Rabu, 25 Desember 2013

Filled Under:

TAHLILAN Menurut Ulama Empat Mazhab

Hakekat penciptaan manusia adalah untuk beribadah kepada Allah Subhaanahu Wata’ala. Karena itu, Allah Subhaanahu Wata’ala menurunkan kitab-Nya dan mengutus  rasul-Nya untuk mengajarkan kepada manusia cara beribadah kepada Allah Subhaanahu Wata’ala.

Kenyataannya, masih banyak ritual yang dilakukan oleh umat Islam, khususnya di Indonesia yang tidak jelas asal usulnya dalam agama, tapi justru seakan-akan hukumnya menjadi wajib, tahlilan misalnya. Ritual ini, seakan sudah mengurat daging dan menjadi kelaziman yang mengikat masyarakat tatkala tertimpa musibah kematian. Tak heran, sangat jarang keluarga yang tidak menyelenggarakan ritual ini karena takut diasingkan masyarakatnya. Katanya pula, ritual ini adalah ciri khas penganut mazhab Syafi’i.

Benarkah demikian? Lalu bagaimana pandangan ulama mazhab lain menyikapi tahlilan?
Tahlilan adalah acara yang diselenggarakan ketika salah seorang anggota keluarga meninggal dunia. Secara bersama-sama, setelah proses penguburan selesai, seluruh keluarga, serta masyarakat sekitar berkumpul di rumah keluarga mayit untuk membaca beberapa ayat al Qur’an, zikir, berikut doa-doa yang ditujukan kepada mayit. Karena dari sekian zikir yang dibaca terdapat kalimat tahlil (laa ilaaha illalloh) yang diulang-ulang ratusan kali, maka acara tersebut dikenal dengan istilah “tahlilan”.

Masyarakat Sulawesi pada umumnya, melaksanakan tahlilan ini sejak malam pertama, ketiga, ketujuh, kesepuluh, kedua puluh, dan seterusnya hingga malam ke seratus. Pada acara tersebut, keluarga mayit menyajikan makanan dan minuman bagi para pelayat.

Mengapa Tahlilan Disorot?

Dari Jarir bin Abdullah al Bajali Radhiyallahu ‘Anhu, beliau berkata
كُنَّا نَرَى الاِجْتِمَاعَ إِلَى أَهْلِ الْمَيِّتِ وَصَنِيْعَةَ الطَّعَامِ مِنَ النِّيَاحَةِ
“Kami (para sahabat) berpendapat bahwa berkumpul-kumpul pada keluarga orang meninggal dan membuat makanan (untuk disajikan ke pelayat) termasuk niyahah (meratapi jenazah yang terlarang).” (HR. Ahmad dan Ibnu Majah, dinyatakan shahih oleh Syaikh al Albani).

Syaikh al Albani menjelaskan, “Lafal hadits (كُنَّانَرَى) (kami berpendapat) ini kedudukannya sama dengan meriwayatkan ijma’ (kesepakatan) para sahabat atau taqrir (persetujuan) Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Jika ini adalah taqrir Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, maka artinya, hadits ini marfu’ hukman (jalur periwayatannya sampai kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam). Bagaimana pun juga, hadits ini dapat dijadikan hujjah.” (Lihat Shahih Ibnu Majah, 2/48).

Ijma’ para sahabat menjadi dasar hukum Islam yang ketiga setelah al-Qur’an dan Sunnah. Ini merupakan kesepakatan para ulama Islam seluruhnya.

Riwayat lain, dari Abdullah bin Ja’far, beliau berkata, “Ketika sampai kabar gugurnya Ja’far, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda,

اصْنَعُوا لِآلِ جَعْفَرٍ طَعَامًا فَقَدْ أَتَاهُمْ أَمْرٌ يَشْغَلُهُمْ

“Buatkanlah makanan untuk keluarga Ja’far karena telah datang kepada mereka urusan yang menyibukkan.” (HR. Ahmad, asy-Syafi’i, dan selainnya, dihasankan oleh Syaikh al Albani).

