Minggu, 12 Januari 2014

Filled Under:

Imperium Britania (4)

Era keemasan Imperium Britania (1815–1914)

Periode antara tahun 1815 sampai 1914 disebut oleh beberapa sejarawan sebagai "era keemasan Imperium Britania",[87][88] ketika lebih dari 10.000.000 mil² (26,000,000 km²) luas wilayah dan sekitar 400 juta penduduk menjadi bagian dari Imperium Britania.[89] Kekalahan Napoleon pada tahun 1815 membuat Inggris tidak memiliki saingan yang berarti, kecuali Rusia di Asia Tengah.[90] Menjadi yang tak terkalahkan di lautan, Inggris kemudian menobatkan dirinya sebagai polisi dunia, yang selanjutnya dikenal sebagai Pax Britannica.[91] Bersamaan dengan hak kontrol tidak resmi yang dimilikinya, posisi Inggris yang dominan dalam perdagangan dunia berarti bahwa secara efektif Inggris bisa mengendalikan perekonomian dari banyak negara, seperti Cina, Argentina dan Siam (Thailand). Kondisi ini oleh para sejarawan disebut sebagai "imperium informal".[92][93]
Era keemasan Imperium Britania didukung oleh berbagai penemuan teknologi selama masa Revolusi Industri seperti kapal uap dan telegraf. Berbagai teknologi baru yang diciptakan pada paruh kedua abad ke-19 memungkinkan Inggris untuk mengontrol dan mempertahankan kejayaan Imperiumnya. Pada tahun 1902, koloni-koloni di Imperium Britania bisa saling terhubung berkat adanya penemuan jaringan kabel telegraf yang bernama "All Red Line".[94]

Imperium Britania pada tahun 1897 ditandai dengan warna merah muda, warna tradisional kekuasaan Imperium Britania pada peta.

East India Company di Asia

East India Company (EIC) atau Perusahaan Hindia Timur secara tidak langsung telah ikut berperan serta dalam mendukung kejayaan Imperium Britania di Asia. Tentara EIC pertama kali bergabung dengan Angkatan Laut Inggris saat terjadinya Perang Tujuh Tahun, dan kemudian terus bekerjasama dalam berbagai pertempuran di luar India, di antaranya: pengusiran Napoleon dari Mesir (1799), pengambilalihan Jawa dari Belanda (1811), akuisisi Singapura (1819) dan Malaka (1824) serta pendudukan Birma (1826).[90]
Berawal dari basis di India, sejak tahun 1730 EIC lambat laun mulai melebarkan jalur perdagangannya dengan merambah perdagangan opium (candu) dengan Cina. Perdagangan ini sangat menguntungkan namun ilegal karena dilarang oleh Dinasti Qing sejak tahun 1729. Perdagangan opium ini membantu mengembalikan ketidakseimbangan perdagangan Inggris akibat impor teh yang tidak menghasilkan keuntungan di Cina.[95] Pada tahun 1839, sekitar 20.000 peti candu Inggris disita oleh Pemerintah Cina, yang memicu meletusnya Perang Candu Pertama. Cina kalah dalam perang ini, kemudian berdasarkan hasil Perjanjian Nanjing, Hong Kong diserahkan kepada Inggris.[96]

Kartun yang menggambarkan Benjamin Disraeli memberi Ratu Victoria mahkota baru ketika ia dinobatkan sebagai Maharani India.

Pada tahun 1857, di India terjadi Pemberontakan Sepoy yang dilakukan oleh prajurit-prajurit India (sepoy) yang berada di bawah kekuasaan EIC. Pemberontakan ini berkembang dan meluas menjadi pemberontakan penduduk di dataran Gangga hulu dan India Tengah dan berakhir dengan pembubaran EIC serta kekuasaan di India dijalankan secara langsung oleh Pemerintah Kerajaan Inggris.[97] Pemberontakan ini memakan waktu enam bulan sebelum berhasil ditumpas dan memakan banyak korban jiwa dari kedua belah pihak. Setelah pemberontakan usai, Monarki Inggris memegang kendali langsung atas India, membawa India memasuki periode menjadi Negara Kepangeranan (Princely States) Inggris atau yang dikenal sebagai Kemaharajaan Britania (British Raj) dengan seorang gubernur jenderal ditunjuk oleh Pemerintah Inggris untuk membawahi India dan Ratu Victoria dinobatkan sebagai Maharani India. EIC dibubarkan pada tahun berikutnya.[98]
India mengalami serangkaian kegagalan panen serius pada akhir abad ke-19, menyebabkan bencana kelaparan yang meluas ke seantero negeri dan diperkirakan lebih dari 15 juta orang meninggal akibat kelaparan. EIC telah gagal mengimplementasikan kebijakan dan kontrol yang terkoordinasi untuk menangani kelaparan selama periode kekuasaannya. Hal ini berusaha diubah selama masa Kemaharajaan Britania, sebuah komisi khusus dibentuk untuk mengatasi dan menerapkan kebijakan baru dalam pengentasan kelaparan, yang memakan waktu hingga awal 1900-an supaya bisa menghasilkan efek.[99]

