Minggu, 30 Maret 2014

Kesultanan Bima (Gambar) 1

Parang atau golok ini konon memiliki kesaktian terutama jika digunakan disaat-saat genting pada masa kejayaan kerajaan dan kesultanan Bima.











Kebijakan Khalifah Abdul Hamid II Terhadap Utang Luar Negeri

“Saat aku memangku pemerintahan, total utang kami sekitar 300 juta lira dan berhasil ditekan hingga tinggal 30 juta lira, atau tinggal sepersepuluhnya saja”. Demikianlah tulis Sultan Abdul Hamid (1842-1918M), Khalifah Utsmaniyah di dalam catatan hariannya (terj. Mudzakaraat as Sulthan abdul Hamid. Dr Muhammad Harb hal 26).

Posisi utang negara Utsmaniyah pada dua masa sultan sebelumnya, yaitu  Abdul Majid (ayah Abdul Hamid) dan Abdul Aziz (pamannya) telah mencapai 252 juta lira emas (tahun 1881 M), dan jumlah tersebut harus segera dibayar karena jatuh tempo.

Saat berkuasa, Abdul Hamid dihadapkan kepada berbagai macam permasalahan, seperti pembangkangan Serbia dan Montenegro, yang telah dimulai sejak akhir pemerintahan Sultan Abdul Aziz. Demikian juga keberadaan para pejabat pengkhianat Islam dan sebagian gubernur yang serakah, di antaranya Khudaiwi Ismail, gubernur Utsmaniyah di Mesir yang telah menjabat sejak masa pemerintahan pamannya, Sultan Abdul Aziz.

Gubernur Ismail telah berhasil memaksa Sultan Abdul Aziz untuk menerima utang luar negeri dari Inggris dan Prancis sebesar 100 juta Junaih. Tindakan Abdul Aziz menerima usulan Ismail ini telah membuat Ustmaniyah jatuh ke dalam kubangan utang luar negeri. Sifat serakah Ismail juga telah mendorongnya menjual saham-saham pribadinya atas kepemilikan Terusan Suez pada November 1875 M di pasar gelap.  Saham-saham itu akhirnya jatuh ke tangan Inggris setelah melalui persaingan dengan Prancis yang kalah cepat. Jatuhnya saham-saham ke tangan Inggris ini menjadi sebab munculnya gerakan perlawanan di Mesir untuk mengenyahkan Inggris dari Mesir di kemudian hari.

Untuk menghentikan laju bertambahnya utang luar negeri dan berpindahnya kepemilikan aset-aset strategis negara ke tangan musuh, Abdul Hamid segera memecat para pejabat rakus termasuk di antaranya gubernur Mesir, Khudaiwi Ismail. Ismail dipecat melalui dekrit tahunan yang dikeluarkan pada 25 Juli 1879 M.
Pemerintahan Khalifah Abdul Hamid sangat terbebani dengan banyaknya utang luar negeri. Sementara itu,  sumber pendapatan negara dari hari ke hari semakin menciut. Produktivitas dalam negeri pun hari demi hari semakin menurun, sehingga sepanjang periode pembenahan tersebut, Sultan harus mendatangkan barang-barang kebutuhan bagi rakyatnya dari Eropa. Komoditas tekstil Eropa ada di mana-mana, membanjiri negara. Kondisi ini berdampak pada bangkrutnya sejumlah pabrik di dalam negeri, karena pendapatan yang terus defisit. Pemasukan cukai lintas batas pun mengalami penurunan hingga pada tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya. Keadaan demikian itu sebagai konsekuensi dari diberlakukannya perjanjian perdagangan dengan negara-negara besar yang dilakukan oleh para khalifah sebelumnya.

Kondisi buruk tersebut bertambah parah dengan adanya persoalan tanah tempat tinggal dan lapangan pekerjaan bagi jutaan Muslim Utsmaniyah yang eksodus dari Bulgaria ke Istanbul. Eksodus ini sebagai akibat dari adanya perang yang terjadi antara Rusia dan Utsmaniyah yang berlangsung dari tahun 1877 sampai 1878 M. Sebagai langkah solusi atas persoalan ini, dibuatlah perjanjian untuk mengakhiri perang pada 31 Januari 1878 M.

Sultan Abdul Hamid telah berhasil menyelesaikan persoalan utang ini hingga berkurang separuh dari jumlah asalnya. Keseriusan Sultan untuk melunasi utang ini telah menyebabkan para pegawai negara, terutama para pemegang kebijakan gelisah karena gaji mereka dibayarkan terlambat.

Besarnya utang luar negeri Khilafah Utsmaniyah telah dimanfaatkan oleh Yahudi Eropa sebagai jalan untuk mendapatkan tanah Palestina. Para Yahudi terkutuk itu menjanjikan sultan untuk membantu melunasi utang-utang negaranya. Namun, tipu muslihat mereka yang keji dan licik itu tidak mendapatkan respon positif dari Sultan Abdul Hamid. Pada tanggal 28 Juni dan 7 Juli 1890 M, Sultan mengeluarkan dua perintah kesultanan, yaitu ditolaknya keinginan Zionisme untuk memiliki tanah-tanah Utsmaniyah dan mengembalikan mereka ke asal mereka. Abdul Hamid telah menetapkan perintah itu dengan suatu pandangan bahwa Khilafah Utsmaniyah harus tetap memelihara kekayaan Palestina dan tidak menjual tanahnya kepada para imigran yang datang kepadanya. Semoga Allah menerima amal kebaikan Sultan Abdul Hamid dan mengampuni segala kekurangannya. Amin. (Mediaumat.com, 12/11/2013)




Sumber

Copyright @ 2013 PEJUANG ISLAM.