Rabu, 25 Desember 2013

Penaklukan Konstantinopel (4-Habis)

Pedang Siileyman I, abad ke-16, panjang 93cm, Museum Militer, Istanbul.
 Detail, sword of Suleyman I, 16th century, length 93cm
 detail pegangan, yatagan dari Siileyman I, 1526
 Detail dari pisau, yatagan dari Siileyman I

 Yatagan dari Siileyman I, 1526 panjang 66cm
 Saber dalam sarung permata, panjang 97 cm, Kekaisaran Ottoman, abad ke-17

 Pisau belati
Ottoman parade saber dengan gagang karabela 
 Ottoman, pertengahan abad ke-16, Istanbul. Dihiasi dengan emas dan permata.
dibuat tahun 1526 atau 1527 untuk perhiasan Ahmed Tekelü Sultan Süleyman the Magnificent






Sumber

Penaklukan Konstantinopel (3)

 Janisari

Janisari berasal dari bahasa Turki Utsmaniyah Yeniceri yang berarti "pasukan baru" adalah pasukan infanteri yang dibentuk oleh Sultan Murad I dari Kekalifahan Bani Seljuk pada abad ke-14. Pasukan ini berasal dari bangsa-bangsa Eropa Timur yang wilayahnya berhasil dikuasai oleh Turki. Utsmani Tentara ini dibentuk tak lama setelah Kekaisaran Byzantium kalah oleh Turki Utsmani. Alasan utama pembentukan laskar Janisari adalah karena tentara Turki Utsmani yang ada tidak memadai, terutama karena terdiri dari suku-suku yang kesetiaanya diragukan. Janisari awalnya adalah para tahanan perang (terutama yang asalnya dari Eropa Timur - Balkan) yang diampuni tetapi dengan syarat harus membela Kekaisaran Turki Utsmani.

Sejalan dengan waktu, untuk memastikan kesetiaan kesatuan ini, selanjutnya Sultan punya ide untuk merekrut pasukan Janisari ini dari budak yang masih bocah, sehingga mereka bisa diajari (didoktrin) untuk membela dan mengawal Sultan. Pada masa itu, pasukan Janisari ini adalah pasukan terkuat di dunia. Konon pasukan ini adalah pasukan yg pertama sekali memakai senapan.(yang kemudian ditiru oleh orang Eropa). Saat itu Turki memiliki persediaan mesiu yang cukup banyak (dimana pada saat itu di daerah lain masih langka). Pasukan ini adalah pasukan kedua setelah Mongol yang berhasil menjajah Eropa.

Janisari adalah brigade terpisah dari pasukan reguler Turki yang bertugas mengawal Sultan Dinasti Utsmani (Ottoman Empire). Sedangkan Bani Seljuk adalah Dinasti sebelum Utsmani. Utsman diambil dari pemimpin kabilah Osmani yg mempunyai kekuatan yang besar sewaktu Bani Seljuk masih berkuasa. Waktu Seljuk pecah, kabilah yang dipimpin Osmani menyatukannya kembali dibawah bendera baru. Kekuasaan Turki Utsmani mencapai seluruh wilayah di Balkan dan Eropa Tenggara. Kota Wina dua kali diserang oleh kakuatan Turki Utsmani, tetapi karena seluruh kerajaan di Eropa bersatu untuk membendung dengan kekuatan penuh dan logistik yang memadai, ambisi Turki Utsmani untuk menguasai seluruh Eropa tidak berhasil.

Pakaian khas Janisari adalah sejenis long musket. Ciri khasnya adalah topinya yang memakai tutup kain dari depan ke belakang leher, menyerupai sorban.


Kisah terkenal mengenai kehebatan pasukan ini adalah ketika Byzantine kalah total saat Constantinopel ditaklukan oleh Turki Utsmani yang dipimpin oleh Sultan Mahmud Al-Fatih, beliau anak dari Sultan Murad II. Saat itu Janisari adalah pasukan yang berperan penting dalam pertempuran tersebut. Yang menarik, pada zaman Sultan Mahmud, Pasukan Janisari termasuk yang ikut bertempur melawan Dracula si Penyula dari Wallachia dekat Transyvania yang haus darah. Dracula (Vlad Teppes) sempat dikalahkan adiknya sendiri yaitu Radu yang saat itu menjadi pemimpin Janisari untuk menaklukan Dracula. (Dracula artinya anak Dracul atau anak naga karena bapaknya adalah Vlad Dracul yang menjadi anggota Ordo Naga).

Jannisary sendiri dibagi manjadi dua kesatuan, yaitu: infantri dan kavaleri.

  1. Jannisarry Heavy Infantry, merupakan pasukan infantry bentukan pertama yang membawa nama harum pasukan turki ke berbagai belahan eropa dan asia, pasukan ini menggunakan baju zirah dan rantai besi, tidak membawa tameng dan bersenjatakan haldberd (semacam tombak panjang yang memiliki mata kapak). pasukan ini sangat ganas dan nyaris tak terkalahkan dalam setiap pertempuran.
  2. Jannisarry Musketter (Kaveleri). Setelah sukses menguasai sebagian besar eropa, maka kekaisaran ottoman mulai membentuk satuan pasukan penembak khusus yang dicomot dari pasukan infantry janissary terdahulu, dan diberikan senapan teknologi terbaik di jamannya yaitu ” musketter” yang lebih baik dari hand gun biasa.
Selain Janisari, Turki Utsmaniyah juga masih mempunyai kesatuan elite lainnya, yaitu: Tentara Ghulam, Cavalary Sipahi, dan tentunya pasukan Onta.

Selama beberapa abad Janisari bertahan sebagai pasukan elit pengawal Sultan. Karena statusnya itu Janisari, baik secara jumlah dan status berkembang semakin besar. Sekitar abad 19 Janisari dibubarkan oleh Sultan Mahmud II pada tahun 1826 karena terjadinya insiden Auspicious, dimana laskar Janisari mencoba melakukan kudeta terhadap kekaisaran Turki Ottoman.
Pedang dengan nama dan alamat Sultan Baybars
Belati dan pelapah
Yataghan dan sarung
Belati Topkapi. Ini dibuat untuk disampaikan kepada Nadir Shah.
Berenamel dan belati bertatah berlian

pisau ini dipahat dalam bentuk relif ayat-ayat Al Qur'an, sekitarnya dihiasi dengan emas
Turki Utsmani abad 17
Pedang Mehmed II, Penakluk, panjang 140cm, abad ke-15, Museum Topkapi.





(Bersambung)

Penaklukan Konstantinopel (2)

Constantine XI

Setelah proses persiapan yang teliti, akhirnya pasukan Sultan Muhammad Al-Fatih tiba di kota Konstantinopel pada hari Kamis 26 Rabiul Awal 857 H atau 6 April 1453 M. Di hadapan tentaranya, Sultan Al-Fatih lebih dahulu berkhutbah mengingatkan tentang kelebihan jihad, kepentingan memuliakan niat dan harapan kemenangan di hadapan Allah Subhana Wa Ta''ala. Dia juga membacakan ayat-ayat Al-Qur''an mengenainya serta hadis Nabi Shallallahu ''Alaihi Wasallam tentang pembukaan kota Konstantinopel. Ini semua memberikan semangat yang tinggi pada bala tentera dan lantas mereka menyambutnya dengan zikir, pujian dan doa kepada Allah Subhana Wa Ta'ala.


Kota dengan benteng >10m tersebut memang sulit ditembus, selain di sisi luar benteng pun dilindungi oleh parit 7m. Dari sebelah barat pasukan artileri harus membobol benteng dua lapis, dari arah selatan Laut Marmara pasukan laut Turki harus berhadapan dengan pelaut Genoa pimpinan Giustiniani dan dari arah timur armada laut harus masuk ke selat sempit Golden Horn yang sudah dilindungi dengan rantai besar hingga kapal perang ukuran kecil pun tak bisa lewat.

Berhari-hari hingga berminggu-mingGu benteng Byzantium tak bisa jebol, kalaupun runtuh membuat celah maka pasukan Constantine langsung mempertahankan celah tsb dan cepat menutupnya kembali. Usaha lain pun dicoba dengan menggali terowongan di bawah benteng, cukup menimbulkan kepanikan kota, namun juga gagal.


Hingga akhirnya sebuah ide yang terdengar bodoh dilakukan hanya dalam waktu semalam. Salah satu pertahanan yang agak lemah adalah melalui Teluk Golden Horn yang sudah dirantai. Ide tersebut akhirnya dilakukan, yaitu dengan memindahkan kapal-kapal melalui darat untuk menghindari rantai penghalang, hanya dalam semalam dan 70-an kapal bisa memasuki wilayah Teluk Golden Horn (ini adalah ide ”tergila” pada masa itu namun Taktik ini diakui sebagai antara taktik peperangan (warfare strategy) yang terbaik di dunia oleh para sejarawan Barat sendiri).

 Rantai yang menghalangi kapal masuk ke Teluk Golden Horn. (koleksi Museum Hagia Sophia)


70 kapal di tarik melewati bukit di daerah Galata untuk masuk ke Teluk Golden Horn yang di hadang rantai.



















































Rantai yang melindungi pintu masuk ke Teluk Golden Horn

Sultan Muhammad Al-Fatih pun melancarkan serangan besar-besaran ke benteng Bizantium di sana. Takbir "Allahu Akbar, Allahu Akbar!" terus membahana di angkasa Konstantinopel seakan-akan meruntuhkan langit kota itu. Pada 27 Mei 1453, Sultan Muhammad Al-Fatih bersama tentaranya berusaha keras membersihkan diri di hadapan Allah Subhana Wa Ta''ala. Mereka memperbanyak shalat, doa, dan dzikir. Hingga tepat jam 1 pagi hari Selasa 20 Jumadil Awal 857 H atau bertepatan dengan tanggal 29 Mei 1453 M, setelah sehari istirahat perang, pasukan Turki Utsmani dibawah komando Sultan Muhammad II kembali menyerang total, diiringi hujan dengan tiga lapis pasukan, irregular di lapis pertama, Anatolian army di lapis kedua dan terakhir pasukan elit Yanisari.


Giustiniani sudah menyarankan Constantine untuk mundur atau menyerah tapi Constantine tetap konsisten hingga gugur di peperangan. Kabarnya Constantine melepas baju perang kerajaannya dan bertempur bersama pasukan biasa hingga tak pernah ditemukan jasadnya. Giustiniani sendiri meninggalkan kota dengan pasukan Genoa-nya. Kardinal Isidor sendiri lolos dengan menyamar sebagai budak melalui Galata, dan Pangeran Orkhan gugur di peperangan.

Pasukan Turki Utsmani yang sangat canggih di zamannya dengan teknologi Meriam Terbesar di zamannya

The Great Turkish Bombard

Para mujahidin diperintahkan supaya meninggikan suara takbir kalimah tauhid sambil menyerang kota. Tentara Utsmaniyyah akhirnya berhasil menembus kota Konstantinopel melalui Pintu Edirne dan mereka mengibarkan bendera Daulah Utsmaniyyah di puncak kota. Kesungguhan dan semangat juang yang tinggi di kalangan tentara Al-Fatih, akhirnya berjaya mengantarkan cita-cita mereka.
Konstantinopel telah jatuh, penduduk kota berbondong-bondong berkumpul di Hagia Sophia/ Aya Sofia, dan Sultan Muhammad II memberi perlindungan kepada semua penduduk, siapapun, baik Yahudi maupun Kristen karena mereka (penduduk) termasuk non muslim dzimmy (kafir yang harus dilindungi karena membayar jizyah/pajak), muahad (yang terikat perjanjian), dan musta’man (yang dilindungi seperti pedagang antar negara) bukan non muslim harbi (kafir yang harus diperangi). Konstantinopel diubah namanya menjadi Islambul (Islam Keseluruhannya). Hagia Sophia pun akhirnya dijadikan masjid dan gereja-gereja lain tetap sebagaimana fungsinya bagi penganutnya.


Toleransi tetap ditegakkan, siapa pun boleh tinggal dan mencari nafkah di kota tersebut. Sultan kemudian membangun kembali kota, membangun sekolah gratis, siapapun boleh belajar, tak ada perbedaan terhadap agama, membangun pasar, membangun perumahan, membangun rumah sakit, bahkan rumah diberikan gratis bagi pendatang di kota itu dan mencari nafkah di sana. Hingga akhirnya kota tersebut diubah menjadi Istanbul, dan pencarian makam Abu Ayyub dilakukan hingga ditemukan dan dilestarikan. Dan kini Hagia Sophia sudah berubah menjadi museum.


