Minggu, 27 April 2014

DALIL KEWAJIBAN KHILAFAH


وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلائِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الْأَرْضِ خَلِيفَةً قَالُوا أَتَجْعَلُ فِيهَا مَنْ يُفْسِدُ فِيهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَاءَ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ قَالَ إِنِّي أَعْلَمُ مَا لا تَعْلَمُونَ.

“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.” Mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah. Padahal Kami Senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.” QS al-Baqaroh [2]: 30.

هذه الآية أصل في نصب إمام وخليفة يسمع له ويطاع ، لتجتمع به الكلمة ، وتنفذ به أحكام الخليفة. ولا خلاف في وجوب ذلك بين الأمة ولا بين الأئمة إلا ما روي عن الأصم حيث كان عن الشريعة أصم ، وكذلك كل من قال بقوله واتبعه على رأيه ومذهبه ، قال : إنها غير واجبة في الدين بل يسوغ ذلك ، وأن الأمة متى أقاموا حجهم وجهادهم ، وتناصفوا فيما بينهم ، وبذلوا الحق من أنفسهم ، وقسموا الغنائم والفيء والصدقات على أهلها ، وأقاموا الحدود على من وجبت عليه ، أجزأهم ذلك ، ولا يجب عليهم أن ينصبوا إماما يتولى ذلك.

Ayat ini adalah pangkal dalam mengangkat imam dan khalifah yang didengar dan ditaati, untuk menyatukan kalimat (Islam) dan menerapkan hukum-hukum khalifah (syariat). Dan tidak ada khilaf (perbedaan) terkait kewajiban itu diantara umat dan tidak pula diantara para imam. Kecuali riwayat dari al-‘Asham dimana dia telah tuli dari syariat. Begitu pula setiap orang yang berkata seperti perkataannya dan mengikuti pendapat dan madzhabnya. ‘Asham berkata: “Sesungguhnya khalifah itu tidak wajib dalam agama, tetapi hanya boleh. Dan bahwa umat ketika telah menegakkan haji dan jihadnya, berbuat adil diantara mereka, menyerahkan haq dari diri mereka, membagikan harta ghanimah, fai dan shadaqoh kepada yang berhak, dan menegakkan sejumlah had terhadap orang yang harus dihad, maka hal itu telah mencukupi mereka, dan mereka tidak wajib mengangkat imam yang mengatur semua itu.

ودليلنا قول الله تعالى : {إِنِّي جَاعِلٌ فِي الأَرْضِ خَلِيفَةً} [البقرة : 30] ، وقوله تعالى : {يَا دَاوُدُ إِنَّا جَعَلْنَاكَ خَلِيفَةً فِي الأَرْضِ} [ص : 26] ، وقال : {وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الأَرْضِ} [النور : 55] أي يجعل منهم خلفاء ، إلى غير ذلك من الآي.

Dalil kami (Ahlussunnah Waljama’ah) ialah firman Alloh SWT; “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.” Dan firman Alloh SWT; “Hai Daud, Sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka bumi,…”. QS Shad ayat 26. Dan Alloh SWT berfirman; “Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh- sungguh akan menjadikan mereka berkuasa dimuka bumi,…”. QS an-Nur ayat 55. Yakni Alloh akan menjadikan dari mereka para khalifah. Dan ayat-ayat yang lain.

وأجمعت الصحابة على تقديم الصديق بعد اختلاف وقع بين المهاجرين والأنصار في سقيفة بني ساعدة في التعيين ، حتى قالت الأنصار : منا أمير ومنكم أمير ، فدفعهم أبو بكر وعمر والمهاجرون عن ذلك ، وقالوا لهم : إن العرب لا تدين إلا لهذا الحي من قريش ، ورووا لهم الخبر في ذلك ، فرجعوا وأطاعوا لقريش.

Dan sahabat telah ijmak(sepakat) mengajukan Abu Bakar ash-Shiddiq setelah terjadi perselisihan diantara sahabat muhajirin dan anshar di saqifah Bani Saidah dalam pengangkatan khalifah. Sehingga sahabat anshar berkata: “Dari kami ada amir (pemimpin) dan dari kalian ada amir”. Lalu Abu Bakar, Umar dan sahabat muhajirin menolak hal itu dan berkata kepada mereka: “Sesungguhnya orang Arab itu tidak tunduk kecuali kepada perkampungan Quraisy ini”. Dan meriwayatkan khabar tentang itu kepada mereka. Lalu mereka kembali dan taat kepada orang Quraisy.

فلو كان فرض الإمام غير واجب لا في قريش ولا في غيرهم لما ساغت هذه المناظرة والمحاورة عليها ، ولقال قائل : إنها ليست بواجبة لا في قريش ولا في غيرهم ، فما لتنازعكم وجه ولا فائدة في أمر ليس بواجب. ثم إن الصديق رضي الله عنه لما حضرته الوفاة عهد إلى عمر في الإمامة ، ولم يقل له أحد هذا أمر غيرواجب علينا ولا عليك ، فدل على وجوبها وأنها ركن من أركان الدين الذي به قوام المسلمين ، والحمد لله رب العالمين.
{تفسير القرطبي، العلامة المحدث أبو عبدالله محمد بن أحمد بن أبي بكر بن فرح الأنصاري الخزرجي الأندلسي ثم القرطبي رضي الله عنه، 1 / 264}.

Seandainya fardlunya imam itu tidak wajib, tidak wajib pada Quraisy dan tidak pula pada selain mereka, maka perdebatan dan perbincangan padanya tentu tidak boleh terjadi. Dan pasti ada yang berkata; Sesungguhnya mengangkat imam itu tidak wajib, tidak pada Quraisy dan tidak pula pada selain mereka. Maka pertentangan kalian tidak berarti dan tidak berfaidah pada perkara yang tidak wajib”. Kemudian Abu Bakar Shiddiq RA ketika menjelang wafatnya menyuruh Umar menjadi imam. Dan tidak ada seorangpun berkata: “Perkara ini tidak wajib atas kami dan tidak pula wajib atas kamu”. Maka hal itu menunjukkan atas wajibnya imamah (khilafah), dan bahwa imamah adalah rukun diantara rukun-rukun agama, yang dengannya kaum muslim dapat bangkit. Walhamdu lillahi rabbil ‘aalamiin”.
(Tafsir al-Qurthubi, juz 1, hal. 264).

Kesimpulan:
1- Mengangkat khalifah / menegakkan khilafah adalah wajib
2- Khalifah dan imam, juga khilafah dan imamah adalah sinonim (satu arti), karena al-Qurthubi sama-sama membicarakan keduanya untuk satu arti.
3- Yang tidak mewajibkan penegakkan khalifah dan khilafah hanya al-Asham (dari Muktazilah) dan kelompoknya.
4- Diantara dalil-dalil wajibnya menegakkan khalifah / khilafah adalah ayat-ayat al-Qur’an. Ini adalah pukulan telak terhadap kelompok SEPILIS yang membual bahwa di dalam al-Qur’an tidak ada ayat yang mewajibkan penegakkan khalifah / khilafah.
(Abul Wafa Romli)





Sumber

Sabtu, 19 April 2014

Harga-Harga BBM Di Seluruh Dunia


LAIN negara, tentu lain pula harga BBM-nya. Bergantung dari seberapa besar negara itu menghasilkan minyak, kesejahteraan rakyatnya, dan kebijakan para penguasanya. Berikut ini adalah harga-harga BBM di seluruh dunia yang dirangkum dari berbagai sumber.

United Arab Emirates ($ 0.37/liter atau Rp.4.300,-/L)
United Arab Emirates adalah sebuah negara yang menarik untuk menjadi tempat tinggal. Selain memiliki salah satu harga BBM termurah di dunia mereka juga negara terkaya nomor 4 di dunia.

Bahrain ($ 0.27/litre atau Rp.3.159,-/L)
Sebagai negara dengan luas wilayah yang kecil dan mempunyai akses yang luas pada negara-negara produsen minyak, maka jangan heran jika harga BBM di negara ini murah meriah.

Qatar ($ 0.22/litre atau Rp.2.575,-/L)
Dengan produk minyakya yang melimpah dan dengan jumlah penduduk yang tak tertlalu besar, Qatar menjadi salah satu negara terkaya di dunia. wajar saja negara ini mempunyai kemampuan untuk menjual minyak yang mahal ke luar negeri dan menjualnya dengan harga murah di dalam negeri.

Kuwait ($ 0.21 / liter atau Rp.2.457,-/L)
Hampir sama seperti di Qatar, Kuwait adalah negara nomor 5 terkaya di dunia, jadi sangat masuk akal bahwa harga BBM di Kuwait sedikit lebih murah daripada di Qatar.

Libya ($ 0.14/Liter atau Rp.1.636,-/L)
Negara yang baru saja terkena krisis pemerintahan ini adalah negara dengan cadangan minyak terbesar di Afrika dan nomer 9 di dunia. Pantas saja kalo harga minyak di negara ini miring.

Arab Saudi ($ 0.12/liter atau Rp.1.404,-/L)
Tak ada yang meragukan negara ini untuk membentuk harga murah terhadap BBM di negara ini. Semua orang di dunia ini juga tahu kalo negara ini adalah dedengkotnya petrodollar.
Iran ($ 0.11/liter atau Rp.1.287,-/L)
Walaupun oleh para ahli negara ini diperkirakan akan kehabisan cadangan minyak pada 74 tahun mendatang, namun negara ini nyatanya tetap memberlakukan harga murah untuk BBM di negara ini.

Nigeria ($ 0.10/liter atau Rp.1.170,-/L)
Nigeria memiliki cadangan minyak 10 terbesar di dunia. namun juga memiliki catatan konflik yang berkepanjangan, jadi jangan heran jika pemerintah setempat tak ingin membuat rakyat marah dengan harga Bm yang tinggi.

Turkmenistan ($ 0.08/liter atau Rp.936,-/L)
Entah sebab apa negara ini bisa mempunyai harga yang rendah untuk minyak mereka, yang jelas, negara yang terletak di sekitara perbatasan Asia dan Eropa ini mempunyai harga yang rendah untuk BBM, bahkan harga seliternya lebih murah dari sebungkus mie instan.

Venezuela ($ 0,05 / liter atau Rp.585,-/L)
Venezuela dipimpin oleh Presiden Hugo Chávez – cukup terkenal untuk orang-orang yang mengikuti politik internasional. Seorang sosialist. Ia melakukan hampir apapun yang ia pikir membantu rakyatnya untuk memiliki kehidupan yang lebih baik. Tentunya dengan harga BBM yang murah, akan lebih mudah rakyat memilih dia kembali pada pemilu. []



Sumber

Masih Adakah Partai Islam?


Oleh: Roni Ruslan, Alumnus Pondok Modern Darussalam Gontor Ponorogo

Partai merupakan sarana sosialisasi politik dan edukasi politik. Oleh karenanya partai Islam saat melakukan sosialisasi melalui kampanye misalnya haruslah mensosialisasikan pentingnya syariah Islam sebagai solusi atas persoalan yang menimpa umat di negeri ini. Demikian juga masyarakat harus dididik dan dipahamkan akan hukum-hukum Islam dan pentingnya negara yang menerapkan ideologi Islam.

Namun sayang, dalam pemilu legislatif yang baru saja berlalu tak satupun partai yang mengklaim partai Islam melakukan kedua hal tersebut di atas. Pola kampanye pun sama persis dengan yang dilakukan oleh partai-partai sekuler; gelaran musik dangdut yang seronok, suap menyuap, dan money politik yang semuanya justru melanggar hukum-hukum Islam.

Pesta demokrasi tak ubahnya lapak perjudian. Yang kalah kecewa dan stres. Perilaku partai Islam dan para calegnya tidak beda dengan partai sekuler. Sehingga wajar, umat yang masih memiliki kesadaran politik Islam mempertanyakan masih adakah partai Islam? Umat pun menganggap tiada bedanya antara partai yang mengaku Islam dengan partai yang terang-terangan mengaku nasionalis dan sekuler.

