Rabu, 05 Februari 2014

Filled Under:

Bali: Raja Penguasa Bali 6

E. Majapahit/Bedulu
1. Mahaguru Dharmottungga Warmadewa (1324-1328)
Setelah jatuhnya Kerajaan Singasari akibat dari serbuan Raja Jayakatwang dari Kediri maka berakhirpula kekuasaan Kebo Parud sebagai wakil pemerintahan Kerajaan Singasari di Pulau Bali. Karena Majapahit adalah penerus dari Kerajaan Singasari maka secara otomatis pula kekuasaan di Pulau Bali dipegang oleh Kerajaan Majapahit.

Adalah Sri Dharma Uttungga-dewa-Warmadewa yang bergelar Sri Paduka Maharaja Bhatara Mahaguru yang ditunjuk oleh Raja Jayanegara sebagai wakil Kerajaan Majapahit di Pulau Bali. Sri Dharma Uttungga-dewa-Warmadewa adalah keturunan dari Bhatara Guru Sri Adi Kunti-Ketana yang memerintah Bali pada tahun 1204 M.

Raja ini adalah keturunan dari raja dua sejoli Sri Gunapriya Dharmapatni dan suaminya Sri Dharma Udayana Warmadewa yang memerintah tahun 989 s/d 1001 M di Kerajaan Bedulu. Kerajaan Bedulu diperkirakan terletak diantara desa Bedulu dan Pejeng (Gianyar) dan bekas pemandian Raja kini disebut sebagai Pura Arjuna Matapa.

Pemerintahan Sri Dharma Uttungga-dewa-Warmadewa adalah wakil pemerintahan Kerajaan Majapahit di Bali sehingga untuk jabatan penting seperti Senapati beliau mengakat orang – orang dari Majapahit disamping orang orang dari Bali sendiri. Senapati yang diangkat beliau diantaranya :

  1. Kidalang Camok diangkat menjadi Senapati Kuturan
  2. Ki Candi Lengis diangkat menjadi Senapati Sarbwa
  3. Ki Jagatrang diangkat menjadi Senapati Weresanten
  4. Ki Pindamacan diangkat menjadi Senapati Balem bunut
  5. Ki Gagak Sumeningrat diangkat menjadi Senapati Baladyaksa
  6. Ki Kuda Makara / Ki Kuda Langkat Langkat diangkat menjadi Senapati Danda
  7. Ki Lembu Lateng diangkat menjadi Senapati Manyiringan
  8. Ki Gagak Lepas diangkat menjadi Senapati Dinganga
  9. Mantri irah Prana diangkat menjadi Sekretaris Kehakiman I
  10. Mantri Wadyawadana diangkat menjadi Sekretaris Kehakiman II ·
  11. Ki Panji Singaraja diangkat menjadi Sekretaris Kehakiman III
Perutusan pendeta Siwanya adalah :
  1. Paduka Raja Guru diangkat menjadi pendeta besar yang berkuasa di Dharmahanyar II.
  2. Paduka Rajadyaksa diangkat menjadi pendeta besar yang berkuasa di Air Gajah sekarang di Goa Gajah.
  3. Paduka Raja Manggala diangkat menjadi pendeta besar di Trinayana.
Perutusan pendeta Budhanya adalah :
  1. Dang Upadyaya Pujayanti diangkat menjadi pendeta besar di Biharanasi ·
  2. Dang Upadyaya Karmangga diangkat menjadi pendeta besar di Puranagara.

Demikianlah susunan pejabat kerajaan yang diangkat oleh beliau. Dalam pemerintahannya beliau juga membuat undang undang desa yang ditata diatas perunggu dan isinyapun kebanyakan disesuaikan dengan prasasti-prasasti yang telah ada. Segala keputusan beliau didasarkan atas permusyawaratan dan tempat pengambilan keputusan biasanya dilakukan di balai-pendapa yang ada di istana. Para pendeta Siwa, Budha, Resi dan Mahabrahmana yang ada di desa desa sangat dihargai oleh beliau, bahkan mereka diikutsertakan dalam sidang disamping pejabat pejabat resmi di Kerajaan.

