Kamis, 19 Desember 2013

Mahmud I, Osman III, Mustafa III, Abdul Hamid I, dan Selim III

Mahmud I 


Mahmud I (bahasa Arab محمودالأول) (2 Agustus 169613 Desember 1754) adalah Sultan Kesultanan Usmaniyah dari 1730 hingga 1754. Ia adalah putera Mustafa II (1695–1703) dan kakanda dari Osman III (1754–57).

Mahmud I diakui sebagai sultan oleh pemberontak begitupun pejabat pengadilan namun beberapa minggu setelah penobatannya negara berada di tangan pemberontak. Ketua mereka, Patrona Halil, berpacu dengan sultan baru ke Masjid Eyub di mana upacara Mahmud I yang segera mulai dengan pedang Othman dilaksanakan; banyak perwira kepala yang didepak dan pengganti mereka yang diangkat atas perintah pemberontak yang pemberani yang telah bertugas di tingkat Yennisari dan yang muncul sebelum sultan bertelanjang kaki dan di seragam lamanya sebagai prajurit biasa. Seorang jagal Yunani yang bernama Yanaki telah menghargai Patrona dan meminjaminya uang selama 3 hari kekacauan. Patrona menunjukkan terima kasihnya dengan memaksa Divan mengangkat Yanaki sebagai Hospodar Moldova. Keangkaraan kepala pemberontak membuatnya tak lama didukung. Khan Krimea, yang diancam mundur, berada di Istambul dan dengan asistennya Wazir Agung, Mufti dan Aga Yeniceri berhasil membebaskan pemerintahan dari perbudakan. Patrona dibunuh dalam kehadiran sultan setelah sebuah Divan yang ia meminta perang mesti dideklarasikan terhadap Rusia. Istri Yunaninya, Yanaki, dan 7.000 orang yang mendukungnya juga dihukum mati. Kecemburuan yang dirasakan perwira Yenisari terhadap Patrona, dan kesiapan mereka untuk membantu pengancurannya, banyak membantu pengerahan tenaga pendukung Mahmud I dalam mengakhiri pemerintahan pemberontak setelah berlangsung hampir 2 bulan.

Masa-masa akhir pemerintahan Mahmud I didominasi perang dengan Persia dan Rusia.
Mahmud I mempercayakan pemerintahan kepada wazirnya dan menghabiskan sebagian besar waktunya menyusun puisi.

Sumber
---------------------------------------------------------------------------------------------------------

Osman III


Osman III (bahasa Turki Ottoman: عثمان ثالث ‘Osmān-i sālis) (2 Januari 169930 Oktober 1757) adalah Sultan Turki Utsmani dari 1754 hingga 1757.

Adinda dari Mahmud I (1730–54) dan putra Mustafa II (1695–1703), Osman III sebenarnya pangeran tiada arti. Masa jabatannya yang pendek dicatat sebagai masa di mana intoleransi di antara nonmuslim (Orang Kristen dan Yahudi diminta mengenakan pakaian atau lencana khusus) bertambah dan kebakaran di Istanbul.

Osman III menghabiskan sebagian besar hidupnya di tahanan, dan saat menjadi Sultan ia menunjukkan keanehan tingkah laku. Tak seperti sultan sebelumnya, ia benci musik, dan mengusir semua musikus keluar istana. Juga tinggal di "kafes", istana tahanan di "harem" yang berisi para budak rumah tangga wanita ia tak menyukai persahabatan dengan wanita, sehingga ia mengenakan sepatu besi agar tak melalui jalanan dengan wanita manapun. Dengan mengenakan sepatu itu mereka akan mendengarnya mendekat lalu menjauh.

Sumber
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Mustafa III


Mustafa III (bahasa Arab: مصطفى الثالث) (lahir 28 Januari 1717, meninggal 21 Januari 1774) adalah sultan Kesultanan Usmaniyah. Seorang penguasa yang bersemangat dan cerdik, Mustafa III mencoba memodernkan pasukan dan mesin dalam negeri untuk membawa negerinya sama dengan Kuasa Eropa. Ia melindungi layanan jenderal asing untuk mengawali reformasi infantri dan artileri. Sultan juga memerintahkan pendirian Akademi Matematika, Navigasi, dan Sains.

Sayangnya negara Ottoman telah menurun begitu jauh. Sadar akan lemahnya militer negerinya, Mustafa III menghindari perang dan tak sanggup mencegah aneksasi Krimea oleh Katarina II dari Rusia (1762–96). Namun, aksi ini, bersama dengan agresi Rusia lebih lanjut di Polandia memaksa Mustafa III menyatakan perang di St. Petersburg segera sebelum kematiannya.

Dalam serangkaian korespondensi antara pemikir Prancis terkemuka Voltaire dan Katarina yang Agung, Mustafa III selalu menjadi bahan ejekan, dan Voltaire menyebutnya "gemuk dan bodoh". [1]
Mustafa memiliki 2 putera yang bernama Selim dan Mohammed. Ia juga memiliki 5 puteri.

Sumber
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Abdul Hamid I

Abd-ul-Hamid I (20 Maret 1725 - 7 April 1789) adalah sultan Turki Ottoman dari 1774 hingga kematiannya.

