Jumat, 13 Desember 2013

Permintaan Azriel Weizmann

Permintaan Azriel Weizmann



chaim weizmann islampos yahudi 268x300 Misteri Permintaan Azriel Weizmann
CHAIM Azriel Weizmann lahir pada tahun 1874. Dia merupakan seorang pakar kimia yang menjadi Presiden Organisasi Zionis Dunia dan Presiden Israel pertama yang terpilih pada pertengahan Mei 1948. Orang ini juga mendirikan institut riset Israel yang akhirnya menjadi Lembaga Ilmu Pengetahuan Weizmann.

Setelah mempelajari biokimia di Swiss dan Jerman, Weizmann hijrah ke Inggris pada tahun 1905 dan dipercaya sebagai Juru Bicara Zionis Eropa. Dalam perang dunia pertama, Jerman selangkah lebih maju dalam teknologi persenjataan ketimbang pihak Sekutu. Namun berkat penemuan Weizmann, yang berhasil mensintesakan aseton melalui proses fermentasi, yang diperlukan dalam menghasilkan cordite, bahan pembakar yang berguna bagi katalisator amunisi, Inggris berhasil mensejajarkan diri dengan Jerman.

Banyak kalangan menyatakan, tanpa penemuan Weizmann, Inggris akan menderita kekalahan dalam perang dunia pertama. Sebab itulah, sosok Weizmann sangat dihormati kalangan elit Inggris dan menjadi warga kehormatan. Sejak itu lobi Weizmann menjadi sangat kuat di Inggris.

Permintaan Weizmann
Usai perang dunia pertama, PM Inggris David Lloyd-George secara khusus mengundang Weizmann. George memberi Weizmann sejumlah uang dan berjanji bahwa Inggris akan memberikan apa saja permintaan Weizmann.

Pucuk dicinta ulam tiba. Sebagai salah seorang tokoh gerakan Zionis tentu saja ini kesempatan terbaik bagi dirinya untuk meminta tanah air bagi bangsa Yahudi yang saat itu masih tersebar di banyak negara dan benua.
Weizmann menjawab, “Tuan, hanya satu yang saya inginkan… Hal itu adalah ‘rumah’ bagi saudara-saudara saya…”

Lloyd-George mengerti. Permintaan khusus Weizmann itu menjadi perhatian utama Kabinet Inggris. Menteri Luar Negeri Balfour setengah tidak percaya dengan apa yang diminta Weizmann.

Dengan tertegun, Balfour bertanya kembali kepada Weizmann, seolah ingin mendengar lewat telinganya sendiri, “Tuan Weizmann, mengapa harus Palestina?”

“Tuan Balfour, jika pun saya menginginkan Paris atau London apakah akan Anda berikan?” Weizmann balik bertanya.

Balfour mengangguk, “Mengapa tidak?”

Weizmann tersenyum. “Saya percaya Tuan Balfour. Namun sayang, kami telah memiliki Yerusalem, jauh ketika London masih berupa rawa-rawa.”

Balfour terdiam. Dia sangat paham bahwa permintaan Weizmann tersebut sangat dilematis. Di satu pihak Inggris sangat berterima kasih kepada Weizmann dan juga tokoh-tokoh Yahudi Internasional, namun jika permintaan itu dituruti maka Dunia Arab akan memusuhi Inggris. Sebab itulah, draft Deklarasi Balfour yang keluar pada tanggal 2 November 1917 ditulis dengan sangat hati-hati dan tidak secara eksplisit mencantumkan kata “tanah air”. Namun demikian, pihak Zionis tetap saja menerjemahkan deklarasi ini sebagai surat sakti untuk menjajah Tanah Palestina yang saat itu memang dikuasai Inggris.

Deklarasi Balfour dianggap sebagai mandat Inggris kepada gerakan Zionis Internasional untuk mendirikan sebuah negara Israel di Palestina.Pada 1918, Weizmann diangkat sebagai ketua Komisi Zionis dan dikirim ke Palestina oleh pemerintah Inggris untuk menganjurkan pembangunan masa depan di negeri itu. Di sana, ia meletakkan batu pertama Universitas Ibrani.

Pada tahun yang sama Weizmann bertemu di Aqaba dengan Emir Feisal, putra Syarif Husain dari Makkah, orang Arab yang telah bersekongkol dengan Perancis dan Inggris dalam memusuhi khilafah Turki Utsmani untuk merundingkan kemungkinan jangkauan kemungkinan pada berdirinya negara Arab dan Yahudi yang ‘merdeka’.

Segera setelah itu, Weizmann memimpin delegasi Zionis pada Konferensi Perdamaian di Versailles. Pada tahun 1920, dia menjadi pimpinan Organisasi Zionis Dunia (WZO) dan mengepalai Agen Yahudi yang berdiri pada tahun 1929.Di tahun 1930-an, Weizmann meletakkan dasar Institut Riset Daniel di Rehovot, yang kemudian menjadi Institut Weizmann, tenaga penggerak di belakang riset ilmiah Israel.

Pada tahun 1937, ia membangun rumahnya di Rehovot. Chaim Weizmann kembali menjabat sebagai pemimpin WZO pada tahun 1935-1946. Selama tahun itu pada zaman PD II, ia menyumbang banyak usaha dalam pendirian angkatan bersenjata Israel.

Setelah berakhirnya PD II dan konspirasi Barat yang kemudian membentuk “negara” Israel, pada 29 November 1947, Weizmann diangkat sebagai presiden pertama Israel, hingga meninggal dunia pada tahun 1952.
[islampos/mumumizili/berbagai sumber]

Deklarasi Balfour

Deklarasi Balfour


balfourx islampos Deklarasi Balfour; Batu Loncatan Negara Yahudi Di Palestina

PADA tanggal 2 November 1917, Lord Arthur Balfour, sekretaris luar negeri Inggris, berjanji untuk menciptakan tanah air bagi bangsa Yahudi di Palestina. Yang kemudian dikenal sebagai Deklarasi Balfour, namun ternyata dokumen tersebut menjadi batu loncatan pertama menuju pendirian negara Israel pada tahun 1948.

Pada saat itu Palestina masih di bawah kekuasaan kekhalifahan Utsmaniyah ketika deklarasi tersebut ditulis.Namun Inggris dan sekutu-sekutunya melakukan langkah kemajuan dalam mengalahkan kerajaan Utsmani yang sedang ‘sakit’, dan ketika Palestina berada di bawah kontrol Inggris hanya sebulan kemudian, dokumen penting itu tiba-tiba dianggap jauh lebih besar. Deklarasi Balfour dianggap sebagai sama dengan akta tanah yang memberikan legitimasi terhadap rencana gerakan Zionis internasional mendirikan negara zionis Israel.

Balfour sangat menyadari keberadaan populasi warga Arab asli, namun dalam era yang mendahului hukum internasional, piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Konvensi Jenewa Keempat, sebuah kekuasaan yang kuat tidak punya keraguan tentang pemberian akta tanah untuk wilayah yang tidak memiliki klaim legitimasi untuk hal tersebut.

Deklarasi Balfour juga memasukkan ketentuan bahwa “tidak ada yang harus dilakukan yang mungkin merugikan hak-hak sipil keagamaan atau masyarakat non-Yahudi yang ada di Palestina” – klausul yang tidak benar-benar diperhatikan oleh para pendiri dan penguasa Israel pada akhirnya. Tapi deklarasi itu sendiri telah melucuti masyarakat Arab di Palestina atas hak untuk tanah dan penentuan nasib mereka sendiri.

Masalah Eropa
Orang-orang Arab Palestina adalah hal terakhir yang ada di pikiran Balfour, atau pikiran banyak politisi Inggris lainnya. Terutama berkaitan dengan memecahkan ‘masalah Eropa’ dan bukan dengan menangani hak-hak dari masyarakat tradisional.

Balfour melihat pembentukan tanah air untuk orang Yahudi di Palestina sebagai solusi terbaik untuk apa yang sering disebut di Eropa sebagai ‘Yahudi bermasalah’ – sebuah solusi yang mencerminkan dan mewujudkan kepercayaan pusat anti-Semit terhadap orang Yahudi dalam suatu lembaga asing yang menyebabkan masalah di Eropa yang Kristen.

Balfour sendiri adalah seorang anti-Semit yang dikenal sebagai perdana menteri yang mendukung dan mendorong untuk Undang-Undang 1905 yang berusaha untuk mengekang Eropa Timur, khususnya Yahudi, berimigrasi ke Inggris.