Apa yang kita saksikan di masyarakat kita, ternyata sangat berbeda dengan apa yang diperintahkan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Beliau memerintahkan untuk membuat makanan, tapi bukan untuk para pelayat. Sebaliknya, keluarga yang sedang dirundung dukalah yang lebih berhak untuk dilayani.

Dari Ibn Abi Syaibah, beliau berkata,

قَدِمَ جَرِيْرٌ عَلَى عُمَرَ فَقَالَ : هَلْ يُـنَاحُ فَبْلَكُمْ عَلَى الْمَيِّتِ ؟ قَالَ : لاَ، فَهَلْ تَجْتَمِعُ النِّسَاءُ عِنْدَكُمْ عَلَى الْمَيِّتِ وَ يُطْعِمُ الطَّعَامَ ؟ قَالَ : نََعَمْ، فَقَالَ : تِلْكَ النِّيَاحَةُ
“Jarir mendatangi Umar, lalu Umar berkata, “Apakah kamu sekalian suka meratapi janazah?” Jarir menjawab, ”Tidak.” Umar berkata, “Apakah ada di antara wanita-wanita kalian, suka berkumpul di rumah keluarga jenazah dan memakan hidangannya?” Jarir menjawab, “Ya.” Umar berkata, “Hal demikan itu adalah sama dengan niyahah (meratap).”

Ulama Mazhab Menyikapi Selamatan Kematian

1.    Mazhab Syafi’i
Saudara-saudara kita yang melaksanakan tahlilan pada umumnya berdalih, tahlilan adalah ciri khas penganut mazhab Syafi’i.
Namun apa kata Imam Syafi’i sendiri tentang hal ini? Beliau berkata dalam kitabnya al Umm, 1/318),

“Dan saya membenci berkumpul-kumpul (dalam musibah kematian) sekalipun tanpa diiringi tangisan, karena hal itu akan memperbarui kesedihan dan memberatkan tanggungan (keluarga mayit) serta berdasarkan atsar (hadits) yang telah lalu.”

Perkataan beliau  di atas sangat jelas dan tak bisa ditakwil atau ditafsirkan kepada arti dan makna lain, kecuali bahwa beliau dengan tegas melarang berkumpul-kumpul di rumah duka. Ini sekadar berkumpul, bagaimana pula jika disertai dengan tahlilan malam pertama, ketiga, ketujuh, dan seterusnya yang tak seorang pun sahabat pernah melakukannya?

Imam Syafi’i juga berkata, “Dan saya menyukai agar para tetangga mayit beserta kerabatnya untuk membuatkan makanan yang mengenyangkan bagi keluarga mayit di hari dan malam kematian. Karena hal tersebut termasuk sunnah dan amalan baik para generasi mulia sebelum dan sesudah kita.” (Al Umm,1/317).

Imam Nawawi—rahimahullah—berkata, “Dan adapun duduk-duduk ketika melayat maka hal ini dibenci oleh Syafi’i, pengarang kitab ini (As-Sirozi) dan seluruh kawan-kawan kami (ulama-ulama mazhab Syafi’i). (Majmu’ Syarh Muhadzdzab, 5/278).

Imam Nawawi juga menukil dalam al Majmu’ (5/290) perkataan pengarang kitab asy-Syamil, “Adapun apabila keluarga mayit membuatkan makanan dan mengundang manusia untuk makan-makan, maka hal itu tidaklah dinukil sedikit pun (dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam) bahkan termasuk bid’ah (hal yang diada-adakan dalam agama), bukan sunnah.”

2.    Mazhab Maliki
Imam at-Thurthusi berkata dalam kitab al Hawadits wa al Bida’ hal. 170-171, “Tidak apa-apa seorang memberikan makanan kepada keluarga mayit. Tetangga dekat maupun jauh. Karena Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam tatkala mendengar kabar wafatnya Ja’far, beliau bersabda, “Buatkanlah makanan untuk keluarga Ja’far karena telah datang kepada mereka urusan yang menyibukkan.”
Makanan seperti ini sangat dianjurkan oleh mayoritas ulama karena hal tersebut merupakan perbuatan baik kepada keluarga dan tetangga. Adapun bila keluarga mayit yang membuatkan makanan dan mengundang manusia untuk makan-makan, maka tidak dinukil dari para salaf sedikit pun. Bahkan menurutku, hal itu termasuk bid’ah tercela. Dalam masalah ini, Syafi’i sependapat dengan kami (mazhab Maliki).”