(Bersambung)

Penaklukan Konstantinopel (1)



Kalau ada sosok yang ditunggu-tunggu kedatangannya sepanjang sejarah Islam, dimana setiap orang ingin menjadi sosok itu, maka dia adalah sang penakluk Konstantinopel. Bahkan para shahabat Nabi sendiri pun berebutan ingin menjadi orang yang diceritakan Nabi SAW dalam sabdanya.

Betapa tidak, beliau Nabi SAW memang betul-betul memuji sosok itu. Beliau bersabda “Kota Konstantinopel akan jatuh ke tangan Islam. Pemimpin yang menaklukkannya adalah sebaik-baik pemimpin dan pasukan yang berada di bawah komandonya adalah sebaik-baik pasukan.”
[H.R. Ahmad bin Hanbal Al-Musnad 4/335].

Dari Abu Qubail berkata: Ketika kita sedang bersama Abdullah bin Amr bin al-Ash, dia ditanya: Kota manakah yang akan dibuka terlebih dahulu; Konstantinopel atau Rumiyah?
Abdullah meminta kotak dengan lingkaran-lingkaran miliknya. Kemudian dia mengeluarkan kitab. Abdullah berkata: Ketika kita sedang menulis di sekitar Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, beliau ditanya: Dua kota ini manakah yang dibuka lebih dulu: Konstantinopel atau Rumiyah/Roma?
Rasul menjawab, “Kota Heraklius dibuka lebih dahulu.” Yaitu: Konstantinopel.

(HR. Ahmad, ad-Darimi, Ibnu Abi Syaibah dan al-Hakim)

Hadits ini dishahihkan oleh al-Hakim. Adz-Dzahabi sepakat dengan al-Hakim. Sementara Abdul Ghani al-Maqdisi berkata: Hadits ini hasan sanadnya. Al-Albani sependapat dengan al-Hakim dan adz-Dzahabi bahwa hadits ini shahih. (Lihat al-Silsilah al-Shahihah 1/3, MS)

Ada dua kota yang disebut dalam nubuwwat nabi di hadits tersebut;

1. Konstantinopel

Kota yang hari ini dikenal dengan nama Istambul, Turki. Dulunya berada di bawah kekuasaan Byzantium yang beragama Kristen Ortodoks. Tahun 857 H / 1453 M, kota dengan benteng legendaris tak tertembus akhirnya runtuh di tangan Sultan Muhammad al-Fatih, sultan ke-7 Turki Utsmani.

2. Rumiyah

Dalam kitab Mu’jam al-Buldan dijelaskan bahwa Rumiyah yang dimaksud adalah ibukota Italia hari ini, yaitu Roma. Para ulama termasuk Syekh al-Albani pun menukil pendapat ini dalam kitabnya al-Silsilah al-Ahadits al-Shahihah.

Kontantinopel telah dibuka 8 abad setelah Rasulullah menjanjikan nubuwwat tersebut. Tetapi Roma, hingga hari ini belum kunjung terlihat bisa dibuka oleh muslimin. Ini menguatkan pernyataan Nabi dalam hadits di atas. Bahwa muslimin akan membuka Konstantinopel lebih dulu, baru Roma.

Itu artinya, sudah 15 abad sejak Rasul menyampaikan nubuwwatnya tentang penaklukan Roma, hingga kini belum juga Roma jatuh ke tangan muslimin.



Kekaisaran Romawi terpecah dua, Katholik Roma di Vatikan dan Yunani Orthodoks di Byzantium atau Constantinople yang kini menjadi Istanbul. Perpecahan tersebut sebagai akibat konflik gereja meskipun dunia masih tetap mengakui keduanya sebagai pusat peradaban. Constantine The Great memilih kota di selat Bosphorus tersebut sebagai ibukota, dengan alasan strategis di batas Eropa dan Asia, baik di darat sebagai salah satu Jalur Sutera maupun di laut antara Laut Tengah dengan Laut Hitam dan dianggap sebagai titik terbaik sebagai pusat kebudayaan dunia, setidaknya pada kondisi geopolitik saat itu. Constantinople yang kini menjadi Istanbul. Perpecahan tersebut sebagai akibat konflik gereja meskipun dunia masih tetap mengakui keduanya sebagai pusat peradaban. Constantine The Great memilih kota di selat Bosphorus tersebut sebagai ibukota, dengan alasan strategis di batas Eropa dan Asia, baik di darat sebagai salah satu Jalur Sutera maupun di laut antara Laut Tengah dengan Laut Hitam dan dianggap sebagai titik terbaik sebagai pusat kebudayaan dunia, setidaknya pada kondisi geopolitik saat itu.

Yang mengincar kota ini untuk dikuasai termasuk bangsa Gothik, Avars, Persia, Bulgar, Rusia, Khazar, Arab Muslim dan Pasukan Salib meskipun misi awalnya adalah menguasai Jerusalem. Arab-Muslim terdorong ingin menguasai Byzantium tidak hanya karena nilai strategisnya, tapi juga atas kepercayaan kepada ramalan Rasulullah SAW melalui riwayat Hadits di atas.

Sayangnya, prestasi yang satu itu, yaitu menaklukkan kota kebanggaan bangsa Romawi, Konstantinopel, tidak pernah ada yang mampu melakukannya. Tidak dari kalangan sahabat, tidak juga dari kalangan tabi`in, tidak juga dari kalangan khilafah Bani Umayyah dan Bani Abbasiyah.

Di masa sahabat, memang pasukan muslim sudah sangat dekat dengan kota itu, bahkan salah satu anggota pasukannya dikuburkan di seberang pantainya, yaitu Abu Ayyub Al-Anshari radhiyallahuanhu. Tetapi tetap saja kota itu belum pernah jatuh ke tangan umat Islam sampai 800 tahun lamanya.

Konstantinopel memang sebuah kota yang sangat kuat, dan hanya sosok yang kuat pula yang dapat menaklukkannya. Sepanjang sejarah kota itu menjadi kota pusat peradaban barat, dimana Kaisar Heraklius bertahta. Kaisar Heraklius adalah penguasa Romawi yang hidup di zaman Nabi SAW, bahkan pernah menerima langsung surat ajakan masuk Islam dari beliau SAW.

Ajakan Nabi SAW kepada sang kaisar memang tidak lantas disambut dengan masuk Islam. Kaisar dengan santun memang menolak masuk Islam, namun juga tidak bermusuhan, atau setidaknya tidak mengajak kepada peperangan.

Biografi Singkat
Sultan Mehmed II atau juga dikenal sebagai Muhammad Al-Fatih (bahasa Turki Ottoman: م�*مد ثانى Mehmed-i sānī, bahasa Turki: II. Mehmet, juga dikenal sebagai el-Fatih (الفات�*), "sang Penakluk", dalam bahasa Turki Usmani, atau, Fatih Sultan Mehmet dalam bahasa Turki;

Sultan Muhammad II dilahirkan pada 29 Maret 1432 Masehi di Adrianapolis (perbatasan Turki – Bulgaria). menaiki takhta ketika berusia 19 tahun dan memerintah selama 30 tahun (1451 – 1481).


Lambang Kekhalifahan

Beliau merupakan seorang sultan Turki Utsmani yang menaklukkan Kekaisaran Romawi Timur. Mempunyai kepakaran dalam bidang ketentaraan, sains, matematika & menguasai 7 bahasa yaitu Bahasa Arab, Latin, Yunani, Serbia, Turki, Persia dan Israil. Beliau tidak pernah meninggalkan Shalat fardhu, Shalat Sunat Rawatib dan Shalat Tahajjud sejak baligh. Beliau wafat pada 3 Mei 1481 kerana sakit gout sewaktu dalam perjalanan jihad menuju pusat Imperium Romawi Barat di Roma, Italia. Dari sudut pandang Islam, ia dikenal sebagai seorang pemimpin yang hebat, pilih tanding, dan tawadhu'' setelah Sultan Salahuddin Al-Ayyubi (pahlawan Islam dalam perang Salib) dan Sultan Saifuddin Mahmud Al-Qutuz (pahlawan Islam dalam peperangan di ''Ain Al-Jalut" melawan tentara Mongol).


Usaha Sultan dalam Menaklukan Konstantinopel
Istanbul atau yang dulu dikenal sebagai Konstantinopel, adalah salah satu bandar termasyhur dunia. Bandar ini tercatat dalam tinta emas sejarah Islam khususnya pada masa Kesultanan Utsmaniyah, ketika meluaskan wilayah sekaligus melebarkan pengaruh Islam di banyak negara. Bandar ini didirikan tahun 330 M oleh Maharaja Bizantium yakni Constantine I. Kedudukannya yang strategis, membuatnya punya tempat istimewa ketika umat Islam memulai pertumbuhan di masa Kekaisaran Bizantium. Rasulullah Shallallahu ''Alaihi Wasallam juga telah beberapa kali memberikan kabar gembira tentang penguasaan kota ini ke tangan umat Islam seperti dinyatakan oleh Rasulullah Shallallahu ''Alaihi Wasallam pada perang Khandaq.

Para khalifah dan pemimpin Islam pun selalu berusaha menaklukkan Konstantinopel. Usaha pertama dilancarkan tahun 44 H di zaman Mu''awiyah bin Abi Sufyan Radhiallahu ''Anhu. Akan tetapi, usaha itu gagal. Upaya yang sama juga dilakukan pada zaman Khilafah Umayyah. Di zaman pemerintahan Abbasiyyah, beberapa usaha diteruskan tetapi masih menemui kegagalan termasuk di zaman Khalifah Harun al-Rasyid tahun 190 H. Setelah kejatuhan Baghdad tahun 656 H, usaha menawan Kostantinopel diteruskan oleh kerajaan-kerajaan kecil di Asia Timur (Anatolia) terutama Kerajaan Seljuk. Pemimpinnya, Alp Arselan (455-465 H/1063-1072 M) berhasil mengalahkan Kaisar Roma, Dimonos (Romanus IV/Armanus), tahun 463 H/1070 M. Akibatnya sebagian besar wilayah Kekaisaran Roma takluk di bawah pengaruh Islam Seljuk.

Awal kurun ke-8 hijriyah, Daulah Utsmaniyah mengadakan kesepakatan bersama Seljuk. Kerjasama ini memberi nafas baru kepada usaha umat Islam untuk menguasai Konstantinopel. Usaha pertama dibuat di zaman Sultan Yildirim Bayazid saat dia mengepung bandar itu tahun 796 H/1393 M. Peluang yang ada telah digunakan oleh Sultan Bayazid untuk memaksa Kaisar Bizantium menyerahkan Konstantinople secara aman kepada umat Islam. Akan tetapi, usahanya menemui kegagalan karena datangnya bantuan dari Eropa dan serbuan bangsa Mongol di bawah pimpinan Timur Lenk.

Selepas Daulah Utsmaniyyah mencapai perkembangan yang lebih maju dan terarah, semangat jihad hidup kembali dengan nafas baru. Hasrat dan kesungguhan itu telah mendorong Sultan Murad II (824-863 H/1421-1451 M) untuk meneruskan usaha menaklukkan Kostantinopel. Beberapa usaha berhasil dibuat untuk mengepung kota itu tetapi dalam masa yang sama terjadi pengkhianatan di pihak umat Islam. Kaisar Bizantium menabur benih fitnah dan mengucar-kacirkan barisan tentara Islam. Usaha Sultan Murad II tidak berhasil sampai pada zaman anak beliau, Sultan Muhammad Al-Fatih (Mehmed II), sultan ke-7 Daulah Utsmaniyyah.

Semenjak kecil, Sultan Muhammad Al-Fatih telah mencermati usaha ayahnya menaklukkan Konstantinopel. Bahkan beliau mengkaji usaha-usaha yang pernah dibuat sepanjang sejarah Islam ke arah itu, sehingga menimbulkan keinginan yang kuat baginya meneruskan cita-cita umat Islam. Ketika beliau naik tahta pada tahun 855 H/1451 M, dia telah mulai berpikir dan menyusun strategi untuk menawan kota bandar tadi. Kekuatan Sultan Muhammad Al-Fatih terletak pada ketinggian pribadinya. Sejak kecil, dia dididik secara intensif oleh para ''ulama terulung di zamannya. Di zaman ayahnya, yaitu Sultan Murad II, Asy-Syeikh Muhammad bin Isma''il Al-Kurani telah menjadi murabbi Amir Muhammad (Al-Fatih). Sultan Murad II telah menghantar beberapa orang ''ulama untuk mengajar anaknya sebelum itu, tetapi tidak diterima oleh Amir Muhammad. Lalu, dia menghantar Asy-Syeikh Al-Kurani dan memberikan kuasa kepadanya untuk memukul Amir Muhammad jika membantah perintah gurunya.