Sri Dharma Uttungga-dewa-Warmadewa dalam melaksanakan sehari hari tugas pemerintahannya telah mengangkat putranya sendiri yang bernama Sri Trunajaya sebagai raja muda. Akan tetapi entah mengapa raja muda ini belum bersedia untuk dicalonkan menjadi raja. Sebagai raja Sri Dharma Uttungga-dewa-Warmadewa sangat bijaksana dalam menjalankan pemerintahan, Beliau sangat taat melakukan upacara di pura-pura, terlebih pemujaan terhadap leluhurnya. Dari itulah beliau membuat peraturan-peraturan adat untuk upacara Paduka Bhatara almarhum yang dicandikan di Candi Manik yang upacaranya jatuh pada setiap bulan purnama dalam bulan Cetra (Maret).

Bangunan bangunan suci banyak didirikan pada jaman pemerintahan beliau, sebuah taman yang sangat indah telah dibangun disebelah selatan desa Bangli. Kolamnya dihiasi patung “Makaradewi” sedangkan di sebelah selatannya dibuat bangunan suci (Pemerajan) untuk pemujaan beliau yang disebut Gua Merku. Kini komplek taman tersebut disebut Taman Bali.

Identifikasi Raja Bhatara Guru II atau Bhatara Sri Mahaguru sesungguhnya masih mengandung permasalahan.
Ada tiga buah prasasti dikeluarkan oleh raja itu, tetapi memuat gelarnya secara tidak konsisten. Dalam prasasti Srokadan (1246 Saka)25 baginda disebut Paduka Bhatara Guru yang memerintah bersama-sama dengan cucunya (putunira), yakni Paduka Aji (baca : Haji) Sri Tarunajaya.

Dalam prasasti Cempaga C (1246 Saka) disebut dengan gelar Paduka Bhatara Sri Mahaguru (Stein Callenfels, 1926 : 50). Dan dalam prasasti Tumbu (1247 Saka) disebut Paduka Sri Maharaja, Sri Bhatara Mahaguru, Dharmmotungga Warmadewa (baca : Paduka Sri Maharaja Sri Bhatara Mahaguru Dharmottungga Warmadewa) (Goris, 1965 : 45).

Sri Jayakasunu digantikan oleh putra-putrinya yaitu Sri Masula Masuli dengan gelar Bhatara Mahaguru Darma Utangga Warmadewa dengan ibu kota kerajaan Batu Anyar. Bali aman kembali Kebo Parud tidak berada di Bali lagi. Baginda bertahta sampai dengan tahun Çaka 1250 (1328 Masehi). Bhatara Guru II rupanya mangkat sebelum tahun 1250 Saka (1328). Dugaan itu dikemukakan karena pada tahun 1250 Saka, sebagaimana tertera dalam prasasti Selumbug (Stein Callenfels, 1926 : 68-70), yang memerintah di Bali adalah Paduka Bhatara Sri Walajayakartaningrat. R

Sumber
2. Walajaya Kertaningrat/SRI TARUNAJAYA / BHATARA GURU II (1328 -1337)
Bhatara Guru II rupanya mangkat sebelum tahun 1250 Saka (1328). Dugaan itu dikemukakan karena pada tahun 1250 Saka, sebagaimana tertera dalam prasasti Selumbug (Stein Callenfels, 1926 : 68-70), yang memerintah di Bali adalah Paduka Bhatara Sri Walajayakrtaningrat.
Sri Dharma Uttungga-dewa-Warmadewa mangkat dimana perisitiwa tersebut tahunnya bersamaan dengan terbunuhnya Jayanegara raja Majapahit yang ke dua oleh tabib Ra Tanca. Setelah Sri Dharma Uttungga-dewa-Warmadewa wafat maka putranya yang bernama Trunajaya menggantikan kedudukan beliau sebagai raja dengan memakai gelar Sri Walajaya Kertaningrat hal tersebut tercantum dalam prasasti yang tersimpan di desa Selembung (Karangasem).