Walhasil, umat tidak lagi menganggap penting memilih partai Islam atau bukan Islam. “Yang penting pilih orangnya bukan partainya, pilih partai sama saja!” itu sebagian ungkapan yang sering kita dengar.

Kegagalan Partai Islam

Kegagalan partai Islam selama ini disebabkan setidaknya oleh empat faktor.

Pertama, partai berdiri di atas konsep Islam yang tidak jelas, terlalu umum, samar dan bercampur antara ide Islam dan bukan dari Islam. Partai tidak mampu merinci Islam sebagai ideologi dan sistem.
Tidak jarang kita dengar partai Islam bertekad untuk mempertahankan pluralisme, melanjutkan demokratisasi bahkan berkoalisi dengan partai sekuler. Padahal faktanya semua konsep tersebut sangat kontradiksi dengan akidah dan hukum Islam.

Tak satupun partai Islam peserta pemilu mampu menjelaskan bagaimana Islam menyelesaikan persoalan persoalan yang yang kini dialami umat. Misal solusi Islam atas kekayaan negara yang hari ini telah jatuh ke tangan para kapitalis asing.

Kedua, partai tidak mengetahui metode menerapkan konsep. Maksudnya bagaimana menyatukan umat dengan ide partai. Umat hanya dihampiri sekali dalam lima tahun dengan iming-iming janji palsu. Hingga umat tidak pernah tercerahkan dengan pemikiran politik Islam.

Kesadaran politik Islam dari pemilu ke pemilu tidak pernah beranjak naik tapi terus mengalami kemunduran dan degradasi. Bahkan umat cenderung apatis terhadap partai Islam karena perilaku para elite partai yang tidak mencerminkan Islam.

Ketiga, para aktivis partai belum memiliki kesadaran yang benar. Mereka masuk ke dalam partai hanya berbekal keinginan dan semangat belaka. Fakta ini bisa kita lihat betapa banyak para caleg yang sangat awam terhadap Islam. Bahkan mereka mengalami stres karena kalah suara dalam pemilihan.

Keempat, ikatan yang mengikat para anggota partai bukan ikatan ideologi. Yang mengikat mereka hanya sekedar ikatan struktur dan slogan-slogan kosong. Partai melakukan rekrutmen asal-asalan. Para aktivis partai berjuang bukan untuk kepentingan ideologi Islam namun sebaliknya, kepentingan pribadi lebih mendominasi.

Para caleg dari partai yang sama bersaing satu sama lain. Bahkan yang lebih aneh lagi partai Islam membuka diri untuk para caleg dari kalangan orang kafir. Lalu bagaimana orang kafir ini akan berjuang untuk Islam?

Kembali ke Khiththah

وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ

Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung. (QS Ali Imran [3]:104)

Menurut Abu Jafar ayat ini merupakan perintah Allah SWT untuk membentuk jamaah/kelompok yang mengajak kepada melaksanakan syariah Islam, memerintahkan manusia kepada yang ma’ruf dan mencegah manusia dari yang munkar. (Tafsir at Thabari).

Oleh karena itu partai umat Islam setidaknya melakukan empat hal.

Pertama, berdiri diatas akidah Islam, bukan berdiri atas dasar kesukuan, kebangsaan, nasionalisme dan asas lainnya selain akidah Islam. Akidah ini sekaligus menjadi pengikat para anggotanya.

Kedua, harus secara terbuka mengajak umat pada pelaksanaan syariah Islam yang kaffah bukan parsial. Dengan demikian partai harus memiliki konsep Islam yang jernih khususnya terkait pengaturan negara.

Partai Islam wajib memiliki konsep negara Islam, ekonomi, peradilan, pendidikan, politik dalam dan luar negeri termasuk konsep membangun militer yang tangguh. Konsep-konsep tersebut wajib dipahami oleh para anggotanya.

Adopsi mereka terhadap konsep partai menjadi jaminan keberadaan mereka di dalam partai. lalu konsep-konsep tersebut diajarkan dan dikampanyekan kepada umat agar umat menyatu dengan ide partai.

Upaya penyatuan dilakukan dengan cara
(1) menjelaskan kepada umat kekeliruan konsep-konsep dan pemikiran yang salah dan sesat lalu menjelaskan konsep pemikiran Islam diatas konsep-konsep kufur tersebut,
(2) memberikan penjelasan kepada umat tentang solusi Islam saat terjadi perampasan hak-hak umat oleh negara,
(3) berani membongkar konspirasi musuh-musuh Islam yang selalu menghalangi Islam berdaulat dalam negara,
(4) mengkonsolidasikan simpul-simpul tokoh umat dan pemilik kekuatan ril agar mendukung partai mengambil kekuasaan untuk menerapkan ideologi partai.

Ketiga, keanggotaan partai harus dibatasi pada orang Islam saja. Partai tidak boleh menerima anggota dari kalangan orang kafir.

Keempat, partai tidak boleh menempuh cara-cara yang bertentangan dengan Islam seperti jalan demokrasi, suap menyuap dan obral janji palsu apalagi berkoalisi dengan partai yang berbeda ideologi. Termasuk menjauhi kerjasama dalam bentuk apapun dengan pihak-pihak asing kafir penjajah.

Demikianlah khiththah partai Islam seharusnya. Wallahu alam bi ashshowab.[]




Sumber

Demokrasi Hanya untuk Company

Oleh Hanif Kristianto (Lajnah Siyasiyah HTI Jawa Timur)


Pemilu memang belum usai. Masih ada tahapan berikutnya yaitu perebutan kursi RI-1. Atas nama pesta demokrasi, rakyat Indonesia betul-betul diminta menyukseskannya. Untuk kesuksesan Pemilu tidak sedikit dana yang dikeluarkan. Baik oleh negara melalui APBN, uang Pribadi Caleg/Cawapres, dan sumbangan dari donatur. Kisaran uang yang dikeluarkan negara untuk Pemilu mencapai triliyunan. Begitu pula caleg/cawapres untuk mendukung kampanye ada yang milyaran. Pihak donatur yang diwakili oleh pemilik modal, menanamkan investasi atas nama sumbangan kepada partai dan caleg/capres.

Demokrasi dewasa ini sering dikaitkan dengan uang. Sukses tidaknya seseorang dalam pemilu, ditentukan jumlah dana dan pencitraan di media massa. Akibat disandarkan pada materi (uang), tidak sedikit orang dibuat stres. Akhirnya pun gangguan jiwa (gila). Saat ini susah membedakan antara biaya politik (politic cost) dan politik uang (money politic). Keduanya ibarat sebilah kepingan uang koin. Anehnya yang sering dipersoalkan dalam pemilu adalah money politic. Karena dianggap serangan fajar dan semisal penyuapan. Padahal keduanya bersumber dari uang. Meskipun perutukannya berbeda.

Konsep demokrasi tak seindah realitanya. Gagasan demokrasi (Abraham Lincoln 1860-1865) dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat sudah bergeser. Pergeseran menjadi dari company, oleh company, dan untuk company (disampaikan Presiden Rutherford B.Hayes-1876). Company dimaksudkan perusahaan atau pemilik modal (kapitalis). Faktanya pada Pemilu di negara demokrasi manapun, keterlibatan company selalu ada. Mereka berada di balik layar untuk mendukung sisi finansial. Mengingat Parpol bukanlah sebuah perusahaan.

Simbiosis Eko-Politik

Kepentingan ekonomi dan Politik (Eko-Politik) dalam sistem demokrasi akan senantiasa berjalan beriringan. Politik merupakan sumber untuk menghasilkan kebijakan dan aturan. Sementara ekonomi merupakan penopang utama keberlangsungan pemerintahan. Sistem demokrasi mengharuskan siapa yang berkuasa harus mempunyai dukungan kuat. Bisa berupa finansial, basis masa, dan mesin politik partai. Maka untuk menopang itu semua, dibutuhkan penyandang dana. Benar yang dikatakan Harold D. Laswell, politik adalah masalah siapa dapat apa, kapan, dan bagaimana.

Keberadaan pemilik modal tidak dielakkan lagi.

Sumbangan pemilik modal disebut juga “mahar politik”. Pemberian itu tidak gratis. Ada kesepakatan tersembunyi dibalik itu semua. Pemilik modal hanya menginginkan aturan yang ada tidak menyulitkan untuk berinvestasi atau menguasai pasar usaha. Maka di sinilah ada simbiosis antara penguasa dan pemilik modal. Simbiosis berupa aturan dan UU yang pro pada kapitalis. Sebut saja UU Migas, UU SDA, UU Minerba, UU Kelistrikan, UU BPJS, UU SJSN, UU Pemilu, dll.

Simbiosis kepentingan eko-politik dibolehkan dalam UU No.8 Tahun 2012 tentang Pemilu. Hal ini mengindikasikan jika politik membutuhkan dana yang tidak sedikit. Hal itu dijelaskan pada bagian kesepuluh tentang Dana Kampanye pasal 129-135.

Sebagaimana dalam penjelasan UU, yang dimaksud “sumbangan yang sah menurut hukum dari pihak lain” adalah sumbangan yang tidak berasal dari tindak pidana, bersifat tidak mengikat, berasal dari perseorangan, kelompok dan/atau perusahaan.

Jika demikian, apakah benar tidak ada kepentingan apa pun ketika pihak lain memberi? Padahal dalam istilah jaman matrealis ini, “tidak ada makan siang gratis”. Hal inilah yang mengindikasikan jika demokrasi sesungguhnya tidak untuk rakyat, melainkan untuk company (kompeni: baca istilah Belanda). Karena faktanya tidak semua rakyat punya uang. Hanya karena keserakahan segelintir orang yang ingin berkuasa, mereka menggandeng kapitalis.

Peristiwa kepentingan eko-politik sudah mewarnai Indonesia semenjak zaman penjajahan. Ahmad Mansur Suryanegara menjelaskan bahwa demi menciptakan sistem kebergantungan kalangan Pangreh Pradja (setingkat pejabat) terhadap Cina pemilik dana. Maka diciptakan sistem pengangkatan dari kepala desa hingga bupati, disyaratkan memiliki sejumlah uang. Dapat dikatakan dengan istilah lain sebagai “pendanaan ilegal kepala daerah” atau “pilkada” zaman kolonial. Disebut dana ilegal karena tidak ada landasan surat dari Gubernur Jendral.

Prof. Dr. D.H. Burger dan Prof. Dr. Mr. Prajudi dalam Sedjarah Ekonomis Sosiologis Indonesia menuturkan bahwa untuk seorang calon Loerah harus memiliki uang sejumlah f.700,- hingga f.1.000,-. Uang tersebut sejumah f.200,- dipersembahkan kepada Bupati, untuk Wefana f.100,- dan Jurutulis Controleur f.25,-. Sisanya digunakan untuk menyejahterahkan eselon lainnya yang terikat dalam struktur kepangreh pradja. Pertanyaan berikutnya, darimana dana tersebut diperoleh? Jawabannya diperoleh dari pinjaman kepada Cina atau disebut Taokeh. Walaupun Lurah dipilih rakyat, namun jika tidak memberikan dana ilegal dipastikan tidak diangkat menjadi lurah.

Bagaimana cara pengembaliannya? Seorang Taokeh ternyata dapat mendanai tiga atau empat Lurah. Demokian seorang Taokeh dapat menyeponsori dana ilegal untuk Bupati. Adapun sistem pengembalian utangnya, para Taokeh bertindak sebagai raja kecil di desa atau kabupaten yang didrop dananya. Rakyat harus bekerja untuk kepentingan Taokeh. Kelaparan dan wabah penyakit tak terhindarkan. Lurah hingga Bupati tidak berdaya membela rakyat dan tidak berani melawan penindasan Taokeh.

Cara-cara zaman kolonial itu, kini dilestarikan. Akibatnya rakyat menjadi tumbal politik. Demokrasi telah gagal dan menyesatkan dengan istilah suara rakyat suara Tuhan. Adanya saat ini Keuangan yang maha kuasa. Mengingat demokrasi bersumber pada pemisahan agama dengan kehidupan. Segala cara ditempuh untuk duduk di kekuasaan.

