Minggu, 30 Maret 2014

Kesultanan Bima (Gambar) 1

Parang atau golok ini konon memiliki kesaktian terutama jika digunakan disaat-saat genting pada masa kejayaan kerajaan dan kesultanan Bima.











Kebijakan Khalifah Abdul Hamid II Terhadap Utang Luar Negeri

“Saat aku memangku pemerintahan, total utang kami sekitar 300 juta lira dan berhasil ditekan hingga tinggal 30 juta lira, atau tinggal sepersepuluhnya saja”. Demikianlah tulis Sultan Abdul Hamid (1842-1918M), Khalifah Utsmaniyah di dalam catatan hariannya (terj. Mudzakaraat as Sulthan abdul Hamid. Dr Muhammad Harb hal 26).

Posisi utang negara Utsmaniyah pada dua masa sultan sebelumnya, yaitu  Abdul Majid (ayah Abdul Hamid) dan Abdul Aziz (pamannya) telah mencapai 252 juta lira emas (tahun 1881 M), dan jumlah tersebut harus segera dibayar karena jatuh tempo.

Saat berkuasa, Abdul Hamid dihadapkan kepada berbagai macam permasalahan, seperti pembangkangan Serbia dan Montenegro, yang telah dimulai sejak akhir pemerintahan Sultan Abdul Aziz. Demikian juga keberadaan para pejabat pengkhianat Islam dan sebagian gubernur yang serakah, di antaranya Khudaiwi Ismail, gubernur Utsmaniyah di Mesir yang telah menjabat sejak masa pemerintahan pamannya, Sultan Abdul Aziz.

Gubernur Ismail telah berhasil memaksa Sultan Abdul Aziz untuk menerima utang luar negeri dari Inggris dan Prancis sebesar 100 juta Junaih. Tindakan Abdul Aziz menerima usulan Ismail ini telah membuat Ustmaniyah jatuh ke dalam kubangan utang luar negeri. Sifat serakah Ismail juga telah mendorongnya menjual saham-saham pribadinya atas kepemilikan Terusan Suez pada November 1875 M di pasar gelap.  Saham-saham itu akhirnya jatuh ke tangan Inggris setelah melalui persaingan dengan Prancis yang kalah cepat. Jatuhnya saham-saham ke tangan Inggris ini menjadi sebab munculnya gerakan perlawanan di Mesir untuk mengenyahkan Inggris dari Mesir di kemudian hari.

Untuk menghentikan laju bertambahnya utang luar negeri dan berpindahnya kepemilikan aset-aset strategis negara ke tangan musuh, Abdul Hamid segera memecat para pejabat rakus termasuk di antaranya gubernur Mesir, Khudaiwi Ismail. Ismail dipecat melalui dekrit tahunan yang dikeluarkan pada 25 Juli 1879 M.
Pemerintahan Khalifah Abdul Hamid sangat terbebani dengan banyaknya utang luar negeri. Sementara itu,  sumber pendapatan negara dari hari ke hari semakin menciut. Produktivitas dalam negeri pun hari demi hari semakin menurun, sehingga sepanjang periode pembenahan tersebut, Sultan harus mendatangkan barang-barang kebutuhan bagi rakyatnya dari Eropa. Komoditas tekstil Eropa ada di mana-mana, membanjiri negara. Kondisi ini berdampak pada bangkrutnya sejumlah pabrik di dalam negeri, karena pendapatan yang terus defisit. Pemasukan cukai lintas batas pun mengalami penurunan hingga pada tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya. Keadaan demikian itu sebagai konsekuensi dari diberlakukannya perjanjian perdagangan dengan negara-negara besar yang dilakukan oleh para khalifah sebelumnya.

Kondisi buruk tersebut bertambah parah dengan adanya persoalan tanah tempat tinggal dan lapangan pekerjaan bagi jutaan Muslim Utsmaniyah yang eksodus dari Bulgaria ke Istanbul. Eksodus ini sebagai akibat dari adanya perang yang terjadi antara Rusia dan Utsmaniyah yang berlangsung dari tahun 1877 sampai 1878 M. Sebagai langkah solusi atas persoalan ini, dibuatlah perjanjian untuk mengakhiri perang pada 31 Januari 1878 M.

Sultan Abdul Hamid telah berhasil menyelesaikan persoalan utang ini hingga berkurang separuh dari jumlah asalnya. Keseriusan Sultan untuk melunasi utang ini telah menyebabkan para pegawai negara, terutama para pemegang kebijakan gelisah karena gaji mereka dibayarkan terlambat.

Besarnya utang luar negeri Khilafah Utsmaniyah telah dimanfaatkan oleh Yahudi Eropa sebagai jalan untuk mendapatkan tanah Palestina. Para Yahudi terkutuk itu menjanjikan sultan untuk membantu melunasi utang-utang negaranya. Namun, tipu muslihat mereka yang keji dan licik itu tidak mendapatkan respon positif dari Sultan Abdul Hamid. Pada tanggal 28 Juni dan 7 Juli 1890 M, Sultan mengeluarkan dua perintah kesultanan, yaitu ditolaknya keinginan Zionisme untuk memiliki tanah-tanah Utsmaniyah dan mengembalikan mereka ke asal mereka. Abdul Hamid telah menetapkan perintah itu dengan suatu pandangan bahwa Khilafah Utsmaniyah harus tetap memelihara kekayaan Palestina dan tidak menjual tanahnya kepada para imigran yang datang kepadanya. Semoga Allah menerima amal kebaikan Sultan Abdul Hamid dan mengampuni segala kekurangannya. Amin. (Mediaumat.com, 12/11/2013)




Sumber

Sabtu, 29 Maret 2014

Kerajaan Amanatun

Kerajaan Amanatun (Onam) terletak di pulau Timor bagian barat, wilayah Indonesia dan merupakan kerajaan tua. Di era kemerdekaan kerajaan Amanatun bersama kerajaan Molo (Oenam) dan kerajaan Amanuban (Banam) membentuk kabupaten Timor Tengah Selatan (dalam bahasa Belanda disebut Zuid Midden Timor) dengan ibu kota SoE - provinsi Nusa Tenggara Timur.
Pada tahun 1920 kota SoE ditetapkan menjadi ibukota Zuid Midden Timor (Timor Tengah Selatan) atas kesepakatan bersama dari ketiga Raja yakni Raja Lay Akun Oematan sebagai Raja Molo, Raja Pae Nope sebagai Raja Amanuban dan Raja Kolo Banunaek sebagai Raja Amanatun.
Nama kota SoE sendiri sudah mulai dikenal pada tahun ±1905/1906 oleh pemerintah Hindia Belanda. Pada masa pemerintahan Belanda Kerajaan Amanuban dan Kerajaan Amanatun pernah berkantor bersama di Niki-niki. Hal ini disebabkan karena belum adanya jalan ke wilayah Amanatun dan Belanda takut ke sana.
Jauh sebelum datangnya bangsa Portugis dan Belanda di Indonesia maka kerajaan Amanatun sudah ada dan mempunyai pemerintahan sendiri yang asli.