Dalam prasasti itu juga disebutkan Pura Hyang Api atau Agni Sala tertulis nama Maharesi Agastya yang menyelesaikan perkara desa Selembung. Adapun pejabat pejabat pemerintahan pada masa pemerintahan ayah beliau masih tetap dipertahankan kecuali jabatan untuk Senapati Balembunut diganti sebanyak 2 kali. Pada tahun 1324 M jabatan tersebut dipegang oleh Ki Pinda Macan sedangkan tahun 1325 diganti oleh Ki Gentur sampai akhirnya dipegang oleh Ki Bondantuhed.

Pada pemerintahan beliau, desa Selumbung dibebaskan dari pembayaran pajak dan rodi karena desa ini memelihara sebuah candi yang ada di Linggabawana. kemungkinan candi tersebut adalah merupakan tempat abu ayahanda beliau yaitu Dharma Uttungga-dewa-Warmadewa dimakamkan. Keadaan pulau Bali pada masa pemerintahan belia sangat tenang dan aman.

Raja ini memerintah bersama-sama dengan atau dibantu oleh ibunya yang bergelar Paduka Tara Sri Mahaguru. Mengingat kata tara (baca : tara) dapat berarti ”janda atau duda”, di samping juga berarti ”suami atau istri” (Damais, 1959 : 690), maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan Paduka Tara Sri Mahaguru kemungkinan besar adalah janda almarhum Bhatara Guru II.

Selain itu, kiranya dapat disepakati bahwa kata tarunajaya pada hakikatnya bermakna sama dengan walajaya. Kendatipun demikian, masih diperlukan kehati-hatian sebelum menyamakan tokoh Tarunajaya dalam prasasti Srokadan dengan Walajayakrtaningrat dalam prasasti Selumbung. Kehati-hatian itu diperlukan karena Tarunaja dikatakan sebagai cucuk sang suami (yaitu Bhatara Guru II) dan Walajayakrtaningrat dikatakan sebagai putra sang permaisuri (yaitu paduka Tara Sri Mahaguru).

Pernyataan terakhir ini menjadi lebih kuat, jika Bhatara Guru II dan Paduka Tara Sri Mahaguru pada mulanya memang merupakan pasangan suami-istri. Atas dasar gambaran yang telah disajikan, dengan singkat dapat dikatakan bahwa bagaimanapun juga hubungan kekeluargaan mereka berdua belum dapat dijelaskan secara meyakinkan. Sumber-sumber sejarah yang muncul pada masa-masa mendatang diharapkan dapat menerangkan hal itu.

Dari prasasti Selumbung yang telah disebutkan, dapat diketahui bahwa Raja Walajayakrtaningrat beserta ibunya memberikan anugrah prasasti kepada tetua desa Salumbung (karaman ing salumbung). Dalam prasasti itu ditetapkan pelbagai kewajiban yang harus ditunaikan oleh penduduk bagi bangunan suci Sang Hyang Candri ring Linggabhawana. Penganugerahan prasasti itu disaksikan pula oleh para pejabat tinggi kerajaan.

Raja Walajayakrttaningrat dan ibunya digantikan oleh Paduka Bhatara Sri Astasura Ratnabumibanten (baca : Paduka Bhatara Sri Astasura Ratnabhumibanten). Gelar ini terbaca dalam prasasti Langgahan yang berangka tahun 1259 Saka (Goris, 1954a : 44 ; Damais, 1955 : 99). Prasasti ini mencatat bahwa pada tahun 1259 Saka raja menetapkan pelbagai drwyahaji yang mesti dibayar oleh penduduk di wilayah pertapaan Langgaran


Sumber
3. Sri Astasura Ratna bumi Banten (1337 - 1343 M)
Dikisahkan pada tahun 1337 raja Bhatara Sri Astasura Ratna Bhumi Banten / Sri Gajah Waktera / Sri Topolung mulai berkuasa di Pulau Bali, beliau sangat bijaksana serta adil dalam mengendalikan pemerintahan dan taat dalam melaksanakan upacara keagamaan., beliau terkenal sebagai seorang pemberani serta sangat sakti. dalam pemerintahannya beliau mengadakan pergantian sejumlah pejabat pemerintahan antara lain :