Selama bertahun-tahun, tumbuh keyakinannya bahwa Zionisme – gerakan yang menganjurkan pembentukan tanah air Yahudi di Palestina – menawarkan solusi yang nyaman untuk ‘masalah Yahudi’ tersebut. Seperti anti-Semit lainnya ia tidak percaya bahwa orang Yahudi memiliki kepemilikan di Eropa dan ia merasa bahwa yahudi terdiri dari ras yang terpisah dan agama yang tidak bisa hidup dalam harmoni di dalam negara yang mereka tempati. Ia menyatakan pandangan ini dengan jelas dalam pengantar sebuah buku yang berjudul Sejarah Zionisme oleh Nahum Sokolow.

Sementara banyak orang Yahudi mencari asimilasi, gerakan Zionis yang didirikan oleh Theodore Herzl mencari entitas yang terpisah bagi orang Yahudi. Ia tidak melihat masalah Yahudi sebagai salah satu segregasi dan diskriminasi yang dapat diatasi melalui perjuangan hak-hak universal, tetapi mencari solusi yang lebih radikal – untuk membawa orang Yahudi keluar dari Eropa.

Oposisi Kaum Yahudi
Namun tidak semua orang Yahudi yakin bahwa ini adalah jawabannya. Bahkan ada resistensi yang cukup kuat untuk Zionisme dari beberapa negara Eropa, termasuk yahudi di Inggris. Pimpinan di antara para kritikus itu adalah politikus Inggris Edwin Montagu yang dengan tegas menjelaskan bahwa deklarasi Balfour ini dapat menghasilkan reaksi terhadap orang-orang Yahudi yang memilih untuk tetap tinggal di Eropa.

Para sejarawan percaya bahwa kritik Montagu itu telah menyebabkan perubahan-perubahan penting dan penambahan yang dilakukan terhadap draft asli deklarasi – dengan janji Balfour akan mendukung pengambilan Palestina sebagai “sebuah tanah air Yahudi” menjadi dukungan untuk “pembentukan di Palestina sebagai sebuah rumah nasional bagi bangsa Yahudi”.

Tetapi dalam semua drama ini bangsa Palestina tidak dikonsultasikan ataupun secara serius dipertimbangkan. Yang pada saat itu kemudian menjadi seperti sekarang ini – kecuali bahwa kekuasaan imperialis Inggris telah digantikan oleh kekuasaan imperialis Amerika.

Lord Balfour adalah wakil sejati dari nilai-nilai imperialismenya – seorang politisi anti-Semit yang berusaha untuk memecahkan apa yang kemudian dilihat sebagai ‘masalah Eropa’ ketika mengatur panggung untuk penciptaan sebuah entitas pro-Barat di dunia Arab. Deklarasi Balfournya merupakan perwujudan dari imperialisme dan anti-Semitisme, dan kemudian berdampak yang sampai saat ini masih dirasakan ribuan mil jauhnya dari tempat pernyataan kebijakan yang pendek tersebut dibuat.
[fq/ajzr]

Sejarah Awal Agama Yahudi (2-Habis)

Sejarah Awal Agama Yahudi (2-Habis)


bosnian jews passover 150x150 Sejarah Awal Agama Yahudi (2 Habis)

Oleh: Prof. DR MM Al A’zami

2. Sejarah Yahudi Setelah Berdirinya Kerajaan

Kekuasaan Saul ( ± 1020 – 1000 S.M.)
Karena adanya pemerintahan bangsa Israel yang hierokratik telah terbukti tidak efektif dalam menentang bangsa Palestina, Nabi Samuel membantu mendirikan sebuah pemerintahan monarki. Saul menjadi orang pertama kali yang memanfaatkannya, naik ke kursi singgasana walaupun kemungkinan ada­nya sikap Samuel yang kurang setuju.37
 
Kekuasaan David ( ± 1000 – 962 S.M.)
Meskipun disingkirkan dari pemerintahan Saul, David selalu menunjuk­kan kualitas kepemimpinan yang luar biasa, dan ketika Saul jatuh di Gilboa, dia mengumumkan diri sebagai Raja. 38
 
Kisah Bathsheba sangat penting diceritakan: David pada suatu ketika mengintip seorang perempuan berparas sempurna sedang mandi di bawah siraman sinar rembulan. Setelah melakukan penyelidikan dia tahu bahwa pe­rempuan tersebut adalah Bathsheba, istri Uriah, seorang pegawai Het yang sedang aktif berkhidmat di barisan perang. David diam-diam mengirim hadiah kepadanya dan menjalin cinta dengannya, yang akhirnya membuahkan kc­hamilan. Untuk menghindari skandal yang sudah dekat di mata ini, David me­manggil pulang Uriah dari pertempuran atas permintaan Bathsheba, agar brr­kumpul dengan istrinya. Akan tetapi, karena Uriah lebih senang menghabiskan masa cutinya dengan kawan-kawannya ketimbang langsung berkumpul dengan istrinya, David merencanakan pembunuhannya di medan perang. Begitu ter – laksana, dia segera mengawininya. Bayi yang dilahirkannya tak selamat, tapi kemudian dia melahirkan bayi yang kedua laki-laki, Salomom, dan dia sangat berperan dalam penentuannya sebagai Raja. 39
 
Kekuasaan Salomon ( ± 962 – 931 S.M.)
Gaya hidup Salomon yang berfoya-foya merupakan suatu perilaku yang berbeda drastis dari gaya hidup ayahnya yang simpel nan sederhana, dan dia, menurut legenda Bibel, tidak puas dengan mengawini gadis-gadisnya pare bangsawan punggawa istana, karena di samping itu dia masih menjejali haram­nya dengan perempuan-perempuan lain. Namun meski begitu, klaim yang dibuat 1 Raja-raja (Kings) 11:3, bahwa dia memiliki 700 orang istri dan 300 orang gundik, barangkali sangat berlebihan.40 Dia membangun sebuah Rumuh Tuhan di Jerusalem di atas skala yang luas,41 dan dipersembahkannya untuk menyembah Yahweh42 yang tunggal. Meski begitu, pada waktu yang sama dia mendirikan tempat-tempat ibadah pagan untuk istri-istrinya yang penyembah berhala yang banyak jumlahnya; “dia sendiri, lebih dari itu, dilaporkan telah terpengaruh dengan istri-istrinya untuk memberikan beberapa tanda hormat kepada tuhan-tuhan mereka, sementara secara esensi dia masih tetap seorang Yahwis.”43
 
i. Kerajaan-Kerajaan yang Terpecah
Menyusul wafatnya Salomon, kekuasaannya terpecah menjadi dua. Judah dan Israel.
Ketika kerajaan terpecah… imperium ini berakhir. Masa kebesaran po­litisnya kurang dari satu abad, dan imperiumnya lenyap dan tak mungkin kembali. Bangsa (Yahudi), yang sedang dalam keadaan terpecah-pecah dan bagian-bagiannya sering berperang antara satu sama lain, tidak mudah menjadi kekuatan penting lagi.44
 
a. Raja-Raja Israel
Di sini saya akan menyinggung beberapa raja Israel secara singkat, untuk memberi gambaran kepada pembaca tentang kondisi anarkis, baik politis maupun keagamaan, yang menguasai negara.

1) Yerobeam I, anak laki-laki Salomon (931 – 910 S.M.)
Dia adalah raja Israel pertama setelah terpecahnya kerajaan. Karena orang-orang tidak senang dengan kebijakan-kebijakan pajak yang diterapkan Salomon, dia berkomplot melawan ayahnya berkat desakan dari pendeta Ahia. Disebabkan karena kutukan mati dari ayahnya sendiri, dia melarikan diri ke Mesir dan mendapatkan suaka politik di sana. Saat wafatnya Salomon, anaknya laki-laki yang lain, Rehobeam, naik takhta, dan dalam hal ini suku-suku sebelah utara memutuskan untuk melepaskan diri dan mendirikan kerajaan Israel yang terpisah, dengan Yerobeam yang lepas dari hidup pengasingan sebagai rajanya yang pertama.45

Menyadari peran sentral agama dalam bangsanya, Yerobeam mengkhawatirkan warga negaranya yang mungkin melakukan perjalanan ke kerajaan Yehuda sebelah selatan untuk berkurban di Yerusalem, di Rumah Tuhan Salomo. Untuk mengikis kekhawatiran ini, dia harus mengalihkan perhatian mereka dari Rumah Tuhan, dan untuk itu dia “menghidupkan kembali altar tradisional di Bethel dekat perbatas­annya sebelah selatan dan Dan di ujung utara, dan mendirikan patung sapi emas di keduanya, sebagaimana yang pernah dilakukan Harun di padang pasir.46
 