Arsip sejarah

Dalam tex Dao Zhi dari tahun 1350 sejak dinasti Sung sudah mengenal Timor dan ada beberapa pintu gerbang pelabuhan laut yang ramai yang dikunjungi di Timor dan salah satunya yang penting adalah di Batumiao-Batumean Fatumean Tun Am (Tun Am) yang sudah ramai dikunjungi oleh pedagang-pedagang Makasar, Malaka, Jawa, India, Cina dan kemudian Eropa seperti Spanyol, Inggris, Portugis, Belanda.
Timor (Xingcha Shenglan 1436) menulis bahwa Timor ( Kih-ri Ti-mun) terletak di Timur Tiongkalo (Madura) yang mana pegunungannya ditumbuhi oleh pohon cendana. Pohon cendana ini mereka tebang dan dijadikan kayu bakar. Negara ini tidak memiliki produk lain selain cendana. Terdapat dua belas pelabuhan atau pemukiman pedagang yang masing-masing berada di bawah seorang ketua / pemimpin. Tanah pertaniannya subur dan makmur serta cuacanya hangat di siang hari dan dingin pada malam hari. Ketika kapal dagang tiba dan bersandar kaum wanita naik kekapal untuk berdagang. Barang yang diimpor adalah emas, perak dan peralatan besi serta tembikar. Penduduk pribumi selalu membawa kayu cendana untuk dibarterkan dengan pedagang. Mereka tidak akan melakukan barternisasi kalau raja nya tidak hadir. Karenanya raja selalu diminta untuk datang terlebih dahulu, ketika sebuah kapal dagang berlabuh maka Raja akan datang ditemani oleh permaisuri dan anak-anaknya, para selir dan para pembantunya. Anggota rombongan raja begitu banyak.
Mengenai perdagangan cendana zaman dahulu Oemerling dalam bukunya The Timor Problem menuliskan bahwa penyelidikan sumber-sumber Cina yang kuat menyatakan bahwa Timor sudah menghasilkan kayu cendana untuk pasaran Asia ratusan tahun sebelum Vasco da Gama berlayar mengelilingi Tanjung Pengharapan Baik. Inspektur Cina Chau Yu Kua pada tahun 1225 telah menulis bahwa Timor kaya dengan kayu cendana dan telah melakukan hubungan perdagangan dengan Jawa.
Schrieke (1925) menegaskan bahwa paling lambat tahun 1400, atau mungkin sudah sejak sebelumnya, Timor telah dikunjungi oleh para pedagang dari pelabuhan-pelabuhan Jawa secara teratur. Para pedagang Islam dari India sejak tahun 1400 telah berdiam di kota pelabuhan jawa bagian Timur sehingga mereka juga telah mengadakan kontak perdagangan cendana dengan Timor. Minyak cendana sudah termasyur di Asia Timur sejak dahulu kala karena kasiatnya.
Greshoof (1894-1909) menuliskan bahwa para tabib Arab sudah mengenal minyak cendana sejak tahun 1000 Masehi. Cendana dikenal sebagai barang mewah di Eropa khususnya perusaha farmasinya. India sejak perang dunia pertama memasarkan minyak cendana ke Eropa dan lebih mengambil keuntungan besar dari Timor karena Timor saja yang menghasilkan kayu cendana - (Risseuw 1950). Selain pelabuhan Fatumean / Batumean (Tun Am - Amanatun), juga ada pelabuhan dagang yang ramai dikunjungi seperti Kamanasa, Mena, Sorbian, Samoro, Ade (Timor, Ende et Solor par Godinho en 1611)

Penyerangan Makasar

Tercatat dalam arsip kuno Portugis Summaria relaçam do Que Obrerao os relegiozas dan ordem dos pregadores bahwa pada tahun 1641 ketika bangsa Portugis dan bala tentaranya dari Larantuka, Flores tiba di kerajaan Amanatun/Tun Am- Fatumean (Bitimiao) maka seorang paderi bernama Frey Lucas da Cruz berhasil membaptiskan (mengkristenkan) seorang raja Amanatun/Usif dengan ibunya di Amanatun. Pada waktu itu bala tentara Portugal dipimpin oleh Capitao mor Francisco Fernandes. Amanatun (Tun AM-Fatumean) pada tahun 1641 dengan istana kerajaaan terletak di Gunung Sunu ( Sonaf Plikuna - Sonaf Ni Fanu) mendapat serangan dasyat luar biasa dari armada tentara laskar Islam Makasar dibawa pimpinan raja Tallo(King of Tallo) dari kerajaan Gowa-Tallo dimana pada masa itu juga raja wehale telah memeluk Islam. Selain melakukan penyerangan ke Amanatun / Fatumean Tun Am (Batumiao) juga armada tentara Islam Makasar juga melakukan penyerangan ke Larantuka-Flores. Penyerangan laskar Islam Makasar ke Amanatun - Tun Am Fatumean itu diundang dan diarahkan oleh keluarga Tnesnai juga dibantu oleh orang Portugis Hitam - Topas - Kaesmetan namun penyerangan tersebut berhasil di pukul mundur oleh Raja Banunaek di Sunu hingga Behanek perbatasan Amanatun dengan Belu. Adapun kerajaan kembar / Zusterstate Gowa - Tallo ( Rua Karaeng Na Se ' re Ata ) mencapai zaman kejayaannya serbagai kerajaan maritim pada akhir abad ke 16 dan awal abad ke 17 dengan peran besar seorang Mangkubumi yang bernama Karaeng Patingaloang. Salah satu ikrar Raja Batumean _ Tu Am - Amanatun pada tahun 1642 yang disaksikan oleh misionaris terkenal saat itu dari Gowa yang bernama padre Antonio de S Jacinto termasuk juga Frei Pedro de Sao Joao.