  • Kesenepatian Kuturan yang dijabat Ki Dalang Camok diganti oleh Ki Mabasa Sinom
  • Kesenepatian Danda yang dijabat Ki Kuda Langkat-Langkat diganti oleh Ki Bima Sakti
  • Dibentuk kesenepatian baru yaitu Kesenepatian manyiringin di pegang oleh Ki Lembu Lateng.
  • Perutusan Siwa rajamanggala yang dulu tinggal di Dewastana kini digeser ke Kunjarasana.
  • Perutusan Pendeta Siwa Sewaratna yang dulu tinggal di Trinayana kini dipindahkan ke Dharmahanyar.
  • Dang Upadyaya Pujayanta yang dijabat Pendeta di Biharanasi diganti oleh Pendeta Dang Upadyaya Dharma.
  • Dibentuk pejabat Makarun di Hyang Karamus yang dipagang oleh Ki Panji Sukaningrat.
  • Dibentuk 2 buah perutusan yaitu di Burwan yang dipegang oleh Sira Mahaguru dan di Buhara Bahung yang dipegang oleh Dang Upadyaya Kangka.
Beliau mengangkat seorang Mangkubumi yang gagah perkasa bernama Ki Pasunggrigis, yang tinggal di desa Tengkulak dekat istana Bedahulu di mana raja Astasura bersemayam. Sebagai pembantunya diangkat Ki Kebo Iwa alias Kebo Taruna yang tinggal di Desa Belahbatuh. Para menterinya di sebutkan antara lain :

  1. Krian Pasung Grigis jabatan Mangkubumi di Tengkulak
  2. Ki Kebo Iwa jabatan Patih di
  3. Ki Girikmana jabatan Menteri di Desa Loring Giri Ularan (Buleleng)
  4. Ki Tambiak jabatan Menteri di desa Jimbaran
  5. Ki Tunjung Tutur jabatan Menteri di desa Tenganan
  6. Ki Buahan jabatan Menteri di desa Batur
  7. Ki Tunjung Biru jabatan Pertanda di desa Tianyar
  8. Ki Kopang jabatan Pertanda di desa Seraya
  9. Ki Walungsari jabatan Pertanda di desa Taro.
  10. Ki Gudug Basur jabatan Tumenggung
  11. Ki Kalambang jabatan Demung
  12. Ki Kalagemet jabatan Tumenggung di Desa Tangkas
  13. Ki Buahan di Batur
  14. Ki Walung Singkal di Desa Taro
Demikianlah para Menteri Bhatara Sri Astasura Ratna Bhumi Banten yang sebagian besar diantaranya adalah keturunan sang Ratu Ugrasena leluluh Sanjayawamsa, kesatrya Kalingga. Keturunan belia sangat berani sehingga terus menduduki jabatan penting sebagai Panglima Perang sampai pemerintahan Gelgel dan bergelar Jlantik. Beliau terkenal sebagai Arya Ularan panglima Dulang Mangap (Pasukan inti Kerajaan Gelgel) yang menaklukkan Blambangan dan Jlantik Bogol terkenal sebagai pahlawan perang Pasuruhan.

Bhatara Sri Astasura Ratna Bhumi Banten adalah seorang penganut agama Budha yang taat terbukti pada tahun 1338 M beliau banyak mendirikan tempat tempat suci agama Budha. Dalam melaksanakan ibadah keagaman beliau sering melaksanakan persembahyangan di Pura Besakih dengan didampingi para Mentri dan pendeta Siwa-Budha.

Keadaan yang berlangsung aman dan tentram tersebut tiba tiba terancam karena sikap dari Raja Sri Astasura Ratna Bumi Banten yang menentang dan tidak bersedia tunduk dibawah kekuasaan Ratu Majapahit Tribhuwana Wijayatunggadewi, meskipun beliau adalah keturunan Majapahit. Alasan Beliau bersikap demikian karena Bali sudah dari dahulu dibawah lindungan kerajaan Daha.