Waktu bertemu Amir Muhammad dan menjelaskan tentang hak yang diberikan oleh Sultan, Amir Muhammad tertawa. Dia lalu dipukul oleh Asy-Syeikh Al-Kurani. Peristiwa ini amat berkesan pada diri Amir Muhammad lantas setelah itu dia terus menghafal Al-Qur''an dalam waktu yang singkat. Di samping itu, Asy-Syeikh Aaq Samsettin (Syamsuddin) merupakan murabbi Sultan Muhammad Al-Fatih yang hakiki. Dia mengajar Amir Muhammad ilmu-ilmu agama seperti Al-Qur''an, hadits, fiqih, bahasa (Arab, Parsi dan Turki), matematika, falak, sejarah, ilmu peperangan dan sebagainya.

Syeikh Aaq Syamsudin lantas meyakinkan Amir Muhammad bahwa dia adalah orang yang dimaksudkan oleh Rasulullah Shallallahu ''Alaihi Wasallam di dalam hadits pembukaan Kostantinopel.

Hari Jumat, 6 April 1453 M, Muhammad II bersama gurunya Syeikh Aaq Syamsudin, beserta tangan kanannya Halil Pasha dan Zaghanos Pasha merencanakan penyerangan ke Konstantinopel dari berbagai penjuru benteng kota tersebut. Dengan berbekal 250.000 ribu pasukan dan meriam -teknologi baru pada saat itu- Para mujahid lantas diberikan latihan intensif dan selalu diingatkan akan pesan Rasulullah Shallallahu ''Alaihi Wasallam terkait pentingnya Konstantinopel bagi kejayaan Islam.

Muhammad II mengirim surat kepada Paleologus untuk masuk islam atau menyerahkan penguasaan kota secara damai dan membayar upeti atau pilihan terakhir yaitu perang. Constantine menjawab bahwa dia tetap akan mempertahankan kota dengan dibantu Kardinal Isidor, Pangeran Orkhan dan Giovani Giustiniani dari Genoa.
(Bersambung)

Dinar dan Dirham (2-Habis)

5. Penimbangan Gandum Barley
Dalam mencari, mendekati dan mendapatkan kembali mitsqal dalam satuan hari ini yang dikenal dengan gram, maka kami menimbangan gandum barley (organik) berdasarkan tiga hal yang :
1. Kadar (Kemurniaan)
2. Berat
3. Nishab Zakat. (20 mistqal)
3 nishab zakat emas yang diketahui dan pernah digunakan adalah 89 gram, 93 gram dan nishab 85 gram baru dikenal belakangan ini. Konversi ke gram dengan cara penimbangan langsung 72 biji gandum organik (barley) ukuran sedang dan dipotong kedua ujungnya dilakukan pada Hari Sabtu, 12 Shafar 1432H bertepatan 16 Januari 2010, yang dapat dijelaskan sebagai berikut:
Penghitungan nishab 89 gram
24 x (89/20) = 106.8 gram (emas murni)
106.8 gram/22 = 4.85 gram (emas campuran)
106.8 gram /22.5 = 4.74 gram (emas campuran)
106.8 gram /23= 4.64 gram (emas campuran)
106.8 gram /24= 4.45 gram (emas murni) –
Di dapatkan timbangan berat rata-rata yang didapat adalah 4.467 gram
Penghitungan nishab 93 gram
24 x (93/20) = 111.6 gram (emas murni)
111.6 gram/22 = 5.07 gram (emas campuran)
111.6 gram /22.5 = 4.96 gram (emas campuran)
111.6 gram/23= 4.85 gram (emas campuran)
111.6 gram/24= 4.65 gram (campuran)
Penghitungan nishab 85 gram
24 x (85/20) = 102 gram (emas murni)
102 gram/22 = 4.63 gram (emas campuran)
102 gram /22.5 = 4.53 gram (emas campuran)
102 gram/23 = 4.43 gram (emas campuran)
102 gram/24 = 4.25 gram (emas murni) –
Didapatkan timbangan terendah adalah 4.377 gram
IMN-World Islamic Standard telah melakukan penimbangan kembali terhadap biji gandum barley untuk menguji satuan mitsqal sebagai satuan unit berat terhadap satuan berat yang menjadi kebiasaan hari ini yaitu gram, dan mendapatkan beberapa hal yang dijadikan landasan dan  perlu diketahui bersama, sebagai berikut:
  1. Dalam beberapa kali penimbangan diperoleh sebaran berat antara 4,377 gram hingga 4,566 g, dan dengan berat rata-rata 4,467 gram terhadap berat nishab zakat 89 gram, 91 gram, 93 gram dan nisab 85 gram baru datang kemudian, semua dalam emas murni.
  2. Berat terendah 4,377 gram didapatkan dengan memotong kedua ujung hingga sedikit merusak gandum tersebut, yang artinya pemotongan ujung dilakukan terlalu berlebihan.
  3. 1 Mitsqal berada pada 4,377 gram hingga 4,566 gram, dengan rata rata berat pada 4,467 gram.
  4. Berat Dinar yang ada saat ini 4,25 g merupakan hipotesis yang didasarkan pada koin koleksi Museum Inggris tanpa riset mendalam, berdasarkan otoritas Abdul Malik ibn Marwan (dan dicetak oleh Al-Hajjaj), Khalifah Abdul Malik bin Marwan bukan orang pertama yang mencetak dinar dan dirham dalam sejarah Islam, dengan mengabaikan fakta koin-koin dinar yang ada pada masa sebelum itu. Perlu dicatat bahwa kedua tokoh tersebut tinggal di istana Damaskus, Suriah yang sangat jauh dengan Madinah, sehingga tidak dapat dikatakan sebagai Amal Madinah.
  5. Berat 4,25 gram seperti disebutkan di atas tidak dapat diperoleh kecuali benar-benar merusak biji gandum barley, meskipun dengan pengeringan yang maksimal. Jika kita melihat berat 1 Dinar = 4,25 gram (mengacu pada koin dinar yang beredar saat ini) tidak mungkin didapat tanpa merusak buliran gandum yang digunakan. Hal itu tidak mungkin dilakukan karena sama sekali tidak sesuai kaidah satuan mitsqal.
  6. Dari hasil penimbangan, didapatkan bahwa berat 72 bulir dipotong kedua ujungnya nilainya mendekati 1/7 Troy Ounce. Hal ini menuntun kepada petunjuk bahwa,
1 Troy Ounce = 7 Mitsqal
7 Mitsqal = 1 Troy Ounce
1 Mitsqal = 31,1034768 gram/ 7
1 Mitsqal = 4,443353828571429 gram
Dalam Kitab Al-Muqaddimah, Ibn Khaldun menyebutkan bahwa berat 1 Dinar = 1 Mitsqal, berat 1 Mitsqal = berat 72 bulir gandum barley ukuran sedang yang dipotong kedua ujungnya.
Maka perhitungan syar’i konversi berat tradisional mithqal kepada gram adalah sebagai berikut:
1 Mitsqal = 1 Dinar. Berat 1 mitsqal = 72 biji gandum dipotong kedua ujungnya = 68-69 biji gandum utuh
Berat 1 Mitsqal = 4.443353828571429 gram
konversi ke gram dengan cara penghitungan standar 68 biji gandum utuh didapatkan 4.40632588 gram;
Konversi dalam satuan gram dengan cara penghitungan standar 69 biji gandum utuh didapatkan 4.47112479 gram. Maka Berat 1 Mitsqal adalah antara 4.40632588 – 4.47112479 gram
Mengikuti pendapat Al Maqrizi dalam Ighotsah Imam Maqrizi, beliau mengatakan bahwa 1 mitsqal adalah 22 qirath. Dari pengetahuan umum yang ada 1 qirath = 200 mg maka
1 mitsqal = 22 x 200 mg = 4400 mg = 4.4 gram
Dalam beberapa studi literatur mengenai satuan-satuan berat logam mulia yang digunakan pada masa awal kekhalifahan, di dapatkan terminologi troy ounce dan grain. Troy ounce adalah satuan berat yang dikembangkan pertama kali di kota Trojes, Perancis. Troy ounce masyhur digunakan pada logam mulia bahkan hingga sekarang.
Grain adalah satuan berat yang menggunakan bulir gandum utuh sebagai elemen penghitungannya, dimana
1 Troy Ounce = 480 grain
1 Grain = 64,79891 milligrams
1 Troy Ounce = 480 x 64.79891 milligrams
1 Troy Ounce = 31,1034768 gram
*lihat Grain (unit) dan berat troy ounce sesuai standard Internasional, antara mitsqal dan troy ounce keduanya menggunakan bulir gandum dalam perumusan timbangannya. Tentunya hal ini mendekati hasil penimbangan sebagaimana dijelaskan pada butir 1 hasil penelitian di atas.