Abd-ul-Hamid I adalah seorang penguasa yang lemah. Perang diumumkan terhadap Kekaisaran Rusia dan kurang dari setahun ia naik tahta, pasukannya kalah dalam Pertempuran Kozluja yang membuat Turki Usmani terpaksa menandatangani Perjanjian Küçük Kaynarca pada tanggal 21 Juli 1774. Meskipun banyak kelemahan, ia dipandang sebagai sultan paling berhasil di negaranya karena ia membentuk pasukan pemadam kebakaran, menjalankan kebijakan reformasi, perbaikan militer, naiknya standar pendidikan, dll.
Abd-ul-Hamid I kemudian berhasil meredam sejumlah pemberontakan di sejumlah provinsi, namun ia kehilangan Krimea setelah berperang melawan Rusia, 2 tahun sebelum kematiannya.

Sumber
------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Selim III


Sultan Selim III (lahir di Istanbul, 24 Desember 1761 – meninggal di Istanbul, 28 Juli 1808 pada umur 46 tahun) adalah Sultan Turki Usmani, ananda dari Mustafa III dan menggantikan pamandanya Abd-ul-Hamid I. Ia memerintah antara 7 April 1789 hingga 29 Mei 1807. Seorang pecinta musik, Sultan Selim III juga seorang komponis dan pemain sandiwara yang bagus.

Pasukan Yennisari menggulingkan Sultan Selim III dan ia digantikan oleh keponakannya Mustafa IV. Selim III sendiri meninggal akibat dibunuh.


Sumber




Mehmed IV, Suleiman II, Ahmed II, Mustafa II, dan Ahmed III

Mehmed IV

Mehmed IV juga dikenal sebagai Mohammed IV (bahasa Arab محمد الرابع) (lahir 2 Januari 1642, mangkat 1693) adalah sultan Turki Ottoman dari 1648 hingga 1687. Ia adalah putra Sultan İbrahim I dan permaisurinya Turhan Hadice.

--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Suleiman II


Suleiman II (15 April 16421691) (bahasa Turki Utsmani: سليمان ثانى Süleymān-i sānī) adalah Sultan Turki Utsmani dari 1620 hingga 1666. Adinda Mehmed IV (1648–87), Suleiman II menghabiskan sebagian besar hidupnya di kafes (sangkar), sejenis tahanan mewah buat pangeran di Istana Topkapı (diancang untuk memastikan takkan ada pemberontakan).

Saat didekati naik tahta setelah terdepaknya kakandanya pada 1687, Suleiman II mengira bahwa delegasi itu akan datang membunuhnya dan satu-satunya cara memengaruhi adalah ia bisa digoda keluar istananya untuk bersiap dianugerahi pedang khalifah secara seremonial.
 
Sulit mengendalikan diri, Suleiman II membuat pilihan cerdas dengan mengangkat Ahmed Faizil Köprülü sebagai Raja Muda. Di bawah kepemimpinan Köprülü Turki menghambat gerak maju Austria ke Serbia dan membasmi pemberontakan di Bulgaria. Selama gerakan mengambil kembali Hongaria timur, Köprülü dikalahkan dan syahid di tangan Ludwig Wilhelm dari Baden dalam Szlankamen pada 1690. Suleiman II sendiri mangkat setahun kemudian.

Sumber
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Ahmed II

 Ahmed II (bahasa Turki Ottoman: احمد ثانى Aḥmed-i sānī) (25 Februari 16431695) adalah Sultan Turki Ottoman dari 1691 hingga 1695. Ahmed II adalah putra Sultan Ibrahim I (1640–48) dan menggantikan saudaranya Suleiman II (1687–91) pada 1691.

Tindakan Ahmed II yang banyak diingat adalah pengangkatan Mustafa Köprülü sebagai raja muda. Hanya beberapa minggu setelah kenaikannya Kesultanan Ottoman mendapat kekalahan besar dalam Pertempuran Slankamen dari Austria di bawah Ludwig Wilhelm dari Baden dan dipukul ke Hongaria. Selama 4 tahun masa pemerintahannya bencana demi bencana terus melanda negerinya, dan pada 1695 Ahmed II meninggal, lelah akibat penyakit dan kedukaan.

Sumber
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Mustafa II

Mustafa II (bahasa Turki Utsmani: مصطفى ثانى Muṣṭafā-yi sānī; lahir 6 Februari 1664 – meninggal 28 Desember 1703 pada umur 39 tahun) adalah Sultan Turki Utsmani dari 1695 hingga 1703. Ia adalah putra sultan Mehmet IV (1648–87) dan turun tahta demi kepentingan saudaranya Ahmed III (1703–30) pada 1703.

Di akhir kekuasaannya, Mustafa II mencoba memperbaiki kekuasaan, yang hanya menjadi jabatan simbolis sejak pertengahan 1600-an, saat Mehmed IV memberikan kekuasaannya pada Raja Muda. Strategi Mustafa II adalah menciptakan dasar alternatif baginya membuat kedudukan timar, anggota kavaleri Kesultanan Ottoman, setia padanya. Namun, timar-timar itu, pada titik ini bertambah menjadi bagian usang mesin militer Turki Utsmani.

Strategi itu (disebut "kejadian Edirne" oleh sejarawan) gagal, dan Mustafa II didepak pada tahun yang sama, 1703.