Fakta lainnya, pemilik modal mendapatkan murah ijin investasi menjelang Pilkada. Angka yang dicatat lembaga swadaya masyarakat Jaringan Informasi Tambang (Jatam) mencatat, pada saat pemilihan kepala daerah, jumlah izin yang dikeluarkan melonjak sekitar dua kali lipat. “(Keluarnya izin) menyusut setelah proses pilkada berlangsung,” kata Ki Bagus Hadi Kusuma, Manajer Kampanye Jatam. Dari data 18 kabupaten dan kota yang dikumpulkan Jatam, 11 di antaranya menggelar pemilihan bupati pada 2011 dan 2010. Tampak bahwa jumlah izin yang dilansir melonjak tajam pada 2010, tahun saat banyak dana dibutuhkan untuk kampanye. (sumber Majalah detik. Maret 2014).

Saat ini pun, pemilik modal mulai merambah ke dunia politik. Sebut saja bos Media Massa Harry Tanoe, Surya Paloh, Abu Rizal Bakrie, dan lainnya. Begitu mereka masuk dalam partai politik, ada karpet merah di kursi kehormatan partai. Sering ketika pemilik modal masuk politik berujar, “saya tidak akan korupsi. Kekayaan saya lebih besar dari pendapatan jadi politisi. Terus apa yang mau dikorupsi?”. Memang mereka masuk bukan karena pendapatan jadi politisi. Mereka hanya ingin aturan dibuat untuk memudahkan mereka dalam memutar roda ekonomi, yang hasilnya jauh lebih besar dari gaji politisi. Lagi-lagi, uang dijadikan instrumen utama.

Pengalaman Pemilu 2004, sebagaimana disampaikan TB Silalahi, ketika SBY dari Menkopolkam kemudian mencalonkan Presiden. Ratusan pengusaha mendukung SBY. Membantu kaus, bendera, dan properti. Mereka menyiapkan segala sesuatu dengan harapan mengubah nasib bangsa. Dananya datang begitu saja, mengingat partai baru berdiri dan belum punya uang. Baru-baru ini pula PDI-P untuk mendukung kampanye telah memberikan nomor rekening kepada 60 pengusaha. Kondisi semacam ini juga dialami oleh semua partai. Untuk menjalankan mesin uang partai mereka mengandalkan anggota dan sumbangan kapitalis. Inilah menunjukkan bahwa politik demokrasi diciptakan untuk kepentingan segelintir orang. Bukan untuk rakyat.

Alhasil, selama politik ditunggangi oleh kepentingan uang. Maka selama itu pula rakyat hanya diminta memberikan “stempel” dukungan. Tujuannya agar negara sesuai dengan konstitusi. Meskipun penguasa sering inkonsistensi. Di sinilah dibutuhkan kesadaran bagi rakyat agar memiliki pemahaman politik yang benar. Politik yang tidak sekadar akal bulus dan membohongi rakyat. Lebih dari itu politik yang mencerdaskan rakyat. Sehingga negara ini dibangun oleh orang-orang yang layak dan kompeten. Saatnya rakyat juga menggugat demokrasi yang selama ini menidurkan rakyat dari fakta sebenarnya.

Perubahan Paradigma

Korupsi sering diidentikan dengan biaya politik yang mahal. Begitu pula banyak komentar yang masih menganggap demokrasi sistem yang baik. Hanya segelintir oknum yang jelek akhlaknya sehingga terjerembab dalam korupsi. Jika demikian adanya, kenapa orang-orang yang paham dan pintar justru menjadi pelaku utama korupsi?

Dibutuhkan perubahan paradigma mendasar bahwa sistem demokrasi cacat sejak lahir. Prakteknya juga menimbulkan kecacatan dan kerusakan. Jika sudah demikian maka demokrasi haruslah diganti dengan sistem politik yang manusiawi. Itulah gagasan politik Islam. Perbedaan mendasar Islam dan demokrasi terletak pada asas. Demokrasi berasas pada kedaulatan di tangan rakyat. Artinya rakyat berhak menentukan baik dan buruknya, serta mengatur hidupnya sendiri. Sementara islam berdasar pada aqidah Islam. Artinya kedaulatan ada di tangan Allah. Dzat Yang Menciptakan Manusia dan Mengatur alam semesta. Baik dan buruk bersandar pada syariat Islam.

Di sisi lain, islam mendefinisikan politik sebagai pengurusan urusan umat dengan syariah. Maka siapa pun yang berkuasa tugasnya menegakan hukum Allah dan melayani rakyat. Jika terjadi pengabaian urusan rakyat dan pembohongan publik maka siksa Allah lebih berat. Sebagaimana hadis Rasulullah Saw

“Tidaklah Seorang Penguasa Mengatur Urusan Rakyatnya, Lalu Mati Sedangkan Dalam Keadaan Menipu Mereka Melainkan Allah Mengharamkan Syurga Baginya” (HR Bukhori)

Islam juga akan mencegah kongkalikong politisi dan pemilik modal dalam pembuatan UU. Karena penguasa tidak disibukkan membuat UU. Mereka hanya diminta menjalankan aturan yang sudah berasal dari Allah. Aturan yang memanusiakan manusia. Jika pun mereka sebagai penguasa maka tugasnya hanya untuk melayani rakyat, bukan kapitalis. Ketika ada penyelewengan penerapan syariah maka akan ada amar ma’ruf nahi munkar. Ketika Islam dijadikan sebagai pedoman, maka siapa pun yang berkuasa adalah orang yang amanah, beriman, dan sesuai dengan tuntunan Islam. Karena pertanggung jawaban tidak saja di hadapan manusia, tapi di hadapan Allah Swt. Hal inilah yang menjadikan Umar bin Khattab untuk memanggul gandum. Kemudian diberikan kepada rakyatnya yang sedang memasak batu untuk anak-anaknya.

Keagungan politik Islam digunakan untuk menegakan hukum-hukum Allah dalam segala aspek hidup. Karena inilah perintah dari Allah Swt. Maka untuk mewujudkannya diperlukan suatu Negara. Inilah yang disebut Khilafah Islamiyah. Lantas, apa jawaban bagi para pendukung dan pejuang demokrasi? Dengan melihat fakta kecacatan dan kebobrokannya? Jika mereka tidak ingin menanggung malu di hadapan manusia dan Allah, karena menyebarkan hal yang salah. Segeralah menjadi bagian dari para penyeru Politik Islam yang Agung dan berasal dari Allah. Sudah saatnya Syariah dan Khilafah mengganti demokrasi yang rusak.




Sumber

Senin, 14 April 2014

Masjid Tua Palopo


Kota Palopo, Sulsel ada Masjid Tua Palopo yang dibangun sejak tahun 1604. Masjid berumur 4 abad ini dibuat dari bebatuan tebal yang direkatkan oleh putih telur. Hingga sekarang, masjidnya masih berdiri tegap.
Masjid Tua Palopo merupakan peninggalan Kerajaan Luwu yang didirikan oleh sang Raja, Sultan Abdullah Matinroe. Masjid ini sudah berusia 4 abad lebih dan bagian lantainya sudah mengalami pemugaran.
Lokasinya tepat berada di Lapangan Merdeka Palopo. Masjid itu memang tak begitu mencolok keberadaannya. Di kelilingi gedung-gedung yang cukup besar, masjid tersebut tampak kecil. Maklum saja, ukurannya hanya 15×15 meter.
Namun di dalamnya, banyak sejarah yang terukir termasuk untuk kota Palopo. Di tengah-tengah masjid tersebut terdapat sebuah pohon Palopo. Tak hanya sebagai penyanggah bangunan, pohon itu juga dipercaya menjadi asal muasal nama kota tersebut. Apalagi, pembangunan masjid ini pada zaman dulu juga menggunakan putih telur.
Masjid ini, batunya adalah campuran batu alam dan kapur. Perekatnya pakai putih telur. Ada juga mimbar yang dipercaya didatangkan langsung dari Vietnam, sebagai hadiah untuk sang raja kala itu. Mimbar berwarna cokelat itu memiliki beberapa anak tangga. Terdapat sebuah pintu masuk mimbar berbentuk seperti gapura dengan ukiran-ukiran khas Vietnam. Keren!
Ada beberapa sejarah yang terukir di masjid ini. Salah satunya adalah sebuah bedug yang hingga kini masih bisa dipukul. Bedug itu usianya 300 tahun, 100 tahunan setelah masjid ini dibuat.
Hingga kini, ada beberapa kegiatan keagamaan di Masjid Tua Palopo. Setiap sore ada pengajian anak-anak, beberapa kegiatan juga dilakukan masyarakat di sini. Tertarik berkunjung ke Masjid Tua Palopo?




Sumber

ASAL USUL SABUN MANDI


Awal Perkembangan Sabun Mandi - Sabun mandi adalah benda wajib yang harus selalu tersedia di kamar mandi Anda. Sabun biasanya berbentuk padatan tercetak yang disebut batang karena sejarah dan bentuk umumnya. Penggunaan sabun cair juga telah telah meluas, terutama pada sarana-sarana publik. Jika diterapkan pada suatu permukaan, air bersabun secara efektif mengikat partikel dalam suspensi mudah dibawa oleh air bersih. Di negara berkembang, deterjen sintetik telah menggantikan sabun sebagai alat bantu mencuci atau membersihkan.

Sejarah sabun mandi pertama diketahui sejak abad ke 12 dan mulai dikembangkan pada abad ke 17 oleh orang-orang inggris menggunakan soda abu, pada awalnya orang mengenal bahan pembersih alami yang ada disekitar tempat tinggal seperti air, lumpur, abu, batu apung dan lain-lain dengan kemampuan yang tidak maksimal untuk membersihkan kotoran karena hanya bisa menghilangkan kotoran diluar.

Di beberapa Negara seperti maroko penggunaan lumpur untuk membersihkan badan sudah menjadi sebuah tradisi dikalangan bangsawan untuk merawat kesehatan dan kehalusan kulit serta menjaga kulit tetap kencang dan awet muda, salah satu produk ini masih digunakan dan beredar diklinik-klinik perawatan kecantikan dengan nama ghassoul sebagai masker dan lulur mandi serta rambut lumpur. Orang Yunani kuno menggunakan lilin untuk membersihkan tubuh dan mengolesi minyak serta mencuci pakaian mereka hanya cukup dengan air di sungai tanpa sabun.

Di kalangan masyarakat Indonesia sendiri nenek moyang kita sudah menggunakan sabun alami untuk membersihkan badan dan pakaian menggunakan produk nabati dari cairan buah klerak dan sudah tak praktekan sendiri memang bisa membersihkan kotoran untuk mandi.

Sebagaimana dalam sejarah perkembangannya sabun mulai diproduksi secara besar-besaran sekitar tahun 1622, di amerika produk sabun mulai memasyarakat sejak kedatangan pendatang dari inggris yang bisa membuat sabun dan pada masa sebelum itu sabun merupakan produk mewah yang menghasilkan pajak bagi pemerintah inggris pada masa pemerintahan raja james 1 pada abad ke 19 dan setelah pajak dihapuskan, sabun menjadi lebih banyak digunakan masyarakat kelas bawah.

Produksi sabun skala komersial terjadi pada tahun 1791 sejak kimiawan dari prancis mematenkan produk soda abu sebagai bahan baku utama sabun mandi. Saat ini banyak produk sabun yang beredar di pasaran yang masih menggunakan soda abu dan beberapa produsen menggunakan bahan alternative selain soda abu untuk menghemat biaya dan ramah lingkungan serta aman bagi kulit seperti KOH, SLS, ABS, dan lain-lain.