 Penghancuran kapal perang Cina dalam Perang Candu Pertama oleh E. Duncan.

Persaingan dengan Rusia

Sepanjang abad ke-19, Inggris dan Rusia saling bersaing untuk mengisi kekosongan kekuasaan yang ditinggalkan olah Utsmaniyah, Persia dan Dinasti Qing. Persaingan di Eurasia ini oleh Arthur Connolly disebut sebagai Permainan Besar (The Great Game).[100] Kekalahan yang diderita oleh Rusia di Persia dan Turki memunculkan kekhawatiran Inggris akan ambisi imperialis Rusia untuk menguasai Asia Tengah dan ketakutan akan adanya invasi darat Rusia ke India.[101] Pada tahun 1839, Inggris mendahului Rusia dengan menginvasi Afghanistan, yang memicu meletusnya Perang Inggris-Afghanistan, namun perang ini adalah bencana bagi Inggris.[80] Saat Rusia menginvasi Balkan pada tahun 1853, kekhawatiran akan adanya dominasi Rusia di Mediterania dan Timur Tengah memicu Inggris dan Perancis untuk menyerang Semenanjung Krimea dan melumpuhkan Angkatan Laut Rusia.[80] Peristiwa ini memicu berkobarnya Perang Krimea yang meletus pada tahun 1854-1856 antara Kekaisaran Rusia melawan sekutu yang terdiri dari Inggris, Perancis, Kerajaan Sardinia dan Kesultanan Utsmaniyah. Perang ini dianggap sebagai perang modern pertama dalam sejarah dunia, baik dari segi teknik maupun penggunaan senjata,[102] dan merupakan satu-satunya perang global yang terjadi antara Inggris dengan imperium lainnya selama masa Pax Britannica. Perang ini berhasil dimenangkan dengan gemilang oleh Inggris dan sekutunya.[80] Setelah perang usai, situasi di Asia Tengah tetap tidak terselesaikan selama dua dekade lebih. Inggris mencaplok Baluchistan pada tahun 1876 dan Rusia menguasai Kirghizia, Kazakhstan dan Turkmenistan. Untuk sementara waktu, perang lain antar kedua negara tersebut memang bisa dihindari, namun di sisi lain terjadi perebutan supremasi antar kedua belah pihak di Asia Tengah, terutama dalam penyebaran pengaruh dan ideologi politiknya masing-masing. Kesepakatan antara Inggris dan Rusia baru benar-benar bisa tercapai setelah ditetapkannya batas-batas kekuasaan kedua negara dalam Perjanjian Inggris-Rusia pada tahun 1907.[103] Lumpuhnya Angkatan Laut Rusia dalam Pertempuran Port Arthur saat terjadinya Perang Rusia-Jepang juga semakin memperbesar peluang Inggris dalam menguasai Asia.[104]

 Tentara Rusia dan tentara Inggris dalam Perang Krimea.