2) Nadab sampai Yehoram (910 – 841 S.M)
Yerobeam diikuti serangkaian raja-raja yang, pada suatu kesempatan, menikmati takhta tapi secara singkat sebelum akhirnya terbunuh. Kedelapan raja-raja pada periode ini mengikuti jalannya Yerobeam, semuanya menunjukkan perilaku yang bergelimang dengan dosa dalam masalah keagamaan dan memalingkan orang-orang dari pemi­kiran satu Tuhan yang benar.47 Ahab (874-853 S.M.) melangkah lebih jauh lagi karena memperkenalkan suku Funisia kepada tuhan Baal sebagai salah satu tuhan*tuhan Israel, untuk memenuhi tuntutan istri­nya.48 Raja terakhir dari periode ini, Yehoram, dibantai bersama-sama dengan seluruh anggota keluarganya dan seluruh nabi-nabi Baal, olch jenderalnya sendiri yang bernama Yehu.49
 
3) Yehu (841 – 814 S M )
Dengan memimpin.sebuah pemberontakan yang dihasut oleh Nabi Elisya, Yehu mengklaim bahwa Tuhan telah mengangkatnya sebagai raja Israel untuk membersihkan rumah Ahab yang berdosa. Dia mem­bantai seluruh anggota keluarga dari ketiga raja yang sebelumnya yang menyembah Baal, memenggal kepala tujuh puluh orang anak laki-laki Ahab dan menumpuk kepala mereka menjadi dua tumpukan.50 Din kemudian merombak negara menjadi reformasi keagamaan.51
 
4) Yoahaz sampai Hosea (814 – 724 S.M)
Meskipun telah dilakukan perribaruan-pembaruan oleh Yehu, negan mulai mengalami kemerosotan militer yang mengkhawatirkan, satu catatan kemenangan adalah kemenangan Yoas atas Amazia, yang pada waktu itu adalah raja Yehuda. Yoas (798 – 783 S.M.) menjarah bejana­bejana emas dan perak dari Rumah Tuhan Salomon, bersama-sama dengan harta-benda kerajaan negara itu.52 Selebihnya, periode ini ditandai dengan serangkaian pembunuhan yang sangat sering dan ketertundukan Israel pada kekuatan Asyur.53 Hosea (732 – 724 S.M.), raja Israel yang terakhir, melakukan suatu upaya yang terburu-buru untuk melepaskan diri dari penindasan Asyur; Salmaneser, penguasa baru Asyur bereaksi dengan menyerbu apa yang masih tersisa dari Israel dan menangkap serta memenjarakan Hosea. Ibu kota Samaria menyerah pada tahun 721 S.M., dan dengan pendeportasian penghuni­penghuninya, berakhirlah kerajaan Utara Israel.54


b. Raja-Raja Yehuda
Seperti halnya Israel, negeri ini juga dicekam dengan anarki dan pemujaan kepada berhala. Sedikit perincian dalam bagian ini akan memberikan suatu kerangka yang penting untuk pasal berikutnya dan pembahasannya tentang pemeliharaan PL.

1) Rehobeam, anak laki-laki Raja Salomon, sampai Abiam (931 – 911 S.M)
Raja pertama Yehuda dan pengganti takhta Salomon, Rehobeam, mempunyai delapan belas orang istri, dua puluh delapan orang anak laki-laki dan enam puluh orang anak perempuan. Para sarjana Bibel melukiskan kondisi agama pada masanya sangat buruk sekali,55 dan PL menyatakan bahwa orang-orang itu:

juga membangun (sendiri-sendiri) tempat-tempat yang tinggi dan patung-patung, dan tempat-tempat ritual perzinaan pagan (groves), di atas setiap bukit,56 dan di bawah setiap pepohonan yang rindang. Di sana juga terdapat kaum laki-laki pelaku sodomi dan bertugas sebagai pelacur sesuai dengan perbuatan-perbuatan jijik dan terkutuk yang dilakukan oleh bangsa-bangsa yang telah diusir Tuhan pada waktu orang Israel memasuki negeri itu.57
Anak laki-lakinya, Abiam, yang berkuasa hanya tiga tahun, mengikuti jejaknya. 58
 
2) Asa sampai Yosafat (911-848 S.M.)
Asa (911-870 S.M.) dipuji-puji dalam Alkitab karena kesalehannya.
Dia memberantas praktik-praktik penyembahan berhala dan menghidupkan kembali Rumah Tuhan di Yerusalem sebagai pusat ibadah. Diputuskannya bahwa orang-orang kafir diancam hukuman mati. Bahkan Asa memecat neneknya, Maakha…, dari kedudukannya karena telah membuat patung berhala yang cabul yang dihubungkan dengan pemujaan Asyera, dewi kesuburan Funisia.59

Dia mengirimkan harta-benda Rumah Tuhan kepada Benhadad dari Damsyik, untuk membujuknya agar menyerbu Israel dan dengan begitu menghilangkan tekanan pada Yehuda.60 Anak laki-lakinya, Yosafat (870-848 S.M.), melanjutkan pembaruan-pembaruan Asa dan menghancurkan banyak tempat-tempat keramat di bukit-bukit lokal.61
 
3) Yehoram sampai Ahas (848 – 716 S.M.)
Periode ini, meliputi kekuasaan delapan raja, menyaksikan kemhali nya kondisi penyembahan berhala dan kebejatan moral. Yehoram (848 – 840 S.M.) membangun tempat-tempat tinggi di gunung-gunung Yehuda dan memaksa para penghuni Yerusalem untuk melakukan zina,62 sementara anak laki-lakinya, Ahazia, memasukkan Baal sebagai salah satu tuhannya kerajaan Yehuda.63 Begitu juga Amarin (796 – 781 S.M.) menjadikan tuhan-tuhan Seir sebagai tuhan-tuhannya sendiri dan bersujud di depan mereka.64 Penggantinya, Uzia, menekankan usaha-usahanya dalam mengembangkan kerajaan,65 namun di tangan Ahas (736 – 716 S.M.) Yehuda mengalami kemunduran de­ngan cepat. Ahas “hanyut dalam pemujaan-pemujaan pagan dan menghidupkan kembali adat-istiadat primitif tentang kurban anak kecil66 begitu jauh sampai dia berkurban anak laki-lakinya sendiri sebagai sarana memohon kemurahan Yahweh.67 Akhirnya, sebagai tanda ketertundukan dia pada kekuasaan Asyur, dia terpaksa meng­ganti penyembahan Yahweh di dalam Rumah Tuhan Salomon dengan tuhan-tuhan Asyur.68
 
4) Hizkia (716 – 587 S.M.)
Menggantikan ayahnya, Ahas, ketika pada usia 25 tahun, dia membuktikan dirinya menjadi seorang penguasa Yehuda yang paling terkemuka dan melakukan pembaruan-pembaruan berikut ini:
  • Dia menghancurkan ular perunggu buatan Musa, yang selama ini menjadi objek sesembahan di Rumah Tuhan.69
  • Dia membersihkan tempat-tempat suci negara dari praktik-praktik penyembahan berhala dan menghancurkan tempat-tempat yang digunakan untuk ritual perzinaan.70
5) Manasye sampai Amon (687 – 640 S.M)
Manasye (687-640 S.M.) bereaksi melawan pembaruan-pembaruan yang dilakukan ayahnya dengan mengembalikan lagi altar-altar yang telah dihapuskan ayahnya, membangun altar-altar untuk beribadah kepada Baal dan menyembah dan mengabdi bintang-bintang. Anak laki-lakinya, Amon, melanjutkan praktik-praktik ini.71
 
6) Yosia (640 – 609 S.M):
 Taurat ditemukan secara menakjubkan
Yosia menggantikan ayahnya pada usia delapan tahun. Pada tahun kedelapan belas pemerintahannya, imam agung Hilkia menunjukkan kepada Safan, seorang sekretaris negara, sebuah “Buku Hukum” yang ia temukan dari galian di Rumah Tuhan sewaktu direnovasi. Buku ini dibacakan di depan Yosia dan ia menjadi risau betapa praktik-praktik keagamaan pada masanya telah sesat, yang akhirnya mengundang sebuah pertemuan umum di Rumah Tuhan dan membacakan seluruh isi Buku kepada seluruh yang hadir sebelum memulai sebuah program pembaruan yang menyeluruh.72
 
Rumah Tuhan dibersihkan dari semua altar-altar penyembahan ber­hala dan objek-objek pemujaan, terutama yang berasal dari sesem­bahan bangsa Asyur kepada matahari, rembulan dan bintang-bintang…. Praktik kurban anak pun distop ‘bahwa tak sebrang pun boleh mem­bakar anak laki-lakinya atau anak perempuannya sebagai suatu se­sajian buat Dewa Molokh.’ [2 Raja-raja 23:10] Pendeta-pendeta atau imam-imam yang menyembah berhala semua dibunuh, rumah pagan pelacur-pelacur laki-laki dihancurkan, dan tempat-tempat keramat lokal di luar Yerusalem juga diruntuhkan dan dicemarkan dengan membakar tulang -belulang manusia di tempat-tempat tersebut.73

7) Yoahas sampai Zedekia (609 – 597 S.M.)
Selama periode yang kacau ini Yehuda menghadapi tekanan yang terus meningkat, pertama dari bangsa Mesir dan kemudian bangsa Babel. Yang disebut terakhir ini dipimpin oleh Raja Nebukadnesar, yang memboyong seisi rumah tangga kerajaan Yehuda sebagai tawanan kr Babel dan tidak meninggalkan apa pun kecuali tanah yang sangat mengenaskan.74 Zedekia (598-587 S.M.) yang nama aslinya adalah Matania, raja terakhir Yehuda, adalah diangkat oleh Nebukadnerar sebagai raja boneka; setelah sembilan tahun pengabdian dia secaru bodoh melakukan pemberontakan atas bujukan bangsa Mesir, yang akhirnya mengundang suatu serangan dart Babel.75

ii. Penghancuran Rumah Tuhan yang Pertama (586 S.M.) &
Pengasingan Bibel (586 – 538 S.M.)