3.    Mazhab Hanafi
Al Allamah Ibnu Humam berkata dalam Syarh Hidayah hal. 1/473, tentang kumpul-kumpul seperti ini, “Bid’ah yang buruk.”

4.    Mazhab Hanbali
Imam Ibnu Qudamah dalam kitabnya al Mughni 1/496, “Adapun keluarga mayit membuatkan makanan untuk manusia, maka hal tersebut dibenci karena akan menambah musibah mereka dan menyibukkan mereka serta menyerupai perilaku orang-orang jahiliyah.”
Dan inilah mazhab Hanbaliyah sebagaimana tersebut dalam kitab al Inshof, 2/565 oleh al Mardawaih.

Inilah di antara perkataan para ulama mazhab menyikapi tahlilan. Ternyata, selain menguras tidak sedikit harta benda kita—bahkan ada yang sampai berhutang untuk menyelenggarakan tahlilan—juga tidak bernilai ibadah di sisi Allah Subhaanahu Wata’ala bahkan dia adalah bid’ah yang dicela oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, para sahabatnya, dan ulama seluruh mazhab.
Sejatinya, seorang muslim setelah mengetahui hukum sesuatu, maka dia akan berkata seperti perkataan orang-orang mukmin yang diabadikan dalam al Qur’an, “Kami mendengar, dan kami patuh.” (QS. An-Nur: 51).

Dan jangan sampai, justru ucapan kita sebagaimana pernyataan orang-orang musyrik yang juga diabadikan dalam al Qur’an, ketika diseru untuk mengikuti apa yang diturunkan Allah Azza Wajalla, mereka menjawab, “(Tidak), tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami.”

Maka Allah Azza Wajalla berkata kepada mereka, “(Apakah mereka akan mengikuti juga) walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apa pun dan tidak mendapat petunjuk?” (QS. Al Baqarah: 170). Wallahul Haadi ilaa ath-thoriq al Mustaqim.



Sumber



27 komentar:

  1. Assalamualaikum.
    Menurut pendapat saya tahlilan itu adalah suatu metode dakwah pendekatan diri kepada Allah dan silaturrahmi sesama muslim serta menghibur ahli waris yang diisi kalimat pujian dan pengagungan kepada Allah dan diakhiri berdoa kepada Allah. berdoa sendirian atau bersama adalah senjata pamungkas berpengharapan hanya kepada Allah, karena hanya seijin Allah segala sesuatu terjadi. Saling tolong menolong dalam hal berharap yang meninggal di Ampuni Allah dengan mendoakan bersama karena kita tidak pernah tahu setelah meninggal nantinya masuk neraka tau surga. Tentunya kita berharap masuk surga tanpa pernah masuk neraka dan salah satu upaya adalah memperbanyak doa orang orang yang masih hidup kepada kepada Allah untuk pengampunan Allah terhadap yang meninggal.
    Selain itu pengucapan tahlil " Tidak ada tuhan selain Allah" secara berulang ulang dan sering dilakukan akan menciptakan karakter tauhid kepada Allah.
    mohon maaf bila terdapat kesalahan pemahaman saya.

    BalasHapus
  2. Ibadah harus ada tuntunannya apakah tuntunannya ialah alqur'an dan sunah
    Silahkan anda fikirkan apakah anda ingin menentang alqur'an dan sunah rosul silahkan pilihan ada di tangan anda

    BalasHapus
    Balasan
    1. ganti saja judulnya jangan tahlilan tapi berdoa bersama2 membaca solawat salam bismillah alhamdulillah dan zikir

      Hapus
    2. Seandainya do'a bener-bener sampai ke mayit, kalau jadi orang kaya undang saja se kelurahan atau sekabupaten, biar masuk sorga. Berarti sorga bisa dibeli asal kumpulin orang yang banyak buat do'a

      Hapus
    3. Ya iya lah, harus sesuai Alquran dan sunah klo selain itu jgn di kerjakan. Ini bukan masalah bacaan, ini agama Alloh, yg menciptakan alam semesta yang menghidupkan yang mematikan, menggabungkan dua ayat atau amalan untuk di baca itu butuh dalil, jd jgn sembarangan..

