahun 1812, Amerika Serikat menyatakan perang terhadap Inggris, dan kedua negara tersebut saling menyerbu. Namun demikian, konflik lebih lanjut di antara kedua negara itu berhasil dicegah dengan disahkannya Perjanjian Ghent pada tahun 1815.[60]
Serangkaian peristiwa yang terjadi di Amerika Serikat turut mempengaruhi kebijakan Inggris di Kanada.[61] Sekitar 40.000 hingga 100.000 Loyalis yang telah kalah bermigrasi ke Kanada setelah deklarasi kemerdekaan Amerika Serikat.[62] Kurang lebih 14.000 Loyalis menetap di sepanjang sungai Saint John dan Saint Croix (sekarang bagian dari Nova Scotia). Namun mereka menganggap kalau lokasinya terlalu jauh dari pusat pemerintahan provinsi di Halifax. Oleh sebab itu, Inggris kemudian memekarkan New Brunswick menjadi satu koloni terpisah pada tahun 1784.[63] Undang-Undang Konstitusi tahun 1791 disahkan untuk membagi Kanada jadi dua bagian, yaitu Provinsi Kanada Atas (untuk penduduk berbahasa Inggris) dan Kanada Bawah (untuk penduduk berbahasa Perancis) dengan tujuan untuk meredakan ketegangan antara komunitas Perancis dan komunitas Inggris di Kanada. Sistem pemerintahan yang diterapkan di Kanada harus berpedoman pada Britania Raya untuk menegaskan otoritas imperialisnya dan segala jenis kontrol pemerintahan yang dianggap sebagai penyebab Revolusi Amerika tidak diijinkan.[64]

(Bersambung)

0 komentar:

Posting Komentar

Copyright @ 2013 PEJUANG ISLAM.