Setelah melakukan tekanan pengepungan kota Yerusalem hingga me­nyerah pada bulan Agustus 586 S.M., pasukan tentara Babel menghancurkan pagar-pagar kota dan meruntuhkan Rumah Tuhan.

Barangkali sebanyak lima puluh ribu rakyat Yehuda, termasuk wanita dan anak-anak, diangkut ke Babel dalam dua deportasi yang dilakukan Nebukadnezar. Ini semua, kecuali beberapa pemimpin politik, ditempat­kan di koloni-koloni, di mana mereka diizinkan memiliki rumah sendiri, mengunjungi satu sama lain secara bebas, dan melakukan bisnis.76

iii. Pembangunan Kembali Yerusalem dan Pendirian Rumah Tuhan Kedua (515 S.M.)

Satu generasi setelah Pengasingan, Babel jatuh ke kekuasaan Persia; orang-orang Yahudi diizinkan kembali ke tanah air mereka dan sedikit dari mereka yang menerima tawaran ini. Mereka kemudian mendirikan Rumah Tuhan pada tahun 515 S.M.77 Pada masa Rumah Tuhan kedua inilah Nabi Ezra pertama kali mulai upacara pembacaan Taurat secara publik (± 449 S.M.). la lebih merupakan tokoh agama dari pada tokoh politis, dan -karenanya- telah menjadi pendiri Yudaisme yang legal dan senantiasa sangat berpengaruh dalam pemikiran Yahudi sepanjang abad-abad berikutnya.78

iv. Pemerintahan Helenistik (333 – 168 S.M.) dan Pemeberontakan Makkabi (168 – 135 S.M.)

Dengan penaklukan Iskandar Agung yang gemilang atas Palestina pada tahun 331 S.M., bangsa Yahudi segera berasimilasi ke dalam budaya Helenistik.

Satu aspek yang aneh dari era asimilasi Helenistik ini adalah suatu fakta bahwa seorang imam tinggi, Onias III, yang dipecat oleh otoritas Seleucid, pergi ke Mesir dan mendirikan sebuah rumah tuhan (temple) pembangkang kepada Yahweh di Leontopolis atas nama Heliopolis, yang berdiri di sana selama seratus tahun.79

Antiok IV, Raja Suria, begitu semangat luar biasa dalam menetapkan adat-istiadat dan agama Yunani di daerah penaklukan ini. Karena loyalitas Yahudi yang mencurigakan, pada tahun 168 S.M. dia memerintahkan pendirian altar untuk memuja Zeus di seluruh negeri, khususnya di dalam Rumah Tuhan di Yerusalem. Meski pun akibat takut tentara Suria telah membuahkan ketaatan yang menyeluruh pada perintah ini, Yudas Makabe, seorang serdadu, me­lakukan pemberontakan dan berhasil mengalahkan jenderal jenderalnya Antiok di pertempuran-pertempuran yang silih berganti dalam rentang waktu dari 165­160 S.M. Dia membersihkan Rumah Tuhan dari pengaruh-pengaruh Suria dan mendirikan sebuah dinasti yang bertahan sampai 63 S.M., meski dia sendiri telah terbunuh pada tahun 160 S.M.80
 
v. Akhir Dinasti Makabe (63 S.M.), Pemerintahan Roma dan Penghancuran Rumah Tuhan Kedua
Dinasti Makabe berakhir dengan penaklukan Roma atas Yerusalem, dan satu abad kemudian, pada tahun 70 M., serdadu Roma menghancurkan Rumah Tuhan yang kedua. “Penghancuran yang kedua telah membuktikan akhir riwayatnya.”81

Inilah beberapa tanggal yang disusun Neusner sebagai dasar pencapaian Yahudi pada abad-abad menyusul runtuhnya Rumah Tuhan yang kedua.82
 
Tabel tanggal-tanggal
± 80-110
Gamaliel mengepalai sebuah akademi di Yavneh Kanonisasi terakhir Kitab-kitab Suci Ibrani Pengumuman Tata Tertib Sembahyang oleh para rabi
120
Akiba memimpin gerakan rabinis
132-135
Bar Kokhba memimpin perang mesianis melawan Roma Filistin sebelah selatan hancur
± 220
Akademi Babel didirikan di Sura oleh Rabi
± 250
Pakta antara bangsa Yahudi dan Raja Persia, Syapur l:
Bangsa Yahudi harus mengindahkan hukum negara; Bangsa Persia harus mengizinkan bangsa Yahudi untuk memerintuh diri-sendiri, hidup sesuai dengan agama mereka sendiri
± 300
Penutupan Tosefta, kumpulan materi suplemen dalam tafsir dan penjelasan Misynah
± 330
Mazhab Pumbedita yang dipimpin Abbaye, kemudian Raba, meletakkan fondasi Talmud Babel
±400
Talmud dari tanah Israel disempurnakan sebagai komentar sistematik tentang empat dari enam bagian Misynah,khususnya Pertanian, Musim, Perempuan, dan Kerusakan (dibuang: Hal-hal yang Suci dan Penyucian)
±400
Rabi Asi mulai membentuk Talmud Babel, yang baru selesai tahun 600
630-640 Penaklukan Muslim atas Timur Tengah
± 700
Saboraim merampungkan pengeditan terakhir Talmud Babel sebagai sebuah komentar sistematik tentang empat dari enam bagian Misyna (dikecualikan: Pertanian dan Penyucian)

Tabel ini menunjukkan bahwa hilangnya kekuatan politik secara total telah rnemaksa orang-orang Yahudi untuk memulai suatu era aktivitas ke­susastraan, dengan mendirikan berbagai akademi yang mencapai puncaknya pada penghimpunan Misyna, Talmud Yerusalem, dan Talmud Babel. Sebenar­nya yang disebut terakhir ini (Talmud Babel) mendapatkan bentuknya yang final pada masa setelah Islam di Irak (± 700 M.) atau barangkali bahkan sesudahnya lagi (mengingat semua tanggal selain dari penaklukan kaum Muslim adalah perkiraan), dan matang di bawah pengaruh kuat dari fiqih Islam yang sudah mengakar di Irak enam dekade sebelumnya.

3. Kesimpulan
Sejarah-sejarah agama Yahudi tidak mendukung iman pada teks PL, karena kebanyakan para penguasa adalah penyembah berhala yang dengan berbagai macarn cara ingin memalingkan urusan-urusan mereka dari Tuhan. Sayang sekali para leluhur Israel sendiri bukanlah contoh yang baik, melakukan kecurangan dengan sanak keluarga dan famili mereka sendiri. Musa, nabi Israel yang paling besar, harus puas dengan sebuah bangsa yang tak tahu berterima kasih sama sekali kepada Tuhan dan kepadanya: setelah memperlihatkan berbagai mukjizat, berupa wabah, pambelahan air laut, dia hanya meninggalkan selama empat puluh hari saja mereka sudah mendirikan patung anak sapi emas untuk disembah. Perilaku semacam ini mencuatkan keraguan yang serius tentang ketaatan bangsa Yahudi memelihara ajaran-ajaran Musa semasa hidupnya, apalagi pada masa-masa setelahnya. Teks kitab-kitab suci mereka itu sendiri telah hilang lebih dari sekali, dan setiap kalinya berlangsung berabad-abad sementara raja-raja dan punggawanya hanyut dalam pemujaan berhala-berhala. Sekarang mari kita pindahkan perhatian kita, dan mengkaji sejauh mana kitab-­kitab suci ini dipelihara.