Era Portugis - Belanda

Data tentang pemimpin orang Portugis Hitam (Topass) dari keluarga Hornay dan Da Costa diceritakan pernah mempunyai hubungan dengan Amanatun hingga tahun 1749. Pater Antonio de Madre de Deus menulis sebuah laporan resmi tertanggal 26 April 1695 mengenai kekuasaan dan kerakusan dari Antonio d'Ornay yang menjadi penguasa saat itu dimana terjadi pengumpulan dan penjualan secara besar-besaran yang tidak terkontrol kayu cendana ke Batavia dimana pusat Portugis di Macao mengalami kerugian besar. Hingga tahun 1620 harga cendana 6000m -7000 pikul seharga 60000 Gulden. sedangkan harga lilin lebih mahal lagi.
Salah satu peran penting yang dibuat oleh Antonio d'Ornay adalah dia berhasil menahan kompeni Belanda untuk tidak boleh terus masuk ke pedalaman Timor sehingga berakibat misi Belanda dengan Protesta cuma ada di Kupang saja. Kupang pada saat itu bukan tempat penting dan di biarkan saja untuk dikuasai oleh VoC Belanda, Batas daerah kekuasaan Belanda di Timor hingga tahun 1661 hanya di kota Kupang saja.Agama Protestan hanya berada di kota Kupang dan sekitarnya tidak termasuk Amarasi dan Amabi, sejak kedatangan Belanda tahun 1613. Mulai adanya Volksplantinng di pesisir - pesisir utara sejak awal abad ke 18 oleh residen Hazart,maka agama Protestan hadir di Kupang, namun agama Protestan baru memasuki pedalaman pulau Timor sejak awal abad ke 20.
Ketika Malaka jatuh ketangan Portugis pada tahun 1511, kemudian baru pada tahun 1522 bangsa Portugis tiba di Pulau Timor namun mereka tidak menetap tetapi hanya menyinggahi saja. Tercatat dalam arsip lama bahwa pada 22 januari 1522 penjelajah Magelhaens dan Pigafetta tiba dan berlabu di Pantai Selatan pulau Timor dan mengunjungi Kaiser Fatumean ( TUN - Amanatun) dan juga Kaiser Kamanasa (Belu) setelah melalui perjalanan panjang dari Tanjung Pengharapan Afrika Selatan ( Cap de Bonne Esperance)kemudian melanjutkan pelayaran expedisi ke Pilipina melewati pantai utara Timor. (Le premier voyage monde Magellan et Pigaffeta (1519)
Pada tahun 1669 Raja Amanatun berhubungan dengan fettor Sonbai Kecil, Ama Tomnanu yang merupakan sekutu VOC-Belanda dan dijelaskan bahwa Raja Amanatun ingin bertemu dan berbicara langsung dengan VOC/Belanda, karena Raja Amanatun telah menerima bendera VOC/Belanda yang dibawa oleh Verheyden kira-kira tahun 1655. Raja Amanatun menginginkan supaya pertemuan itu dilangsungkan di pantai selatan Fatu Mean / Amanatun, tetapi pihak VOC menolak dan tidak menyetujui permintaan ini dengan alasan keamanan.

Gereja Katolik

Pada waktu terjadi perang Penfui pada tanggal 11 November 1749 maka kerajaan Amanatun menjadi sekutu Portugis. Salah satu alasan terjadi perang Penfui karena para Raja yang pro kepada Portugis tidak menghendaki adanya pembagian wilayah di Timor khususnya wilayah Timor Barat antara Belanda dengan Portugis, karena akan berakibat kepada semakin jauhnya jarak yang harus ditempuh ke Gereja Noemuti kalau raja-raja ini ingin untuk beribadah ( kalau ingin membawa hulu hasil ke Gereja Katolik Noimuti).
Pembagian pulau Timor tahun 1859 Noimuti seakan merupakan suatu wilayah dunia Portugis di tengah-tengah wilayah Belanda. Gereja Noimuti yang sejak ratusan tahun dijadikan tempat sakral-pemali dan keramat. Raja-raja Timor Katolik yang merawat Gereja Noimuti ini, Uskono mengirim dua suku Tnane - Metkono, Oematan mengirim suku Bani-Aot dan Arin-Kosat, dan Raja Amanatun mengirimkan Sasi-Panmissa. Setiap tahun pada perayaan pesta paska maka raja-raja tersebut selalu mengirimkan LILIN untuk gereja Noimuti. Di Noimuti terdapat pula empat tobe untuk bunga panen atau maus sufa.
Tahun 1701 Padre M de Santo Antonio sebagai misionaris di Timor dan menjadi Uskup Malaka yang kemudian menetap di Timor hingga tahun 1722. Setelah itu barulah Pater Gerado de San Jose menjadi misionaris di Timor hingga tahun 1782.Dikenal dalam sumber-sumber kuno menyebutkan bahwa pada tahun 1711 pemimimpin Toppas Dominggus da Costa bersama Dom Francisco de Taenube telah terjadi pertengkaran dengan Raja Dom Pedro atau Raja Tomenu Sonbay dari Oenam berhubungan dengan gereja Abi dan gereja Musi.Sedangkan Raja Sonbai Kecil pada waktu itu adalah Bawwo Leu tahun 1717.