Produk-produk tambahan dalam sabun tersebut ada yang sudah dilarang penggunaanya di luar negeri seperti ABS yang tidak mudah terurai oleh bakteri pengurai, sebagian produsen sabun juga masih menggunakan soda abu atau soda api/kaustik soda untuk menghemat biaya akan tetapi produk ini menyebabkan kulit menjadi mengelupas dan perih jika mengenai kulit yang sensitive, untuk mengujinya Anda bisa mengusapkan ke wajah dan biarkan beberapa menit, jika merasa perih bisa jadi bahan baku sabun tersebut menggunakan kaustik soda, hal ini jarang terjadi terhadap produk sabun herbal Karena sabun herbal selain menggunakan bahan pilihan juga banyak mengandung herbal yang mampu merawat kulit dan memberi kelembaban seperti minyak zaitun dan lain-lain.





Sumber

SEJARAH PERMAINAN CATUR


Add caption





Soal negara asal catur, masih ada silang pendapat. Menurut H. J. R. Murray, penulis buku History of Chess (1913), catur berasal dari India dan mulai ada pada abad ke-6. Di sana catur dikenal dengan nama chaturanga, yang artinya empat unsur yang terpisah. Awalnya, buah catur memang hanya empat jenis. Menurut mistisisme India kuno, catur dianggap mewakili alam semesta ini, sehingga sering dihubungkan dengan empat unsur kehidupan, yaitu api, udara, tanah dan air karena dalam permainannya, catur menyimbolkan cara-cara hidup manusia.

Dalam permainannya, catur mengandalkan analisa dan ketajaman otak pemain, disertai keterampilan strategi dalam menentukan langkah, rencana, risiko, dan menentukan kapan harus berkorban agar menang.

Namun, pendapat Murray itu dibantah Muhammad Ismail Sloan, yang banyak mempelajari sejarah catur. Menurut Sloan, jika catur ditemukan di India, seharusnya permainan itu disebut-sebut dalam literatur-literatur Sanskrit. Kenyataannya, tak ada satu pun literatur Sanskrit di India yang menyebutkan soal permainan catur sebelum abad ke-6. Sebaliknya, para pujangga Cina sudah menyebutkan permainan ini salam syair-syair mereka, 800 tahun sebelumnya.

Jadi, menurut Ismail Sloan, di Cinalah catur pertama kali dimainkan. Tapi pada waktu itu bentuk arena caturnya tidak kotak-kotak, melainkan bulat-bulat. Buah caturnya juga hanya terdiri atas empat jenis, yaitu raja, benteng, ksatria (kuda), dan uskup (gajah).

Baru pada abad ke-6, catur dibawa orang Islam dari India dan Persia ke seluruh penjuru dunia. Konon, di zaman kekhalifahan Ali bin Abu Tholib, catur merupakan permainan yang populer dimainkan. Bahkan mungkin juga oleh Khalifah Ali sendiri. Ada pula yang menyebutkan bahwa panglima perang Nabi Muhammad, Khalid bin Walid juga menggemari catur. Barangkali ini ada hubungannya dengan kelihayannya mengatur strategi perang.

Juga ada seorang sahabat Nabi yaitu Said bin Jubair yang terkenal bisa bermain blindfold (catur buta, bermain tanpa melihat papan catur). Di zaman kekhalifahan Islam berikutnya, seperti Khalifah Harun Al-Rasyid pun diketahui pernah menghadiahkan sebuah papan catur kepada seorang raja di Eropa, pendiri dinasti Carolia, yaitu Charlemagne.

Pada abad ke-8 ketika bangsa Moor menyebarkan Islam ke Spanyol, catur mulai menyebar ke daratan Eropa hingga sampai di jerman, Italia, Belanda, Inggris, Irlandia, dan Rusia. Di Nusantara, olahraga otak ini dibawa oleh bangsa Belanda pada waktu penjajahan dulu. Awalnya, hanya orang Belanda yang bermain catur, tapi menjelang kemerdekaan, mulailah banyak pribumi yang memainkannya.

Dalam sejarah catur bangsa Eropa telah banyak mengembangkan permainan catur ini, antara lain dengan membuat papan caturnya berwarna hitam dan putih. Ini terjadi kira-kira abad-10. Sebelumnya, kotak-kotak itu berwarna sama. Malah sering orang membuat arena permainan catur ini di atas pasir atau di mana saja yang bisa diberi garis. Dari Eropa ini juga dibuat peraturan bahwa pion boleh maju dua kotak pada langkah pertama dan menteri (ratu) boleh bergerak lebih leluasa baik maju ke depan maupun diagonal.

Perlahan catur mengalami perkembangan. Dari nama, bentuk, serta peraturan permainannya. Kesemuanya itu mewakili simbol perubahan peradaban.



Sumber

SEJARAH ISLAM DI PAPUA





Islam masuk lebih awal sebelum agama lainnya di Papua. Namun, banyak upaya pengaburan, seolah-olah, Papua adalah pulau Kristen. Bagaimana sejarahnya?
Upaya-upaya pengkaburan dan penghapusan sejarah dakwah Islam berlangsung dengan cara sistematis di seantero negeri ini. Setelah Sumatera Utara, Kalimantan Barat, Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara dan Maluku diklaim sebagai kawasan Kristen, dengan berbagai potensi menariknya, Papua merupakan jualan terlaris saat ini. Papua diklaim milik Kristen!
Ironis, karena hal itu mengaburkan fakta dan data sebenarnya di mana Islam telah hadir berperan nyata jauh sebelum kedatangan mereka (agama Kristen Missionaris) .
Menurut HJ. de Graaf, seorang ahli sejarah asal Belanda, Islam hadir di Asia Tenggara melalui tiga cara : Pertama, melalui dakwah oleh para pedagang Muslim dalam alur perdagangan yang damai; kedua, melalui dakwah para dai dan orang-orang suci yang datang dari India atau Arab yang sengaja ingin mengislamkan orang-orang kafir; dan ketiga, melalui kekuasan atau peperangan dengan negara-negara penyembah berhala.
Dari catatan-catatan yang ada menunjukkan bahwa kedatangan Islam di tanah Papua, sesungguhnya sudah sangat lama. Islam datang ke sana melalui jalur-jalur perdagangan sebagaimana di kawasan lain di nusantara.
Sayangnya hingga saat ini belum ditentukan secara persis kapan hal itu terjadi. Sejumlah seminar yang pernah digelar seperti di Aceh pada tahun 1994, termasuk yang dilangsungkan di ibukota provinsi Kabupaten Fakfak dan di Jayapura pada tahun 1997, belum menemukan kesepakatan itu. Namun yang pasti, jauh sebelum para misionaris menginjakkan kakinya di kawasan ini, berdasarkan data otentik yang diketemukan saat ini menunjukkan bahwa muballigh-muballigh Islam telah lebih dahulu berada di sana.
Aktivitas dakwah Islam di Papua merupakan bagian dari rangkaian panjang syiar Islam di Nusantara. Menurut kesimpulan yang ditarik di dalam sebuah seminar tentang masuknya Islam ke Indonesia, Medan 1963, Islam masuk ke Indonesia sudah sejak abad ke-7 dan ke-8 Masehi. Di mana daerah pertama yang didatangi oleh Islam adalah pesisir Utara Sumatera, dan setelah berkembangnya para pemeluk Islam, maka kerajaan Islam yang pertama di Indonesia ialah Kerajaaan Perlak, tahun 840, di Aceh.
Perkembangan agama Islam bertambah pesat pada masa Kerajaan Samudera Pasai, sehingga menjadi pusat kajian Agama Islam di Asia Tenggara. Saat itu dalam pengembangan pendidikan Islam mendapatkan dukungan dari pimpinan kerajaan, sultan, uleebalang, panglima sagi dan lain-lain. Setelah kerajaan Perlak, berturut-turut muncul Kerajaan Islam Samudera Pasai(1042), Kerajaan Islam Aceh(1025), Kerajaan Islam Benua Tamiah(1184) , Kerajaan Islam Darussalam(1511) .
Sebagian ahli sejarah berpendapat bahwa sebelum tahun 1416 Islam sudah masuk di Pulau Jawa. Penyiaran Islam pertama di tanah jawa dilakukan oleh Wali Songo (Wali Sembilan). Yang terkenal sebagai orang yang mula-mula memasukkan Islam ke Jawa ialah Maulana Malik Ibrahim yang meninggal tahun 1419. Ketika Portugis mendaratkan kakinya di pelabuhan Sunda Kelapa tahun 1526, Islam sudah berpengaruh di sini yang dipimpin oleh Falatehan. Putera Falatehan, Hasanuddin, pada tahun 1552 oleh ayahnya diserahi memimpin Banten.
Di bawah pemerintahannya agama Islam terus berkembang. Dari Banten menjalar ke Sumatera Selatan, Lampung dan Bengkulu. Juga di pulau Madura agama Islam berkembang.
Sejak Kerajaan Majapahit
Seorang Guru Besar Bidang Arkeologi Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang, Dr. Moehammad Habib Mustofo, yang sekaligus Ketua Asosiasi Ahli Epigrafi Indonesia (AAEI) Jawa Timur menjelaskan bahwa dakwah Islam sudah ada sejak zaman Kerajaan Majapahit. Apalagi dengan diketemukanya data artefak yang waktunya terentang antara 1368-1611M yang membuktikan adanya komunitas Muslim di sekitar Pusat Keraton Majapahit, di Troloyo, yakni sebuah daerah bagian selatan Pusat Keraton Majapahit yang waktu itu terdapat di Trowulan.
Kajian leh L.C. Damais dan de Casparis dari sudut paleografi membuktikan telah terjadi saling pengaruh antara dua kebudayaan yang berbeda (yakni antara Hindu-Budha- Islam) pada awal perkembangan Islam di Jawa Timur. Data-data tersebut menjelaskan bahwa sesungguhnya dakwah Islam sudah terjadi terjadi jauh sebelum keruntuhan total kerajaan Majapahit yakni tahun 1527M. Dengan kata lain, ketika kerajaan Majapahit berada di puncak kejayaannya, syiar Islam juga terus menggeliat melalui jalur-jalur perdagangan di daerah-daerah yang menjadi kekuasaan Majapahit di delapan mandala (meliputi seluruh nusantara) hingga Malaysia, Brunei Darussalam, dan di seluruh kepulauan Papua.
Masa antara abad XIV-XV memiliki arti penting dalam sejarah kebudayaan Nusantara. Pada saat itu ditandai hegemoni Majapahit sebagai Kerajaan Hindu-Budha mulai pudar. Sezaman dengan itu, muncul jaman baru yang ditandai penyebaran Islam melalui jalan perdagangan Nusantara.
Melalui jalur damai perdagangan itulah, Islam kemudian semakin dikenal di tengah masyarakat Papua. Kala itu penyebaran Islam masih relatif terbatas di kota-kota pelabuhan. Para pedagang dan ulama menjadi guru-guru yang sangat besar pengaruhnya di tempat-tempat baru.
Sebagai kerajaan tangguh masa itu, kekuasaan Kerajaan Majapahit meliputi seluruh wilayah Nusantara, termasuk Papua. Beberapa daerah di kawasan tersebut bahkan disebut-sebut dalam kitab Negarakertagama, sebagai wilayah yurisdiksinya. Keterangan mengenai hal itu antara disebutkan sebagai berikut:
“Muwah tang i Gurun sanusanusa mangaram ri Lombok Mirah lawan tikang i Saksakadi nikalun kahaiyan kabeh nuwati tanah i bantayan pramuka Bantayan len luwuk teken Udamakatrayadhi nikang sanusapupul”.
“Ikang sakasanusasanusa Makasar Butun Banggawai Kuni Ggaliyao mwang i [ng] Salaya Sumba Solot Muar muwah tigang i Wandan Ambwan Athawa maloko Ewanin ri Sran ini Timur ning angeka nusatutur”.
Dari keterangan yang diperoleh dalam kitab klasik itu, menurut sejumlah ahli bahasa yang dimaksud “Ewanin” adalah nama lain untuk daerah ” Onin” dan “Sran” adalah nama lain untuk “Kowiai”. Semua tempat itu berada di Kaimana, Fak-Fak. Dari data tersebut menjelaskan bahwa pada zaman Kerajaan Majapahit sejumlah daerah di Papua sudah termasuk wilayah kekuasaan Majapahit.
Menurut Thomas W. Arnold : “The Preaching of Islam”, setelah kerajaan Majapahit runtuh, dikalahkan oleh kerajaan Islam Demak, pemegang kekuasan berukutnya adalah Demak Islam. Dapat dikatakan sejak zaman baru itu, pengaruh kerajaan Islam Demak juga menyebar ke Papua, baik langsung maupun tidak.
Dari sumber-sumber Barat diperoleh catatan bahwa pada abad ke XVI sejumlah daerah di Papua bagian barat, yakni wilayah-wilayah Waigeo, Missool, Waigama, dan Salawati, tunduk kepada kekuasaan Sultan Bacan di Maluku.
Catatan serupa tertuang dalam sebuah buku yang dikeluarkan oleh Periplus Edition, di buku “Irian Jaya”, hal 20 sebuah wadah sosial milik misionaris menyebutkan tentang daerah yang terpengaruh Islam. Dalam kitab Negarakertagama, di abad ke 14 di sana ditulis tentang kekuasaan kerajaan Majapahit di Jawa Timur, di mana di sana disebutkan dua wilayah di Irian yakni Onin dan Seran.
Bahkan lebih lanjut dijelaskan: Namun demikian armada-armada perdagangan yang berdatangan dari Maluku dan barangkali dari pulau Jawa di sebelah barat kawasan ini, telah memiliki pengaruh jauh sebelumnya.