Catatan Kaki
37. Ibid., hlm. 434.
38 2 Samuels 2:4.
39. Who’s Who, i:65-6, 93. Di dalam Islam kisah ini mcrupakan kcbohongan yang tak malu
40. Dictionary of the Bible, him. 435.
41. 1 Kings, pasal 5-8
42. Istilah Tuhan dalam bahasa Ibrani
43. Dictionary of the Bible, hlm 410. Islam menolak tuduhan-tuduhan itu.
44. Ibid. hlim 436
45. Who’s Who. i 205
46. Ibid., i: 206.
47. Ibid., i: 63, 107, 291, dan 394. Lihat juga Josephus, Antiq., Bab 8, pasal 12 No. 5 (313).
48. Dictionary of the Bible, him. 16.
49. Who’s Who, i:192.
50. Ibid., i:194-5.
51. Ibid., i:194-5.
52. Who’s Who, i: 215. Dia juga mengunjungi Nabi Elise yang sudah tua setelah kemenangannya, hal yang membuat orang heran apakah Elise mungkin mengampuni pencurian bejana-bejana emas dan perak dari Rumah Tuhan Salomo.
53. Dictionary of the Bible, hlm. 471; Who’s Who, i: 260, 312, dan 345.
54. Who’s Who, i: 159, dengan mengutip 2 Raja-raja 15: 30.
55. Who’s Who, i: 322-23; Dictionary of the Bible, hlm. 840.
56. “Groves” digunakan sebagai tempat-tempat untuk ritual perzinaan pagan, di mana pesta-pora gila-gilaan massal berlangsung dibawah pohon-2 yang ditanam khusus untuk tujuan itu. Lihat Elizaabeth Dilling, The Plot Against Christianity, ND. hlm. 14
57. 1 Raja-raja 14: 23-4.
58. Who’s Who, i: 25; Dictionary of the Bible, hlm. 4.
59. Who’s Who, i: 56.
60. Dictionary of thc Bible, hlm. 59-60.
61. Who’s Who, i: 193.
62. KJV (Alkitab versi King James), 2 Fasal 21: 11 (lihat juga 21: 13). Bagaimanapun juga dalam CEV (Alkitab versi Inggris Kontemporer) referensi tentang zina ini dihapus l.ihat buku 11 hlm 326-7.
63. Dictionary of the Bible, hlm 17
64. 2 Tawarikh 25 : 14
65. Who’s Who, i: 377-8; Dictionary of the Bible, hlm. 1021.
66 Who’s Who, i: 44.
67. Dictionary of the Bible, hlm. 16.
68 Ibid., hlm 16.
69. 2 Raja-raja 18: 4,
70. Dictionary of the Bible. hlm. 382; Who’s Who, i:152; 2 Raja-raja 23:14. (Kitab 2 Raja-raja 23 14 mengisahkan penghapusan penyembahan berhala oleh raja Yosia, dan bukan raja Hizkia – Penterjemah)
71. Dictionary of the Bible. hlm 616. Who’s Who 1 50
72. Who’s Who, i: 243.
73. Ibid., i: 243.
74. Who’s Who, i: l88-190 Lihal juga 2 Raja raja 24
75. Who’s Who, i: 388: Dictionary of the Bible hlm 1054-5
76. Dictionary of the Bible. hal 440. Lihat juga Jacob Neusner, The Way of Torah, Wadsworth Publishing Co , California, edisi ke-4, 1988. hlm, xiii.
77. Neusner. The Way of Torah hlm xiii, xxi.
78. Dictionary of the Bible, hlm 441 Lihat juga Nehemia 8
79. Dictionary of the Bible, hlm 442
80. Dictionary of the Bible, hlm. 603-4.
81. Neusner, The Way of Torah, hlm xiii
82. Ibid. hlm. xxi-xxii , Klaim Neusner bahwa kanonisasi terakhtr Kitab-kitab Suci Ibrani terjadi antara 80-110 M sangat tlidak akurat .Lihat buku uu hlm 282-6
Dinukil dari buku The History of The Qur’anic Text: From Revelation to Compilation

Jejak Yahudi Di Madinah

Jejak Yahudi Di Madinah


madinah Jejak Yahudi Di Madinah (1)

Oleh: Asep Sobari Lc.

1. Seputar Terminologi Yahudi Dan Bani Isra’il
Yahudi dan Bani Isra’il merupakan kata yang selalu digunakan pada periode Sirah untuk menyebut para pengikut ajaran Taurat. Meskipun tampak menonjolkan aspek keagamaan, tapi sebenarnya ada perbedaan mendasar antara keduanya. Bahkan, pemaknaan Yahudi sendiri tidak bersifat baku, melainkan mengalami perkembangan yang cukup radikal mengikuti fase­fase sejarah yang dilalui oleh salah satu rumpun bangsa Semit ini.

Pada dasarnya, kata Yahudi merupakan penisbatan yang memiliki sifat hubungan darah, yakni keturunan Yahuda (Yahudza) bin Ya`qub. Dari garis keturunan inilah lahir Dawud as. dan Sulaiman as. yang merupakan simbol kebesaran bangsa ini sepanjang masa. Kebanggaan Yahudi adalah kata yang dinisbatkan kepada Yahuda, salah seorang putera Nabi Ya`qub as.

2. Masyarakat Yahudi di Hijaz Sebelum Islam
Tidak banyak sumber sejarah yang menjelaskan asal­usul keberadaan Yahudi di wilayah Hijaz yang meliputi Mekah, Madinah, Thaif, Khaibar, Fadak, Taima dan sekitarnya. Sumber sejarah yang ada, terbatas pada beberapa catatan sejarawan muslim, yang berarti penulisannya dilakukan setelah kedatangan Islam. Sementara catatan sejarah sebelum Islam, bisa dikatakan sangat langka. Itupun terbatas pada ungkapan para penyair dalam puisi­puisi mereka. Alhasil, permulaan kedatangan masyarakat Yahudi ke Hijaz tidak dapat dipastikan, karena tidak didukung data dan fakta yang memadai.

Namun berbagai indikator menunjukkan, keberadaan masyarakat Yahudi di tanah Hijaz sudah berlangsung sejak lama. Kondisi politik yang tidak di stabil di Palestina sejak penyerangan Babilonia hingga Romawi, mendesak masyarakat Yahudi mencari perlindungan bahkan pemukiman baru di pelbagai daerah, terutama daerah­daerah yang memiliki hubungan langsung dengan Palestina, seperti Hijaz. Selain faktor politik di Palestina, kesuburan tanah di beberapa wilayah Hijaz, seperti Yatsrib (Madinah), Khaibar, Taima, Wadi al­Qura dan Fadak, mendorong masyarakat Yahudi untuk menjadikannya sebagai alternatif pemukiman baru bagi mereka (Jawad Ali : 3675).

a. Aspek Sosial Politik
Di pemukiman baru tersebut, masyarakat Yahudi hidup berdampingan dengan pribumi yang telah lebih dulu tinggal di tempat itu. Kondisi ini memaksa mereka melakukan penyesuaian dengan budaya dan tradisi lokal. Meskipun di Madinah, Khaibar dan Wadi al­Quran, mereka berhasil mendominasi berbagai aspek kehidupan tapi mereka tetap tidak dapat menghindari tuntutan-­tuntutan pragmatis di tempat baru. Cara berpakaian dan nama mengikuti tradisi Arab. Samuel bin Yazid, Zubair bin Batha, Sallam bin Misykam, Huyay bin Akhthab, adalah nama­nama tokoh Bani Qainuqa` dan Bani Nadhir. Komunikasi sehari­haripun menggunakan bahasa Arab, meskipun masih ada pengaruh aksen Ibrani. Bahkan sebagian dari kalangan Yahudi dikenal pandai berpuisi dalam bahasa Arab, diantaranya adalah Ka`b bin Sa`d al­Qurazhi, Sarah al­ Qurazhiyah, Rabi` bin Abi al­Huqaiq dan Ka`b bin Asyraf (Jawad Ali: 3738).

Tidak hanya bahasa dan budaya, pernikahan antara etnik Bani Israil dan Arab juga tidak dapat dihindari. Ka`b bin Asyraf adalah contohnya. Menurut salah satu riwayat, ayahnya adalah keturunan Arab Thai’ sedangkan ibunya berdarah asli Bani Israil. Jawad Ali memberi alasan, perkawinan silang antar etnik ini dapat terjadi karena –antara lain— sejumlah orang Arab memeluk agama Yahudi.

Ketika masyarakat Yahudi tiba di Madinah, sejumlah kabilah Arab kecil telah mendiami kota tersebut. Namun demikian, klan­klan besar Yahudi, seperti Bani Nadhir, Bani Quraizhah dan Bani Qainuqa` berhasil menempati tempat­tempat strategis. Daerah `Awali (Wadi Mudzainib), Wadi Mahzur dan Wadi Buth­han yang merupakan sumber air di Madinah, berhasil dikuasai. Selain tanah, mereka juga menguasai perdagangan. 

Pasar Bani Qainuqa` menjadi pasar paling ramai dan lengkap, sekaligus jantung perekonomian Madinah.
Sejak kedatangan Aus dan Khazraj, dua klan Arab berasal dari Azd (Yaman), dominasi Yahudi di Madinah mulai pudar. Aus dan Khazraj berhasil menggeser posisi Yahudi meskipun tidak dapat menguasai daerah­daerah subur yang menjadi pemukiman dan kebun mereka.