Dari Cape ke Kairo

Belanda sebenarnya telah mendirikan Koloni Cape di ujung selatan Afrika pada tahun 1652 sebagai pos persinggahan bagi kapal-kapalnya yang sedang dalam perjalanan ke Hindia Timur. Namun Inggris secara resmi mengakuisisi Koloni Cape pada tahun 1806 - termasuk Bangsa Boer yang berdiam di sana - setelah mendudukinya pada tahun 1795 untuk mencegah koloni tersebut jatuh ke tangan Perancis yang pada saat itu berhasil mengalahkan Belanda.[105] Para imigran Inggris mulai berdatangan sejak tahun 1820. Hal ini memicu menyingkirnya ribuan Bangsa Boer yang tidak setuju dengan hukum Inggris ke arah utara dan mendirikan negara republik bebas sendiri (kebanyakan tidak bertahan lama) pada periode 1830-an sampai awal 1840-an.[106] Dalam prosesnya, Bangsa Boer berulang kali bentrok dengan tentara Inggris, yang memiliki agenda sendiri sehubungan dengan ekspansi kolonial di Afrika Selatan dan menguasai permukiman bangsa-bangsa asli Afrika, termasuk Bangsa Sotho dan Bangsa Zulu. Pada akhirnya, Bangsa Boer berhasil mendirikan dua negara republik baru yang memiliki umur lebih lama: Republik Afrika Selatan atau Republik Transvaal (1852-1877; 1881-1902) dan Negara Bebas Oranye (1854-1902).[107] Pada tahun 1902 Inggris berhasil menduduki kedua republik tersebut, yang memicu meletusnya Perang Boer.[108]
Pada tahun 1869 Terusan Suez yang menghubungkan Laut Tengah dengan Samudra Hindia dibuka oleh Napoleon III. Pembukaan terusan ini pada awalnya ditentang oleh Inggris, namun begitu mengetahui nilai strategis dari terusan ini, Inggris langsung berhasrat untuk menguasainya.[109] Pada tahun 1875, Pemerintah Konservatif Benjamin Disraeli membeli 44 persen - sekitar £4 juta (£280 juta pada tahun 2014) - saham penguasa Mesir; Ismail Pasha dalam kepemilikan Terusan Suez. Meskipun pembelian ini tidak memberikan kontrol langsung atas Terusan Suez, Inggris secara tidak langsung telah menanamkan pengaruhnya di Mesir. Dengan adanya kontrol dari Perancis dan Inggris terhadap keuangan Mesir, Mesir pun akhirnya diduduki penuh oleh Inggris pada tahun 1882.[110] Perancis yang merupakan pemegang saham mayoritas atas Terusan Suez berupaya untuk melemahkan posisi Inggris,[111] namun kedua negara tersebut pada akhirnya berhasil mencapai suatu persetujuan dengan disahkannya Konvensi Konstantinopel pada tahun 1888 yang memutuskan bahwa Terusan Suez adalah wilayah netral.[112]
Ketika aktivitas Perancis, Belgia dan Portugis di bagian hulu Sungai Kongo sudah mengancam kedudukan Inggris di Afrika, Konferensi Berlin diadakan pada tahun 1884 dan 1885 dengan tujuan untuk mengatur persaingan antar bangsa-bangsa Eropa di Afrika, yang selanjutnya dikenal sebagai “Perebutan Afrika” (dalam artian pendudukan efektif agar mendapat pengakuan internasional atas klaim teritorial).[113] Perebutan ini berlanjut hingga tahun 1890-an, yang menyebabkan Inggris mempertimbangkan kembali keputusannya untuk menarik diri dari Sudan pada tahun 1885. Sekompi pasukan gabungan tentara Inggris dan Mesir berhasil mengalahkan tentara Mahdi pada tahun 1886 dan mencegah usaha Perancis untuk menduduki Fashoda pada tahun 1898. Setelah itu, Sudan diklaim sebagai Kondominium Inggris-Mesir, meskipun pada kenyataannya Sudan merupakan koloni Inggris.[114]
Kemenangan Inggris di Afrika Timur dan Selatan mendorong Cecil Rhodes - pelopor ekspansi Inggris ke Afrika - untuk membangun sebuah jalur kereta api dari Cape ke Kairo guna menghubungkan Terusan Suez dengan Afrika bagian selatan yang kaya dengan mineral.[115] Pada tahun 1888, Rhodes beserta perusahaannya yang bernama British South Africa Company mencaplok dan menduduki sebuah wilayah yang kemudian dinamakan sesuai namanya; Rhodesia.[116]

 Raksasa Rhodes—Cecil Rhodes "melangkah" dari Cape ke Kairo.

(Bersambung)

0 komentar:

Posting Komentar

Copyright @ 2013 PEJUANG ISLAM.