Data VOC Raja-raja Timor (1758)

Data VOC 2933,tahun 1758 the National Archief Den Haag yang ditulis oleh Arnoldus Van Este (ayah dari W.A.Van Este) seorang Oppermester di Pos Belanda Kupang yang dilindungi oleh Commpany selama dua puluh lima tahun mencatat tentang Timorese kings yakni;

Perdagangan budak

Sumber VOC tahun 1765 menjelaskan tentanng ditahannya temukung Nai Nokkas karena Nai Nokkas melindungi budak-budak belian ( ate sossa) dari Kupang oleh Opperhof Ter Herbruggen mengakibatkan Raja Bab'i Banu Naek dari Amanatun mengirim orang-orangnya sebagai utusannya ke Dewan Belanda untuk membebaskan temukung Nai Nokkas karena Raja Amanatun berkeyakinan bahwa Nai Nokkkas tidak bersalah. Raja Banunaek harus menebus dan melepaskan kembali temukung Nai Nokkas dengnan memberi 3,50 pikul lili, 4 orang budak, dan dua puluh ikat kain tenun kapas ke Ter Herbruggen.
Perdagangan terbuka yang menjual beli budak diTimor sesuai catatan Tung Hsi Kau tahun 1618 sudah mulai dilakukan. Diceritakan bahwa raja di Timor saat melakukan suatu kunjungan maka di dalam rombongan raja selalu disertakan juga hamba sahayanya ( Ata atau Ate ) selain permaisuri raja, anak-anaknya, dan gundik-gundiknya. Pigafetta mencatat Atapupu sebagai pasar hamba sahaya. Sedangkan Atambua katanya berasal dari kata Atan atau Ata ( hamba sahaya) dan Buan ( Suanggi).
Zaman Portugis dan Belanda pulau Timor cukup dikenal sebagai gudang budak-budak. Prof P.J.Veth dalam tulisannya Het eiland Timor menyatakan bahwa residen Van Este di Kupang tahun 1789 memiliki ribuan budak - hamba sahaya. Tahun 1751 residen Van de Burg melaporkan keadaan Perang Penfui tahun 1749 dan sebagai lampiran dikirim juga tujuh puluh orang budak yakni 35 orang budak dibeli dari orang Cina The Tinko dan 35 orang lainnya dibeli dari orang Cina Oeijn Panko dengan harga rata-rata fl.62.
Pada masa residen Ter Herbruggen (1761) ada kebiasaan bahwa kalau seorang petugas hendak pergi ke Batavia untuk sesuatu urusan maka terlebih dahulu ia masuk ke kampung-kampung sekitar Kupang dengan membawa anjing pemburu untuk memburu dan menangkap manusia. Orang-orang yang ditangkap itu di bawa ke Batavia sebagai hadiah bagi atasan dan kenalan serta kerabat, dan yang lain dijual untuk mendapatkan uang.

Amanuban - Amanatun (1785)

Pada tahun 1785 Opperhoof Tuan Willem Adrian Van Este mengirim surat kepada Raja Tubani untuk segera mengembalikan tanah yang sudah diduduki di wilayah Amanatun. Data VOC 3701 hal 500 pada tahun 1785 ini menceriterakan bahwa ketika resident ( Opperhoof) Timor W.A.Van Este di Fort Concordia Kupang menulis bahwa Raja Amanuban yang anti VOC yakni Raja Tubani menyerang kerajaan Amanatun yang ada hubungan dengan VOC dan ia berhasil menduduki sebagian wilayah Amanatun. Di zaman itu ada dua kekuatan di kerajaan Amanuban.

Pemerintahan Residen Hazart di Timor

Residen J A Hazart merupakan residen Timor kelahiran Timor 8 Agustus 1773. Saat resident Hazart menjadi residet di Timor maka raja Amanatun pada saat itu adalah raja Muti Banunaek I (atau biasa disebut Raja Kusat Muti ). Residen Hazart memerintah tahun 1810-1811, dimana pada tahun 1811 Nusantara diserahkan ke Inggris dan baru dikembalikan kepada Belanda tahun 1816 dan kembali residen Hazart berkuasa kembali. Banyak hal yang diperbuat Hazart saat menjadi residen Timor seperti : - Daerah pertahanan VOC di pantai utara Timor ( Manulae hingga Pariti ) pada tahun 1819 dipenuhi oleh orang-orang Rote yang didatangkan oleh Belanda sebagai pagar hidup Belanda untuk mencegah serangan dari raja-raja Timor sepeti Amarasi, Amanuban, Amakono, Amanatun.
Orang-orang Rote yang didatangkan Belanda ke Timor juga untuk menjadi tenaga kerja - budak Belanda untuk mengerjakan daerah-daerah subur / aluvial di sepanjang pantai sekitar 2000-3000 Ha untuk menghasilkan beras. Pada tahun 1822 Belanda juga mendatangkan lagi orang-orang Sabu ke Timor sebagai pasukan pembelah Belanda namun jumlah orang Sabu tidak sebanyak jumlah orang Rote karena karakter orang Sabu yang suka memberontak. Kemudian Hazart menjadikan Kupang sebagai pelabuhan terbuka / pintu gerbang Timor. Kemudian residen Hazart juga merebut Atapupu.Tahun 1842 Resident Hazart juga berhasil membuka lalulintas jalan ke Pariti dan pada tahun 1879 dibuka lagi jalan Kupang - Teno.
Sumber pendapatan raja pada saat itu adalah jagung, cendana dan lilin, dimana setengah hasil cendana dan lilin digunakan oleh raja untuk mendapatkan emas. Pada tahun 1870 dicatat jumlah penduduk di kerajaan Amanatun sudah melebihi 12000 jiwa.