Kehadiran Aus dan Khazraj yang mengancam hegemoni dan stabilitas masyarakat Yahudi tidak disikapi secara konfrontatif. Masyarakat Yahudi lebih mengutamakan perlindungan internal dengan membangun bangunan-­bangunan kokoh di daerah pemukimannya dalam bentuk benteng, atham (semi benteng) dan ratij (rumah berdinding tanah liat). As­Samhudi –dalam kitab Wafa’ al­Wafa—menyatakan terdapat lebih dari 59 atham dan ratij milik Yahudi di Madinah.

Di dalam batas lingkungan eksklusif itulah, masyarakat Yahudi melakukan segala aktivitas yang terkait antara sesama mereka, sehingga kondisinya mirip dengan komunitas Ghetto yang identik dengan budaya masyarakat Yahudi di seluruh penjuru dunia semasa diaspora.

Dalam berhubungan dengan komunitas lain di Madinah, masyarakat Yahudi tampaknya lebih bersikap pragmatis. Perpecahan di kalangan internal Yahudi mendorong mereka untuk membangun aliansi dengan masyarakat Arab guna memperkuat posisinya. Bani Qainuqa` beraliansi dengan Khazraj, sedangkan Bani Nadhir dan Bani Quraizhah beraliansi dengan Aus (al­Syarif: 267).

Perpecahan internal Yahudi bukan semata­mata strategi jitu mereka untuk memecah belah kekuatan Aus dan Khazraj yang menjadi rival mereka. Sekalipun secara tidak langsung, tujuan tersebut tercapai. Pada kenyataannya, klan-­klan Yahudi itu memang pecah, terutama setelah menapaki puncak kekuasaan di Madinah. Bani Nadhir dan Bani Quraizhah memandang status mereka lebih terhormat daripada Bani Qainuqa`. Kedua klan Yahudi tersebut berasal dari garis keturunan al­Kahin (Cohen), keturunan Nabi Harun as yang dikenal relijius dan sangat terhormat (Ibn Hisyam: 2/202).

b. Aspek Ekonomi
Sejak sebelum kedatangan Aus dan Khazraj hingga masa Islam. Yahudi Madinah tetap menguasai perekonomian kota tersebut. Bani Nadhir dan Bani Quraizhah menguasai tanah­tanah tersubur, sedangkan Bani Qainuqa` mengusai pasar terbesar. Kemahiran masyarakat Yahudi dalam bercocok tanam yang diwarisi dari Palestina juga mereka terapkan. Begitu juga kelihaian membuat perhiasan, pakaian, baju perang, senjata, alat­ alat pertanian dan profesi lainnya semakin mengokohkan dominasi mereka atas perekonomian Madinah.

Perdagangan valuta dan praktik riba juga dikenal luas di Madinah. Dalam hal ini, tokoh­ tokoh Yahudi dan Arab memainkan peran yang sama. Bunga riba yang dibebankan kepada peminjam kadang-­kadang lebih besar dari jumlah utang, sehingga menciptakan kesenjangan sosial dan memicu banyak konflik (al­Syarif: 301­302).

Hubungan dagang para saudagar Yahudi Madinah dan Khaibar terjalin dengan baik. Letak Madinah sebagai transit kafilah-­kafilah dagang Quraisy yang bertolak menuju pasar­-pasar besar di Gaza dan Syam tentu dimanfaatkan dengan baik oleh para pedagang domestik Madinah. Begitu juga Khaibar yang terletak di persimpangan jalan dagang kafilah-­kafilah Ghathafan dan beberapa kabilah Najed lainnya.

3. Aspek Pendidikan dan Keagamaan
Lingkungan eksklusif masyarakat Yahudi di Madinah menjadi tempat ideal untuk mengembangkan pendidikan dan tradisi keagamaan. Lembaga pendidikan Yahudi di Madinah dikenal dengan nama Bait al­Midras yang berasal dari bahasa Ibrani, Midrash, yang berarti kajian dan penjelasan teks­teks keagamaan. Tampaknya, Midras juga berfungsi sebagai tempat ibadah dan pertemuan penting untuk membahas masalah­ masalah agama (Jawad Ali: 4876).

Meskipun orang­orang Yahudi tidak tertarik menyebarkan agama, tapi bukan berarti tidak ada orang Arab yang memeluk Yahudi. Kondisi sosial yang majemuk, kebutuhan pragmatis yang berkaitan dengan ekonomi dan keamanan, serta faktor­-faktor lainnya, membuat orang-­orang Yahudi berkepentingan dengan adanya orang­-orang Arab yang memeluk agama mereka. Namun perlu dicatat, pilihan memeluk agama Yahudi ini dilakukan oleh individu­individu dan tidak ada fakta yang menyebutkan perpindahan agama secara masif yang dilakukan oleh satu kabilah Arab secara bersama­sama (al­ Syarif: 248).

4. Hubungan Yahudi dengan Masyarakat Muslim

a. Apakah Rasulullah saw. Berhubungan dengan Penganut Yahudi di Mekah?
Banyak ayat Al­Qur’an yang menyinggung Bani Isra’il dan agama Yahudi. Kedudukan mereka sebagai Ahl al­Kitab menjadi sorotan tersendiri, karena sepatutnya merekalah orang yang lebih cepat menerima ajaran Al­Qur’an yang merupakan penerus dan membenarkan ajaran asli Taurat. Persinggungan wacana yang dikembangkan dalam Al­Qur’an mendahului kontak fisik antara Rasulullah saw. dan kaum muslimin dengan masyarakat Yahudi. Meskipun sulit dipungkiri adanya sejumlah saudagar Yahudi yang berdagang ke Mekah dan tinggal disana untuk urusan berbisnis, namun tidak ada fakta yang menyebutkan bahwa Rasulullah saw. pernah berhubungan dengan mereka, terlebih lagi dalam masalah agama.

Kabar tentang masayarakat Yahudi tentu diketahui, bahkan dikuasai dengan baik oleh Rasulullah saw. Selain cepat atau lambat, pasti akan berhubungan dengan penganut Taurat tersebut, harapan Rasulullah saw. untuk menemukan alternatif pusat dakwah Islam selain Mekah, mendesak beliau untuk mengetahui lebih detail kondisi masyarakat­ masyarakat di sekitarnya, termasuk Madinah.

Karena itu, saat menemui sekelompok pemuda Khazraj di Mina, pertanyaan pertama yang beliau sampaikan adalah, “Apakah kalian orang-­orang yang beraliansi dengan Yahudi?”. (Ibn Hisyam: 428). Tampaknya beliau sudah sangat menguasai seluk beluk karakter sosial Madinah, termasuk hubungan Aus dan Khazraj dengan klan­klan Yahudi yang tinggal berdampingan dengan mereka itu.

b. Dakwah Rasulullah saw. kepada Masyarakat Yahudi
Hubungan dakwah Rasulullah saw. dengan Yahudi Madinah terjalin sejak dini. Riwayat Bukhari dan Ibn Ishaq mengisyaratkan kedatangan Abdullah bin Salam, seorang ulama Yahudi Bani Qainuqa`, dan keputusannya memeluk Islam terjadi hanya beberapa saat setelah beliau menetap di Madinah. Peristiwa ini pula yang memicu undangan Rasulullah saw. kepada masyarakat Yahudi untuk mengajak mereka memeluk Islam dan menjadikan Abdullah bin Salam sebagai bukti pembenarannya (al­Mubarakfuri: 140).

c. Piagam Madinah; Konsepsi Konstitusi Islam untuk Masyarakat Plural
Kedatangan Rasulullah saw. ke Madinah secara langsung menjadi penguasa baru di kota tersebut, karena Aus dan Khazraj, dua klan Arab yang mendominasi Madinah, adalah pihak yang mengundang sekaligus mengangkat beliau sebagai pemimpin. Latar belakang masyarakat Madinah yang sangat majemuk, karena terdiri dari beberapa etnik Arab dan Yahudi mendesak adanya peraturan umum yang mengatur kehidupan bersama dengan baik. Disinilah letak pentingnya Piagam Madinah yang ditetapkan oleh Rasulullah saw. berdasarkan kaedah dan prinsip Islam. Hal ini juga membuktikan, ajaran Islam dapat mengatur kepentingan bersama masyarakat muslim dan non muslim, tanpa harus menghilangkan karakter khas masing­masing, terutama agama.