6. Mitsqal (Mithqal)
Mitsqal secara bahasa adalah satu unit berat (the whole unit) sebagaimana disebutkan dalam al-Quran (99:7-8). Secara harfiah disebut berat, turunan dari akar kata semitik th-q-l (menimbang) dengan kata depan -mi- dari instrumentasi mithqal yang dibagi atas 24 karat. Sumber lain menganatak mithqal berasal dari bahasa Arab kuno yang berarti berat, satuan timbangan, dari fi’il atau kata kerja (thoqola) yang berarti menimbang, yang kemudian menjadi berat. Dalam bahasa Parsi, juga Urdu, dikenal mithqal. Pengertian secara bahasa istilah ini dapat di lihat dari berbagai literatur metrologi dinar dan dirham. 1 mitsqal adalah 22 qirath dikurangi satu biji atau 21 3/7 qirath (22 qirath dikurangi 1 biji yang dipotong kedua ujungnya).
Istilah ini berasal dari peradaban Akkadia, siqlu dan kemudian diadaptasi ke seluruh dunia termasuk bahasa Arab dan bahasa Ibrani, lihat http://www.paulyonline.brill.nl/entries/brill-s-new-pauly/siqlu-e1114130 dan http://www.sizes.com/units/siqlu.htm. Istilah ini telah dipakai luas sejak 3,000 SM (Burns, 1927: p.250) Burns merujuk pada Hultsch, Metrologie, p.393.
Mitsqal adalah timbangan khusus untuk emas, dengan demikian adalah unit berat atau satuan timbangan sebagai satuan basis dalam ukuran-ukuran lain, dan diterapkan pada uang emas dan uang perak, sebagai uang komoditas yang telah dipakai berabad-abad. Namun mitsqal sebagai ukuran berat tidak mempertimbangkan bentuk fisik logam, desain muka maupun format.
Mitsqal sebagai unit berat ditetapkan berdasarkan berat biji gandum barley atau yang telah dipergunakan di Arab masa pra Islam maupun Romawi dan Persia hingga datangnya masa Islam. Dalam Fiqh Islam ijma’ dinyatakan bahwa 1 Mitsqal adalah 72 biji gandum barley ukuran sedang dipotong kedua ujungnya. (Ibn Khaldun, Al-Muqaddimah).
Dalam satu catatan menyebutkan bahwa mitsqal tradisional di Timur Tengah mengandung 24 nakhuds. Dalam kehidupan hari ini berat dua puluh empat nakhuds setara dengan empat dan tiga-perlima gram [4 + 3/5 gram atau 4,6 g] (Kitab al-Aqdas)
Mitsqal (juga) dikatakan berdasarkan berat 24 qirath sebagaimana Solidus Byzantium (Romawi). Bisa dibaca di http://www.24qirats.com/?page_id=403 dan http://en.wikipedia.org/wiki/Solidus_(coin). Hal ini dengan asumsi 1 qirath adalah 187,5 mg
Al Maqrizi menulis dalam bukunya Ighatsah bahwa mitsqal adalah 21 3/7 qirath (atau 22 dikurangi 1 biji gandum barley). Qirath dikenal sebagai kacang polong (carob). Qirath sebagai satuan berat diterjemahkan ke dalam gram, sesuai berat qirath Arab, yaitu 2% lebih kecil atau ringan dibanding qirath dari Syria (212 mg – 92%) = 207,5 mg.
Perhatikan dengan seksama beberapa jenis qirath di http://en.wikipedia.org/wiki/Carat_(mass). Pada masa-masa kemudian qirath digunakan sebagai kemurnian logam mulia berbasis 24 qirath yang telah disebutkan sebelumnya dan disebut Karat.
Sehingga berdasarkan penjelasan Al Maqrizi maka dapat dihitung berat 1 mitsqal = (21+3/7)*207.5 = 4446.428571428571 mg = 4.446 gram
Ada baiknya kita melihat beberapa catatan mengenai timbangan berat terhadap gram, fakta berasal dari sumber berbagai sumber referensi dan numismatik sebagai pembanding dari penimbangan yang telah dilakukan oleh IMN-World Islamic Standard, yang dapat dilihat sebagai berikut:
  1. Al Maqriziy menulis bahwa mitsqal adalah 21 3/7 qirath (atau 22 dikurangi 1 biji gandum barley). Qirath sebagai satuan berat diterjemahkan ke dalam gram. Secara umum berat 1 qirath adalah = 200 mg, sedangkan qirath di Mesir adalah 196 mg sedangkan yang ada di Syria beratnya adalah 212 mg, sedangkan di Arab 2% lebih kecil dari qirath Syria jadi beratnya adalah 207.76 mg. (Al-Maqriziy, Ighatsat al-Ummah bi-Kasyf al-Ghummah: Syudzur al-Uqud fii Dzikr al-Nuqud) 1 mitsqal = 21 3/7 x 207.76 mg = 4451.99 mg = 4.451 gram.
  2. Dalam satu catatan menyebutkan bahwa mitsqal tradisional di Timur Tengah mengandung 24 nakhuds. Dalam kehidupan hari ini berat dua puluh empat nakhuds setara dengan empat dan tiga-perlima gram artinya [4 + 3/5 gram atau 4,6 g] (Kitab al-Aqdas).
  3. Penggunaan gram sebagai satuan berat mulai diperkenalkan sekitar tahun 1586 dan menjadi standar pada 20 Mei 1875 (lihat link berikut, http://www.merriam-webster.com/mw/table/metricsy.htm dan http://lamar.colostate.edu/~hillger/) dan diadopsi oleh organisasi ISU (http://www.bipm.org/en/si/) sebagaimana dijelaskan sebagai berikut:1 gram (g) = 15,4323583529 biji gandum Barley (gram)
  4. 1 biji = 64.79891 mg = 1 biji (gr) = 0.06479891 gram (gram). Selanjutnya lihat konversi unit (http://www.chemie.fu-berlin.de/chemistry/general/units_en.html). Apabila biji gandum barley ukuran sedang dipotong kedua ujung akan mengurangi kurang lebih 5% dari berat biji utuh, sehingga beratnya sekitar 61,713247619047625 mg = 0.061713247619047625 gram. Berdasarkan penjelasan Internasional Metric System maka dapat di hitung berat 1 mitsqal adalah 72 x 0.06171 = 4.44312
  5. Khalifah Umar bin Abdul Aziz yang mengatakan bahwa dirham buatan Khalifah Abdul Malik bin Marwan bobotnya kurang, maka perbandingannya bukan 7/10 mitsqal tetapi 7/10.5 mitsqal (disebutkan dalam kitab Adh-Dharaib Fi As Sawad, hal. 65), ini artinya 7 mitsqal = 10,5 x 2.97 gram = 31.1 gr atau 1 troy ounce, artinya berat 1 Dirham adalah 3.11 gram. Dari sini kita dapat tentukan 1 Dinar adalah 31.1 : 7 = 4.44285 gram.
  6. Khalifah Abdul Malik bin Marwan menurunkan timbangan mithqal dinar 4.44 gram menjadi 4.25 gram yang diksebut sebagai debasement (pemotongan) dapat dilihat pada catatan kaki dari buku As Sirah an-Nabawiyyah, Shaykh Abul Hasan ‘Ali al-Hasani an-Nadwi, hal 87). Dari penelusuran kami, diketahui bahwa peneliti orientalis (barat) yang menyebut Dinar dari Abdul Malik bin Marwan sebagai ‘standar’ Dinar Islam yang kemudian di ambil pakai oleh berbagai kita tulisan fikih kontemporer Islam (terutama perbankan Islam).
  7. Bank Faisal Islami di Sudan menentukan 1 Dinar adalah 4.457 gram.
7. Perhitungan Satuan Mitsqal Dan Troy Ounce Terhadap Nishab
Bagaimana melihat hubungan mitsqal dan troy ounce, hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut:
  1. Sejarah satuan troy ounce ini diambil dari kota Troyes, Perancis. Di kota Troyes ini dikenal sebagai tempat jual beli emas dan perak, dimana mereka terbiasa menggunakan timbangan apoteker berbasis bulir gandum (grain).
  2. Untuk mengetahui hubungan mitsqal, bulir gandum dan grain, maka hitungannya adalah 1 mitsqal =72 bulir gandum = 68,57 grain. Perbedaan ini dapat terjadi karena grain adalah satuan bulir gandum yang tidak dipotong kedua ujungnya atau perbedaan jenis gandum yang digunakan, karena selisihnya sedikit, yaitu: 72 – 68.57 = 3.43 bulir gandum
  3. Seperti sudah dikatakan di atas, perkataan Umar bin Abdul Aziz bahwa dirham buatan Abdul Malik bin Marwan bobotnya kurang, maka perbandingannya bukan 7/10 mitsqal tetapi 7/10.5 mitsqal (disebutkan dalam kitab Adh-Dharaib Fi As Sawad, hal. 65), ini artinya 7 mitsqal = 10,5 x 2.975 gr = 1 troy ounce = 31.1 gram arti 1 Dirham adalah 3.11 gram atau 7/10 mitsqal atau 1/10 troy ounce
Dari sini diketahui bahwa berat 1 troy ounce sebanding dengan 7 mitsqal, maka satuan mitsqal adalah 31,103 gram (1 troy ounce) : 7 = 4.4432 gram (9999). Mengacu kepada satuan troy ounce maka nishab zakat emas (20 mitsqal) menjadi 4.4432 gram x 20 = 88,864 gram emas (9999).
Maka dengan prinsip waznu sab’ah (7/10), dapat ditemukan berat 1 Dirham (9999) adalah 31,103 gram (troy ounce) : 10 = 3.1103 gram.
Dengan mengacu kepada ukuran troy ounce dapat dihitung nishab zakat perak adalah 3.11 gram x 200 = 622 gram perak murni.
Perbandingan 7/10 terhadap Troy Ounce adalah 31,103/4,4432 = 7 Dinar (9999) dan 31,103/3,11= 10 Dirham (9999).
Perhitungan Berat Dirham Dan Troy Ounce Terhadap Nishab Zakat Perak
Dengan mengetahui berat mitsqal tersebut maka didapat berat 1 Dirham (9999) adalah 31,103 gram (troy ounce) : 10 = 3.1103 gram. Dengan mengacu kepada ukuran troy ounce maka nishab zakat perak adalah 3.11 gram x 200 = 622 gram perak murni.
Hasil penelitian mithqal yang dilakukan olehkami pada awalnya bukan untuk mencari persamaan mithqal dengan troy ounce, tapi dalam perjalanan ini kami menemukan referensi bahwa asal mula troy ounce itu sendiri adalah dari penimbangan bulir gandum.
8. Kesimpulan
Jadi berdasarkan hal tersebut di atas, maka kita dapat memahami beberapa hal mendasar dalam yang perlu diluruskan dalam timbangan berat dan kadar dinar dan dirham yang kini telah beredar. Dan hari ini juga kami memutuskan solusi yang jelas dan tegas secara syar’i yang harus diambil untuk menyikapi hal ini, karena timbangan berat dan kadar ini terkait dengan pelaksanaan pilar Islam yaitu pelaksanaan rukun zakat, pasar , perdagangan islam, baitul mal, paguyuban, qirad, syirkah dan hal muamalat lainnya secara langsung, maka dengan ijin Allah kami akan memaklumatkan koreksi standar baru dari dinar dan dirham Islam baik ukuran dan kadar yang sesuai dengan penjelasan di atas. (Tulisan ini akan terus kami perbaharui dan dipertajam untuk keperluan kembalinya dinar dan dirham (murni) dalam muamalah Islam, insyaallah)
Alhamdulillah, telah kami sampaikan hal ini denga tujuan ketakwaan kepada Allah, semoga ini menjadi jalan kita untuk mendapatkan ridha Allah di dunia dan akhirat. Amin (Tulisan dan Penelitian: Abbas Firman, IMN-World Islamic Standard, Penelitian Mitsqal: Abbas Firman, Shohibul Faroji, Ahmad Adjie, dan Khairul Anam Al Habsyi).
———————————————————————————————
Footnote:
1 Allammah Abdurrahman bin Muhammad Ad-Dimasyqi, Fiqih Empat Madzhab, Bab Zakat Emas dan Perak.