Hubungan antara Kerajaan Bali dan Kerajaan Daha sudah berlangsung sejak pemerintahan Raja Putri Ganapriya Dharmapatni yang memerintah Bali tahun 989-1001 M. Karena hubungan inilah maka Bali mengadakan perlawanan terhadap kerajaan Singhasari, tahun 1222 M , namun Bali baru dapat ditaklukkan pada tahun 1284 oleh Prabu Kertanegara. Selanjutnya karena runtuhnya kerajaan Singhasari oleh Jayakatwang tahun 1292 maka Bali kembali menjadi pengawasan Kerajaan Daha. Pada Tahun 1293 Kerajaan Daha mengalami keruntuhan karena serangan oleh Kerajaan Majapahit sehingga Bali langsung dikuasai oleh Raja Majapahit.

Keputusan Bhatara Sri Astasura Ratna Bhumi Banten untuk menetang Majapahit tercetus dalam rapat dengan para menterinya dimana Keputusan tersebut akibat pengaruh dari Menteri Pertahanan (Senapati danda) yang bernama Ki Bima Sakti yang di Majapahit terkenal dengan nama Werkodara.


Adapun politik pemerintah Bhatara Sri Astasura Ratna Bhumi Banten sekarang sungguh sangat berbeda dibandingkan yang sudah sudah, bahkan beliau sekarang bersikap membangkang dan tidak menghiraukan perintah-perintah dari Majapahit. Karena sikap beliau tersebut maka beliau dijuluki Raja Bedahulu, “Beda” artinya berbeda (pendapat) dan “Hulu” berarti atasan. Tegasnya raja ini melepaskan diri dan tidak mau tunduk dibawah kekuasaan Majapahit sebagai atasan yang dulu mengangkatnya. Sikap dan prilaku Raja ini didengar oleh Ratu Majapahit karena itu Ratu Tribhuwana Tunggadewi menjadi marah besar sehingga beliau merencanakan untuk mengirim pasukan besar ke Bali dibawah pimpinan Patih Gajah Mada dan panglima Arya Damar (Adityawarman)

Untuk lebih jelasnya bahwa Raja Bali diangkat oleh Singhasari dan Majapahit dapat diuraikan sebagai berikut :

Setelah akhir pemerintahan Raja Kembar Mahasora dan Mahasori atau yang lebih dikenal dengan Raja Masula Masuli yang menjadi Raja Bali adalah Sri Hyang Ning Hyang Adidewa Lencana (tahun 1260 -1286 M) . Pada masa pemerintahan raja ini, Bali diserang dan dikuasai oleh Kerajaan Singhasari dibawah kepemimpinan Raja Kertanagara. Raja Adidewa Lancana kemudian ditangkap dan dibawa ke Singhasari tahun 1286 M. Sejak itulah Bali menjadi kekuasaan kerajaan Singhasari.

Dengan dikuasainya Bali oleh Singhasari maka pengangkatan raja raja Bali selanjutnya dilakukan oleh Raja Singhasari. Namun Demikian karena Kerajaan Singhasari runtuh akibat Penyerangan dari Prabu Jayakatwang yang menyebabkan Prabu Kertanagara Gugur maka selanjutnya pengangkatan raja Bali dilakukan oleh Majapahit yang merupakan penerus dari kerajaan Singhasari.

Raja Bali pertama yang diangkat oleh Prabu Kertanagara adalah Ki Kryan Demung yang berasal dari Jawa timur yang kemudian digantikan oleh putranya Ki Kebo Parud. Berikutnya yang menjadi raja Bali adalah Sri Paduka Maharaja Batara Mahaguru ( 1324-1328 M). Beliau diangkat oleh Raja Majapahit yaitu Prabu Jayanegara/ Kalagemet. Yang menggantikan beliau adalah putranya sendiri yaitu Sri Tarunajaya dengan gelar Sri Walajaya Kertaningrat (1328-1337 M). Sesudah beliau meninggal dunia, maka digantikan oleh adiknya yaitu Sri Astasura Ratna Bumi Banten yang berarti Raja yang berkuasa (1337-1343)


(Bersambung)

0 komentar:

Posting Komentar

Copyright @ 2013 PEJUANG ISLAM.