Hubungan Liurai-Sonbai-Banunaek

Disebut kerajaan Amanatun kerena Rajanya yakni Banunaek yang bernama lengkap Raja Tnai Pah Banunaek) - Ukuran alam , badannya emas dan semua peralatannya juga terbuat dari emas. Amanatun terdiri dari dua suku kata yaitu Ama dan Mnatu. "Ama" berarti "Bapak" dan "Mnatu" berarti "emas". Jadi Amanatun berarti Bapak Emas. Mal Noni adalah Cap Emas Raja Banunaek. Raja Amanatun yakni Banunaek tetap menetap di Tun Am ( Amanatun ) menjaga kampung halaman Tufe Ba Noni Fae Ba Noni - Tun Am Fatu Mean, sedangkan Liuray kemudian ke bagian Timur pulau Timor ( matahari terbit) Nao Neu Neno Pean Neno Bolan dan kemudian dikenal dengan Raja Belu, sedangkan Sonbay ke bagian barat pulau Timor ( matahari terbenam ) Nao Neu Neno Tesan Neno Mofun es Mutis Bab Nae Pae Neno Oenam dan kemudian dikenal dengan Raja Molo / Oenam.
Nama Raja pertama di pulau Timor adalah Liuray/Liu Lay/Riyu Ray/Mean/Maromak Oan, Sonbay/Boynoni/Istana Kapal, Banunaek/Luku Neno. Raja] Pertama di daratan Timor ini adalah bangsawan dengan keluarganya serta rombongannya tiba pertama kali di pelabuhan NOE FANU, pelabuhan yang termasyur dalam sejarah penghuni dataran pulau Timor dan pulau-pulau sekitarnya. Ketiga bangsawan bersaudara pertama yang adalah raja pertama Timor ini datang bersama dengan ayah ibu mereka.
Bangsawan ini memiliki gelar menurut ilmu pengetahuan tak ada taranya pada masa itu. Ilmu yang dimiliki bangsawan ini luar biasa luasnya. Dari Noe Fanu mula-mula mereka mengunjungi Raymas/Laynu Belu.Dari laynu mengunjungi Raymea-Laymea - Belu kemudian balik mengunjungi tempat Noe Fanu. Dari Noe Fanu mengunjungi Tun Am " Persembahan di Amanatun". Di sini dinyatakan pokok ilmunya itu yaitu astronomi dan ilmu astrologi. Bangsawan ini juga memiliki ilmu penjelmaan yaitu ia mengakiri masa makan - minum mentah atau tah mate - tiun mate. Kehidupan nabati, kehidupan hewani serta kehidupan insani demi kemakmuran dan kekayaan.
Sebelum meninggal ayah ketiga raja pertama di Timor ini berwasiat kepada putra-putranya kalau ia dan istrinya meninggal maka jenasahnya dijadikan persembahan kemakmuran. Putranya yang bungsu harus menerima hak bapaknya selaku raja, putra bungsu harus menjaga tempat simpanan jenasahnya turun temurun. Putra bungsu ini bernama LUKU NENO mewarisi nama bapak turunannya adalah keluarga Banunaek. Putra pertama bernama Mean-Maromak Oan-LIULAY-Riyu Ray, putra kedua bernama Boinony-Sonbay.
Dua raksasa yang menjadi serangkai dalam pemerintahan yaitu Riyu Ray dan Sonbay. Sedang di tengah-tengah kedua kerajaan ini ada kerajaan Amanatun sane ma lelan lene ma lelan. Di tengah-tengah kerajaan Amanatun ini terdapat suatu peringatan yaitu tempat terletak jenasah ayahnya/bundanya. Sedang di antara tempat jenasah itu terletak dan pelabuhan termasyur yaitu Noe Fanu ( bolak balik) tampak terbitnya matahari mulai 1 Januari dari tempat persembahan jenasah ini yaitu Tun Am sampai ke Noe Fanu 1 Juli kembali ke Tun Am 31 Desember
Adapun tuturan adat mengenainya ketiga raja pertama di pulau Timor adalah Lai Mea Lai Moe Neki Neo Fanu Tun Am Onam Liurai - Sonbai - Banunaek - Uis Neno. H.G.Schulte Nordholt, dalam tulisannya the Political System of Atoni of Timor p. 391 menampilkan Pokok Sejarah di Pulau Timor terletak pada kalimat LIURAI - SONBAI - ABI - BANUNAEK.
Putra pertama Mean - Liuray mendapat kedudukan di tanah Belu yakni tempat Betun atau Petu. Daerah kekuasaannya amat luas sampai keujung pulau Timor. Seluruh masyarakat dari seluruh tanah pegunungan, seluruh tanah raja yaitu Tahuk Baria, bi Lili bi Lumalo, Seran Fahik, dari tanah miliknya yaitu Siu Bes, Lok Bes, Teut Pala, Tetu Mnanu,, Oenunuh, Oebiko, Oehale, Bas Hain, Ba Hael dan lainya. Tasi Feto, Tasi Mone, Likosan ( satu manusia kepala dan muka manusia tetapi mata dan badannya ular Likusaen). Manusia ini anak dari Mean. Banyaknya wilayah tanah Belu ada tiga puluh tujuh NAIBOT wilayah pemerintahan Riyu Ray-Liuray.
Putra kedua Boynoni-Sonbay, bersama rombongan menyusuri pegunungan kecil dari tanah Belu hingga gunung Mutis. Ia tiba di Netnoni dan bertemu dengan istrinya putri dari Kune Uf. Tempat kedudukannya di Batu Oenam " Batu Basah". Di sinilah Sonbay membuat istana kapalnya. Wilayah kekuasaannya meliputi Biboki, Insana, Oekusi, Amfoan, Miomafo, Molo (Mollo), Fatu Leu- Kopan, Maluku, Alor, Pantar, Sabu, Rote.
Ibu kota kerajaan Amanatun di Nunkolo. Nunkolo menjadi ibukota kerajaan Amanatun ketika Raja Tsu Pah Banunaek menjadi raja Amanatun.

Persehatian Perbatasan

Pada waktu Raja Muti Banunaek II diasingkan ke Flores maka oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda melakukan perpindahan batas kerajaan yang sudah ditetapkan oleh Raja Liurai ( Belu) dengan Raja Banunaek ( Amanatun). Adapun perpindahan tersebut pada Juni 1917 zaman Raja Kusa Banunaek dimana terjadi perpindahan batas antara kedua kerajaan tua ini yaitu perpindahan batas dari Betun ke We Baria Mata ( Malaka ), dan penandatanganan persehatian perbatasan ini oleh Belanda dibuat dan ditandatangani pada 25 Juli 1917. Perpindahan batas ini sebagai reaksi balas dendam pemerintah kolonial Belanda terhadap raja Amanatun karena gugurnya tentara Belanda saat melakukan infasi ke Amanatun.