2 Kitab Fiqih Hanafi, Bab Zakat Emas, halaman 119
3 Imam Asy-Syafi’I, Kitab Al-Umm, Volume 2, halaman 40
4 Ar-Raqim adalah nama mata uang emas, sebelum dinamakan menjadi dinar. Lihat Surah Al-Kahfi [18]: 9
5Abul Walid Muhammad bin Ahmad bin Rasyad Al-Qurthubi (w.450 H), Bab Kitab Zakat Adz-Dzahab Wa Al-Waraq, Beirut-Libanon: Penerbit Darul Gharbi Al-Islami, Cet.2, tahun 1988, Jilid 2, halaman 355- 422
6 Nabi Idris adalah Nabi pertama yang menemukan pertambangan emas dan perak, memiliki kejujuran yang tinggi dalam mencetak mata uang Islam, yaitu Raqim dan Wariq, hal ini dijelaskan dalam Al-Qur’an Surah Maryam [19]: 56; Juga dijelaskan dalam Surah Al-Anbiya’ [21]: 85. Nabi Idris sebagai penemu Mata Uang pertama Islam, yaitu mata uang emas dan perak, diriwayatkan oleh Wahhab bin Munabbih dalam Kitab Qishohul Anbiya’, karya Ibnu Katsir.
7 Ibnu Katsir, Kitab Qishohul Anbiya’, tt
8Tentang Dinar, terdapat dalam QS. Ali Imran [3]: 75, Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman: 75. Di antara Ahli kitab ada orang yang jika kamu mempercayakan kepadanya harta yang banyak, dikembalikannya kepadamu; dan di antara mereka ada orang yang jika kamu mempercayakan kepadanya satu dinar, tidak dikembalikannya kepadamu kecuali jika kamu selalu menagihnya. Yang demikian itu lantaran mereka mengatakan: “tidak ada dosa bagi kami terhadap orang-orang ummi. Mereka berkata dusta terhadap Allah, padahal mereka mengetahui.
9 Tentang Dirham, Allah berfirman dalam surah Yusuf [12]: 20, Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman: Dan mereka menjual Yusuf dengan harga yang murah, yaitu beberapa dirham saja, dan mereka merasa tidak tertarik hatinya kepada Yusuf
10Allammah Abdurrahman bin Muhammad Ad-Dimasyqi, Fiqih Empat Madzhab,, Bab Zakat Emas dan Perak. Dan Kitab Fiqih Hanafi, Bab Zakat Emas, halaman 119, juga bisa dibaca dalam Kitab Bidayatul Mujtahid Ibnu Ruysd dan Kitab Al-Umm Imam Syafi’I, Volume 2, halaman 39. Tentang Zakat Wariq, dan Al-Umm, Volume 2, tentang Zakat Emas, halaman 40
11 Muhammad, Quthub Ibrahim. 2003. Kebijakan Ekonomi Umar Bi Khaththab (As-Siyâsah al-Mâliyah li ‘Umar ibn al-Khaththâb). Terjemahan oleh Safarudin Saleh. Jakarta: Pustaka Azzam.
12 Bersumber pada kitab berikut ini: Al-Bidaayah Wan Nihaayah, Ibn Katsir; Tarikh Khulafa’, As-Suyuthi; Tarikh Bani Umayyah, Al-Mamlakah Su’udiyyah; Tarikh Islamy, Ibn Khaldun; Sejarah Bani Umayyah, Muhammad Syu’ub, Penerbit PT.Bulan Bintang
13 Imam As-Suyuthi, Tarikh Khulafa`, Sejarah Para Penguasa Islam. Jakarta: AL-KAUTSAR, 2006. ISBN 979-592-175-4
14 Ahmed, Akbar S., Citra Muslim: Tinjauan Sejarah dan Sosiologi. Penerjemah: Nunding Ram dan Ramli Yakub. Jakarta: Erlangga, T.t; Ahmed, Akbar S. Rekonstruksi Sejarah Islam di Tengah Pluralitas Agama dan Peradaban. Penerjemah: Amru Nst. Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru, 2003.Armstrong, Karen. Sepintas Sejarah Islam. Penerjemah: Ira Puspito Rini. Surabaya: Ikon Teralitera, 2004. Hamur, Ahmad Ibrahim. Al-Hadhârah al-Islâmiyyah. T.tp: T.pn, 2002. Himayah, Mahmud Ali. Ibnu Hazm: Biografi, Karya, dan Kajiannya Tentang Agama-agama. Jakarta: Lentera Basritama, 2001. Hitti, Philip K. History of The Arabs. Penerjemah: Cecep Lukman Ysin dan Dedi Slamet Riyadi. Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2010. Khalîfah, Muhammad Muhammad dan Zaki Ali Suwailim. Al-Adab al-‘Arabî wa Târikhuh. Kairo: al-Ma‘âhid al-Azhariyyah, 1977. Lubis, Nabilah. al-Mu‘ayyan fi al-Adab al-‘Araby wa Târikhu. Ciputat: Fakultas Adab dan Humaniora, 2005. Syalbî, Ahmad. Mausû‘ah al-Târikh al-Islâmî wa al-Hadhârah al-Islâmiyyah. Kairo: Maktabah al-Nahdhah al-Mishriyyah, 1979. Sunanto, Musrifah. Sejarah Islam Klasik: Perkembangan Ilmu Pengetahuan Islam. Jakarta: Prenada Media, 2004. Urvoy, Dominique. Perjalan Intelektual Ibnu Rusyd. Penerjemah: Achmad Syahid . Surabaya: Risalah Gusti, 2000. Utsman, Ahmadi dan Cahya Buana. al-Adab al-‘Arabî fî al-‘Ashr al-‘Abbâsî wa al-Andalûsî wa ‘Ashr al-Inhithâth. Ciputat: Fakultas Adab dan Humaniora, 2010.
15 Leslie Peirce “The Imperial Harem: Women and sovereignty in the Ottoman empire and Morality Tales: Law and gender in the Ottoman court of Aintab”; Asy-Syalabi, Ali Muhammad (25 Desember 2010). Bangkit dan Runtuhnya Khilafah ‘Utsmaniyah. Pustaka Al-Kautsar. hlm. 403-425. Mufradi, Ali (25 Desember 2010). Kerajaan Utsmani dalam Ensiklopedi Tematis Dunia Islam. PT. Ichtiar Baru van Hoeve. hlm. 236-246. An-Nabhani, Taqiyyuddin (25 Desember 2010). Ad-Daulatul Islamiyyah . Darul Ummah. hlm. 139. Musthafa, Nadiyah Mahmud (25 Desember 1996). Al-’Ashrul ‘Utsmani minal Quwwatul Haimanah ila Bidayatul Mas’alatusy Syarqiyyah. Al-Ma’hadul ‘Alami lil Fikrul Islami. hlm. 94; Marjeh, Maufaq Bani (25 Desember 1996). Shahwatur Rajulul Maridh au as-Sulthan ‘Abdul Hamid ats-Tsani wal Khilafatul Islamiyyah. Darul Bayariq. hlm. 42; Harb, Muhammad (25 Desember 1998). Catatan Harian Sultan Abdul Hamid II. Darul Qalam. hlm. 68. Noer, Deliar (25 Desember 1973). Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942. LP3ES. hlm. 242; Suryanegara, Ahmad Mansur (25 Desember 1998). Menemukan Sejarah: Wacana Pergerakan Islam di Indonesia. Mizan. hlm. 227.
16 KH.Moehammad Dahlan, Haul Sunan Ampel Ke-555,halaman 1;
17 Syekh Muhyiddin Khayyat dalam “Durusut Tarekh Al-Islamiy” Juz V, dan Catatan Jarji Zaidan dalam Tarekh Tamaddun Al-Iskamiy, Juz III
18 Menurut Ibnu Khaldun dalam Mukaddimah, Allamah Muhammad bin Abdurrahman ad Dimasyqi dalam Fiqih 4 Madzhab.
19 Pendapat bahwa Dinar 22K (91.7) atau tidak murni datang dari orang yang bernama Vadillo, alasan yang dibuat oleh orang ini mengatakan bahwa emas murni lunak dan katanya hanya dapat bertahan selama tiga tahun, sedangkan bukti sejarah dan arkeologis di dapatkan bahwa koin emas murni telah bertahan hingga 700 tahun. Apa yang dinyatakan Vadillo sebagai ‘standar’ Dinar tidak murni (91.7) adalah pendapat pribadi dari orang ini. Dinar tidak murni (91.7) merupakan keputusan eksekutif perusahaan, jadi ini bukanlah keputusan fikih, keputusan atas bisnis koin. Pendapat orang ini mengenai dinar tidak murni, jelas mengandung cacat fikih yang mendasar terhadap pelaksanaan nisab zakat, dalam fikih semua 4 madhab dikatakan nisab zakat emas yang dimaksud adalah emas murni. Dari hasil penelusuran kami selama beberapa tahun terakhir ini, dapat dilihat bahwa orang Spanyol ini hanya mendasarkan ‘standar’ mitsqal secara pragmatis kepada koin Abdul Malik bin Marwan yang tersimpan dalam British Museum di Inggris, sedangkan mitsqal 4.25 gram adalah hasil penelitian orang lain, bukan hasil penelitian Vadillo, selama ini sebuah opini dibangun oleh dia dan orang yang mendapat informasi yang salah tentang hal itu, dia bukanlah seperti apa yang kamu lihat. Diketahui bahwa bukti arkeologis Dinar dari Abdulmalik bin Marwan mempunyai kadar 97-98 persen bukan 91.7 persen seperti yang di katakan Vadillo, entah secara sengaja dan tidak orang ini membuat kekeliruan untuk mendukung teori dinar tidak murni versi dia. Pendapat pribadi tentang ‘standar’ Dinar 4.25 gram (91.7) digadang-gadang oleh Vadillo dan WIM yang pada dasarnya tidak mempunyai pencetakan, tapi mengakunya sebagai badan pencetakan dunia. Dan mereka ini bukanlah yang meneliti secara langsung mengenai ‘standar’ Dinar 4.25 yang diklaim sebagai ‘standar’ WIM, artinya Vadillo pada dasarnya mengikuti pendapat para modernis dan perbankan Islam yang dia selama ini dia tentang. Jelas ini bukan amal Madinah. Orang ini ingin dianggap dan menganggap dirinya seolah sebagai orang yang meneliti dan memulai ‘standar’ Dinar 4.25 gram, dan itu baru kami ketahui dikemudian hari bahwa ‘standar’ 4.25 gram bukanlah datang dari hasil penelitian Vadillo, itu adalah klaim sepihak oleh dia dan sebuah kekeliruan yang terlanjur populer, kebohongan yang dianggap benar. Dari pengalaman langsung, seseorang secara pribadi pernah bertanya kepada Vadillo, ‘Bisakah saya melihat hasil penelitian kamu tentang standar mitsqal 4.25 gram? saya perlu mempelajarinya, jadi kita semua bisa mengetahui dan menjelaskan kepada publik’. Dia hanya diam dan menatap, tidak pernah menjawab pertanyaan itu secara jelas. Dan tampak ketidakpastian dari wajahnya. Sebagai pengetahuan untuk umu, bahwa gelar Profesor ataupun Doktor orang ini, yang di sandang dan sering di tulis dalam berbagai acara dan di internet adalah gelar palsu, bukan di dapat dari formal akademis universitas manapun, sebuah kebohongan publik dibangun dan dibiarkan oleh dia dan orang disekelilingnya sejak lama. Mengenai sejarah atau asal mula 1 mitsqal = 4.25 gram kami belum menemukan penelitian menyeluruh selain hanya berdasarkan 1 koin yang tersimpan dalam British Museum yang di jadikan landasan penetapan berat tersebut, jadi kalau boleh dikatakan penetapan ‘standar’ ini adalah sebuah kekeliruan populer praktis, semakin jelas bahwa dinar 4.25 gram bukanlah ‘standar’,  dengan diperkuat juga oleh pernyataan Bates, Michael L. “The Coinage of Syria Under the Umayyads, 692-750 A.D.,” in The Fourth International Conference On The History Of Bilâd al-Shâm During the Umayyad Period: Proceedings of the Third Symposium, 2-7 RabîA I 1408 A.H./24-29 October 1987, English Section, Vol. II ed. M. Adnan Bakhit and Robert Schick (Amman, 1989), 195-228 dan juga dapat dilihat referensi bukti arkeologis (J. Walker) koin Dinasti Umayyah dari tahun 77H-132H di dapat 46 koin dinar dengan berat antara 4.26 gram dan berat tertinggi adalah 4.32 gram, ada 5 koin dinar dengan berat 4.24 gram tahun 83H, 104H, 105H, 107H, 109H, dan ada 4 koin dengan berat 4.25 gram tahun 95H, 106H, 113H, 116H.