Sumber
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Ahmed III


Ahmed III (30 Desember 1673 – 1 Juli 1736) adalah khalifah Turki Usmani dan putra Sultan Mehmed IV. Naik tahta berkat Bâb-ı Âli pada tahun 1703 setelah mundurnya saudaranya Mustafa II.

Ahmed membangun hubungan baik dengan Inggris, mengingat ancaman Rusia. Negaranya memberikan perlindungan pada Raja Karl XII dari Swedia yang kalah perang dalam Pertempuran Poltava pada tahun 1709 di zaman Tsar Pyotr Agung. Karena harapannya untuk berperang mewanan Rusia, sultan ini mengumumkan perang terhadap saingannya di utara, di bawah pimpinan Wazir Agung Baltaji Mahommed Paşa pasukan Turki berhasil memaksa Rusia bertekuk lutut di Sungai Prut tahun 1711.

Perang itu diakhiri dengan perjanjian yang menuntut pengembalian Azov kepada Turki, penghancuran sejumlah benteng yang dibangun untuk Rusia, sedangkan Tsar berjanji untuk berhenti ikut campur dalam urusan Persemakmuran Polandia-Lituania. Harapan Sultan untuk berjalan menerobos Moskow hampir saja berhasil kalau saja tidak ada serangan Safavid ke negaranya.

Serangan Persia menimbulkan kekacauan di dalam negeri, menimbulkan pemberontakan Yennisari, yang menyebabkannya turun tahta pada bulan September 1730. Ia mangkat dalam tahanan 5 tahun kemudian.
Pemerintahan Ahmed III, yang berlangsung selama 27 tahun, meski ditandai dengan bencana Perang Turki Besar, tidak berhasil karena daerah Balkan terpaksa hilang ke tangan Monarki Habsburg. Di masanya, keuangan Turki berjalan baik, diperoleh tanpa pajak berlebihan maupun PungLi. Di masa pemerintahannya pula, terjadi perubahan penting di Kepangeranan Donau.


Sumber


 

Mustafa I, Osman II, Murad IV, dan Ibrahim I

Mustafa I


Mustafa I (159220 Januari 1639) (bahasa Arab: مصطفى الأول) adalah Sultan Turki Utsmani dari 1617 hingga 1618 dan dari 1622 hingga 1623.

Saudara Ahmed I (1603–17), Mustafa I dilaporkan menderita retardasi mental atau setidaknya mengidap penyakit saraf dan tak pernah lebih dari seprangkat klik pengadilan di Istana Topkapı. Semasa pemerintahan saudaranya, ia dikurung di ruangannya dalam penjara sesungguhnya selaam 14 tahun.

Pada 1618 ia dijatuhkan untuk kepentingan keponakannya Osman II (1618–22), namun setelah pembunuhan Osman II pada 1622 ia naik tahta kembali dan menjabatnya hingga dijatuhkan dan dipenjara oleh saudara Osman II, Murad IV (1623–40). Mustafa I meninggal 16 tahun kemudian.

Sumber
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------

Osman II


Osman II (juga Genç Osman – arti Osman Muda – bahasa Turki) (bahasa Turki Usmani عثمان ثانى ‘Osmān-i sānī) (3 November 160420 Mei 1622) adalah Sultan Turki Usmani dari 1618 hingga kematiannya pada tanggal 20 Mei 1622.

Osman II adalah putra Sultan Ahmet I (1603–17) dan permaisurinya Sultan Mâhfirûze yang berdarah Yunani [1]. Di usia muda, ibundanya memperhatikan pendidikannya, sebagai akibatnya Osman II menjadi penyair terkenal dan menguasai banyak bahasa, termasuk bahasa Arab, Persia, Yunani, Latin dan Italia. Ia naik tahta pada usia 14 sebagai akibat kudeta terhadap pamandanya Mustafa I (1617–18, 1622–23). Walaupun muda, Osman II sefera mencoba menampakkan diri sebagai penguasa, dan setelah mengamankan perbatasan timur khilafah dengan menandatangani perjanjian damai dengan Safavid, secara pribadi ia memimpin serangan atas Polandia selama Peperangan Jago-jago Moldova. Dipaksa menandatangani perjanjian damain dengan Polandia setelah Pertempuran Chotin (Chocim) (yang nyatanya, pengepungan Chotin yang dipertahankan oleh Jan Chodkiewicz) antara September-Oktober 1621, Osman II kembali ke Istanbul dengan rasa malu, menyalahkan pasukan Yeniceri dan ketidakcukupan para negarawannya atas penghinaannya.

Barangkali sultan pertama yang mengenali Yenisari sebagai lembaga yang lebih banyak membahayakan, Osman II menutup toko kopi mereka (tempat bertemu untuk merencanakan konspirasi terhadap pemerintahan) dan mulai merencanakan pasukan etnis Turki yang baru dan setia, terdiri atas orang Turki Anatolia, Suriah, dan Mesir beserta orang Turkmen. Hal ini mengakibatkan pemberontakan Yenissari, yang mencoba memenjarakan sultan yang masih muda itu. Saat seorang algojo dikirim untuk mencekiknya, Osman II menolak menyerah dan mulai bergulat dengan lelaki itu dan bisa diatasi saat ia dihantam di punggung dengan kapak oleh salah satu tahanan. Setelah itu ia dicekik. Kemungkinan lain, pelancong Turki Evliya Çelebi mencatat bahwa setelah putting up a desperate struggle, Osman II dihukum mati dengan tali atas perintah Wazir Agung Kara Davut Pasha setelah dibuat tidak berdaya oleh prajurit kavaleri dengan 'mengompres zakarnya'.