Persehatian tahun 1929

Kemudian perpindahan perbatasan antara Kerajaan Belu dan Kerajaan Amanatun ini diubah lagi dengan surat persehatian tahun 1929 dengan akte van oversenkonmst inzake de grens tuss de landschhappen AMANATOEN ( onderafdelling zuid midden Timor) en BELOE ( onderafddeling Beloe, ddo 20 Desember 1929 yang disahkan dengan besluit Resident Van Timor en Onderhoorigheden ddo 10 september 1930, No.321.Afscrift a afschrift ditandatangani oleh Raja Amanatoen het hoefd van Amanatoen w.g KOLO BANUNAEK dan dari pihak Beloe DE TIJD. WD. BESTUURDER VAN BELOE w.g SERANG ASSI FATIN.controleur van zuid midden Timor w.g. Ch.Th. Weidner, dan De fd Controleur van Beloe w.g. W.J. Voor.
Sejak tahun 1929 hingga 1952 kehidupan sosial masyarakat disepanjang perbatasan kedua kerajaan tua ini tidak ada masalah bahkan khususnya daerah Lotas didiami oleh suku Nai Usu keturunan Raja Rabasa dan diperintah oleh Raja Umalor ( LIURAI MALAKA ). Oleh karena suku Nai Usu tidak puas dengan kepemimpinan Raja Umalor sehingga atas permintaan LIURAI suku Nai Usu diserahkan dan dititipkan sementara kepada Raja Amanatun untuk dibina dan dididik di wilayah Lotas dan beberapa tahun kemudian Suku Nai Usu diserahkan kembali oleh Raja Amanatun kepada LIURAI dengan maksud supaya suku Nai Usu diperintah langsung oleh Raja Rabasa. Namun maksud tersebut ditentang oleh Umalor sehingga sebagian rakyat dari suku Nai Usu meminta kembali untuk tinggal di Lotas dan berada dibawa perintah Raja Amanatun.
Sedangkan pokok masalah terjadinya sengketa perbatasan antara swapraja Beloe dengan swapraja Amanatoen tahun 1952 akibat ulah dan sikap keras kepala Thomas Talelu dengan 156 kawan-kawannya untuk pindah dan tunduk membayar pajak ke swaprajaMalaka yang kemudian membuat marah fetor Noe Manumuti dan Raja Amanatun sehingga Thomas Talelu dan kawan-kawannya diusir keluar dari Lotas wilayah kerajaan - swapraja) Amanatun.

Persetujuan Oe'lolok

Sengketa perbatasan antara Beloe dan Amanatun ini kemudian diupayakan untuk di selesaikan dengan dilakukan pertemuan di daerah netral Oelolok Swapraja Insana selama dua kali pertemuan. Pertemuan pertama 29 Oktober 1953 namun ditunda pelaksanaannya pada tanggal 10 Mai 1957 karena perkunjungan Gubernur Sunda Kecil di Kupang.
Isi PERSETUJUAN OELOLOK I antara Kepala Daerah Swapraja Amanatun ( disatu pihak )dengan Kepala Daerah Swapraja Liurai ( pada pihak lain) menyetujui delapan kesepakatan yakni:
  1. Dalam penyelesaian "peristiwa rakyat Lotas" TIDAK AKAN DIGANGGU GUGAT" soal perbatasan antara Swapraja Amanatun dan swapraja Malaka.
  2. Karena ketemukungan Lotas termasuk Distrik Noemanumuti temukung di wilayah Swapraja Amanatun maka rakyatnya secara teknis administrasi TAKLUK di bawah kepemerintahan Swapraja Amanatun.
  3. Untuk masalah adat pelaksanaannya tinggal tetap sebagai sedia kala dengan catatan Kepala Daerah Swapraja Amanatun sebagai Ketua Adat harus mengetahuinya terlebih dahulu.
  4. Uang-uang pajak yang telah dipungut oleh pemerintahan SwaprajaBelu dari rakyat ketemukungan Lotas HARUS DISERAHKAN KEPADA Kepala Daerah Swapraja Amanatun.
  5. Pengembalian rakyat Lotas oleh Kepala Daerah Swapraja Malaka dan penerimaannya oleh Kepala Daerah Swapraja Amanatun dilaksanakan disertai ketentuan-ketentuan hadat (adat) yang berlaku antara kedua belah pihak.
  6. Sesudah pengembalian rakyat ketemukungan Lotas pihak Dewan Pemerintah Swapraja Amanatun akan berusaha menjalankan kebijaksanaan agar tidak terulang lagi peristiwa-peristiwa yang disebut peristiwa rakyat Lotas.
  7. Dari kedua belah pihak, baik D.P.S Amanatun maupun Kepala Daerah Swapraja Malaka senantiasa akan dijalankan usaha untuk membujuk dan menasihati agar rakyat ketemukungan Lotas untuk kembali tunduk kepada Pemerintahan Swapraja Amantun.
  8. Peristiwa-peristiwa yang bersifat pidana semata-mata terhadap rakyat ketemukungan Lotas diserahkan penyelesaiannya kepada pihak alat Negara .......,
Sedangkan Pertemuan kedua juga di Oelolok Swapraja Insana tanggal 19 Oktober 1959 juga menghasilkan dua (2) butir persetujuan.
Adapun yang membuat persetujuan yakni Pihak Pertama Kepala Daerah Swapraja Amanatun t.d.t L.L.D.L.Banunaek dan Pihak Kedua Kepala Daerah Swapraja Malaka t.d.t L.S.Teiserang, dengan mengetahui Pihak Pertama D.P.S SoE ( D.C.Saudale), Perakit Praja Kepala (J.L.Bire), Anggota DPS Amanatun ( Ch.B.Tallo), Anggota DPS Amanatun ( Th. Kabu), Fettor NoeManumuti ( M.E.Faij), Fettor Noebokon ( W.Nenometa), Fettor Noebone ( L.Missa), Fettor Noebana ( H.Mone). Sedangkan yang mengetahui pihak kedua Pd ketua DPDS Belu ( A.A.Bere Tallo- Raja Kewar), Anggota DPS Belu ( P.W Djah...,), Nai Fatuaruij ( E. Teiseran), Nai Umalor ( L.K.Naruk), Loro Waiwiku ( A. Kalan Berek), Nai Manulea ( R.K.Taolin), Nai Mandeu ( H.Tefa Seran), Perakit Tata Usaha (L.Lopes).