Sumber

Dinar dan Dirham (1)


 1. Dinar Dan Dirham Dalam Sejarah Islam
Bismillahirrahmanirrahim. Memasuki tahun baru 1432 H atau 2011  tidak terasa perjalanan IMN dan kembalinya dinar dan dirham di Indonesia telah berjalan 12 tahun di Nusantara, alhamdulillah. Sejarah dinar dan dirham di Indonesia di mulai pertamakali tahun 1999  oleh tiga muslim dari Indonesia yang bernasab kepada Walisongo, dan mereka juga yang membentuk  Islamic Mint Nusantara (IMN-World Islamic Standard) yang membangun dasar dan awal pertama pencetakan dinar dan dirham serta  juga sosialisasi yang tiada henti kepada berbagai kalangan tanpa perlu disebut nama. Sejak IMN-World Islamic Standard melakukan pencetakan masal pada tahun 2000 maka hal ini telah menjadi pendorong dikenalnya gerakan dinar dan dirham di tingkat wilayah Asia Tenggara dan dunia.
Pada tahun 2007 IMN-World Islamic Standard merintis pencetakan dinar dan dirham mandiri pertama di Indonesia, yang bertujuan melayani umat agar memudahkan mendapatkan dinar dan dirham, IMN secara bersamaan aktif memperkenalkan kembali model muamalah Islam seperti pasar, baitulmal, kafilah dagang, paguyuban, dan pelaksanaan zakat ditarik kembali dengan dinar dan dirham (murni). Semua bangunan muamalah ini sebetulnya sudah ada dalam warisan budaya kita muslim di Nusantara, perlu di bangun kembali dengan ilmu dan hikmah yang tinggi. Kami memanggil semua muslim untuk bersatu terlibat secara langsung dalam mengamalkan hal-hal yang sudah kami sebutkan di atas, mengembalikan muamalah kita tanpa sistem riba atau praktek riba.
Dasar dari kita semua kembali mengamalkan dinar dan dirham adalah kepada keimanan dan ketakwaan, bukan yang lain, yang merupakan bagian urusan akidah Islam dan berkaitan erat dengan salah satu rukun Islam yaitu tiang zakat maal, dimana semua 4 Ulama Madhab menyatakan bahwa zakat maal harus ditarik sebanyak 20 Mitsqal untuk Zakat Emas dan 200 Dirham untuk Zakat Perak.1
Imam Hanafi mengatakan tentang hal ini:
“Bahwa ukuran Nisab Zakat yang disepakati ulama’ bagi emas adalah 20 Mitsqal, dan telah mencapai haul (1 tahun) dan bagi perak adalah 200 dirham”2
Imam Asy-Syafi’I berkata dalam Kitab Al-Umm, Volume 2:
“Rabi’ meriwayatkan bahwasanya Imam Asy-Syafi’I berkata: Tidak ada perbedaan pendapat (ikhtilaf) bahwasanya Dalam Zakat Emas itu adalah 20 Mitsqal (Dinar)”.3
Standarisasi Dinar ini, sebenarnya sudah terjadi sekian lama, jauh sebelum Rasulullah Shallallâhu ‘alaihi Wa Sallam lahir, yaitu yang pertama kali menggunakan dinar dan dirham adalah Nabi Adam AS, dapat di lihat dalam Tafsir ad-Durrul Mantsur fi Tafsir bil Ma’tsur (Vol. I hal, 326) yang disusun oleh Imam Jalaluddin Suyuthi mengatakan, (dikeluarkan oleh Ibn Abi Syuibah dalam Kitab Al-Mushonnaf). Pada masa Nabi Idris ‘alaihis Salam, 9000 tahun Sebelum Masehi, sebagai Rasul Ke-2 yang pertama kali hidup menetap, mengenal tambang emas dan perak, dan mengolahnya menjadi sebuah mata uang yang diberi nama “raqim”4 untuk mata uang emas, dan “wariq”5 untuk mata uang perak.
Sejarah mata uang Raqim dan Wariq ini, berlangsung cukup lama mulai dari periode Nabi Idris6, dilanjutkan ke periode Nabi Nuh, ke periode Hud, ke periode Nabi Sholih, ke periode Nabi Dzulqarnain, ke periode Ashabulkahfi, ke periode Nabi Ibrahim, ke periode Nabi Luth, ke periode Nabi Isma’il dan ke periode Nabi Ishaq. Peristiwa penting ini secara implisit dijelaskan dalam Al-Qur’an di 403 ayat dalam Al-Qur’an.7
Penamaan Dinar sebagai mata uang emas, dan Dirham sebagai mata uang perak, baru terjadi Periode Nabi Ya’qub dan Nabi Yusuf. Hal ini termaktub dalam Surah Ali-Imran (3): 75,8 dan Surah Yusuf [12]: 20.9
Standarisasi Ukuran Dinar dan Dirham pada masa Rasulullah Saw sama dengan ukuran Raqim dan Wariq pada masa Nabi Idris sampai Nabi Ishaq, dan sama pula ukurannya dengan Dinar dan Dirham pada masa Nabi Ya’qub sampai Nabi Muhammad Shallallâhu ‘alaihi Wa Sallam. Ukuran ini adalah ukuran yang telah disepakati oleh Jumhur Ulama’. Yaitu: nisab zakat harta yang harus ditarik sebanyak 20 Dinar untuk Zakat Emas dan 200 Dirham untuk Zakat Perak.10
Nabi Muhammad Shallallâhu ‘alaihi Wa Sallam, menerapkan kaidah standarisasi dinar dan dirham ini sesuai dengan “(berat) 7 Dinar harus setara dengan (berat) 10 Dirham”. Sunnah Dinar dan Dirham ini kemudian diikuti oleh para Khulafâ’ur Rasyidun yang berlangsung selama 30 tahun, yaitu sejak tahun 11 H sampai 40 H, berlangsung di Madinah yaitu Khalifah Abu Bakar ash-Shiddiq, Khalifah Umar bin Khattab, Khalifah Utsman bin ‘Affan dan Khalifah ‘Ali bin Abi Thalib.11
Standarisasi Dinar dan Dirham di atas juga dijaga tradisinya pada masa Bani Umayyah, berjalan selama 92 tahun, sejak tahun 40 H sampai 132 H. dengan 14 orang Khalifah yang berpusat di Damaskus. Khalifah-Khalifah itu yaitu: Mu’awiyah bin Abi Sufyan, Yazid bin Mu’awiyyah, Mu’awiyyah II bin Yazid, Marwan bin Al-Hakam, Abdul Malik bin Marwan, Walid bin Abdul Malik, Sulaiman bin Abdul Malik, Umar bin Abdul ‘Aziz, Yazid II bin Abdul Malik, Hisyam bin Abdul Malik, Walid II bin Yazid, Yazid III bin Walid, Ibrahim bin Walid dan Marwan II bin Ja’diy.12
Standarisasi Dinar dan Dirham di atas juga dijaga tradisinya pada masa Bani ‘Abbasiyyah, berjalan selama 518 tahun, sejak tahun 132 H sampai 656 H. dengan 37 orang Khalifah yang berpusat di Baghdad. Khalifah-Khalifah itu yaitu: Abul ‘Abbas As-Saffah, Abu Ja’far Al-Manshur, Mahdi bin Al-Manshur, Hadi bin Mahdi, Harun ar-Rasyid bin Mahdi, Al-Amin bin Harun Ar-Rasyid, Al-Ma’mun bin Harun Ar-Rasyid, Al-Mu’tashim bin Harun Ar-Rasyid, Al-Watsiq bin Mu’tasyim, Al-Mutawakkil bin Mu’tashim, Al-Mutashir bin Al-Mutawakkil, Al-Musta’in bin Mu’tashim, Al-Mu’tazz bin Mutawakkil, Muhtadi bin Al-Watsiq, Mu’tamid bin Mutawakkil, Mu’tadid bin Al-Muwaffiq, Muktafi bin Mustadhid, Ar-Radhi bin Muqtadir, Al-Muqtaqi bin Muqtadir, Mustaqfi bin Mustaqfi, Al-Mu’thi bin Muqtadir, At-Ta’bin Al-Mu’thi, Al-Qadir bin Ishaq, Al-Qaim bin Al-Qadir, Muqtadi bin Muhammad, Mustazhir bin Muqtadi, Murtashid bin Mustashir, Ar-Rashid bin Murtasyid, al-Muqtafi bin Mu’atshir, Mustanjid bin Muqtafi, Mustadi bin Al-Muqtadi, An-Nashir bin Muatahdi, Az-Zhahir bin An-Nashir, Mustanshir bin Az-Zhahir, Musta’sihim bin Mustansir.13
Standarisasi Dinar dan Dirham di atas juga dijaga tradisinya pada masa Kerajaan-Kerajaan Kecil (Mulukut Thawâif), baik di benua Timur maupun di benua Barat (Andalusia) yang masuk menyelusup di masa Bani ‘Abbasiyyah, yaitu dari tahun 321 H sampai 685 H berjalan selama 350 tahun.14
Standarisasi Dinar dan Dirham di atas juga dijaga tradisinya pada masa Turki Utsmani, berjalan selama 666 tahun, sejak tahun 687 H sampai 1343 H (1924 M) dengan 38 orang Sultan yang berpusat di Istanbul (Kontantinopel).15
Bahkan pada masa Sultan Muhammad II Al-Fatah (Sultan Ke-7 dari Kesultanan Turki Utsmani), tahun 855H/ 1451M, Dinar dan Dirham dibawa oleh Duta Muballigh Islam yang dikenal dengan “Walisongo” melalui perdagangan bersistem Dinar Dirham di Wilayah Nusantara (Asia Tenggara).16
Dalam catatan Syekh Muhyiddin Khayyat dalam “Durusut Tarekh Al-Islamiy” Juz V, dan Catatan Jarji Zaidan dalam Tarekh Tamaddun Al-Iskamiy, Juz III, menyebutkan bahwa: Standarisasi Dinar dan Dirham di atas juga dijaga tradisinya di beberapa negara-negara Islam, seperti Kesultanan Umayyah di Adaluzie Eropa, mulai tahun 138 H = 755M sampai 407 H/ 1016 M. Juga diterapkan di Kesultanan Fathimiyyah di Afrika Utara dan Mesir sejak tahun 279 H/ 909 M sampai 567H/ 1171M, juga diterapkan di Kesultanan Ayyubiyyah di Mesir dan Syiria sejak tahun 567H/1171 M sampai 657H/1260 M, juga diterapkan di Kerajaan Geznewiyah di Afghanistan dan India sejak tahun 366 H/976M sampai 579H/1183M. Dan di Kesultanan Mongolia di India sejak tahun 932H/1526M sampai 1274 H/1857M.17

2. Timbangan Berat Dan Kadar, Dinar Dan Dirham Islam Dalam Fikih Islam
Berdasarkan rumus “(berat) 7 Dinar harus setara dengan (berat) 10 Dirham”. Wahyu Allah menyebut emas dan perak serta mengaitkannya dengan berbagai hukum , misalnya zakat, perkawinan, hudud dan lain-lain.
Menurut Ibnu Khaldun dalam Mukaddimah, Allamah Muhammad bin Abdurrahman ad Dimasyqi dalam fikih 4 Madzhab, menyatakan bahwa : Berdasarkan wahyu Allah, Emas dan Perak harus nyata dan memiliki ukuran dan penilaian tertentu (untuk zakat dan lainnya) yang mendasari segala ketentuannya, bukan atas sesuatu yang tak berdasarkan syari’ah (kertas dan logam lainnya). Ketahuilah bahwa terdapat persetujuan umum (ijma) sejak permulaan Islam dan masa Para Nabi dan Rasul, masa Nabi Muhammad, Khulafa’ur Rasyidun, Sahabat serta tabi’in, tabi’it tabi’in bahwa dirham yang sesuai syari’ah adalah yang sepuluh kepingnya seberat 7 mitsqal (bobot dinar) emas. Berat 1 mitsqal emas adalah 72 butir gandum, sehingga dirham yang bobotnya 7/10-nya setara dengan 50-2/5 butir. Ijma telah menetapkan dengan tegas seluruh ukuran ini.18
Rujukan di atas adalah prinsip yang menjadi jalan pembuka untuk kami mengkaji ulang mengenai ukuran berat dan kadar dinar dan dirham terhadap nishab zakat. Setelah beberapa pertemuan dan pembicaraan dan masukan formal dan informal yang kami lakukan baik dengan beberapa kolega kami di Jakarta, Bandung dan Yogjakarta baik secara langsung ataupun melalui email, kami akan mengemukakan beberapa hal penting terkait dengan standar dinar (emas) dan dirham (perak) terutama terhadap perhitungan nisab zakat di Nusantara dan dunia yang tentunya ini kami kemukakan bertujuan kepada ketakwaan dan kelurusan dalam mengamalkan dinar dirham dalam muamalat islam secara benar dan tepat sesuai dengan Syari’at Islam (Kitabullah dan Sunnah Rasulullah).
Dari berbagai sumber kitab Islam diketahui bahwa nishab zakat emas adalah 89 gram, 91 gram dan 93 gram, sedangkan nishab 85 gram adalah baru muncul dan dikenal kemudian yang banyak ditemui dalam buku-buku fikih zakat  kontemporer, disebutkan juga dalam berbagai buku fikih zakat termasuk dalam buku Shaykh Utsaimin dan Dr. Yusuf Qardhawi, yang menyatakan pendapat nishab 85 gram ini, atau dengan kata lain mengambil berat yang teringan (Buku Fikih Islam, Prof Dr. Wahbah Az-Zuhaili) yang digunakan dalam timbangan zakat profesi dari perbankan Islam (zakat profesi sendiri tidak pernah ada dalam Islam). Shaykh Utsaimin dan Dr. Yusuf Qardhawi dan kebanyakan ‘ulama’ hari ini menyamakan dinar dan dirham dengan uang kertas, apa yang dilakukan oleh mereka ini bukanlah kehati-hatian dan bukan pula berdasarkan apa yang sudah kami jelaskan di atas.

3. Dinar 4.25 (91.7) Mengandung Kekeliruan Mendasar
Kekeliruan mendasar yang perlu disadari bahwa dinar dan dirham yang di minta dalam ketentuan syariah dinyatakan berbahan murni atau semurni mungkin (dzahab khalis) yang dalam bahasa al Quran disebut kayla (kadar), dan ini tidak ada perubahan, hal kemurnian ini yang dikatakan dalam fikih 4 Imam Madhab terkait pelaksanaan zakat maal. Dan alasan bahwa emas murni lunak sehingga tidak dapat digunakan untuk dinar, adalah pendapat yang lemah dan tidak perlu di ikuti, karena pada kenyataannya dari bukti sejarah dan arkeologis koin-koin emas murni tersebut telah dapat bertahan hingga 700 tahun, bukan tiga tahun. Kalau ada kekhawatiran koin tersebut rusak atau beratnya berkurang, maka yang justru perlu dilakukan adalah mendukung pencetakan dinar dan dirham mandiri yang dibiayai atas wakaf dari umat muslim, agar koin-koin yang rusak atau berkurang beratnya karena digunakan dalam muamalah dapat diganti dengan yang baru.
Penjelasan mengenai kadar berdasarkan perintah zakat maal tersebut adalah yang membedakan dinar dengan koin emas lain, jadi penelitian ini dibuat bukan karena ingin berbeda tapi untuk mendapati kesempurnaan dalam timbangan (adil) yang terkait dengan mumalah Islam. Seperti yang telah kita ketahui bersama bahwa banyak dinar yang telah beredar saat ini mempunyai berat 4.25 (91.7) atau tidak murni, lalu dimana letak kekeliruannya? secara mendasar kita dapat kita lihat dalam perhitungan nishab zakat maal sebesar 20 dinar,akan di jelaskan sebagai berikut:
85 gram : 20 mitsqal= 4.25 gr (dzahab khalis)
Nishab adalah 4.25 gr x 20 = 85 gr (dzahab khalis)
Dalam 1 Dinar 4.25 (91.7) mengandung 3.89 gram emas murni
Nishab adalah 3.89 gram x 20 = 77.8 gram
20 mitsqal (tidak murni) yang sama dengan 77.8 gram sangat jauh dari fikih kontemporer nishab zakat  85 gram emas (dzahab khalis), apalagi kepada fikih tradisional 89 gr, 91 gr dan 93 gr emas murni
Dari penjelasan di atas menjadi jelas bahwa nishab 85 gram emas murni tidak tercapai, artinya jika mengikuti fikih kontemporer aspek kesempurnaan berat dan kadar terabaikan, karena dinar ini yang dimaksud menurut jumhur Ulama yang adalah emas murni (dzahab khalis) bukan emas campuran ataupun sengaja di campur, tentu hal ini tidak bisa diterima dan tidak bisa diabaikan, dalam praktek perhitungan mitsqal emas campuran bukan lagi menjadi 20 Dinar melainkan menjadi 22 Dinar, maka perhitungannya menjadi berbeda jika menggunakan emas campuran atau emas 22K (91.7), perhitungannya menjadi sebagai berikut:
(24/22) x (85/20)= 4.63 gr (91.7)
nishab emas campuran menjadi 4,63 gr x 20 = 92.6 gr
Sekarang dapat dilihat perbedaan ukuran antara 1 Dinar (22K/917) = 4.63 gr dan 1 Dinar (24K/9999) = 4.25 gr jadi kesimpulannya adalah, kalau nishab dihitung dalam dengan standar 1 dinar = 4.25 gr (22K) hanya terkandung 78 gr emas (murni), dimana ini tidak mencapai nishab zakat mal yang seharusnya adalah 85 gram emas (murni).
Dan mengenai pendapat yang menyatakan dinar adalah 22K (91.7) atau tidak murni menyelisihi dan tidak mengikuti 4 madzhab yang mutabar, dan tentu pendapat ini sangat lemah karena tidak berdasarkan kepada nash-nash syar’i 19 .
Dalam Catatan sejarah, nishab zakat emas dan perak yang dapat kami temui adalah 89, 91 dan 93 sedangkan nishab zakat 85 gram adalah baru dikenal pada abad 20 yang di dukung oleh pendapat Muhammad Bin Shalih Al Utsaimin dan Dr Yusuh Qardhawi, Fiqh al-Zakah, jilid I. Sumber nishab zakat 93 gram lihat Ibn Qayyim al Jawziyyah, Zad al Ma’ad fi Hadyi Khayr al’ibad (Makkah: al-Maktabah al-’ilmiyyah) jilid I, hh 147-148. Sumber nishab 89 gram lihat Al Isyadat-us Saniyah fi al ahkam il Fiqiyah, bahagian ke-2 halaman 157). Baca juga Mentaati Perintah Kewajiban Zakat Maal Dengan Yang Murni
Penjelasan fikih nishab zakat mal untuk emas dan perak dapat dibaca selengkapnya pada tulisan Kembalinya Dinar Murni, Penjelasan Nishab Zakat Mal Dan Mithqal