….Pengaruh ras austronesia dapat dilihat dari kepemimpinan raja di antara keempat suku, yang boleh jadi diadaptasi dari Kesultanan Ternate, Tidore dan Jailolo. Dengan politik kontrol yang ketat di bidang perdagangan pengaruh kekuasaan Kesultanan Ternate di temukan di raja Ampat, di Sorong dan di seputar Fakfak dan diwilayah Kaimana
Sumber cerita rakyat mengisahkan bahwa daerah Biak Numfor telah menjadi bagian dari wilayah kekuasaan Sultan Tidore sejak abad ke-XV. Sejumlah tokoh lokal, bahkan diangkat oleh Sultan Tidore menjadi pemimpin-pemimpin di Biak. Mereka diberi berbagai macam gelar, yang merupakan jabatan suatu daerah. Sejumlah nama jabatan itu sekarang ini dapat ditemui dalam bentuk marga/fam penduduk Biak Numfor.

Kedatangan Orang Islam Pertama
Berdasarkan keterangan di atas jelaslah bahwa, masuknya Islam ke Papua, tidak bisa dilepaskan dengan jalur dan hubungan daerah ini dengan daerah lain di Indonesia. Selain faktor pengaruh kekuasaan Kerajaan Majapahit, masuknya Islam ke kawasan ini adalah lewat Maluku, di mana pada masa itu terdapat kerajaan Islam berpengaruh di kawasan Indonesia Timur, yakni kerajaan Bacan.
Bahkan keberadaan Islam Bacan di Maluku sejak tahun 1520 M dan telah menguasai beberapa daerah di Papua pada abad XVI telah tercatat dalam sejarah. Sejumlah daerah seperti Waigeo, Misool, Waigama dan Salawati pada abad XVI telah mendapat pengaruh dari ajaran Islam. Melalui pengaruh Sultan Bacan inilah maka sejumlah pemuka masyarakat di pulau-pulau tadi memeluk agama Islam, khususnya yang di wilayah pesisir. Sementara yang dipedalaman masih tetap menganut faham animisme.
Thomas Arnold yang seorang orientalis berkebangsaan Inggris memberi catatan kaki dalam kaitannya dengan wilayah Islam tersebut: “…beberapa suku Papua di pulau Gebi antara Waigyu dan Halmahera telah diislamkan oleh kaum pendatang dari Maluku”
Tentang masuk dan berkembangnya syi’ar Islam di daerah Papua, lebih lanjut Arnold menjelaskan: “Di Irian sendiri, hanya sedikit penduduk yang memeluk Islam. Agama ini pertama kali dibawa masuk ke pesisir barat [mungkin semenanjung Onin] oleh para pedagang Muslim yang berusaha sambil berdakwah di kalangan penduduk, dan itu terjadi sejak tahun 1606. Tetapi nampaknya kemajuannya berjalan sangat lambat selama berabad-abad kemudian…”
Bila ditinjau dari laporan Arnold tersebut, maka berarti masuknya Islam ke daerah Papua terjadi pada awal abad ke XVII, atau dua abad lebih awal dari masuknya agama Kristen Protestan yang masuk pertama kali di daerah Manokwari pada tahun 1855, yaitu ketika dua orang missionaris Jerman bernama C.W. Ottow dan G.J. Geissler mendarat dan kemudian menjadi pelopor kegiatan missionaris di sana.
Dalam buku “Nieuw Guinea” W.C. Klein menceritakan sebagai berikut : “de Heer Pieterz maakte on 1664 eenwreks naar Onin. Indie raiswaren ook een aantal mensen uitSoematera, Waarin de Heer Abdul Ghafur betrokken is” (Tuan Pieterz pada tahun 1664 melakukan perjalanan ke Onin di mana ikut serta beberapa orang dari Sumatera, termasuk Abdul Ghafur)
Bahkan bila ditelusuri dari catatan pewaris kesultanan Islam di kawasan ini, dapat diketahui bahwa kedatangan Agama Islam sebenarnya lebih tua lagi.
Di pusat kota Distrik Kokas, terdapat mesjid peninggalan sejarah penyebaran agama Islam di Papua Barat. Mesjid Tua Patumburak dibangun pada tahun 1870 oleh seorang imam bernama Abuhari Kilian.
Mesjid Tua Patimburak, Distrik Kokas, Fakfak. Pusat penyebaran agama Islam di Papua Barat.
Mesjid ini mempunyai desain yang unik. Bangunannya merupakan perpaduan mesjid dan gereja. Demikian juga dengan pilar pilarnya.Mesjid ini sampai sekarang masih menjadi pusat penyebaran agama Islam di Papua Barat.
Penyebaran agama Islam di Papua tak lepas dari kekuasaan Kesultanan Tidore. Menurut penuturan masyarakat Kokas, Agama Islam mulai masuk ke Papua Barat pada Abad XV. Sultan Ciliaci adalah sultan Tidore pertama yang mengenalkan agama Islam kepada masyarakat Kokas.
Pada masa Perang Pasifik (1941-1945), Distrik Kokas juga menjadi saksi pertempuaran perang tersebut. Tentara Jepang membangun basis pertahanan militer berupa gua. Terletak di pinggir pantai, gua ini menghadap ke laut. Memasuki gua tersebut, terdapat sebuah kerukan sepanjang 138 meter. Diperkirakan, dahulu tempat ini tempat menyimpan logistik untuk keperluan perang.
Setelah melakukan pendataan di tempat tempat tersebut, Tim Ekspedisi Garis Depan Nusantara kembali ke dermaga Kokas. Pukul 13.00 WIT, Kapal Layar Motor Cinta Laut mulai berlayar menuju Sorong, Papua Barat. Jarak dari Distrik Kokas ke Sorong sekitar 124 Mil laut dan akan ditempuh selama 24 jam pelayaran.
Kepulauan Raja Ampat, Papua Barat
Kepulauan Raja Ampat merupakan kepulauan yang berada di barat pulau Papua di provinsi Papua Barat merupakan terdapat salah satu kerajaan Islam, tepatnya di bagian kepala burung Papua. Kepulauan ini merupakan tujuan penyelam-penyelam yang tertarik akan keindahan pemandangan bawah lautnya
Kabupaten Raja Ampat memiliki populasi muslim sebanyak lima puluh persen, selebihnya pemeluk agama lain. Angka itu, jauh menurun dari tahun-tahun sebelumnya. Padahal daerah ini dulunya adalah wilayah yang memiliki penduduk mayoritas muslim, sebab statusnya sebagai salah satu peninggalan kerajaan Islam Tidore.
“Mulai mengalami penyusutan sejak dilakukan pemekaran kabupaten. Sehingga banyak warga lain masuk ke Raja Ampat ini, yang kemudian menambah populasi agama lain di sana,” jelas pria tambun yang juga Kepala Dinas Keuangan Kabupaten Raja Ampat ini.
Lebih jauh dijelaskan Labagu, meskipun keadaannya seperti itu, kehidupan beragama di Raja Ampat sangatlah kondusif. Agama bagi masyarakat Raja Ampat, tidak akan memisahkan rasa kekeluargaan di antara mereka.
“Jadi di sana biasa ada dibilang agama keluarga. Dalam satu keluarga ada berbagai macam agama, tapi tetap sangat menjaga kekerabatan. Kristen, misalnya, itu mereka punya piring sendiri. Untuk yang muslim, mereka juga sudah sedia,” tukas Labagu.
Kabupaten Fakfak, Papua Barat
Kabupaten Fakfak sendiri yang memiliki luas wilayah 38.474 km2 dan berpenduduk sebanyak 50.584 jiwa (tahun 2000), justru sangat kental dengan Islam.
M. Syahban Garamatan, keturunan Raja Patipi, salah satu anak keturunan kerajaan yang pertama kali memeluk Islam di kabupaten itu mengatakan, kedatangan Islam di Fakfak sangat lama.
Banyak fakta yang bisa dijadikan saksi. Diantaranya adalah bukti otentik berupa keberadaan beberapa mushaf al-Qur’an dan kitab-kitab tua. Saat ini bukti otentik itu dijaga dengan baik oleh Ahmad Iba, salah satu pewaris Raja Patipi.
Mushaf al-Quran yang konon dibawa oleh Syeikh Iskandarsyah dari Kerajaan Samudera Pasai itu mendarat di daerah kekuasaan Kerajaan Mes, yang berada di daerah Kokas, sekitar 50 km dari pusat Kabupaten Fakfak. Di tempat ini ternyata sudah banyak penduduk yang masuk Islam. Bahkan dalam kerajaan itu pun terdapat masjid.
Selain mushaf al-Quran dan beberapa kitab-kitab tua, di kabupaten itu juga berdiri pusat ibadah umat Islam. Di Kampung Pattimburak, sekitar 10 km sebelum Kokas, berdiri sebuah masjid tua dengan arsitektur Portugis. Masjid Pattimburak, demikian kaum Muslim menyebut, diperkirakan dibangun sekitar tahun 1870 M. Namun sebagian masyarakat ada yang meyakini, masjid beratap dua tingkat berukuran sekitar 5 x 8 m persegi dan menyerupai bangunan gereja itu dibangun cukup lama. Ini saksi kehadiran agama Islam di kabupaten itu.
Kapal Dakwah Papua Gegerkan Aktivis Gereja
Gegernya aktifis gereja di Papua terkait keberadaan kapal dakwah itu, bermula dari berita yang disampaikan sekelompok orang Budha di Jakarta. Kabar itu kemudian tersebar di kalangan aktivis gereja, tepatnya di Jayapura. Kedatangan kapal dakwah dari Jakarta tersebut sontak membuat geger aktivis gereja. Mereka berkumpul dan menggelar rapat dengan sesama aktivis gereja, bahkan sempat minta klarifikasi dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI) setempat perihal kapal dakwah Al Fatih Kaaffah Nusantara (AFKN), sebuah lembaga sosial-dakwah yang dipimpin oleh putra daerah Papua asal Fakfak, Ustadz Muhammad Zaaf Fadzlan Rabbani Al Garamatan atau yang lebih dikenal dengan Ustadz Fadzlan.
Perlu diketahui, beberapa waktu lalu (18/7), Badan Wakaf Al Qur’an (BWA) baru saja melakukan serah terima kapal dakwah kepada AFKN di Putri Duyung, Ancol, Jakarta . Hadir dalam acara tersebut, antara lain: Ustadz Harry Moekti, Opick, Dr Bambang Sardjono dari Departemen Kesehatan, Dr Kholiqurrahman Raus DAP (Ketua Dewan Pembina AFKN), Djuwono Banukisworo (Senior Vice President BNI Syariah), Ustadz Ihsan Salam (Direktur BWA).
Kapal Dakwah yang dinamakan AFKN Khilafah I itu berasal dari donatur umat Islam. Uang yang terkumpul tersebut dikoordinir oleh BWA melalui kegiatan penggalanan dana yang diberi tajuk “Papua Muslim Care” di Balai Kartini, Jakarta (9/1). Dana yang terkumpul pada malam itu, cukup fantastis, yakni, mencapai Rp 2 Milyar. Selain kapal dakwah, BWA juga mengajak para donator untuk berkomitmen dalam  program wakaf khusus, dalam pengadaan Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) di pedalaman Papua, rencananya akan ditempatkan di Kaimana. Ini merupakan program jangka panjang untuk Muslim Papua.
Kapal laut dakwah untuk Muslim Papua itu sendiri dibeli seharga Rp 600 juta. Kapal yang memiliki panjang 13,5 m dan lebar 3,3 meter ini mampu menampung 20 penumpang dan beban seberat 10 ton, juga dilengkapi standar keselamatan seperti rakit penyelamat, ringboy, karet pelampung serta alat komunikasi. Mengingat, perairan di Papua sangat luas, maka masalah transportasi menjadi sangat penting sebagai sarana dakwah..