Al­Mubarakfuri merangkum beberapa bagian pasal Piagam Madinah yang mengatur hubungan masyarakat Muslim dengan Yahudi seperti berikut,

1. Yahudi Bani `Auf merupakan satu komunitas bersama masyarakat Mu’min. Orang­orang Yahudi berhak menjalankan agama mereka dan orang­orang muslim berhak menjalankan agama mereka…begitu juga klan­klan Yahudi lainnya diluar Bani `Auf.
2. Masyarakat Yahudi harus menanggung biaya hidupnya sendiri dan orang­orang muslim juga harus menanggung biaya hidupnya sendiri.
3. Masyarakat Yahudi dan Muslim harus saling bahu membahu melawan musuh yang menyerang pihak yang menandatangani Piagam ini.
4. Mereka juga harus saling memberi saran dan nasihat dalam kebaikan, tapi tidak demikian dalam kejahatan.
5. Siapa pun yang dizalami maka wajib ditolong.
6. Masyarakat Yahudi dan Mu’min harus bersatu padu ketika diserang musuh.
7. Jika terjadi perselisihan atau pertikaian antara pihak­pihak yang menyepakati Piagam ini, sehingga khawatir akan merusak hubungan, maka keputusannya harus dikembalikan kepada hukum Allah azza wa jalla dan Muhammad, utusan Allah saw.
8. Siapa pun tidak boleh memberi suaka (perlindungan) kepada Quraisy dan pendukungnya 

5. Pengkhianatan dan Konspirasi Yahudi
Dipandang  dari  sudut  mana  pun,  bagi  masyarakat  Yahudi,  kedatangan  Rasulullah  saw. dan kaum  muslimin ke Madinah tidak  menguntungkan. Keharmonisan Aus dan Khazraj adalah  ancaman  terbesar  sejak  lama, apalagi  ditambah  pihak  ketiga  yang  menjadi kekuatan  baru  yang  semakin  merekatkan  hubungan  mereka. Masyarakat  Yahudi  tidak pernah  dapat  menghapus  trauma  kehadiran  pihak  asing  yang  bertentangan  dengan kepentingan mereka. Eksistensi Yahudi di Madinah benar­benar diambang kehancuran.

Terlebih  lagi,  masyarakat  Muhajirin  Mekah  adalah  pedagang­pedagang  handal.  Sejak hari­hari pertama kedatangannya, Abdurrahman bin `Auf telah menunjukkan kepiawaian 
dalam  meraih  keuntungan  di  pasar  Bani Qainuqa`  (Bukhari:  no.  1908).  Seiring  dengan perjalanan  waktu,  Usman  bin  `Affan,  Zubair  bin  `Awwam dan  nama­nama  populer lainnya  dalam  kancah  perdagangan  Arab  masa  itu  menjadi pesaing­pesaing  baru bagi pedagang Yahudi.
Persaingan  di  pasar  diperparah  dengan  kehadiran  aturan­aturan  baru  dalam  segala transaksi  ekonomi  yang dibuat  oleh  Rasulullah  saw.  Larangan  menipu,  menimbun, menjual khamr dan praktik riba, adalah diantara yang semakin mengekang sistem  ‘pasar bebas’  yang  berkembang  sebelumnya.  Khamr  (arak)  merupakan  komoditi yang  sangat potensial  bagi  masyarakat  Yahudi.  Selain  menjajakan  arak  lokal,  mereka  biasa mengimpornya dari Syam.

Semua  faktor di atas, selain tentu saja keyakinan  dan  agama,  meningkatkan ketegangan antara Yahudi dan kaum muslimin. Beberapa fakta membuktikan adanya usaha individu ataupun  kolektif  kelompok  Yahudi  untuk memicu  perselisihan  hingga  perang  besar­ besaran.

a. Benih­-benih Pengkhianatan
Ibn  Ishaq  meriwayatkan,  Syas  bin  Qais,  seorang  sesepuh  Yahudi  melewati  sekelompok pemuda  Aus  dan Khazraj  yang  sedang  berkumpul.  Mereka  terlibat  perbincangan  yang hangat dan akrab. Pemandangan  ini membakar  hati Syas,  maka segera  ia suruh seorang pemuda  Yahudi  untuk  ikut  dalam  pembicaraan  tersebut dengan  mengingatkan  mereka kepada  peristiwa  kelam  di  masa  lalu,  perang  Bu`ats  yang  telah  menelan korban  tokoh­ tokoh besar Aus dan Khazraj.

Kehangatan segera berubah menjadi ketegangan. Kedua kelompok Anshar tersebut nyaris saja  baku  hantam, bahkan  terlibat  pertumpahan  darah,  jika  saja  Rasulullah  saw.  tidak segera datang dan melerai. (Ibn Hisyam: 553­554).

Kasus  Ka`b  bin  Asyraf, tokoh terkemuka Bani Nadhir,  merupakan  model paling krusial penaburan benih pengkhiantan dalam skala individu. Kelihaian menggubah puisi, media propaganda  paling  efektif  masa  itu, menempatkan  Ka`b  dalam  posisi  yang  sangat membahayakan.  Setelah  kemenangan  kaum  muslimin  dalam perang  Badar,  Ka`b menunjukkan  permusuhannya  secara  terbuka.  Ia  segera  pergi  ke  Mekah  untuk mengucapkan simpati dan  bela  sungkawa atas terbunuhnya pembesar­pembesar Quraisy di  Badar  dalam rangakaian  puisi  yang  menyayat  hati.  Tidak  cukup  disitu,  ia  juga mengobarkan  semangat  Quraisy  untuk segera  melupakan  kekalahan  dan  menyiapkan pembalasan yang jauh lebih hebat (al­Shallabi: 2/56­58).

b. Konspirasi Yahudi
Bani  Qainuqa`  adalah  klan  Yahudi  yang  lebih  dulu  menunjukkan  aksi  pengkhianatan kolektif  terhadap kesepakatan  Piagam  Madinah.  Kemenangan  kaum  muslimin  di  Badar membuka  mata  mereka,  bahwa kekuatan  dan  dominasi  kaum  muslimin  di  Madinah menjadi  kenyataan.  Bagi  Bani  Qainuqa`,  ketergantungan ekonomi  kepada  mekanisme pasar yang mereka kuasai tidak lagi menggairahkan seperti dahulu.

Tampaknya  benih  pengkhiantan  kolektif  Bani  Qainuqa`  telah  tercium  oleh  Rasulullah saw.  Menurut  Abu Dawud,  beberapa  saat  setelah  kembali  dari  Badar,  Rasulullah  saw. mengumpulkan  Bani Qainuqa` di pasar mereka untuk  memberi peringatan. Namun  juru bicara Bani Qainuqa` malah menjawab, “Hai Muhammad! Jangan pernah merasa bangga hanya  karena  berhasil  membunuh  segelintir  orang­orang  Quraisy  yang  tidak  pandai berperang itu. Seandainya kami yang menjadi lawanmu, engkau baru akan tahu, kamilah tandinganmu yang sebenarnya. Dan, engkau tidak akan banyak berkutik melawan kami”. (al­Mubarakfuri: 226)

Sebatas  perlawanan  verbal,  Rasulullah  saw.  hanya  melihatnya  sebagai  indikator pengkhianatan. Tapi  setelah terjadi  kasus  pelecehan  wanita  muslim  di  pasar  Bani Qainuqa` yang disusul dengan pembunuhan lelaki muslim yang membelanya, Rasulullah saw. mengepung Bani Qainuqa` lalu mengusir mereka dari Madinah. 

Pembunuhan Ka`b  bin  Asyraf  dan  pengusiran  Bani  Qainuqa`  dari  Madinah  cukup meredam  gejolak  pengkhianatan  klan Yahudi  lainnya.  Tapi  kekalahan  kaum  muslimin dalam  perang  Uhud  dan  tragedi  Bi’r  Ma`unah menumbuhkan  kepercayaan  diri  Yahudi. Bani  Nadhir,  klan  yang  paling  kuat  saat  itu,  berkhianat.  Diawali dengan  memberi perlindungan  kepada  Abu  Sufyan  saat  melakukan  oprasi  militer  (Perang  Sawiq)  ke Madinah (Ibn Ishaq: 108).

Pelanggaran  terhadap  salah  satu  pasal  Piagam  Madinah  tersebut  disusul  dengan pelanggaran  lain.  Bani Nadhir  tidak  bersedia  menanggung  biaya  diyat  (denda pembunuhan)  yang  seharusnya  dipikul  bersama. Bahkan  lebih  jauh  lagi,  mereka menyusun  rencana  pembunuhan  Nabi  saw.  (al­`Umari:  146).  Rencana busuk  itupun terbongkar, sehingga Rasulullah saw. segera mengumumkan ultimatum pengusiran Bani
Nadhir dari Madinah.