4. Penelitian Dan Timbangan Mitsqal Untuk Nishab Zakat Emas dan Perak Dalam Gram
Ketahuilah bahwa terdapat persetujuan umum (ijma) sejak permulaan islam dan masa Para Nabi dan Rasul, masa Nabi Muhammad, Khulafa’ur rasyidun, sahabat-sahabat serta tabiin, tabiit tabiin bahwa dirham yang sesuai syariah adalah yang sepuluh kepingnya seberat 7 mistqal (dinar) emas. Berat 1 mistqal emas adalah 72 butir gandum, sehingga dirham yang nilainya 7/10 setara dengan 50 dan 2/5 butir. Ijma telah menetapkan dengan tegas seluruh ukuran ini (IbnuKhaldun dalam Muqaddimah)
Ijma semua madzhab fiqh bahwa 1 mitsqal = 1 Dinar. Meskipun demikian banyak otoritas menyelisihi ijma ini sehingga 1 Dinar kurang dari 1 mitsqal. Ibnu Khaldun menulis dalam Al-Muqaddimah “Maka bersepakat banyak sekali fuqaha, berat (dalam bentuk emas) dari Dinar syar’i adalah tujuh-puluh-dua ukuran rata-rata biji gandum sya’ir atau barley dipotong kedua ujungnya” (p. 316)
Dalam beberapa tahun ini IMN-World Islamic Standard telah melakukan penelitian terkait dejarah dinar dan dirham Islam, ada pertanyaan tentang apa yang disebut sebagai standar klasik mitsqal untuk dinar dan dirham menurut sumber Al Quran, Hadist, Fikih, Penelitian dan Sejarah. Seperti diketahui bahwa penggunaan dinar dan dirham telah dimulai sejak jaman nabi Adam AS. dan menjadi standar keuangan dari masa Rasululullah shallalahu alaihi wassalam dan Khulafa’ur Rasyidun hingga akhirnya hilang setelah runtuhnya Kekhalifahan Turki Utsmani (1924). IMN-World Islamic Standard berusaha menggali kembali penemuan standar klasik tersebut. Oleh karena itu cara terbaik untuk menentukan standar adalah dengan melihat definisi atau penjelasan yang diberikan oleh para pendahulu awal Islam melalui Ulama, Kitab-kitab Klasik Islam, Hadist dan Al Quran. Memang ada koin-koin yang ditemukan oleh arkeolog atau sekarang tersimpan di dalam museum, tapi tidak dapat diandalkan untuk tujuan ini karena koin tersebut umumnya telah keausan, rusak, berkurang berat atau mungkin terpotong.
Untuk mendapatkan kembali timbangan klasik mitsqal, maka kita perlu melihat kembali ke sumber awal Islam di Madinah, bukan sumber lain. Ibn Khaldun menyatakan bahwa sesuai ijma’ dan ketetapan Umar ibn Khattab RA, 1 mitsqal = 72 biji gandum barley (organik) ukuran sedang yang dipotong kedua ujung. Dapat dikatakan bahwa setara dengan berat sekitar 68-69 biji gandum utuh. Akan tetapi ada beberapa catatan yang mengatakan mitsqal di bawah berat 72 biji gandum barley, seperti 68 biji gandum Barley ukuran sedang dipotong kedua ujung. Pendapat ini tidak diterima karena sangat tidak populer.
Secara tradisional mengukur berat suatu benda didasarkan pada suatu standar berat suatu benda atau komoditas yang dianggap memiliki berat stabil secara relatif. Metodologi ini juga digunakan untuk menentukan berat dalam mitsqal (tradisional atau sunnah), sebagaimana pula digunakan sebagai standar untuk menghitung berat dalam gram (modern).
Ibn Khaldun dan banyak kitab fikih menetapkan mitsqal berdasarkan berat biji gandum barley. Dan banyak otoritas, amir, sultan, parameswara, prabu dan lain-lain memerintahkan master minter mereka untuk menimbang kembali berat biji gandum barley untuk menentukan standar mitsqal mereka. Dan mereka akan berkeputusan untuk menyetak sesuai atau tidak sesuai mitsqal tersebut.
Dengan demikian adalah sangat mungkin bagi kita saat ini menimbang biji gandum barley sebagaimana sunnah mengajarkan demikian. Dan dengan demikian pula, merupakan sesat metodologi apabila menentukan berat mitsqal hanya berdasarkan satu koin koleksi museum dan serta merta menjadikannya standar. Belum lagi koleksi yang dimaksud hanya satu dan diklaim tertua (padahal bukan) dengan fakta terdapat berbagai berat berat Dinar yang pernah ada dan beredar di berbagai wilayah negeri-negeri muslim.
Oleh karena itu, secara metodologi atau pendekatan, penimbangan biji gandum barley adalah metodologi utama, yang niscaya, sebagaimana amal Madinah. Yaitu untuk mengikuti “timbangan penduduk Madinah dan takaran penduduk Makkah”.
Adapun melakukan riset numismatik dari pelbagai koleksi koin, terutama koin-koin tertua adalah metode penunjang. Lebih penting untuk membaca kembali teks-teks fikih salaf (kuno) yang membahas mengenai nisab zakat, pasar, perdagangan, muamalat, uang dan alat pembayaran, juga mengenai mahar nikah, diyat dan lain lain. Karena dinar dan dirham harus berdasarkan syariah Islam bukan berdasarkan pendapat atau bukti numismatik semata. Ini yang menjadi pembeda dinar dan dirham dengan koin-koin numismatik.
Untuk memperkuat penelusuran dan sumber sejarah di atas dan juga terutama berdasarkan juga sumber dari, al Quran, Hadist, tafsir pendapat ulama masyur, fikih 4 Imam Madhab, tafsir literatur, sejarah Islam, metalurgi dan bukti-bukti arkeologis maka kami lebih jauh lagi melakukan penelitian yang seksama mengenai timbangan mitsqal tersebut maka kami menimbang kembali gandum barley untuk mendapatkan timbangan mitsqal hari ini dalam satuan gram, yang berhubungan langsung terhadap pelaksanaan perhitungan nisab zakat dan muamalah kaum muslim dan umum di Nusantara dan dunia.
(Bersambung)

Walisongo Dan Kesultanan Turki Ottoman


Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya dalam tulisan berjudul Dinar Dan Dirham, yang menyebutkan bahwa Walisongo adalah mubaligh Islam yang juga melakukan perdagangan dengan sistem dinar dan dirham di Nusantara, maka saya menambahkan detail tentang Walisongo pada tulisan tersebut yang diambil dari sebuah sumber orisinil yang tersimpan di Museum Istana Turki Istanbul, dimana dicatat dalam sejarah bahwa gerakan Walisongo  dibentuk oleh Sultan Muhammad I, pada tahun 1404 M (808 H).

Berdasarkan laporan dari saudagar Gujarat, India, Sultan Muhammad I mengirim surat kepada pembesar Afrika Utara dan Timur Tengah yang isinya meminta untuk dikirim beberapa Ulama. Maka setelah dikumpulkan, Sultan Muhammad I mengirim 9 orang yang memiliki kemampuan di berbagai bidang dan juga memahami ilmu agama, untuk diberangkatkan kepulau Jawa pada tahun 1404 M, mereka ini dipimpin oleh Maulana Malik Ibrahim yang merupakan ahli tata negara, berita ini tertulis dalam kitab Kanzul ‘Hum dari Ibn Bathuthah, yang kemudian dilanjutkan oleh Sheikh Maulana Al Maghribi (1)

Wali Songo periode pertama, tahun 1404 – 1435 M, terdiri dari:
1. Maulana Malik Ibrahim, berasal dari Turki, ahli mengatur negara.
2. Maulana Ishaq, berasal dari Samarkand, Rusia Selatan, ahli pengobatan.
3. Maulana Ahmad Jumadil Kubro, dari Mesir.
4. Maulana Muhammad Al Maghrobi, berasal dari Maroko.
5. Maulana Malik Isro’il, dari Turki, ahli mengatur negara.
6. Maulana Muhammad Ali Akbar, dari Persia (Iran), ahli pengobatan.
7. Maulana Hasanudin, dari Palestina.
8. Maulana Aliyudin, dari Palestina.
9. Syekh Subakir, dari Iran, Ahli rukhyah.

Wali Songo periode kedua, tahun 1435 – 1463 M, terdiri dari:
1. Sunan Ampel, asal Champa, Muangthai Selatan (tahun 1419 menggantikan Maulana Malik Ibrahim)
2. Maulana Ishaq, asal Samarqand, Rusia Selatan (W. 1463)
3. Maulana Ahmad Jumadil Kubro, asal Mesir
4. Maulana Muhammad Al-Maghrabi, asal Maroko
5. Sunan Kudus, asal Palestina (tahun 1435 menggantikan Maulana Malik
Isra’il)
6. Sunan Gunung Jati, asal Palestina (tahun 1435 menggantikan Maulana
Muhammad Ali Akbar)
7. Maulana Hasanuddin, asal Palestina (W. 1462 M)
8. Maulana ‘Aliyuddin, asal Palestina (W. 1462 M)
9. Syekh Subakir, asal Persia Iran. (W. 1463 M, makamnya di Iran)

Wali Songo periode ketiga, 1463 – 1466 M, terdiri dari:
1. Sunan Ampel, asal Champa, Muangthai Selatan
2. Sunan Giri, asal Belambangan, Banyuwangi, Jatim (tahun 1463 menggantikan Maulana Ishaq)
3. Maulana Ahmad Jumadil Kubro, asal Mesir (W. 1465 M)
4. Maulana Muhammad Al-Maghrabi, asal Maroko (W.1465 M)
5. Sunan Kudus, asal Palestina
6. Sunan Gunung Jati, asal Palestina
7. Sunan Bonang, asal Surabaya, Jatim (tahun 1462 menggantikan Maulana Hasanuddin)
8. Sunan Derajat, asal Surabaya, Jatim (tahun 1462 menggantikan Maulana ‘Aliyyuddin)
9. Sunan Kalijaga, asal Tuban, Jatim (tahun 1463 menggantikan Syaikh Subakir)

Wali Songo periode keempat, 1466 – 1513 M, terdiri dari:
1. Sunan Ampel, asal Champa, Muangthai Selatan (w.1481)
2. Sunan Giri, asal Belambangan,Banyuwangi, Jatim (w.1505)
3. Raden Fattah, asal Majapahit, Raja Demak (pada tahun 1465 mengganti Maulana Ahmad Jumadil Kubra)
4. Fathullah Khan (Falatehan), asal Cirebon (pada tahun 1465 mengganti Maulana Muhammad Al-Maghrabi)
5. Sunan Kudus, asal Palestina
6. Sunan Gunung Jati, asal Palestina
7. Sunan Bonang, asal Surabaya, Jatim
8. Sunan Derajat, asal Surabaya, Jatim
9. Sunan Kalijaga, asal Tuban, Jatim (W.1513)