      Hapus
    4. Kalau seumpama kita sederhanakan saja, didalam Al-Quran dan hadist tidak ada disampaikan bahwa kita dilarang untuk menonton TV tapi setiap hari kita menonton TV... Apakah itu termasuk bid'ah? atau bahkan diharamkan?..jangan-jangan menjawab komentar melalui handpone juga dilarang... Bahkan haram...??

      Hapus
  3. Baca do'a boleh banget bersama lebih afdol, cuma anak yang sholeh do'a nya sampai ke si mayit, bukan ngumpulin orang untuk do'a sebanyak-banyaknya. Kenyataanya dengan do'a bersama malah merepotkan yang kena musibah, kalau mau sesuai sunah bawakanlah makanan untuk yang kena musibah. Bahkan ada hadist yang mengharamkan makan di rumah yang meninggal, itu yang bener bro.

    BalasHapus
  4. Fikiran nte2 smua dangkal.tahlilan itu buka smata2 tentang makanan hal ini kebanyakan yang dibahas,tahlilan itu dilaksanakan agar kita slalu ingat akan kematin dgn melafazkan kalimat zikir salah satu juga medekatkan kita kepada allah swt,serta memperpanjang silahturahim,mengenai makanan tidak perlu juga disediakan dgn air putih sudah cukup,klau nte ingin ngebalikan sunnah ntar lo nikah jgn pakai pelaminan,jgn panggil tamu undangan itu lebih merepotkan keduanya baik laki maupun perempuan,si laki2 pusing cari uang untuk biaya pernikahan,si perempuan pusing menyiapkan sampai2 berhutang,rasullah saw mmerintahkan nikah itu cukup 2 orang saksi,mahar,ijab qabul,kedua mempelai,dst,nah mana yang lebih parah?klu nte ntar nikah berani ngk ngomong ama orang tua pasangan nte cukup nikah berdasarkan sunnah ngak perlu pelamaninan,ngk perlu ada tamu undangan,dll

    BalasHapus
  5. Fikiran nte2 smua dangkal.tahlilan itu buka smata2 tentang makanan hal ini kebanyakan yang dibahas,tahlilan itu dilaksanakan agar kita slalu ingat akan kematin dgn melafazkan kalimat zikir salah satu juga medekatkan kita kepada allah swt,serta memperpanjang silahturahim,mengenai makanan tidak perlu juga disediakan dgn air putih sudah cukup,klau nte ingin ngebalikan sunnah ntar lo nikah jgn pakai pelaminan,jgn panggil tamu undangan itu lebih merepotkan keduanya baik laki maupun perempuan,si laki2 pusing cari uang untuk biaya pernikahan,si perempuan pusing menyiapkan sampai2 berhutang,rasullah saw mmerintahkan nikah itu cukup 2 orang saksi,mahar,ijab qabul,kedua mempelai,dst,nah mana yang lebih parah?klu nte ntar nikah berani ngk ngomong ama orang tua pasangan nte cukup nikah berdasarkan sunnah ngak perlu pelamaninan,ngk perlu ada tamu undangan,dll

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kalau masalah Ibadah harus ada contohnya seperti Sholat, puasa, zakat haji dan ibadah ibadah yg lainya.. jgn yg ditanya Laranganya ada atau gak kalau yg ditanya larangan ya sampai kapan jg gak bakalan ketemu contoh sholat subuh Rasulullah contohkan 2 rakaat jika ada yg sholat subhuh 3 rakaat dgn Alasan mana ada gak laranganya di Hadist manapun, kitab apapun ya gak bakalan ada.. larangan sholat subuh 3 rakaat tapi yg dicari adalah contohnya ada atau gak dari Nabi... jika masalah keduniawian yang ditanya itu laranganya ada atau gak.. kalau masalah keduniawian yang ditanya ada gak contohnya ya Repott... seperti kita makan Tahu sama tempe ada gak contohnya dari nabi ya gak bakalan ada di kitab manapun tapi yg dicari adalah laranganya ada atau gak kalau gak ada larangya berarti Halal kalau laranganya ada berarti Haram