Jika sebelumnya, AFKN harus menyewa kapal dengan biaya yang sangat mahal, belum lagi bahan bakarnya. Per liter bisa dikenakan Rp 23 ribu. “Terkadang, kita harus berhari-hari mengarungi laut dengan perahu. Jika menyewa boat, biaya pun habis untuk bahan bakar. Padahal, amanah berupa sedekah dari umat Islam dari berbagai daerah di Indonesia melalui AFKN harus disampaikan untuk Muslim Papua yang ada di pedalaman,” tutur Ustadz Fadzlan.
Selain berdakwah, AFKN sering membantu saudara-saudara muslim untuk memasarkan hasil karya tangan ataupun pertanian mereka. Sering kali, karena kesulitan alat transportasi, yang dibawa pun tidak banyak. Nah, dengan kapal dakwah, hasil panen atau kerajinan yang dihasilkan masyarakat Papua pedalaman bisa dipasarkan dalam jumlah yang banyak.
“Dalam waktu dekat ini, program kapal dakwah akan bersilaturahim dengan saudara-saudara Muslim Papua di seluruh wilayah dan desa-desa Islam, yang belum terjamah. Kehadiran kapal dakwah ini bisa membantu umat Muslim di wilayah pedalaman untuk memasarkan hasil pertaniannya. Diharapkan perekonomian umat Muslim di Papua bisa meningkat,” ujar Fadzlan.
Provokasi Gereja
Sejak kedatangan Kapal Dakwah AFKN tersebut, pihak gereja mulai memprovokasi dengan menyebarkan surat edaran kepada masyarakat dan sesama aktivis gereja di Papua, seputar ketakutan-ketakutan mereka. Disinyalir, mereka yang memprovokasi adalah sekelompok orang Ambon Kristen. “Saya sendiri belum melihat surat edaran. Sekarang disimpan mufti di Irian. Yang jelas, surat edaran itu disebarkan ke gereja dan masyarakat. Saya juga belum konfirmasi  teman-teman AFKN di Jayapura tentang langkah aktivis gereja selanjutnya,” kata Fadzlan.
Ketua MUI Jayapura yang didatangi aktivis gereja itu, mengontak Ustadz Fadzlan untuk minta klarifikasi. Ustadz  Fadzlan pun menanggapinya dengan enteng. “Itu opini sesat yang sengaja dibuat pihak gereja. Gereja memang selalu memprovokasi ketika AFKN melakukan sesuatu. Mereka selalu sinis bila melihat dakwah AFKN atau lembaga-lembaga lain. Sinisnya adalah mereka kerap membangun opini-opini keliru. Apapun yang terjadi, AFKN tetap berdakwah. Kami tidak ada urusan dengan mereka. Dakwah harus dilanjutkan,” jelas Fadzlan.
Tatkala AFKN membawa 55 ribu Al Qur’an dari Pelabuhan Tanjung Priok ke Papua, gereja geger. Padahal Al Qur’an itu adalah bantuan dari umat Islam yang dikoordinir oleh BWA. Isu lain yang disebarkan pihak gereja adalah  kapal dakwah ini memuat 1.500 orang untuk mengislamkan orang Irian. Gereja kembali geger ketika AFKN mengirim 35 mahasiswa, anak binaannya untuk melakukan program Kafilah Da’i yang ditempatkan di Teluk Bintuni dan Kabupaten Raja Ampat. Para mahasiswa itu berdakwah di kampung mereka.
Ditambah lagi, AFKN memiliki program beasiswa bagi generasi Muslim Papua untuk disekolahkan di luar Papua, dari tingkat SD hingga Perguruan Tinggi. Belum lama ini, misalnya, AFKN bekerjama dengan Departemen Kesehatan baru saja melepas 50 calon mahasiswa untuk belajar ilmu kebidanan dan keperawatan di Medan . Pemberian beasiswa ini bukan kali pertama, yang jelas sudah beberapa angkatan. Mereka ditempatkan di sejumlah pesantren dan perguruan tinggi beberapa kota di Indonesia .
Bagi Ustadz Fadzlan, pendidikan adalah investasi untuk mencerdaskan generasi Muslim Papua. Sepuluh atau dua puluh tahun ke depan, merekalah yang akan membangun Irian menjadi lebih baik dan bertauhid. Untuk mendapakan beasiswa, AFKN memberi persyaratan, misalnya, mereka harus lahir di Papua dan bisa mengaji. Bagi yang ahwat harus mengenakan jilbab.
AFKN pun kerap mendapat bantuan dari umat Islam, apa yang dibutuhkan Muslim Papua. Bantuan tersebut juga bukan yang pertama. Terakhir (9/6), AFKN menerima bantuan dari umat Islam di Jakarta dan sekitarnya berupa 20 karung pakaian layak pakai, 500 kardus berisi Al Quran, iqro, buku-buku, dan majalah, 150 kardus perlengkapan mandi, obat-obatan, 15 mesin jahit, 2 buah genset, 3 buah water torn, 25 gulung karpet masjid, serta 15 buah kuba masjid. Bantuan yang diangkut hingga delapan truk ini dibawa dari gudang AFKN di Bekasi menuju pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara untuk selanjutnya diangkut KM Ciremai menuju Pelabuhan Fakfak, Papua.
“Bantuan itu dalam rangka Safari Bhakti Dakwah dan Silaturahim ke-17 desa di pedalaman Papua. Sabun mandi saja jumlahnya sangat banyak, sampai dua truk. Begitu juga dengan kubah masjid. Semua bantuan akan kami salurkan ke masyarakat di kampung-kampung dhuafa dan muallaf di Papua,” jelas Fadzlan.
Melihat geliat dakwah yang dilakukan AFKN saat ini, boleh jadi  membuat gereja iri dan cemburu, seraya membangun opini sesat. Sampai-sampai mereka meminta AFKN  menyampaikan visi misi melalui surat pernyataan untuk mereka. Tetapi AFKN tidak memenuhi permintaan mereka.
“Semestinya mereka tidak boleh cemburu. Yang seharusnya cemburu adalah umat Islam, karena selama ini umat Islam di Irian kurang sekali mendapat fasilitas. Justru yang sering mendapat fasilitas adalah mereka (Kristen), baik dari negara maupun hasil kekayaan alam negeri yang mereka ambil. Otsus itu mereka yang makan semua, sementara umat Islam tidak ada. Bukankah selama ini seluruh orang Kristen, misionaris dan gereja, menggunakan pesawat modern, tapi umat Islam tidak ganggu. Kok dengan kapal kecil gini aja mereka cemburu,” tukas Fadzlan.
Melihat kesenjangan ini, AFKN ingin membangun keadilan dengan cara mendatangi semua lembaga Islam, majelis taklim dan semua umat Islam, dan menyerukan umat Islam agar menyelamatkan Muslim Irian. Karena umat Islam Irian adalah bagian dari NKRI.  Apa yang dilakukan AFKN adalah upaya untuk mendukung program pemerintah. Ketika Umat Islam kurang mendapat perhatian dan fasilitas, maka AFKN ingin terlibat untuk membantu umat, khususnya Muslim Papua.
Ketika ditanya, perlukah AFKN melakukan pertemuan dengan aktivis gereja? “Kalau mereka mau, saya akan temui. Tapi harus ada beberapa persyaratan. Pertemuan tidak boleh dilakukan di Irian, harus di tengah-tengah umat Islam.”
Bantu Program Pemerintah
Seperti diketahui, pemerintah daerah Kabupaten Fakfak sedang menjalankan program buta aksara kitab suci (Al Qur’an dan Injil). Untuk mewujudkan program pemerintah tersebut, AFKN membantu dalam memberantas buta aksara kitab suci, dalam hal ini Al Qur’an bagi umat Islam. “Buta Aksara Kitab Suci adalah program pemerintah, tapi AFKN yang melaksanakan. Masyarakat bersama pemerintah silahkan membangun negeri ini, tapi bangun dengan cara yang ahsan, bukan dengan egoistic dan hawa nafsu serta kebodohan,” kata Fadzlan.
Ketika AFKN membawa Al Qur’an atas bantuan umat Islam di Jakarta , mereka menuduh pemerintah, seakan-akan pemerintah yang membiayai itu semua. Padahal AFKN tidak ada hubungannya dengan pemerintah. Kalau hubungan sebagai anak bangsa ya. Tapi kalau secara finansial, pemerintah tidak ada kaitannya sama sekali.
Pola dakwah AFKN sendiri, dikatakan Fadzlan, selalu melakukannya dengan cara damai, tidak ada unsur kekerasan. Mereka terlalu berlebihan dalam menilai AFKN. Padahal AFKN selalu santai, dan berdakwah dengan kecerdasan. Kalau ada yang masuk Islam, AFKN tidak pernah memaksa orang-orang tertentu.
Terhadap reaksi aktivis gereja terkait kapal dakwah, tidak membuat AFKN  terpancing dengan provokasi kelompok Nasrani. “Kita ingin hidup dengan kecerdasan bersama orang lain, sekalipun kita difitnah, diancam, dipenjara, bahkan dibunuh sekalipun. Kita tidak ingin merusak dan mengotori negeri yang kita cintai ini. Kita ingin negeri ini aman, damai, dan makmur. AFKN ingin membangun masyarakat Irian dengan ilmu dan kecerdasan.”
Ketika ditanya, kenapa baru kali ini mereka gerah dengan dakwah AFKN, bukan kah AFKN sudah lama berdakwah? “Itulah ketakutan mereka. Intinya, mereka tidak suka dengan dakwah Islam, dan mereka ingin melarang. Yang jelas, saat ini belum ada gangguan terhadap dakwah AFKN.  Irian itu negeri Muslim kok,” tandas Fadzlan.
Yang membuat aktivis gereja geger adalah perihal isu yang beredar, bahwa Qur’an sebanyak 55 ribu itu akan dibagi-bagikan kepada kaum Nasrani. “Kalau ada orang Kristen yang meminta Al Qur’an untuk dipelajari, ya kami kasih, karena mereka ingin baca. Siapa tahu kehidupan mereka jauh lebih baik. Tapi kalau AFKN membagi Al Qur’an pada gereja atau aktivis gereja, jelas tidak mungkin. Kita hanya melayani orang yang mau membaca Al Qur’an, dalam hal ini umat Islam. Dulu kami hanya membagikan satu mushaf Alquran ke tiap masjid. Sekarang, satu keluarga satu Alquran. Kadang mereka berkelahi karena berebutan Alquran, seperti orang berebutan sembako.”
Tidak ada kekhawatiran sedikit pun pada aktivis dakwah AFKN soal kemungkinan terjadinya pemboikotan terhadap kapal dakwah. Ustadz Fadzlan yakin, kebenaran itu datang dari Allah Swt, maka jangan kamu ragu. Untuk apa takut. Kita hanya takut pada Allah Swt saja. “Belum lama, saya mendapat SMS dari seorang romo yang menyampaikan pesan bunda Maria. Tapi saya tidak membalas SMS-nya. Karena saya anggap itu, adalah orang-orang yang ingin berspekulasi.”
Menurut rencana, Insya Allah kapal dakwah ini akan diwakafkan sebanyak tiga kapal. Termasuk pengadaan, ambulance dan helicopter. Bahkan AFKN akan membeli pulau khusus untuk kegiatan dakwah. AFKN sudah mempersiapkan tanah seluas 150 hektar di Fakfak-Papua. Nantinya akan mempersiapkan generasi Irian secara khusus agar mereka menyiapkan dirinya dengan SDM yang baik dan membangun tauhid.
Jika sebelumnya AFKN berdakwah dengan jalan kaki, perahu kayu, kini dengan kapal dakwah. “Dengan satu kapal saja, tentu tidak cukup. Perlu banyak kapal untuk dakwah secara merata hingga ke pelosok desa-desa Papua. Tapi kenapa aktivis gereja gerah?” tukas Fadzlan heran.



