Minggu, 12 Januari 2014

Filled Under:

Imperium Britania (5)

Perubahan status koloni kulit putih

Sejak abad ke-18, telah terjadi perbedaan yang nyata antara status koloni Inggris yang dihuni oleh penduduk berkulit putih dengan koloni yang dihuni oleh penduduk non-kulit putih. Saat pemikiran "absolutisme tercerahkan" berkembang di Eropa, Inggris didesak untuk mengubah status koloni-koloni kulit putih agar mengijinkan mereka membentuk pemerintahan sendiri.[117]

 Kelahiran Republik Irlandia oleh Walter Paget.

Langkah koloni kulit putih untuk memperoleh kemerdekaan dari Imperium Britania dimulai dengan adanya Laporan Durham pada tahun 1839: dua provinsi di Kanada (Kanada Atas dan Kanada Bawah) diusulkan untuk di-unifikasi sebagai solusi atas kerusuhan politik yang kerap terjadi di sana.[118] Unifikasi ini disahkan dalam Undang-Undang Penyatuan pada tahun 1840, yang kemudian membentuk Provinsi Kanada. Pemerintahan mandiri pertama kali diberikan pada Nova Scotia pada tahun 1848, kemudian menyusul koloni-koloni Inggris lainnya di Amerika utara. Selanjutnya, dengan diberlakukannya Undang-Undang Konstitusi oleh Parlemen Britania Raya pada tahun 1867, Kanada Atas, Kanada Bawah, New Brunswick dan Nova Scotia disatukan menjadi Domini Kanada, dengan status sebagai Pemerintahan Konfederasi yang menikmati hak penuh kecuali dalam hal hubungan internasional.[119] Australia dan Selandia Baru juga memperoleh status yang sama setelah tahun 1900. Koloni-koloni di Australia di unifikasi pada tahun 1901 menjadi Federasi Australia, sedangkan Selandia Baru menyusul setelahnya dengan status sebagai Pemerintahan Domini. Istilah Pemerintahan Domini sendiri secara resmi baru diperkenalkan dalam Konferensi Kolonial pada tahun 1907 di London untuk menegaskan status Kanada, Australia dan Selandia Baru.[120]
Pada dekade terakhir abad 19, Inggris dihadapkan pada kampanye politik rakyat Irlandia yang ingin memisahkan diri dari Britania Raya. Irlandia sendiri telah bergabung dengan Inggris (dan bersama Skotlandia kemudian membentuk Britania Raya) sejak tahun 1800, setelah meletusnya Pemberontakan Irlandia pada tahun 1798, yang diikuti dengan bencana kelaparan parah pada periode 1845 sampai 1852. Kemerdekaan Irlandia ini didukung oleh Perdana Menteri Inggris, William Ewart Gladstone, yang berharap bahwa Irlandia mungkin bisa mengikuti jejak Kanada sebagai sebuah Pemerintahan Domini dalam Imperium Britania. Namun Rancangan Undang-Undang (RUU) pembebasan Irlandia ditolak oleh Parlemen Inggris,[121] meskipun RUU ini menawarkan otonomi yang lebih sedikit bagi Irlandia ketimbang Kanada.[121] Kebanyakan anggota parlemen takut kemerdekaan Irlandia mungkin akan menimbulkan ancaman keamanan bagi Inggris atau menandai awal pecahnya Imperium Britania.[122] RUU kemerdekaan kedua juga ditolak dengan alasan yang sama.[122] RUU ketiga berhasil disahkan oleh parlemen, namun tidak diproses lebih lanjut karena pecahnya Perang Dunia I.[123] Sementara itu di Afrika, pada tahun 1910, Koloni Cape, Natal, Republik Transvaal dan Negara Bebas Oranye bergabung menjadi Uni Afrika Selatan yang juga diberi status domini.[124]

Perang Dunia (1914–1945)

Pada pergantian abad ke-20, kekhawatiran Inggris bahwa mereka tidak lagi mampu mempertahankan kejayaan imperiumnya mulai tumbuh. Jerman meningkat pesat sebagai kekuatan militer dan industri baru di dunia dan tampaknya akan menjadi lawan yang paling mungkin bagi Inggris dalam perang masa depan.[125] Sadar bahwa ia kewalahan di Pasifik dan terancam oleh Angkatan Laut Jerman,[126] Inggris membentuk aliansi dengan Jepang pada tahun 1902, dan musuh lamanya: Perancis dan Rusia pada tahun 1904 dan 1907.[127]