      Hapus
  6. tetaplah berjuang di jalan Allah. Semoga orang" yg slalu berjuang dan menegakkan syariat islam diberih rahmat . Tetap berjuang Bang sampaikan kebenaran bagi umat islam yg belum tahu . Isyaallah akan terbukah hati orang" yang tertutup hatinya dengan perkara bid'ah dan tradisi nenek moyang mereka.

    BalasHapus
  7. Membaca Tahlil itu berpahala sedangkan tahlilan adalah kesesatan

    BalasHapus
  8. Tidak Ada sebuah perkara yang tidak ada jawaban tahlil itu la illahaillah (tiada tuahan selain Allah) gtu kok dilarang ya kan aneh,sebenarnya para ulama mengtakan tahlilan tidak baik bkn bearti melarang..kalu ada hadist yg bener2 jelas melarang mana !!!!!! tunjukn klu punya.orng yang slah paham kerena pahamnya salah semoga mngerti ap yang saya katakn.

    BalasHapus
  9. pada ribut gajebo,
    ISLAM ITU MUDAH & GAK RUMIT,

    klo soal ibadah ya, yang dicontohkan nabi & sahabat"nya kerjakan & yg g dicontohkan jangan dikerjakan,
    sudah jelaskan

    yg dicontohkan jelas dapat pahala,
    yg g dicontohkan y belum tentu dpt pahala or bahkan malah berdosa,

    jangan ditambah"in & jgn dikurang"i

    gitu aja kok repot

    BalasHapus
  10. saya sepakat dengan @Heruberau dan Erwin Asmadi; jangan samakan bahasa "kurang baik" dengan bahasa "dilarang". tahlilan itu disamping doa untuk meringankan org yang sudah meninggal juga merupakan silaturahmi kepada keluarga yang berduka. meringankan beban almarhum ketika berada di alam kubur. soal surga atau neraka itu urusan Tuhan, bukan manusia yang menentukan. kemudian saya kutip kalimat ini "Dan jangan sampai, justru ucapan kita sebagaimana pernyataan orang-orang musyrik yang juga diabadikan dalam al Qur’an, ketika diseru untuk mengikuti apa yang diturunkan Allah Azza Wajalla, mereka menjawab, “(Tidak), tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami.”
    ayat ini diturunkan bagi para penyembah berhala kala itu. jadi jangan dikait-kaitkan dengan tahlilan. semua tergantung niatnya.. Allah maha tau dan DIA lah yang berhak atas segala sesuatu...islam sekarang belum tentu islam yang benar saudaraku. karna sejak Rasulullah Wafat terjadi pembusukan sejarah dan penghianatan oleh org islam sendiri di jaman itu yang kemudian keturunan Rasulullah semua di bunuh terkecuali keturunan ke-6 dari Rasulullah yang berhasil lolos yang lari sampai ke wilayah timur. sebagaimana Rasulullah sudah meramalkan tentang akan ada 73 aliran islam yang akan muncul. namun hanya 1 saja yang benar sesuai tuntunan Rasulullah. jadi janganlah saling menyalahkan sesama muslim. mari kita satu hati satu tujuan meraih keridhoaan Allah SWT dan Rasul_Nya..Amin Ya Rabbal Alamiin..