Sumber

Islam di Papua (1)


Dari catatan yang ada menunjukkan bahwa kedatangan Islam di Tanah Papua, sesungguhnya sudah sangat lama. Islam datang ke Papua melalui jalur-jalur perdagangan sebagaimana di kawasan lain di Nusantara. Sayangny,a hingga saat ini belum ada catatan secara persis kapan hal itu terjadi. Sejumlah seminar yang pernah digelar seperti di Aceh pada tahun 1994, termasuk yang dilangsungkan di ibukota propinsi Kabupaten Fak-Fak dan di Jayapura pada tahun 1997, belum menemukan kesepakatan itu. Namun, yang pasti, Islam datang jauh sebelum para misionaris menginjakkan kakinya di Bumi Papua. 

Aktivitas dakwah Islam di Papua merupakan bagian dari rangkaian panjang syiar Islam di Nusantara; diawali dari wilayah Sulawesi Utara, mulai dari Mandar sampai Manado, pada pertengahan abad ke-16 yang menjadi bawahan Kerajaan Ternate, yang rajanya adalah seorang Muslim. Atas ajakan Raja Ternate, Raja Bolaang Mongondow memeluk Islam. Penyebaran Islam terus ke timur hingga ke Kepu­lauan Maluku pada awal abad ke-16. Pada masa itu Maluku telah memiliki kerajaan Islam, yakni Kerajaan Bacan. Mubalig dari kerajaan inilah yang kemudian giat menyebarkan Islam hingga ke kawasan tetangganya, Papua, melalui jalur perdagangan.1
 
Melalui jalur damai perdagangan inilah, Islam kemudian semakin dikenal di tengah masyarakat Papua. Kala itu penyebaran Islam masih relatif terbatas di kota-­kota pelabuhan. Para pedagang dan ulama menjadi guru-guru yang sangat besar pengaruhnya di tempat­-tempat baru.

Pada awalnya, Papua masuk dalam pengaruh Hindu di bawah Kerajaan Majapahit. Sebagai kerajaan tangguh masa itu, kekuasaan Kerajaan Majapahit meliputi seluruh wilayah Nusantara, termasuk Papua. Beberapa daerah di kawasan tersebut bahkan disebut-sebut dalam kitab Negarakertagama sebagai wilayah yurisdiksinya. Keterangan mengenai hal itu antara lain disebutkan sebagai berikut:

Muwah tang i Gurun sanusanusa mangaram ri Lombok, Mirah lawan tikang i Saksakadi nikalun kahaiyan kabeh nuwati tanah i bantayan pramuka Bantayan len luwuk teken Udamakatrayadhi nikang sanusapupul. Ikang sakasanusasanusa Makasar Butun Bang­gawai Kuni Ggaliyao mwang i [ng] Salaya Sumba Solot Muar muwah tigang i Wandan Ambwan Athawa maloko Ewanin ri Sran ini Timur ning angeka nusatutur.2

Dari keterangan yang diperoleh dalam kitab klasik itu, menurut sejumlah ahli bahasa, yang dimaksud “Ewanin” adalah nama lain untuk daerah “Onin” dan “Sran” adalah nama lain untuk “Kowiai”. Semua tempat itu berada di Kaimana dan Fak-fak. Dari data tersebut jelas bahwa pada zaman Kerajaan Majapahit sejumlah daerah di Papua sudah termasuk wilayah kekuasaan Majapahit.3

Setelah Kerajaan Majapahit runtuh, dikalahkan oleh Kerajaan Islam Demak, pemegang kekuasan berikutnya adalah Demak Islam. Dapat dikatakan sejak zaman baru itu, terjadi penyebaran Islam secara besar-besaran ke Papua melalui Kerajaan Islam Demak, baik langsung maupun tidak.

Dari sumber-sumber Barat diperoleh catatan, bahwa pada abad ke XVI sejumlah daerah di Papua bagian barat, yakni wilayah-wilayah Waigeo, Missool, Waigama dan Salawati tunduk pada kekuasaan Sultan Bacan di Maluku.4 Catatan serupa tertuang dalam sebuah buku yang dikeluarkan oleh Periplus Inc. Berkeley, California 1991, sebuah wadah sosial milik misionaris, yang menye­butkan tentang daerah yang terpengaruh Islam. 

Dalam kitab Negarakertagama, pada abad ke-14 di sana ditulis tentang kekuasaan Kerajaan Majapahit di Jawa Timur, di mana di sana disebutkan dua wilayah di Irian yakni Onin dan Seran.5 Bahkan lebih lanjut dijelaskan, “Namun demikian, armada-armada perdagangan yang berdatangan dari Maluku dan barangkali dari pulau Jawa di sebelah barat kawasan ini, telah memiliki pengaruh jauh sebelumnya.”

Pengaruh ras austronesia dapat dilihat dari kepemimpinan raja di antara keempat suku, yang boleh jadi diadaptasi dari Kesultanan Ternate, Tidore dan Jailolo. Dengan politik kontrol yang ketat di bidang perdagangan, pengaruh kekuasaan Kesultanan Ternate ditemukan di Raja Ampat, di Sorong, di seputar Fak­-Fak dan di wilayah Kaimana.

Sumber cerita rakyat mengisahkan bahwa daerah Biak Numfor telah menjadi bagian dari wilayah kekuasaan Sultan Tidore. Sejak abad ke-XV, sejumlah tokoh lokal bahkan diangkat oleh Sultan Tidore menjadi pemimpin-­pemimpin di Biak. Mereka diberi berbagai macam gelar yang merupakan jabatan suatu daerah. Sejumlah nama jabatan itu sekarang ini dapat ditemui dalam bentuk marga/fam penduduk Biak Numfor.6

Keberadaan Islam Bacan di Maluku sejak tahun 1520 M dan telah menguasai beberapa daerah di Papua pada abad XVI telah tercatat dalam sejarah. Sejumlah daerah seperti Waigeo, Misool, Waigama dan Salawati pada abad XVI telah mendapat pengaruh dari ajaran Islam. Melalui pengaruh Sultan Bacan inilah sejumlah pemuka masyarakat di pulau-pulau tadi memeluk agama Islam, khususnya yang di wilayah pesisir. Adapun yang di pedalaman masih tetap menganut faham animisme.

Thomas Arnold, seorang orientalis berke­bangsaan, Inggris memberi catatan kaki dalam kaitannya dengan wilayah Islam tersebut, “Beberapa suku Papua di Pulau Gebi antara Waigyu dan Halmahera telah diislamkan oleh kaum pendatang dari Maluku.”

Tentang masuk dan berkembangnya syiar Islam di daerah Papua, lebih lanjut Arnold menjelaskan, “Di Irian sendiri, hanya sedikit penduduk yang memeluk Islam. Agama ini pertama kali dibawa masuk ke pesisir barat (mungkin Semenanjung Onin) oleh para pedagang Muslim yang berusaha sambil berdakwah di kalangan penduduk, dan itu terjadi sejak tahun 1606. Namun, tampaknya kemajuannya berjalan sangat lambat selama berabad-abad kemudian.”

Jika ditinjau dari laporan Arnold tersebut, berarti masuknya Islam ke daerah Papua terjadi pada awal abad ke-17, atau dua abad lebih awal dari masuknya agama Kristen Protestan yang masuk pertama kali di daerah Manokwari pada tahun 1855, yaitu ketika dua orang misionaris Jerman bernama C. W. Attow dan G.J. Geissler mendarat dan kemudian menjadi pelopor kegiatan missionaris di sana.7
 
Nama kedua tokoh misionaris tersebut sekarang banyak diabadikan dalam bentuk rumah sakit maupun sekolah tinggi di Papua.

Dalam buku Nieuw Guinea, WC. Klein mencerita­kan, “De Heer Pieterz maakte on 1664 eenwreks naar Onin. Indie raiswaren ook een aanta! mensen uit Soematera, Waarin de Heer Abdul Ghafur betrokken is (Tuan Pieterz pada tahun 1664 melaku­kan perjalanan ke Onin; ikut serta beberapa orang dari Sumatera, termasuk Abdul Ghafur).”8 [Annisaa Al-Muqarrabina - Bersambung]

Catatan kaki:

1 Ali Athwa, Islam atau Kristenkah Agama Orang Irian?, hlm. 38.
2 Ibid, hlm. 41.
3 Ibid.
4 Ibid.
5 Ibid.
6 Kasibi Suwiryadi Drs. H, Sebuah Risalah: Sejarah Islam dan Masa Depannya di Irian Jaya, 1997, hlm. 8
7 Ibid, hlm. 9.
8 Kanwil Depag “Prop. Irian Jaya”, him. 32.




Sumber

Kerajaan Gowa Tallo (Ekspidisi Islam oleh Serambi Madinah - Bagian IV)



Prinsip damai Kerajaan Gowa dalam menyebarluaskan Islam dapat dicermati ketika Raja Gowa XIV Sultan Alauddin bersama Mangkubumi (Raja Tallo) Sultan Awwalul Islam dan pasukannya mendatangi Bone untuk mengajak memeluk Islam. Mereka tiba di Bone dan mengambil tempat di Palette. La Tenriruwa, Raja Bone XI, adalah raja Bone yang pertama memeluk agama Islam. Setelah mengadakan pembicaraan antara Raja Gowa dan Raja Bone, rakyat Bone dikumpulkan di suatu lapangan terbuka karena Raja akan menyampaikan sesuatu kepada mereka. Berkatalah Raja Bone La Tenriruwa kepada rakyat banyak:
Hai rakyat Bone, saya sampaikan padamu, bahwa kini Raja Gowa datang ke Bone menunjukkan jalan lurus bagi kita sekalian ialah agama Islam, mari kita sekalian terima baik Raja Gowa itu. Karena bagi saya sendiri sudah tidak ada kesangsian apa-apa. Saya sudah yakin benar bahwa Islam inilah agama yang benar, yaitu menyembah kepada Tuhan Yang Maha Esa dan mengikut Nabi Muhammad saw.
Selanjutnya Raja Bone La Tenriruwa berkata lagi:
Memang ada kata sepakat moyang kami dengan Raja Gowa yang mengatakan, bahwa barangsiapa di antara kita mendapat kebaikan, dialah menuntun di depan. Raja Gowa berkata bahwa bila agama Islam diterima oleh kita, maka Gowa dan Bone adalah dua sejoli yang paling tangguh di tengah lapangan. Bila kita terima agama Islam, maka kita tetap pada tempat kita semula. Akan tetapi, bila kita diperangi dahulu dan dikalahkan, baru kita terima agama Islam, maka jelas rakyat Bone akan menjadi budak dari Gowa. Saya kemukakan keterangan ini, kata Raja Bone La Tenriruwa, bukan karena saya takut berperang lawan orang-orang Makassar. Tapi kalau semua kata-kata dan janji Raja Gowa itu diingkarinya, maka saya akan turun ke gelanggang, kita akan lihat saya ataukah Raja Gowa yang mati.
Demikian isi pidato Raja Bone La Tenriruwa kepada rakyat banyak.1

Kalau kita mencermati petikan pidato di atas dapat dipahami, bahwa betapa Raja Gowa memiliki maksud yang baik kepada Raja Bone dan Rakyat Bone untuk hanya semata-mata agar memeluk Islam. Bahkan dikatakan kepada mereka, jika mau memeluk Islam maka Kerajaan Bone dan Gowa hidup sejoli yang saling menguatkan satu sama lain. Namun, sekalipun Raja Bone La Tenriruwa sudah memeluk Islam lalu mengajak rakyatnya, maka rakyatnya pun menolak bahkan Ade’ Pitue (Hadat Tujuh) memecat La Tenriruwa dari tahtanya, dan bermufakat mengangkat La Tenripale to Akkapeang menjadi raja Bone XII (1611-1625). Akhirnya, Raja Bone XII inilah yang berperang dengan Raja Gowa sehingga ditaklukkan oleh Gowa, kemudian mereka masuk Islam.