Osman II adalah sultan yang amat progresif, namun kurangnya calon profesional dan berkemauan keras menyebabkan reformasi yang dilaksanakannya menyebabkan kejatuhannya. Sebagai penguasa ia cerdik dan energik. Tak seperti kebanyakan pendahulunya ia tampil lebih baik. Kekurangan terburuknya sebagai politikus kemungkinan ia terlalu banyak mencoba terlalu awal.

Sumber
------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Murad IV


Murad oğlu Ahmed atau Murad IV (16 Juni 16129 Februari 1640) adalah Sultan Turki Utsmani antara 10 September 1623-9 Februari 1640, terkenal karena perbaikan otoritas negara dan kebrutalan metodenya. Ia adalah anak dari Sultan Ahmed I dan Sultan Kosem yang berdarah Yunani.

Naik tahta melalui sebuah konspirasi pada tanggal 10 September 1623, ia menggantikan pamandanya Mustafa I pada usia 11. Di masa yang panjang Murad IV berada dalam kendali kerabat-kerabatnya, dan selama tahun-tahun pertama pemerintahannya sebagai sultan, ibundanya (Valide Sultane), Kösem, memegang kekuasaan. Negaranya jatuh dalam keadaan anarki : serangan Safavid terhadap khilafah yang begitu cepat, pergolakan di Turki Utara dan serbuan Yeniçeri ke istana pada tahun 1631 yang membunuh wazir agung. Murad IV takut akan nasib kakandanya Osman II, memutuskan untuk menuntut kekuasaanya. Ia mengeluarkan perintah untuk membunuh saudaranya Beyazid pada tahun 1635, diikuti oleh eksekusi terhadap 2 saudaranya setahun kemudian.

Ia mencoba memberantas korupsi yang telah berkembang semasa pemerintahan sultan terdahulu. Terhadap hal ini ia mengubah sejumlah kebijakan, seperti membatasi pengeluaran tak berguna. Ia juga melarang alkohol, kopi, dan tembakau. Ia memerintahkan hukuman mati bagi mereka yang melanggar aturan ini. Ia akan meronda di jalanan dan kedai seluruh Istanbul dengan berpakaian seperti rakyat biasa di malam hari, menyaksikan penegakan hukum ini. Jika saat meronda di dalam ia menyaksikan prajurit merokoq atau mabuk-mabukan, ia akan membunuhnya di tempat. Konon, ia sendiri seorang peminum alkohol, walaupun ia melarangnya.

Secara militer, pemerintahan Murad IV terkenal akan perang terhadap Persia di mana pasukan Turki menaklukkan Azerbaijan dan Tabriz. Bagdad takluk pada tahun 1638, setelah mengepungnya. Perjanjian perdamaian ditandatangani pada tahun 1639 (perjanjian Kasr-i Shirin) sebelum kematiannya.
Murad IV sendiri memerintahkan serbuan terhadap Mesopotamia dan terbukti menjadi panglima tertinggi handal. Selama gerakannya ke sana, ia meredam semua pemberontakan di Anatolia. Sebagai akibatnya, banyak nama tempat sekitar yang dinamai menurut namanya.

Ia mangkat pada usia 27 tahun akibat sirosis hepatis pada tahun 1640. Sebelum mangkat, ia memerintahkan hukuman mati terhadao adindanya Ibrahim, yang berarti akan memangkas garis keturunan Turki Usmani (Ibrahim sendiri adalah satu-satunya lelaki di keluarga kesultanan bila Murad IV meninggal), namun perintah itu tidak dilaksanakan.

Sumber
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------

Ibrahim I


Ibrahim (5 November 1615Istanbul, 12/18 Agustus 1648) adalah Sultan Turki Usmani dari 1640 hingga 1648. Secara tidak resmi ia sering disebut sebagai Ibrahim yang Gila (bahasa Turki: Deli Ibrahim) karena keadaan jiwanya.

Salah satu Sultan Ottoman yang terkenal, ia dibebaskan dari Kafes dan menggantikan kakandanya Murad IV (1623–40) pada tahun 1640, meskipun bertentangan dengan harapan Murad IV, yang telah memerintahkannya dibunuh. (Murad IV sendiri menggantikan kakandanya Osman II pada tahun 1622). Mewarisi semua kekejaman namun tidak kemampuan kakandanya, Ibrahim membawa negaranya hampir jatuh di jangka waktu yang singkat — barangkali sama dengan kekuasaan Phocas (602–610) dari Kekaisaran Bizantium. Mungkin karena menderita kelabilan mental, ia disebut-sebut menderita neurasthenia, dan juga tertekan setelah kematian saudaranya. Pemerintahannya terjadi karena ibundanya yang berdarah Yunani [1], Sultan Kösem, yang tak lama dicegah mengendalikan negara seperti harapannya.