Struktur kerajaan

Kerajaan Amanatun/Onam mempunyai empat orang fettor yaitu Fettor Noebana (Santean), Fettor Noebone (Sahan), Fettor Noemanumuti (Put'ain) dan fettor Noebokong (Anas) . Adapun nama pemimpin dari keempat fettor ini adalah fettor Nokas memimpin kefetoran noe Bana, Fettor Kobi Nitibani memimpin kefetoran noe Bone, Fettor Faij memimpin kefetoran noe Manu muti , dan fettor Nenometa memimpin kefetoran noe Bo kong. Di bawah fettor-fettor ini ada temukung-temukung besar dan temukung kecil yang diangkat oleh Raja. Setiap temukung memimpin kelompok-kelompok masyarakat biasa (to aana) atau biasa disebut juga dengan kolo manu. Suku yang paling besar di dalam kerajaan Amanatun adalah suku Missa. ( Missa Moen Nima Nas Fua Fanu ).Fatu Kanaf dari suku Missa adalah Fatu Lunu.
Pada era kekuasaan pada tahun 1900 Raja Muti Banunaek (Raja Muti Banunaek II )maka tercatat temukung besar Kokoi adalah Nau Missa, sedangkan temukung besar Fenun adalah Seo Missa A"aat, Temukung besar Oi Lette adalah Noni Neno Mataus. Sedangkan Fettor Noe Bokong / Toin adalah Kolo Nenometan dan fetor Santian adalah Seki Nokas.
Raja Muti Banunaek II memerintah 1900 - 1915. Raja Muti Banunaek II diasingkan ke Ende, Flores pada 1915 oleh pemerintah kolonial Belanda karena Raja Muti Banunaek II tidak mau takluk kepada Belanda. Raja Muti Banunaek II mangkat di Ende Flores ± September/Oktober [[1918) . Makamnya tidak diketahui.Raja Muti Banunaek II sejak diasingkan oleh Belanda hingga wafatnya tidak kembali lagi ke tanah Timor ( Amanatun).Ketika Belanda hendak menaklukan kerajaan Amanatun yang dipimpin oleh Raja Muti Banunaek II tahun ± 1911 maka pasukan tentara Belanda yang sedang menuju ke wilayah Amanatun dihadang oleh Panglima Perang / Meo Naek ( Tui Nati Suil Toko ) dari kerajaan Amanatun yang bernama Meo Seki Tafuli. Komendan tentara Belanda di tembak mati oleh Meo Seki Tafuli dari jarak yang cukup jauh dari benteng Meo Seki Tafuli sebelumnya diucapkan kata-kata keramat ( fanu). Komendan Belanda yang tewas ini kemudian oleh rakyat Amanatun disebut MIN FAFI hingga sekarang.

Era Pasifikasi

Setelah tahun 1900 maka kerajaan kolonial Belanda mulai melakukan pasifikasi semua daerah di Nusantara.Hal ini mencapai puncaknya pada tahun 1942, dan khususnya di pulau Timor terdapat empat raja dan lima kaisar.Adapun empat raja dan lima kaiser itu adalah : Empat raja di Timor ini adalah raja Nahak T Seran di Malaka Wehali,raja Josef Carmento Taolin di Insana, raja Noni Nope di Amanuban, raja Nisnoni di Kupang, sedangka lima orang kaisaer di Timor yakni kaiser Wehali Nai Bria Nahak sonaf Liurai, wafat 1924 dan dimakamkan baru pada tahun 1933, Kaiser Amanatun Banunaek di Nunkolo, Kaiser Tamkese-Biboki, Kaiser Hanmeni Bai Lake, kaiser Oematan di Kapan.

Korte Veklaring

Ada beberapa kontrak politik / korte veklaring yang pernah ditandatangani oleh Raja-raja - Kaiser Amanatun dengan pemerintah Hindia Belanda seperti :
Kontrak-kontrak politik ini selalu dibuat oleh raja-raja beberapa kali sesuai dengan kebutuhan dari pemerintah kolonial Belanda, hal mana posisi raja-raja selalu dipihak yang lemah.

Zaman Jepang

Tanggal 8 Maret 1942 Belanda menyerah kalah kepada Jepang dan pemerintah Nipoon mulai berkuasa. Kekuasaan Jepang di wilayah Indonesia Timur dibawa kekuasaan Kaigun dan berpusat di Makasar. khususnya di wilayah Indonesia Timur - Sunda Kecil - Nusa Tenggara dipimpin oleh Minseifu Cocan di Singaraja. Di dalam Mainsebu Cokan terdapat dewan perwakilan yang mewakili raja-raja.
Pada 27 Agustus 1943 dicatat oleh dr Piter Middelkoop bahwa pada waktu Raja Kolo Banunaek sedang memerintah kerajaan Amanatun terjadi gerakan Roh Kudus pertama di Nunkolo, peristiwa ini kemudian terjadi lagi pada tanggal 17,19, 21-23, Oktober 1943. Dalam catatannya ini di sebutkan bahwa ada manifestasi Roh Kudus yang telah terjadi terhadap orang-orang Kristen yang berada di Nunkolo pusat kerajaan Amanatun ini. Peristiwa serupa ini kemudian berulang lagi kedua kalinya pada September 1965 di Kota SoE.

Masa Kemerdekaan

Atas kehendak dari Raja Lodoweyk Lourens Don Louis Banunaek (Raja Laka Banunaek) yang mana raja ini adalah raja terakhir kerajaan Amanatun maka Oinlasi kemudian pada tahun 1951 dipilih dan ditetapkan menjadi ibukota dan pusat pemerintahan swapraja Amanatun dengan pertimbangan aksesibilitas dengan kota SoE. Kota Oinlasi 46 km letaknya dari Kota SoE dan hingga kini menjadi ibu kota kecamatan Amanatun Selatan.
Memasuki masa kemerdekaan Indonesia maka Raja Lodoweyk Lourens Don Louis Banunaek kemudian menjadi Kepala Daerah Swapraja Amanatun. Yang menjadi Kepala Daerah Swapraja adalah Raja, sedangkan kalau Rajanya sudah wafat maka diangkat seorang Wakil Kepala Daerah Swapraja dari keturunan bangsawan tetapi dia bukan seorang Raja. Raja Lodoweyk.Lourens.Don.Louis.Banunaek bersama dengan Raja-Raja di Nusa Tenggara Timur lainya tergabung di dalam Dewan Raja-Raja ikut berperan penting dalam pembentukan Provinsi Nusa Tenggara Timur dimana sebelumnya wilayah ini termasuk Provinsi Sunda Kecil.hal ini terlihat dengan dikeluarkannya keputusan Presiden No 202/1956 bahwa Nusa Tenggara dalam PP RIS No 21/1950 Lembaran Negara RIS tahun 1950 No.59 menjadi tiga daerah tingkat satu dimaksud oleh Undang-Undang No 1 tahun 1957 - UU No 64/1958 Nusa Tenggara menjadi tiga daerah Swatantra tingkat I. Kemudian UU no 69 tahun 1958 maka terbentuklah daerah Swatantra tingkat II di Nusa Tenggara Timur dengan 12 Kabupaten .