Mulanya Bani Nadhir berusaha bertahan karena Abdullah bin Ubay, pemimpin kelompok Munafik  menjanjikan bantuan  (al­Mubarakfuri:  280),  tapi  kemudian  menyerah  dan terpaksa meninggalkan Madinah setelah dikepung selama 15 hari. Pada dasarnya, mereka diusir  ke  Syam,  tapi  sejumlah  tokoh  penting  Bani  Nadhir  seperti Huyay  bin  Akhthab, Salam bin Abi al­Huqaiq dan Kinanah bin Rabi` memutar haluan menuju Khaibar, koloni Yahudi terkuat di Hijaz. (al­Umari: 149).

c. Kelihaian Lobi Yahudi; Kasus Perang Ahzab
Ahzab  adalah  aliansi  sejumlah  klan  Arab  besar  yang  meliputi  Quraisy,  Ahbasy, Ghathafan  bersama sekutunya.  Mereka  melakukan  kesepakatan  dengan  Yahudi  untuk menyerang  Madinah.  Perang  Ahzab  yang mencatat  rekor  fantastik  dalam  sejarah peperangan Arab saat itu, sebenarnya bisa dikatakan sebagai bukti kelihaian lobi Yahudi. Para sejarawan mengungkapkan, provokator perang Ahzab adalah sebuah tim kecil yang dibentuk di  Khaibar dan dipimpin oleh kalangan elit Bani Nadhir,  yaitu Sallam  bin  Abi al­Huqaiq, Huyay bin Akhthab, Kinanah bin Rabi`, Haudzah bin Qais dan Abu `Ammar (al­Shallabi:  2/256).  Pembentukan  tim  ini  tentu disetujui  oleh  tokoh­tokoh  Yahudi Khaibar sendiri dengan target yang sangat besar, menggalang kekuatan Arab dalam satu pasukan terpadu untuk menyerang Madinah.

Sasaran tim yang paling realistis adalah dua kabilah Arab, Quraisy dan Ghathafan. Selain merupakan  kabilah besar  dan  memiliki  sekutu  yang  loyal,  keduanya  memiliki kepentingan  langsung  dengan  Madinah. Menggalang  dukungan  Quraisy  tentu  lebih mudah,  karena  permusuhan  mereka  dengan  Madinah  sudah cukup  menjadi  pemicu utama. Tapi para provokator ini  menambahkan dukungan  moral  yang tidak kecil,  yakni memberi pengakuan bahwa agama Quraisy  lebih  baik daripada agama Muhammad saw.

Allah swt. mengecam pragmatisme murahan Yahudi ini dalam surah al­Nisa’: 51­52: 

“Apakah  kamu  tidak memperhatikan  orang­orang  yang  diberi  bagian  dari  Al  kitab? Mereka  percaya  kepada  jibt  dan  thaghut, dan  mengatakan  kepada  orang­orang  Kafir (musyrik  Mekah),  bahwa  mereka  itu  lebih  benar  jalannya  dari orang­orang  yang beriman.  Mereka  itulah  orang  yang  dikutuki  Allah.  Barangsiapa  yang  dikutuki  Allah, niscaya kamu sekali­kali tidak akan memperoleh penolong baginya”.

Sedangkan  untuk  meraih  dukungan  Ghathafan,  tim  Yahudi  melakukan  kontrak kesepakatan  dengan  kabilah besar  Najed  tersebut  dalam  dua  pasal  yang  saling menguntungkan;  1).  Ghthafan  harus  menghimpun pasukan  sebanyak  6000  orang;  2). Yahudi  akan  membayar  klan­klan  Ghathafan  yang  bergabung  dalam pasukan  tersebut dengan seluruh hasil panen kurma Khaibar dalam setahun (al­Shallabi: 2/257).

Lobi Yahudi  ini  berhasil dengan gemilang.  Kabilah­kabilah  Arab  yang telah  melakukan kesepakatan  itu berdatangan  ke  Madinah  dengan  seluruh  kekuatan  yang  mereka  miliki. Tidak  tanggung­tanggung,  jumlah mereka  mencapai  10.000  pasukan.  Jumlah  yang disebut  al­Mubarakfuri  sebagai  catatan  rekor  fantastis dalam  sejarah  kemiliteran  Arab pada masa itu.

Merasa  tidak  cukup  dengan  menggalang  kekuatan  Arab.  Huyay  bin  Akhthab  berusaha keras  membujuk klan  Yahudi  terakhir  yang  masih  berada  di  Madinah  dan  mentaati kesepakatan  Piagam  Madinah,  Bani Quraizhah,  untuk  mendukung  logistik  Ahzab  dan menggerogoti  kekuatan  Madinah  dari  dalam.  Lobi  inipun akhirnya  berhasil.  Quraizhah berkhianat,  sehingga  Madinah  semakin  terjepit  (al­Mubarakfuri: 293).  Namun dengan strategi  yang  jitu  dan  pertolongan  Allah  swt.,  akhirnya  kaum  muslimin  berhasil  keluar dari medan perang sebagai pemenang.

Dengan  pengkhianatan  Bani  Quraizhah,  habislah  kekuatan  Yahudi  di  Madinah. Rasulullah  saw.  menghukum meraka  sebagai  pengkhianat  perang,  semua  laki­laki  Bani Quraizhah  yang  terlibat  perang  dipancung,  anak­anak  dan  wanita  ditawan,  dan  harta benda mereka dirampas (al­Mubarakfuri: 301).

Setelah  itu, kekuatan Yahudi  yang signifikan  hanya tersisa di  Khaibar. Di tempat  inilah tersimpan  potensi ancaman  yang  tidak  dapat  diremehkan.  Selain  menjdai  rahim  yang melahirkan provokasi Ahzab, Khaibar memiliki benteng­benteng yang kuat dan letaknya sangat strategis karena berada di persimpangan jalan yang menghubungkan daerah timur dan selatan Jazirah Arab.

Rasulullah  saw.  harus  konsentrasi  penuh  guna  melumpuhkan  kekuatan  Khaibar. Gencatan  senjata  yang disepakati  dengan  Quraisy  dalam  Perjanjian  Hudaibiyah  pada tahun  6H  menjadi  momentum  yang  sangat tepat.  Beberapa  saat  setelah  itu  Rasulullah saw. langsung melancarkan serangan besar­besaran ke Khaibar dan menang. Masyarakat Yahudi Khaibar yang kebanyakannya petani tidak diusir dari daerah tersebut, melainkan diizinkan  tinggal  untuk  mengelola  kebun­kebun  Khaibar  dan  berbagi  hasil  dengan  para pemilik barunya, kaum muslimin.

PENUTUP
Demikianlah  sekelumit  gambaran  kehidupan  masyarakat  Yahudi,  terutama  di  Madinah, dan  persentuhan mereka  dengan  kaum  muslimin  pada  permulaan  sejarah  Islam. Penyimpangan  dari  ajaran  Taurat  yang mengkristal  dalam  nilai  dan  sistem  yang mendasari  kehidupan  sosial,  ekonomi  dan  politik,  berakibat  pada penolakan  mereka terhadap ajaran Islam.

Namun  demikian,  bukan  berarti  seluruh  masyarakat  Yahudi  menolak  Islam.  Sejarah mencatat  bebarapa individu  Yahudi  memeluk  Islam  saat  itu.  Diantaranya  Abdullah  bin Salam dan keluarganya dari Bani Qainuqa`(Ibn Hisyam: 516) 1 ; Yamin bin `Amr dan Abu Sa`d  bin  Wahb  dari  Bani  Nadhir  (al­`Umari:  149); dan  `Athiyyah  al­Qurazhi, Abdurrahman  bin  Zubair  bin  Batha,  Rifa`ah  bin  Samuel  dan  beberapa  orang  lagi dari Bani Quraizhah (al­Mubarakfuri: 302).

Rujukan
  1. Al­Qur’an al­Karim
  2. Shahih al­Bukhari [al­Maktabah al­Syamilah]
  3. Ibn Hisyam, al­Sirah al­Nabawiyyah [al­Maktabah al­Syamilah]
  4. Ali, Jawad, al­Mufashshal fi Tarikh al­Arab Qabl al­Islam [al­Maktabah al­Syamilah]
  5. Al­Syarif, Ahmad Ibrahim, Makkah wa al­Madinah fi al­Jahiliyyah wa `Ahd al­Rasul saw. [al­Maktabah al­Syamilah]
  6. Al­`Umari,  Akram  Dhiya’,  al­Mujtama`  al­Madani  fi  `Ahd  al­Nubuwwah  [al­
  7. Maktabah al­Syamilah]
  8. Al­Mubarakfuri,  Shafiy  al­Rahman,  al­Rahiq  al­Makhtum,  Dar  al­Salam­Riyadh, 1418 H
  1. Al­Shallabi,  Ali  Muhammad,  al­Sirah  al­Nabawiyyah;  `Ardh  Waqa’i`  wa  Tahlil  Ahdats, Dar Ibn Katsir­Beirut, 1425 H/2004

Copyright @ 2013 PEJUANG ISLAM.