Ia dikenal tergoda dengan wanita gemuk, menitahkan orang-orangnya menemukan wanita paling gemuk. Seorang calon dibawa dari Georgia atau Armenia dan Ibrahim begitu senang dengannya sehingga ia memberinya dana pemerintah dan (kemungkinan) jabatan gubernur. Ia terlihat memberi makan ikan yang hidup di kolam istana dengan koin sehingga ia sering dijuluki Gila.

Awalnya Ibrahim meninggalkan politik, namun akhirnya ia mengadakan peningkatan dan hukuman mati sejumlah wazir. Perang dengan Venesia dikumabdangkan, dan meski La Serenissima turun, kapal-kapal Venesia menang perang sepanjang Aegea, merebut Tenedos (1646),pintu gerbang Laut Dardanella. Pemerintahan Ibrahim berkembang lebih pesat dari yang diperkirakan. Akhirnya, ia dijatuhkan di sebuah kudeta yang dipimpin oleh Mufti Agung. Ada cerita meragukan bahwa Mufti Agung berbuat demikian karena keputusan Ibrahim menenggelamkan 280 orang-orang harem.


Sumber

Murad III, Mehmed III, dan Ahmed I

Murad III

Murad III (bahasa Turki Ottoman: مراد ثالث Murād-i sālis, bahasa Turki:III.Murat) (4 Juli 154615 Januari 1595) adalah Sultan Turki Utsmani dari 1574 hingga kematiannya.

Murad III adalah putera sulung sultan Selim II (1566–74) dan valide sultan Nur-Banu (lahir Cecilia Venier-Baffo) dan menggantikan ayahandanya pada 1574.

Murad naik tahta setelah ayahnya wafat. Otoritasnya dipengaruhi oleh kalangan harem, terutama ibunya dan kemudian istri tercintanya Safiye Sultan. Sedangkan pemerintahan Usmaniyah dikendalikan oleh wazirnya yang jenius Mehmed Sokollu yang memerintah sejak masa Salim II hingga terbu-nuhnya pada Oktober 1579.

Dia memberikan pensiunan tentara sebanyak 110.000 uang mas lira. Kebija-kannya ini mampu membendung gejolak yang sering terjadi apabila uang itu terlam-bat dibagikan. Ia juga memerintahkan pelarangan miras. Namun hal ini ditentang pasukan Jenisari sehingga memaksa agar larangan tersebut dicabut. Ini adalah awal kemunduran Usmaniyah karena Sultan tidak mampu memberlakukan Syariat Islam dan terjadinya penyimpangan pada rakyatnya.

Di awal pemerintahannya (1574), Raja Polska, Henry De Palo melarikan diri ke Perancis. Maka Sultan mengarahkan tokoh-tokoh Polska agar memilih Raja dari Transylvania, sehingga Polska berada dibawah pemerintahan Usmani pada tahun 1575. Dan hal ini diakui Austria pada tahun 1576. Ketika pasukan Tartar pada tahun 1576 menyerang Polska, Sultan Usmaniyah menyatakan perlindungannya. Sultan juga memperbaharui hak-hak Perancis dan Hungaria. Duta perancis mendapatkan posisi yang penting. Banyak Dubes menemui sultan untuk melakukan kesepakatan bisnis yang kelak menjadi sarana ampuh pihak asing melakukan intervensi atas masalah dalam negeri. Tahun 1577 akibat krisis pada di Persia karena wafatnya Shah Tahmasab, Pemerintah Usmaniyah mengirimkan ekspedisi ke Kaukasia dan berhasil menaklukkan Taples dan Karjistan. Setelah itu tahun 1585 memasuki Kota Tabriz. Lalu menguasai Azerbaijan, Georgia, Syairawan dan Luzastan. Tatkala Syah Abbas men-jadi penguasa Persia, ia berusaha melakukan negoisisasi damai dengan Usmaniyah. Dalam perjanjian itu, ia akan menyerahkan semua wilayah yang kini berada ditangan Usmaniyah menjadi wilayah kekuasaan mereka. Ia juga berjanji tidak akan mencela Abu bakar, Umar dan Usman diwilayah yang menjadi kekuasaannya.

Sementara itu pasukan Jenisari melakukan pembangkangan setelah pepe-rangan terhenti sehingga ketika Sultan Murad menugasi mereka memerangi Hu-ngaria, mereka kalah di depan pasukan Austria yang membantu Hungaria. Mereka mampu menduduki beberapa benteng yang setelah itu berhasil direbut kembali Sinan Pasya. Namun penguasa Valechie, Baghdan dan Transylvania memberontak dan bergabung dengan Austria. Usaha Sinan Pasya pada tahun 1594 untuk menaklukannya gagal dan harus kehilangan beberapa kota. Sementara Migrasi orang Yahudi yang dipimpin oleh Abraham dan keluarganya yang bermukim di Thur terpaksa diusir keluar karena mereka bersikap kasar terhadap pendeta Dirsan Caterin dan juga bersikap kejam yang menyebabkan orang-orang kristen mengadu kepada Sultan. Tercatat Ratu Elizabeth I dari Inggris dan Sultan Murad III saling berkirim surat dan utusan. Dalam satu korespodensi, Murad tertarik dengan gagasan bahwa Islam dan Protestan telah "jauh lebih banyak kesamaan daripada dengan Gereja Katolik Roma, karena keduanya menolak penyembahan berhala", dan ini dijadikan alasan persekutuan antara Inggris dan Kesultanan Usmaniyah. Oleh karena itu Inggris mengekspor timah dan peluru meriam dan amunisi untuk Kesultanan Usmaniyah, dan Elizabeth serius membahas operasi militer bersama dengan Murad III selama pecahnya perang dengan Spanyol pada 1585, ketika Francis Walsingham melobi sultan agar melibatkan militer Utsmani untuk melawan Spanyol sebagai musuh bersama.
Sultan Murad wafat pada tanggal 16 Januari 1595.