Perang Dunia I

Kekhawatiran Inggris terhadap peperangan dengan Jerman terbukti dengan pecahnya Perang Dunia I. Keputusan Inggris untuk melancarkan perang terhadap Jerman dan sekutunya juga melibatkan wilayah-wilayah koloni dan domininya, yang menyediakan tenaga militer, dukungan finansial dan material yang tidak ternilai. Lebih dari 2,5 juta tentara Inggris diambil dari wilayah-wilayah domininya, serta ribuan sukarelawan yang berasal dari koloni-koloninya.[128] Sebagian besar koloni seberang lautan Jerman dengan cepat berhasil direbut dan diduduki. Sementara di Pasifik, Australia dan Selandia Baru berhasil mengambil alih Nugini Jerman dan Samoa. Kontribusi Australia, Newfoundland dan Selandia Baru selama Kampanye Gallipoli melawan Kesultanan Utsmaniyah pada tahun 1915 memiliki dampak besar terhadap semangat kebangsaan dan kecintaan mereka terhadap tanah air serta berperan penting dalam proses transisi Australia dan Selandia Baru dari negara koloni menjadi negara yang merdeka. Negara-negara tersebut terus memperingati peristiwa tewasnya ribuan tentara mereka dalam perang ini setiap tahunnya. Kanada juga mengalami hal yang sama saat ikut serta dalam Pertempuran Vimy Ridge pada tahun 1917.[129] Kontribusi penting dari para domini Inggris diakui oleh Perdana Menteri Inggris, David Lloyd George. Pada tahun 1917, ia mengundang semua Perdana Menteri dari wilayah domini Inggris dan kemudian membentuk Kabinet Perang Imperialis untuk mengkoordinasikan kebijakan militer di Imperium Britania.[130]
Menurut ketentuan Perjanjian Versailles pada tahun 1919, Inggris mendapat jatah terbesar dalam pembagian wilayah sengketa perang. Sekitar 1.800.000 mil² (4,700,000 km²) dan 13 juta penduduk baru ditambahkan ke kekuasaan Imperium Britania.[131] Koloni-koloni Jerman dan Kesultanan Utsmaniyah dibagi-bagikan ke Sekutu sebagaimana keputusan dari Liga Bangsa-Bangsa. Inggris mendapatkan mandat atas Palestina, Transyordania, Irak, sebagian Kamerun dan Togo, serta Tanganyika. Wilayah domini Inggris juga mendapat bagian tersendiri: Afrika Barat Daya (sekarang Namibia) diserahkan kepada Afrika Selatan, Australia memperoleh Nugini Jerman, sedangkan Selandia Baru memperoleh Samoa Barat. Nauru ditetapkan sebagai milik gabungan antara Inggris dan dua domini Pasifik-nya.[132]

 Pasukan batalyon 6 Australia dalam Pertempuran Kanal St. Quentin pada tanggal 1 September 1918.

Periode antar-perang

Berbagai perubahan yang terjadi pasca Perang Dunia I, khususnya pertumbuhan Amerika Serikat dan Jepang sebagai kekuatan baru angkatan laut dunia dan munculnya gerakan-gerakan kemerdekaan di India dan Irlandia menyebabkan kebijakan imperial Inggris dikaji ulang.[133] Inggris harus memilih apakah mau bersekutu dengan Jepang atau Amerika Serikat. Kemudian Inggris memilih untuk tidak memperpanjang aliansi dengan Jepang dan dengan disahkannya Perjanjian Laut Washington tahun 1922, Inggris secara resmi menyetujui persekutuan dengan Angkatan Laut Amerika Serikat.[134] Keputusan ini menjadi sumber perdebatan di Inggris sepanjang tahun 1930,[135] pemerintahan militer sudah diberlakukan di Jepang dan Jerman dan didukung oleh sedang berlangsungnya era Depresi Besar, di khawatirkan Inggris tidak akan bertahan menghadapi serangan dari kedua negara tersebut.[136] Meskipun isu keamanan imperiumnya menjadi perhatian serius bagi Inggris, pada saat yang sama imperium juga sangat penting bagi perekonomian Inggris, terutama dalam menghadapi perang.[137]