Wali Songo periode kelima, 1513 – 1533 M, terdiri dari:
1. Syaikh Siti Jenar, asal Persia, Iran, wafat tahun 1517 (tahun 1481 Menggantikan Sunan Ampel)
2. Raden Faqih Sunan Ampel II ( Tahun 1505 menggantikan kakak iparnya, yaitu Sunan Giri)
3. Raden Fattah, asal Majapahit, Raja Demak (W.1518)
4. Fathullah Khan (Falatehan), asal Cirebon
5. Sunan Kudus, asal Palestina (W.1550)
6. Sunan Gunung Jati, asal Cirebon
7. Sunan Bonang, asal Surabaya, Jatim (W.1525 M)
8. Sunan Derajat, asal Surabaya, Jatim (W. 1533 M)
9. Sunan Muria, Asal Gunung Muria, [tahun 1513 menggantikan ayahnya yaitu Sunan Kalijaga]

Wali Songo periode keenam, 1479 M, terdiri dari :
1. Syaikh Abdul Qahhar (Sunan Sedayu), asal Sedayu (Tahun 1517 menggantikan ayahnya, yaitu Syaikh Siti Jenar)
2. Raden Zainal Abidin Sunan Demak (Tahun 1540 menggantikan kakaknya, yaitu Raden Faqih Sunan Ampel II)
3. Sultan Trenggana (tahun 1518 menggantikan ayahnya yaitu Raden Fattah)
4. Fathullah Khan (Falatehan), asal Cirebon, (W.tahun 1573)
5. Sayyid Amir Hasan, asal Kudus (tahun 1550 menggantikan ayahnya, yaitu Sunan Kudus)
6. Sunan Gunung Jati, asal Cirebon (w.1569)
7. Raden Husamuddin Sunan Lamongan, asal Lamongan (Tahun 1525 menggantikan kakaknya, yaitu Sunan Bonang)
8. Sunan Pakuan, asal Surabaya, (Tahun 1533 menggantikan ayahnya, yaitu Sunan Derajat)
9. Sunan Muria, asal Gunung Muria, (w. 1551)

Sebelumnya sudah juga terjadi kontak dari Raja Sriwijaya Jambi pada tahun 100 H (718 M) yang bernama Srindravarman mengirim surat kepada Khalifah Umar bin Abdul Aziz dari Khilafah Bani Umayyah. Sang Raja meminta dikirimi dai yang bisa menjelaskan Islam kepadanya. Dua tahun kemudian, yakni tahun 720 M, Raja Srindravarman, yang semula Hindu, masuk Islam. Sriwijaya Jambi pun dikenal dengan nama Sribuza Islam.
Prof . Hamka dalam bukunya “Sejarah Umat Islam “ mengungkapkan pada tahun 674-675 M, duta dari orang-orang Tha shih (arab) untuk China yang tak lain adalah sahabat Rasulullah shalallahu alaihi wasalam. Maka bisa dikatakan bahwa Islam telah merambah tanah Jawa pada abad awal perhitungan Hijriah.

Jika demikikan , tidak heran apabila tanah Jawa menjadi kekuatan Islam yang cukup besar pada masa-masa berikutnya, dengan Kesultanan Giri, Demak, pajang, Mataram, bahkan hingga Banten dan Cirebon. Peranan Wali Songo dalam perjalanan Kesultanan Islam di Jawa tidak bisa dipisahkan, jika boleh disebut, merekalah yang menyiapkan pondasi-pondasi yang kuat, dimana akan dibangun pemerintahan Islam yang berbentuk Kesultanan. Kesultanan Islam di tanah Jawa yang paling terkenal adalah Kesultanan Demak. Namun keberadaan Kesultanan Giri juga tidak bisa dilepaskan dari sejarah Kekuasaan Islam di tanah Jawa.

Sebelum Demak berdiri, Raden Paku yang berjuluk Sunan Giri atau nama aslinya Maulana Ainul Yaqin, membangun wilayah tersenddri di daerah Giri, Gresik jawa Timur. Wilayah ini dibangun menjadi sebuah kekuasaan agama dan juga pusat pengkaderan dakwah. Dari wilayah Giri ini dihasilkan pendakwah-pendakwah yang kelak dikirim ke kawasan Nusa Tenggara dan wilayah Timur Indonesia lainnya.

Giri berkembang dan menjadi pusat keagamaan di wilayah Jawa Timur. Buya Hamka menyebutkan , sedemikian besar pengaruh kekuatan agama dihasilkan Giri, membuat Majapahit yang kala itu menguasai Jawa tidak punya kuasa untuk menghapus kekuatan Giri. Dalam perjalanannya, setelah melemahnya Majapahit, berdirilah Kesultanan Demak. Lalu bersambung dengan Pajang, kemudian jatuh ke Mataram.

Meski kekuatan politik Islam baru tumbuh, Giri tetap memainkan peranannya tersendiri. Sampai ketika Mataram dianggap sudah tidak lagi menjalankan ajaran-ajaran Islam pada masa pemerintahan Sultan Agung, Giri akhirnya harus mengambil sikap. Giri mendukung kekuatan Bupati surabaya untuk melakukan pemberontakan pada Mataram.

Meski akhirnya kekuatan Islam melemah saat kedatangan dan mengguritanya kekuasaan penjajahan Belanda, Kesultanan dan tokoh-tokoh Islam tanah Jawa memberikan sumbangsih yang besar pada perjuangan. Ajaran Islam yang terkenal dengan ajaran dan semangat jihadnya telah menuliskan tinta emas dalam perjuangan melawan penjajah diseluruh Nusantara.
Hubunga telah terjalin erat antara pemerintahan Aceh dan Kekhilafahan Islam itu pula yang membuat Aceh mendapat sebutan Serambi Mekkah. Puncak hubungan baik antara Aceh dan pemerintahan kekhalifahan Islam terjadi pada masa ke-khilafahan Turki Utsmani (Ottoman), tidak saja dalam hubungan dagang dan keagamaan, tetapi juga hubungan poloitik dan militer telah dibangun pada masa ini.
Kapal-kapal dan ekspedisi Aceh terus berlayar menuju Timur Tengah pada awal abad ke !6 Masehi. Bahkan pada tahun 974 Hijriah atau 1566 Masehi dilaporkan ada lima kapal dari kesultanan Asyi (aceh) yang berlabuh di bandar pelabuhan Jeddah.

Hubungan ini pula yang membuat angkatan perang Khilafah Utsmani turut membantu mengusir Portugis dari pantai Pasai yang dikuasai sejak tahun 1521 M. Bahkan pada tahun-tahun sebelumnya, Portugis juga sempat digemparkan dengan kabar Pemerintahan kekhalifahan  Utsmani yang akan mengirim angkatan perangnya untuk membebaskan kerajaan Islam Malaka dari cengkeraman penjajah portugis. Pemerintahan Utsmani juga pernah membantu mengusir Parangi (portugis) dari perairan yang akan dilalui Muslim Aceh yang hendak menunaikan ibadah haji ke tanah suci.
Selain itu hubungan ini tampak pula dalam penganugerahan gelar-gelar kehormata di tanah Jawa. Abdul Qadir dari Kesultanan Banten, misalnya, tahun 1048 H (1638 M) dianugerahi gelar Sultan Abulmafakir Mahmud Abdul Kadir oleh Syarif Zaid, Syarif Makkah saat itu. Pangeran Rangsang dari Kesultanan Mataram memperoleh gelar sultan dari Syarif Makkah tahun 1051 H (1641 M) dengan gelar, Sultan Abdullah Muhammad Maulana Matarami. (Ensiklopedia Tematik Dunia Islam Asia Tenggara, 2002). Bahkan Banten sejak awal memang menganggap dirinya sebagai Kerajaan Islam, dan tentunya termasuk Dar al-Islam yang ada di bawah kepemimpinan Khalifah Turki Utsmani di Istanbul.

Dirham Kekhalifahan Turki
Ada sebuah cerita yang menarik dari seorang mubaligh dari Jawa Timur yang kini menetap di Yogyakarta menceritakan bahwa sewaktu dia masih berumur belasan tahun, dimana kakeknya adalah seorang Ulama tradisional keturunan Walisongo masih menyimpan dinar dari Kekhalifahan Turki, dia memegang dan menimbang dinar tersebut ditoko emas tionghoa dan melihat sendiri bahwa berat dinar itu adalah 8.8 gram atau setara 2 Dinar standar baru dari Islamic Mint Nusantara. Karena suatu kondisi pada masa itu, Dinar Kekhalifahan Turki tersebut di jual ke toko emas tersebut.

Kesultanan Turki Utsmani mempunyai perdagangan yang kuat dan menjalin hubungan dagang dengan berbagai negara di Eropa, India, Yaman, Cina dan lain lain. Dan dalam sejarah perdagangan Kekhalifahan Turki Utsmani beredar berbagai jenis uang emas dan perak seperti Ducat emas, Gulden emas dan perak, Florin emas, dan Cruzados. Kekhalifahan Turki mencetak koin emas yang disebut Khurus dan koin perak yang disebut Akche (Acke) atau dirhem.

Dalam perdagangan yang bersistem dinar dan dirham pada masa Kekhalifahan Turki Utsmani ini saya temukan beberapa catatan yang menarik untuk diketahui oleh muslim hari ini, yaitu dalam sejarah perdagangan tersebut terdapat sejarah timbangan dan berat yang umum pada saat itu digunakan yaitu ratl, okka, ukiya dan kirat. Dan dari hal ini diketahui berat dirham dimasa itu, yaitu rata-rata antara 3.0898 – 3.207 gram. seperti yang di jelaskan di bawah ini:

Dirham atau Dirhem atau Akche (Acke) = 16 kirat = 64 dang = 3.207 gram
Dirham Bizantium dan awal Islam = 3.125 gram
Dirham menurut shariah dan kanonikal = 3.125 gram
Dirham di Kairo = 3.0898 gram
Dirham di Dimishki = 3.086 gram
Dirham di Tabriz = 3.072 gram
Ratl = 12 Ukiya = 333.6 gram
Istanbul (abad 18) = 876 dirham = 2.809 kilogram
Jedda (abad 19) = 113 dirham = 360 gram
Mesopotamia (abad 19) = 1 okka = 1.28 gram
Syria (abad 19) = 2 atau 2.5 okka = 2.565 atau 3.205 kilogram
Sivas = 1440 dirham = 4.618 kg
Andalusia = 453.3 gram
Ahlat dan Nasibin (abad 11) = 300 dirham = 962.1 gram
Afrika Utara (abad 11) = 140 dirham = 437.5 gr
Aleppo (abad 17) = 700 dirham = 2.217 kg
Okka (standar) = 4 ratl rumi = 400 dirham = 1.282945 kilogram
Ratl folfoli (Egypt) = 144 Dirham = 450 gram
Ratl kebir (Egypt) = 160 Dirham = 500 gram
Ratl rumi (Anatolia) = 100 Dirham = 320.7 gram
Ratl zahiri (Syria) = 480 dirham = 1.500 kilogram
Ukiya = 27.8 gram
Ukiya (Kekhalifahan Arab) = 72 miskal = 346.392 gram
Ukiya Seljukid = 100 Dirham = 320.7 gram
Ukiya Syria (abad 19) = 66.5 Dirham = 213 gram
Ukiya Maghreb (abad 19) = 10 Dirham = 32 gram
Kirat (Ottoman) = 0.2004 gram
Kirat (Kanonikal) = 0.2232 gram

Apa yang disampaikan di atas sejalan dengan apa yang dikatakan oleh Khalifah Umar bin Abdul Aziz dimana ini makin melengkapi hasil penelitian sejarah, fikih dan penimbangan barley dari Islamic Mint Nusantara (2000) yang terkait dengan mitsqal, troy ounce dan gram.

Semoga apa yang saya sampaikan ini dapat berguna untuk semua muslim di Nusantara dan dunia, sebagai jalan untuk segera dapat mengamalkan kembali dinar dan dirham sebagai pengukur nilai terhadap komoditas, barang dan jasa. Emas dan perak atau  dinar dan dirham adalah uang sunnah dari jaman nabi Adam as. sampai ke masa Walisongo dan Kesultanan di Nusantara. Sedangkan uang kertas yang tiada bernilai selain secarik kertas adalah sihir ciptaan rentenir perbankan, sebagai alat perbudakan umat manusia.



Sumber

Copyright @ 2013 PEJUANG ISLAM.