Sumber
---------------------------------------------------------------------------------------------------------

Mehmed III


Mehmed III (bahasa Turki Ottoman: محمد ثالث Meḥmed-i sālis, bahasa Turki:III.Mehmet) (26 Mei 156622 Desember 1603) adalah sultan Kekhalifahan Turki Utsmani dari 1595 hingga kematiannya.

Mehmed III terkenal di sejarah Ottoman karena memerintahkan pencekikan 16 saudaranya saat naik tahta. Mehmed III adalah penguasa pemalas, meninggalkan pemerintahkan ke tangan ibundanya Safiye Sultan, valide sultan. Peristiwa utama masa pemerintahannya adalah Perang Austria-Ottoman di Hongaria (15961605).

Pasukan Mehmed III menaklukkan Erlau (1596) dan mengalahkan angkatan Habsburg dan Transylvania pada Pertempuran Mezőkeresztes.

Masa pemerintahan Mehmed III tak menyaksikan kemunduran utama Kekholifahan Turki Utsmani.


-----------------------------------------------------------------------------------------------------------
 Pertempuran Keresztes




Tanggal 24 Oktober-26 Oktober 1596
Lokasi Mezőkeresztes, Hungaria Utara
Hasil Kemenangan Utsmaniyah
Pihak yang terlibat
Kekaisaran Utsmaniyah [1] Habsburg Austria
Kekaisaran Suci Romawi
Transylvania
Kerajaan Hungaria
Komandan
Mehmed III
Damat İbrahim Pasha
Maximilian III
Sigismund Báthory
Kekuatan
~150.000
43 meriam
~50.000
termasuk ~5.000 kavaleri
97 meriam
Korban
~20.000 ~12.000[2]


Pertempuran Keresztes atau Pertempuran Mezokeresztes (Mezőkeresztes) adalah pertempuran yang terjadi pada tanggal 24 Oktober-26 Oktober 1596, antara pasukan gabungan Habsburg-Transylvania melawan kesultanan Utsmaniyah, dekat desa di Mezőkeresztes di Hungaria utara. Pertempuran ini berakhir dengan kemenangan Utsmaniyah yang tak terduga.

Referensi

  1. ^ The Historians' History of the World By Henry Smith Williams - Page 439
  2. ^ Ágnes Várkonyi: Age of Reform's, 2004. (Megújulások kora), 27. page.
Sumber
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Ahmed I

Ahmed I (bahasa Turki Utsmani: احمد اول Aḥmed-i evvel, bahasa Turki:I.Ahmet) (18 April 159022 November 1617) adalah Sultan Turki Usmani dari 1603 hingga kematiannya.

Ahmed I menggantikan ayahandanya Mehmed III (1595–1603) pada 1603 dan menjadi sultan pertama Ottoman yang naik tahta sebelum dewasa. Ia penyayang dan peramah, yang ditunjukkannya dengan menolak menghukum mati saudaranya Mustafa (kemudian Mustafa I), yang akhirnya menggantikannya pada 1617. Ia dikenal karena kecakapannya main anggar, balap kuda, dan kefasihan dalam sejumlah bahasa.

Di bagian awal masa pemerintahannya Ahmed I terlihat tegas dan giat, yang diingkari oleh kelakuannya yang kemudian. Perang yang menyertai kenaikannya di Hongaria dan di Persia berakhir tak menguntungkan untuk kesultanan itu, dan gengsinya mencapai tanda dalam Perjanjian Zsitvatorok, ditandangani pada 1606, di mana upeti tahunan yang dibayar oleh Austria dihapuskan. Georgia dan Azerbaijan diserahkan ke Persia.
Ahmed I berhenti bersenang-senang selama akhir masa pemerintahannya, yang berakhir pada 1617, dan demoralisasi dan korupsi menjadi umum di seluruh layanan umum seperti indisipliner di tingkat pasukan. Konon pemakaian tembakau telah diperkenalkan di negara itu selama masa pemerintahannya. Ahmed I mangkat akibat tifus pada 1617.

Kini Ahmed I terutama diingat untuk pembangunan Masjid Sultan Ahmed (juga dikenal sebagai Masjid Biru), salah satu karya besar arsitektur Islam. Daerah di Istanbul sekeliling mesjid itu kini disebut Sultanahmet. Ia dimakamkan di sebuah masoleum di kanan luar dinding mesjid terkenal itu.