    BalasHapus
  11. saya sepakat dengan @Heruberau dan Erwin Asmadi; jangan samakan bahasa "kurang baik" dengan bahasa "dilarang". tahlilan itu disamping doa untuk meringankan org yang sudah meninggal juga merupakan silaturahmi kepada keluarga yang berduka. meringankan beban almarhum ketika berada di alam kubur. soal surga atau neraka itu urusan Tuhan, bukan manusia yang menentukan. kemudian saya kutip kalimat ini "Dan jangan sampai, justru ucapan kita sebagaimana pernyataan orang-orang musyrik yang juga diabadikan dalam al Qur’an, ketika diseru untuk mengikuti apa yang diturunkan Allah Azza Wajalla, mereka menjawab, “(Tidak), tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami.”
    ayat ini diturunkan bagi para penyembah berhala kala itu. jadi jangan dikait-kaitkan dengan tahlilan. semua tergantung niatnya.. Allah maha tau dan DIA lah yang berhak atas segala sesuatu...islam sekarang belum tentu islam yang benar saudaraku. karna sejak Rasulullah Wafat terjadi pembusukan sejarah dan penghianatan oleh org islam sendiri di jaman itu yang kemudian keturunan Rasulullah semua di bunuh terkecuali keturunan ke-6 dari Rasulullah yang berhasil lolos yang lari sampai ke wilayah timur. sebagaimana Rasulullah sudah meramalkan tentang akan ada 73 aliran islam yang akan muncul. namun hanya 1 saja yang benar sesuai tuntunan Rasulullah. jadi janganlah saling menyalahkan sesama muslim. mari kita satu hati satu tujuan meraih keridhoaan Allah SWT dan Rasul_Nya..Amin Ya Rabbal Alamiin..Ridwan Jafar Yoisangadji

    BalasHapus
  12. Saya orang yg dari kecil secara kultur sgt dekat dgn kebiasaan tahlilan. Seiring tambahnya usia dan cara mengamati keadaan didesa saya, rupanya, menurut hematnya, tahlilan sgt membebani keluarga duka. Mereka merasa wajib dan pakai standar lingkungan, makannya harus ini, minumnya harus itu, bingkisan pulang harus begini dan begitu. Tanpa berani berkomentar, karena ilmu islam sy yg masih dangkal, sy kasihan dgn sodara2 sy yg harus ngutang sana sini untuk tahlilan karena mereka merasa wajib. Dibalik pro dan kontra tahlilan, target yg paling dekat afalah meluruskan konsep. Jika saja bisabtahlilan dgn 1 gelas agua ini sudah sgt membaik. Bukan gule, rawon, soto plus snack yg dibawa pulang. Anak2 yg sholeh itu berakhir membantu konsumsi di dapur, bukan mengaji yg ditemani para tetangga.

    BalasHapus
  13. Biar gak pada ribut tentang tahlilan maka silahkan simak divideo ini, karena ada hadist sohih tentang amalan tahlilan sejak zaman tabiin.
    https://www.youtube.com/watch?v=GFvGN7pzf0M

    BalasHapus
  14. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  15. Boleh2 saja asalkan tujuanya mendoakan...bukan meminta makan.

    BalasHapus
  16. Boleh2 saja asalkan tujuanya mendoakan...bukan meminta makan.

    BalasHapus
  17. Kalo ada orang tua yg tdk punya anak. Orng tua itu meninggal siapa yg akan mendo.a kan .???
    Bila ada yg melarang orang tahlilan jg. Mendo.akn orang yg sdah. Almarhum do.a nya tdk sampe .. Gantian do.a in orang itu smga kluarga yg sdah mati . Khususon ila rukhi yg mlarang TAHLILAN MASUK NERAKA ..AL FATIKHAH

    BalasHapus
  18. Numpang tanya, timbulnya perdebatan di larangnya tahlilan ini sejak kapan ya

    Dari yg saya dgr ceramah2 ulama terdahulu ga pernah memperdebatkan masalah tahlilan kok yg belum masuk golongan ulama berani berkata ya

    BalasHapus
  19. Tugas pengarang hanya menyampaikan yang harus di sampaikan, selanjutnya kembali kepada pribadi masing2, karena semua akan ada pertanggung jwabannya nanti, silahkan search di google kapan terciptanya dan kenapa tercipta tradisi tahlilan...jadilah muslim yang cerdas dan berilmu...wassalam.

    BalasHapus

Copyright @ 2013 PEJUANG ISLAM.