Abdul Razak Daeng Patunru’ (1969: 21) menguraikan bagaimana Gowa mengajak kerajaan-kerajaan memeluk Islam, “Pada hakekatnya Raja Gowa sebagai seorang Muslim dan memegang teguh prinsip agama Islam, bahwa penyebaran Islam harus dilakukan secara damai. Pada mulanya sama sekali tidak bermaksud untuk memaksa raja-raja menerima Islam, tetapi karena ternyata kepada Baginda, bahwa selain raja-raja itu menolak seruan Baginda, mereka pun mengambil sikap dan tindakan yang nyata untuk menentang kekuasaan dan pengaruh Gowa yang sejak dahulu telah tertanam di tanah-tanah Bugis pada umumnya.”

Hubungan Kerajaan Gowa dengan Khilafah Islamiyah

Hubungan Kerajaan Gowa dengan Khilafah Islamiyah pada waktu itu, yang dapat kita pahami adalah dalam hal pemberian gelar “sultan” kepada raja-raja Gowa yang diberikan oleh Mufti Makkah menurut penuturan Andi Kumala Idjo, SH sebagaimana sudah disebutkan sebelumnya. 

Mirip dengan pernyataan Prof. DR. M. Ahmad Sewang, pakar Sejarah UIN Alauddin Makassar,2 bahwa memang pada masa kerajaan-kerajaan dulu telah masuk Islam, ada semacam pengakuan atau legitimasi yang harus datang dari Turki Utsmani sebagai spiritual power (Dunia Islam masa itu) kepada raja terpilih. Beliau mencontohkan legitimasi Sultan Buton oleh Turki Utsmani sekalipun beliau mengatakan tidak sejauh itu pernah membahas masalah ini. Hanya saja, Bapak Prof. Sewang menambahkan, bahwa Turki Utsmani adalah Khalifah.

Selain itu yang dapat kita lihat adalah foto Raja Gowa yang ke-33, I Mallingkaan Daeng Nyonri Sultan Idris (1893-1895), yang terpajang di Museum Ballalompoa saat ini, menurut Andi Kumala Idjo, SH adalah pakaian Turki dilihat dari baju dan songkok Turkinya.3 [Gus Uwik]

Catatan kaki:
  1. H.A. Massiara Dg. Rapi, Menyingkap Tabir Sejarah dan Budaya di Sulawesi Selatan (hlm. 63-91), Lembaga Penelitian dan Pelestarian Sejarah dan Budaya Sulawesi Selatan TOMANURUNG, 1988.
  2. Prof. Dr. Ahmad Sewang, MA, “Wawancara”, LF HTI Gowa, Desember 2007
  3. Andi Kumala Idjo, SH. “Wawancara”, LF HTI Gowa, Desember 2007



Sumber

Kerajaan Gowa-Tallo (Ekspedisi Islam oleh Serambi Madinah – Bagian III)

Add caption














Penerapan Syariah 

Di Kerajaan Wajo, setelah Arung Matowa (Raja) Wajo ke-XII yang bernama La Sangkuru’ Mulajaji memeluk Islam tahun 1610, Raja Gowa selanjutnya mengirim ulama Minangkabau, Sulaiman Khatib Sulung, yang sudah kembali dari Luwu’. Khatib Sulung mengajarkan keimanan kepada Allah dan segala larangan-larangannya, seperti: 1 

(1) dilarang mappinang rakka’ (memberi sesajen pada apa saja); 
(2) dilarang mammanu-manu’ (bertenung tentang alamat baik-buruk melakukan suatu pekerjaan); 
(3) dilarang mappolo-bea (bertenung melihat nasib); 
(4) dilarang boto’ (berjudi); 
(5) dilarang makan riba (bunga piutang); 
(6) dilarang mappangaddi (berzina); 
(7) dilarang minum pakkunesse’ (minuman keras); 
(8) dilarang makan cammugu-mugu (babi); dan 
(9) dilarang mappakkere’ (mempercayai benda keramat).

Setelah ketentuan-ketentuan ditetapkan maka Arung Matowa Wajo mempercayakan pengurusan dan penyusunan aparat sara’ (pejabat syariah, pen.) kepada Sulaiman Khatib Sulung. Sebagaimana sudah kita sebutkan sebelumnya, Parewa Sara’ inilah yang mendampingi Raja dalam menjalankan syariah Islam. Jika terjadi pelanggaran terhadap larangan-larangan di atas, pasti pelakunya akan dijatuhi hukuman/sanksi sesuai syariah Islam. Hal serupa juga terjadi pada seluruh Kerajaan di bawah kekuasaan Gowa ini. Sebabnya, secara umum berlaku sistem Pangngadakkan/Pangngaderreng selalu terdiri dari Pampawa Ade’ dan Parewa Sara’.

Bidang Hukum/Pperadilan

Lembaga Pangngadakkan/pangngaderreng terdiri dari Pampawa Ade’ (pelaksan adat), yaitu Raja dan pembantu-pembantunya, dan Parewa Sara’ (pejabat syariah), yaitu Ulama, Qadhi, Imam, dan lain-lain. Kadi (Qadhi) inilah yang menjadi hakim. Dia mengadili segala perkara dalam penerapan syariah Islam. Sekalipun fungsi kadi (qadhi) ini tidak hanya mengadili perkara tentang syariah Islam, sebagai pejabat sara’ ia juga mengatur urusan upacara-upacara keagamaan (hari besar Islam, pen.) seperti Maulid Nabi Muhammad saw., Isra’ Mikraj Nabi, Sembahyang (Shalat, pen.) Id dan lain-lain yang diadakan di Istana Raja;2 juga urusan pernikahan dan urusan kematian terutama keluarga Raja. 

Keberadaan kadi (qadhi), yang sering juga disebut kali, bisa kita jumpai setidaknya sebagai mewakili seluruh kerajan yang lain, yakni Kerajaan Gowa sebagai pemimpin kerajaan-kerajaan lainnya, diangkat seorang kali (kadi) dengan sebutan Daengta Kalia3 atau Daengta Kali Gowa.4 Di Kerajaan Bone juga diangkat kali (kadi) dengan sebutan Petta KaliE . Disebut Petta karena semua kali diangkat dari kalangan bangsawan. “Petta” adalah sebutan bangsawan berarti “Tuanku”. Di Kerajaan Wajo juga diangkat kali (kadi).5

Keberadaan qadhi (kadi/kali) yang sering juga disebut Daengta Kalia/Petta KaliE menunjukkan bahwa penerapan syraiah Islam sudah terlembaga dengan sitematis pada waktu itu.


Bidang Politik dan Pemerintahan

Pemberian gelar “Sultan” kepada Raja.


Raja Gowa XIV I Mangarangi Daeng Manrabiah yang memeluk Islam pertama kali dari raja-raja Gowa bersama pamannya I Mallingkaan Daeng manyonri’ (Raja Tallo) selaku Mangkubumi (kepala pemerintahan/perdana menteri) Kerajaan Gowa. Kemudian I Mangarangi Daeng Manrabiah diberi gelar Sultan Alauddin, sedangkan I Mallingkaan Daeng Manyonri diberi gelar Sultan Awwalul Islam. Menurut Andi Kumala Idjo, SH, putra Mahkota Kerajaan Gowa sekarang, gelar “Sultan” ini diberikan oleh Mufti Makkah.6 Sejak Raja Gowa XIV itulah gelar “Sultan” diberikan kepada setiap raja Gowa berikutnya, semisal Raja Gowa XV I Mannuntugi Daeng Mattola Karaeng Lakiung, diberi gelar Sultan Malikussaid oleh Mufti Arabia.7 Begitu pula Raja Gowa XVI, I Mallombasi Daeng Mattawang diberi gelar Sultan Hasanuddin. Demikian seterusnya. 

Pemberian gelar “Sultan” ini oleh Mufti Makkah/Arabia menunjukkan adanya hubungan struktural Kesultanan Gowa dengan Negara Khilafah Islamiah pada waktu itu. Makkah adalah bagian integral dari Kekhilafahan Islam, yakni Makkah sebagai wilayah kegubernuran (wali) dari Khilafah Islamiyah. Pada tahun 1605 saat Rja Gowa XIV telah memeluk Islam, masa itu Khilafah dipimpin oleh Khalifah Ahmad I (1603-1617) dari Kekhalifahan Bani Utsmaniyah.

Menerapkan syariah Islam.

Setelah Islam menjadi agama resmi Kerajaan Gowa-Tallo’, Kerajaan ini kemudian menerapkan syariah Islam melalui lembaga Parewa Sara’ (Pejabat Syariah, pen.) yaitu Ulama, Qadhi (Kali/Kadi), Imam, dst. Sekalipun masih tetap ada Lembaga Pampawa Ade’ (pelaksana Adat), yaitu raja dan pembatu-pembantunya, syariah tetap masih mengakomodasi hukum-hukum adat yang tidak bertentangan dengan syariah Islam. Contoh-contoh penerapannya sudah disebutkan di atas.

Kerajaan menyebarkan Islam.

Penyebaran Islam dilakukan baik melalui pendekatan struktural maupun kultural. Pendekatan struktural dilakukan Kerajaan Gowa-Tallo dengan menyebarkan Islam kepada rakyat Gowa-Tallo dan juga segera menyebarkannya ke kerajaan-kerajaan lainnya. Adapun pendekatan kultural dilakukan dengan cara Kerajaan mengutus para mubalig ke seluruh pelosok-pelosok daerah. 

Perlu dicatat, bahwa penyebaran Islam oleh Kerajaan Gowa-Tallo kepada rakyat ataupun raja-raja memegang teguh prinsip mengajak dengan cara damai. Bisa kita lihat bagaimana Kerajaan Ajatappareng (Suppak, Sawitto, Rappang dan Sidenreng) memeluk Islam dengan cara damai setelah diajak oleh Gowa. Berbeda halnya ketika Kerajaan yang diajak oleh Gowa memeluk Islam, lalu menolak Islam, maka Gowa akan memeranginya, seperti yang dilakukannya terhadap Kerajaan Tellumpoccoe (Bone, Soppeng dan Wajo) sampai ditaklukkannya.

Ini menunjukkan bahwa Gowa sebagai institusi pemerintahan menyadari kewajibannya untuk menyebarkan Islam kepada siapa saja dan dimana saja.

Catatan kaki:
1 H.A. Massiara Dg. Rapi, Menyingkap Tabir Sejarah dan Budaya di Sulawesi Selatan (hlm. 63-91), Lembaga Penelitian dan Pelestarian Sejarah dan Budaya Sulawesi Selatan TOMANURUNG, 1988.
2 Ibid.
3 Ibid.
4 Ibid.
5 Ibid.
6 Andi Kumala Idjo, SH. “Wawancara”, LF HTI Gowa, Desember 2007
7 H.A. Massiara Dg. Rapi, Menyingkap Tabir Sejarah dan Budaya di Sulawesi Selatan (hlm. 63-91), Lembaga Penelitian dan Pelestarian Sejarah dan Budaya Sulawesi Selatan TOMANURUNG, 1988.




Sumber

Copyright @ 2013 PEJUANG ISLAM.