Sumber


Selim II

Selim II


Selim II (bahasa Turki Ottoman: سليم ثانى Selīm-i sānī, bahasa Turki: II. Selim) (28 Mei 152412 Desember 1574) adalah Sultan Turki Ottoman dari 1566 hingga kematiannya. Ia adalah putra Suleiman yang Agung (1520–66) dan isteri kesayangannya Roxelana (juga Hurrem atau Anastasia Lisovska).
Setelah naik tahta sesudah intrik istana dan pertentangan saudara, Selim II menjadi sultan pertama yang sama sekali tidak tertarik dengan militer dan mencoba meninggalkan kekuasaan ke tangan para menterinya. Wazir Agungnya Mehmed Sokollu, seorang mualaf Serbia dari daerah yang kini bernama Bosnia dan Herzegovina, mengendalikan sebagian besar urusan negeri, dan 2 tahun setelah naik tahtanya Selim ia berhasil mengadakan perjanjian (17 Februari 1568) dengan Kaisar Romawi Suci Habsburg Maximilian II (1564–76) di Istambul, di mana sang Kaisar bersedia membayar "hadiah" tahunan 30.000 dukat dan yang terpenting menganugerahi Khilafah Ottoman otoritas di Moldavia dan Walachia.

Pada bulan September 1567 Sultan Selim II mengeluarkan perintah untuk melakukan ekspedisi militer besar-besaran ke Aceh, setelah adanya petisi dari Sultan Aceh kepada Suleiman II yang telah meninggal setahun sebelumnya. Petisi tersebut meminta bantuan kepada Turki untuk menyelamatkan kaum Muslimin yang terus dibantai Portugis karena meningkatnya aktivitas militer Portugis yang menimbulkan masalah besar terhadap para pedagang Muslim dan jamaah haji dalam perjalanan ke Makkah. Pasukan tersebut dipimpin oleh laksamana Kurdoğlu Hızır Reis dari Suez bersama dengan sejumlah ahli senapan api, tentara, dan artileri. Pasukan ini diperintahkan berada di Aceh selama diperlukan[1], namun dalam perjalanannya armada besar ini hanya sebagian (500 orang, termasuk para ahli senjata api, penembak, dan ahli-ahli teknik) yang sampai ke Aceh karena dialihkan untuk memadamkan pemberontakan di Yaman yang berakhir tahun 1571.[2]Dengan bantuan ini, Aceh menyerang Portugis di Malaka pada tahun 1568.[3]

Terhadap Rusia Selim kurang beruntung, dan pertempuran pertama antara Turki Usmani dengan saingannya dari utara itu menandai tibanya bencana. Sebuah rencana diuraikan di Istambul untuk menghubungkan Volga dan Don dengan terusan, dan pada musim panas 1569 sepasukan besar Yanisari dan kavaleri dikirim untuk mengepung Astrakhan dan memulai kerja terusan, sementara itu sebuah pasukan Turki mengepung Azov. Namun serangan mendadak ari garnisun Astrakhan memukul mundur para pengepung itu; pasukan penolong Rusia sebanyak 15.000 menyerang dan menceraiberaikan para pekerja dan angkatan Tatar dikirim untuk melindungi mereka; dan akhirnya, pasukan Turki dibinasakan oleh badai. Pada awal 1570 DuBes Ivan IV dari Rusia menandatangani perjanjian di Istanbul yang memperbaiki hubungan baik antara Sultan dan Tsar.
Ekspedisi ke Hijaz dan Yaman lebih berhasil, namun penaklukan Siprus pada tahun 1571 menimbulkan kekalahan terhadap negara Spanyol dan Italia di pertempuran laut Lepanto di tahun yang sama, kepentingan moral yang sering diremehkan, yang akhirnya membebaskan Laut Tengah dari bajak laut di sana.
Angkatan khilafah yang saat itu berantakan segera dipulihkan (hanya 6 bulan) dan Turki Usmani mengendalikan Laut Tengah (1573). Pada bulan Agustus 1574, beberapa bulan sebelum kematian Selim, Turki Usmani mendapatkan kembali kendali Tunisia dari Spanyol yang telah mengendalikannya sejak 1572.
Laporan Lord Patrick Kinross atas pemerintahan Selim adalah bagaimana ia memulai sebuah bab dari bukunya yang berjudul "The Seeds of Decline". Ia menyaksikan pembayaran besar-besaran untuk pembangunan angkatan kembali menyusul Pertempuran Lepanto sebagai awal kemunduran negaranya. Kinross juga berkata bahwa reputasi Selim yang suka mabuk-mabukan mengkristal dalam keputusannya untuk menyerang Siprus daripada mendukung Pemberontakan Morisco di Grenada begitupun sikap kematiannya; Selim meninggal setelah sakit akibat tergelincir di lantai ruang mandi yang belum selesai.

Rujukan

  1. ^ Aceh Dalam Retrospeksi dan Refleksi Budaya Nusantara. Informasi Taman Iskandar Muda. Tanpa tahun. hlm. 54.
  2. ^ Azra, Azyumardi (2004). Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII. Prenada Media. hlm. 27–28.
  3. ^ Pusponegoro, Marwati Djuned (1984). Sejarah Nasional Indonesia Jilid III. Balai Pustaka. hlm. 54.

--------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Pertempuran Lepanto

Perang Lepanto, H. Letter, Museum Maritim Nasional, Greenwich/London.