Perang Kemerdekaan Irlandia

Perang Dunia I menyebabkan pelaksanaan Undang-Undang Kemerdekaan Irlandia tertunda dan hasilnya, Irlandia memproklamasikan kemerdekaannya sendiri pada tahun 1919. Sinn Féin, partai pro-kemerdekaan Irlandia, berhasil memenangkan mayoritas suara dalam Pemilihan Umum tahun 1918 dan kemudian memproklamasikan kemerdekaan Irlandia. Inggris tidak mengakuinya dan hal ini memicu meletusnya Perang Kemerdekaan Irlandia. Para tentara Republik Irlandia secara bersamaan memulai perang gerilya melawan Pemerintahan Inggris.[138] Perang ini berakhir pada tahun 1921 dengan jalan buntu dan menghasilkan Perjanjian Inggris-Irlandia. Dua puluh enam county di Irlandia selatan kemudian mendirikan Negara Bebas Irlandia, yang selanjutnya ditetapkan sebagai wilayah domini dalam Imperium Britania, yang berdiri sebagai negara bebas namun secara konstitusional dan kelembagaan masih merupakan bagian dari Kerajaan Britania Raya.[139] Sedangkan enam county di Irlandia Utara memilih untuk tetap menjadi bagian dari Pemerintahan Britania Raya.[140]

Status koloni di Asia

Perjuangan kemerdekaan yang sama juga berlangsung di India saat Undang-Undang Pemerintahan India 1919 gagal dalam memenuhi tuntutan kemerdekaan rakyat India.[141] Kekhawatiran terhadap penyebaran komunis dan campur tangan asing dalam Konspirasi Ghadar menyebabkan disahkannya Undang-Undang Rowlatt.[142] Hal ini menyebabkan ketegangan, terutama di daerah Punjab, tempat ketegangan berubah menjadi tragedi berdarah pada tahun 1919 yang dikenal dengan peristiwa Pembantaian Amritsar. Di Inggris, peristiwa ini dilihat sebagai tindakan untuk menyelamatkan India dari aksi anarki, namun banyak juga - termasuk Churchill - yang menganggapnya sebagai tindakan yang tidak berperikemanusiaan.[142] Keadaan terus bergejolak hingga bulan Maret 1922 diikuti oleh insiden Chauri Chaura dan terus berlanjut hingga 25 tahun kedepannya.[143] Pada tahun 1922, Mesir, yang telah dinyatakan sebagai wilayah protektorat Inggris setelah Perang Dunia I diberikan kemerdekaan resmi, namun tetap menjadi negara satelit Inggris sampai tahun 1954. Tentara Inggris tetap ditempatkan di Mesir sampai ditandatanganinya Perjanjian Inggris-Mesir pada tahun 1936[144] yang menyepakati bahwa Inggris akan menarik tentaranya dari Mesir namun Inggris tetap berhak menduduki dan memiliki Terusan Suez. Sebagai imbalannya, Mesir dibantu untuk bergabung dengan Liga Bangsa-Bangsa.[145] Sementara itu, Irak, wilayah mandat Inggris sejak tahun 1920 yang kaya dengan minyak juga dibantu menjadi anggota Liga Bangsa-Bangsa setelah diberi kemerdekaan pada tahun 1932.[146]

Raja George V (depan tengah) bersama Perdana Menteri Inggris dan para domininya dalam Konferensi Imperial 1926. Berdiri dari kiri ke kanan : Walter Stanley Monroe (Newfoundland), Gordon Coates (Selandia Baru), Stanley Bruce (Australia), J. B. M. Hertzog (Uni Afrika Selatan), W.T. Cosgrave (Negara Bebas Irlandia). Duduk: Stanley Baldwin (Inggris), Raja George V, William Lyon Mackenzie King (Kanada).


(Bersambung)

0 komentar:

Posting Komentar

Copyright @ 2013 PEJUANG ISLAM.