Penghapusan Swapraja

Adapun istilah penggunaan kata swapraja mulai dikenal sejak mulai berlakunya Konstitusi Republik Indonesia Serikat 1949, sedangkan dalam pasal 18 UUD 1945 kerajaan-kerajaan ini ditulis dengan Zelfbestuur Landschappen.Kutipan penjelasan pasal 18 UUD 1945 sebelum perubahan.Bab 18 ayat 2 Dalam teritori negara Indonesia terdapat 250 zelfbesturende landschapen dan Volks geemschappen ( masyarakat desa adat). Daerah-daerah ini mempunyai susunan asli dan oleh karenannya dianggap mempunyai susunan asli dan oleh karenanya diaanggap sebagai daerah yang bersifat istimewa. Swapraja adalah daerah pemerintahan asli yang kedudukannya berdasarkan atas hukum asli.
Oleh karena itu kedudukan swapraja dalam pemerintahan Hindia Belanda tidak sama dengan daerah jajahan atau daerah otonom. Swapraja memiliki perjanjian jelas dengan pemerintahan pusat ( pemerintah Hindia Belanda) berkaitan dengan batas-batas kewenangan dan kewajiban dan karena itu swapraja diberi status Zelfbestuurende Landscapen dalam tata negara pemerintah Hindia Belanda.
Kekuasaan Raja - raja di seluruh wilayah Indonesia DIHAPUS berdasarkan keluarnya Undang Undang Nomer 18 Tahun 1965 tentang penghapusan swapraja di seluruh wilayah Indonesia. Namun, hal itu tidak membuat semangat kerajaan-kerajaan yang ada di Nusantara melemah, bahkan mereka tetap menjadi raja di kalangan rakyatnya.

Keluarga

Adapun Raja Amanatun Loit Banunaek kemudian digantikan oleh Putranya sendiri yang bernama Raja Muti Banunaek yang kemudian dikenal dengan nama Raja Muti Banunaek ke II. Raja Muti Banunaek II adalah putra pertama dari Raja Loit Banunaek. Ibunda dari Raja Muti Banunaek II berasal dari suku Missa yang adalah permaisuri dari Raja Loit Banunaek.Raja Loit Banunaek juga mempunyai banyak kato (Isteri, dan tercatat bahwa ada dua orang kato / isteri dari berasal dari suku Missa.
Permaisuri (kato) dari Raja Muti Banunaaek II bernama Kato bi Sopo Lassa, sedangkan Raja Kolo Banunaek (Raja Abraham Zacharias Banunaek) mempunyai permaisuri (Kato Naek) bernama bi Teni Tobe Misa dan mempunyai seorang putri tunggal bernama Fetnai Naek bi Loit Banunaek. Kato bi Teni Tobe Misa wafat di Oinlasi tahun 1955. Makam ( Son Nate) dari permaisuri kato bi Teni Tobe Missa di Oinlasi ibukota kecamatan Amanatun Selatan.
Raja Kolo Banunaek atau Raja Abraham Zacharias Banunaek mempunyai banyak selir dan gundik-gundik dan mereka selalu berada di dalam istana Raja Kolo Banunaek untuk melayani hingga sekarang di Nunkolo, ( Sonaf Pub Kollo Hae Malunat).Selain dari gundik-gundik dan selir-selir dari raja Kolo Banunaek yang berada di dalam sonaf Nunkolo ( Istana Raja ) juga terdapat banyak pelayan dan hamba-hamba ( ate-ate) yang selalu berada dan melayani di dalam istana dari Raja Kolo Banunaek di Nunkolo, dan hingga kini keturunan dari hamba ( ate-ate) ini masih tetap berada di sekitar lingkungan sonaf Nunkolo hingga saat ini.
Raja Kolo Banunaek pernah berpindah agama dari Kristen Katolik menjadi Protestan dan hingga wafatnya Raja Kolo Banunaek tetap memeluk agama Kristen Protestan.Selanjutnya Raja Kolo Banunaek juga pernah di SoE kampung Amanatun dan membuat Sonaf / Istana di sini. Raja Kolo Banunaek juga sering disebut dengan sebutan Usi Pina Nunkolo. Pada waktu Raja Kolo Banunaek wafat maka jenasah dari Raja Kolo Banunaek diasapi dengan cendana lebih dari tujuh bulan di dalam lopo / Bnao Nunkolo dan kemudian barulah dimakamkan.
Raja Lodoweyk Lourens Don Louis Banunaek mempunyai seorang permaisuri / Kato yang bernama Kato Fransina Afliana Banunaek-Nope (Funan Nope). Kato ini adalah anak pertama dari Raja Amanuban Raja Johan Paulus Nope. Raja L.L.D.L.Banunaek menikah secara kristen dengan permaisurinya di Niki-niki pada tahun 1964.Kemudian Raja Lodoweyk Lourens Don Louis Banunaek ( Raja L.L.D.L.Banunaek) ini mempunyai seorang putra tunggal bernama Raja Muda Don Yesriel Yohan Kusa Banunaek (Usif Kusa Banunaek), "Dalam tradisi budaya kerajaan / tradisi usif-usif di Timor secara umum biasa dikatakan dalam tuturan adat bahwa besi tapan mau man mof nain mas nesan nabalah". . Makam (son nain) dari Raja Lodoweyk Lourens Don Louis Banunaek dan permaisurinya di Oinlasi, Kabupaten Timor Tengah Selatan, Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Pada waktu Raja Lodoweyk Lourens Don Louis Banunaek berkuasa di kerajaan Amanatun maka tercatat dalam sejarah di arsip negara bahwa yang menjadi countorleur di Zuid Midden Timor / Timor Tengah Selatan adalah Tuan Frans Van Donggen.

Raja-raja Amanatun

Nama raja-raja yang pernah memerintah di kerajaan Amanatun/Onam adalah sebagai berikut:



Sumber

Copyright @ 2013 PEJUANG ISLAM.