Tanggal 7 Oktober 1571
Lokasi Teluk Patras, Laut Ionia
Hasil Kemenangan Liga Kudus
Pihak yang terlibat
Banner of the Holy League 1571.png Liga Kudus:
Flag of Cross of Burgundy.svg Imperium Spanyol
SRdVBMdG.jpg Republik Venesia
Flag of Genoa.svg Republik Genova
Vatican naval flag.JPG Negara-negara Kepausan
Flag of the Grand Duchy of Tuscany (1840).svg Kadipaten Agung Tuscany
Flag of the Sovereign Military Order of Malta.svg Ksatria Hospitaller
Savoie flag.svg Kadipaten Savoy
Flag of the Order of Saint Lazarus.svg Ordo Santa Lazarus
Flag of the Ottoman Empire (1453-1517).svg Kesultanan Utsmaniyah
Komandan
Banner of the Holy League 1571.png Holy League:[1][2]
Sisi Tengah:
Flag of Cross of Burgundy.svg John dari Austria
SRdVBMdG.jpg Sebastiano Venier
Vatican naval flag.JPG Marcantonio Colonna
Sisi Kiri:
SRdVBMdG.jpg A. Barbarigo-
Christian Right:
Flag of Genoa.svg Gianandrea Doria
Christian Reserve:
Flag of Cross of Burgundy.svg Álvaro de Bazán
Naval Ensign of the Ottoman Empire (1453–1793).svg Armada Utsmaniyah:[3][4]
Sisi Tengah:
Ali Pasha-
Sisi Kanan:
Mehmed Siroco-
Sisi Kiri
Uluç Ali Reis
Kekuatan
208 kapal
  • 202 galley,
  • 6 galleasses
22.840 tentara
40.000 pelaut and pendayung
1.334 senjata (est.)
251 kapal
  • 206 galley
  • 45 galliot
31.490 tentara
50.000 pelaut and pendayung
741 senapan[5]
Korban
7.500 orang mati
17 kapal hilang[6]
20.000 orang mati, terluka or captured[6][7]
137 kapal direbut
50 kapal tenggelam
10.000 orang Kristen dibebaskan

Pada tahun 1570, meletuslah Pertempuran Lepanto. Hasil akhir pada peperangan ini adalah kemenangan Liga Kudus dari Kesultanan Utsmaniyah.

Latar Belakang

Perang Lepanto adalah perang yang disebabkan oleh keterlibatan antara Dinasti Habsburg dan Kesultanan Utsmaniyah untuk berkampanye. Kedua kerajaan besar tersebut berkampanye dengan tujuan memperoleh wilayah Venesia dari Siprus. Maka dari itu, untuk mencari dorongan Venesia dari Laut Mediterania Timur, maka sultan Selim II menginvasi Siprus pada tahun 1570.

Tindakan Dinasti Habsburg

Pemimpin Pertempuran Lepanto dari Dinasti Habsburg (dari kiri: John dari Austria, Marcantonio Colonna, Sebastiano Venier).
Pada akhirnnya, Orang Venesia membentuk aliansi bersama dengan paus Paus Pius V bersama dengan Philip II dari Spanyol. Pada tanggal 25 Mei 1571, orang orang Venesia pada akhirnya membentuk sebuah aliansi. Philip mengirim adik tirinya, John dari Austria. Pada saat sekutu berkumpul di Sisilia, Kesultanan Utsmaniyah sudah menaklukkan Nikosia pada 5 September 1570. Setelah menaklukkan Nikosia, dilanjutkan dengan mengepung Famagusta dan masuk ke Laut Adriatik. Armada Kesultanan Utsmaniyah sudah bersandar di Teluk Patras, dekat Lepanto (Návpatkos), Yunani[8].

Hasil Akhir

Sebuah kapal besar Angkatan Laut Kesultanan Utsmaniyah yang akan tenggelam dalam keadaan terbakar.
Kemenangan didapat oleh Dinasti Habsburg yang dikomando oleh John dari Austria. Ia pulang dari Lepanto menuju Roma, Italia selama 2 minggu dengan membawa berita gembira akan kemenangan Dinasti Habsburg. Kemenangan itu diumumkan pada 7 Oktober 1571[9]. Dinasti Habsburg juga mengambil 117 kapal dan ribuan laki-laki[8].

Referensi

  1. ^ Drane, Augusta Theodosia (1858). The Knights of st. John: with The battle of Lepanto and Siege of Vienna. London.
  2. ^ Konstam, Angus (2003). Lepanto 1571: the greatest naval battle of the Renaissance. Oxford.
  3. ^ George Ripley and Charles A. Dana (1867). The new American cyclopaedia: Volume 10. New York.
  4. ^ Setton, Kenneth Meyer (1984). The Papacy and the Levant, 1204-1571, Volume 161. Philadelphia.
  5. ^ The number of Turkish guns is said to be deduced from list of booty after the battle. These lists are unlikely to be complete.
  6. ^ a b Confrontation at Lepanto by T.C.F. Hopkins, intro
  7. ^ Geoffrey Parker, The Military Revolution, hal. 88
  8. ^ a b http://www.britannica.com/EBchecked/topic/336733/Battle-of-Lepanto Ensiklopedia Britannia
  9. ^ santomikael.wordpress.com/2008/10/07/bunda-maria-ratu-rosario/



Sumber

 

Copyright @ 2013 PEJUANG ISLAM.