Minggu, 13 April 2014

Filled Under:

Snouck Hurgronje: Melakukan Deideologi Islam (5)

Menurut Snouck, dari dulu hingga zaman yang akan datang, “Isu Islam” akan menjadi perbincangan yang cukup serius dalam berbagai agenda politik. Snouck Hurgronje bukan semata ilmuwan yang diminta untuk menyelesaikan satu masalah semata. Namun, Pemerintah Belanda telah banyak meminta pertimbangan kepada Snouck untuk memecahkan berbagai masalah yang dihadapi Belanda akibat banyaknya pemberontakan yang terjadi di berbagai daerah. Sebagai mata-mata dan penasihat pemerintah Belanda, ia aktif bekerja mencari solusi-solusi jitu untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi Belanda. Di daerah manapun di Indonesia, tatkala muncul benih-benih api perlawanan dan pemberontakan, Snouck pasti akan dikirim untuk memastikan kembalinya kontrol Belanda atas kaum Muslim. Snouck juga diminta Pemerintah Belanda untuk mencari solusi jangka panjang terhadap masalah-masalah Belanda di Indonesia.
Menurut Snouck, masalah mendasar dalam penaklukan Islam dan umatnya adalah adanya fakta bahwa umat Islam percaya pada kebutuhan untuk persatuan negara dalam naungan Khalifah yang mengatur atas semua dari mereka sesuai dengan hukum syariah. Dalam sebuah surat kepada Goldziher pada 1886, satu tahun setelah perjalanannya ke Makkah, Snouck mengatakan, … Saya tidak pernah keberatan dengan unsur-unsur keagamaan dari lembaga ini [Islam]. Menurut pendapat saya, pengaruh politik ini yang menyedihkan. Sebagai orang Belanda, aku merasa sangat perlu memperingatkan terhadap hal ini.
Menurut Snouck, itu adalah sisi politik Islam yang menyebabkan semua masalah bagi Belanda di Indonesia. Sejatinya Islam telah menjadi motivasi bagi masyarakat Indonesia untuk melawan pendudukan Belanda. Namun, menurut Snouck, sisi politik Islam juga menjadi masalah bagi umat Islam sendiri. Menurut dia, keyakinan kaum Muslim di Negara Khilafah Islam terhadap Hukum Islam inilah yang justru membuat mereka mundur. Snouck berpendapat kesalahan dalam pemahaman terhadap hukum syariahlah yang menyebabkan kemunduran tersebut. Hukum syariah dipahami sebagai ciptaan umat Islam pada abad pertengahan. Snouck berpendapat, karena kebanyakan kaum Muslim mempercayai hal tersebut dan sikap mereka yang tidak ingin menjauhkan diri dari hukum-hukum ini, maka kaum Muslim terjebak pada pemahaman abad pertengahan tersebut.
Snouck juga menyampaikan bahwa kolonialisme benar-benar membawa berkah. Pasalnya, dengan kolonialisme umat Islam jadi diperkenalkan dengan ide-ide modern ‘pencerahan’, seperti sekularisme, kebebasan pribadi dan demokrasi. Snouck mengatakan, “Sekitar 230.000.000 orang Islam yang hidup di bawah aturan non-Muslim [sekular] sangat sering tidak memiliki kesadaran sejarah yang cukup untuk dapat mengenali bahwa perubahan dalam pemerintahan, berarti ada ‘perbaikan’ bagi mereka. Mereka melihat sejarah politik Islam melalui legenda. Ketika legenda ini memberikan alasan untuk komplain, mereka biasanya percaya bahwa semua komplain-komplain itu akan diselesaikan oleh Amirul Mukminin yang mengatur urusan mereka.
Apa yang dibayangkan Snouck sebagai solusi akhir untuk “Isu Islam” adalah perubahan Islam itu sendiri. Snouck ingin Islam menjadi seperti agama Kristen; sebuah agama yang hanya mengurusi ibadah ritual semata, sedangkan urusan lainnya, seperti undang-undang dan politik, diserahkan seluruhnya kepada manusia. Snouck mengatakan, “Satu-satunya solusi yang benar untuk masalah Islam adalah terletak pada asimilasi subyek Islam dari Belanda dengan Belanda. Jika kita bisa berhasil dalam hal ini, tidak akan ada sebuah ‘Isu Islam’ lagi. Maka akan ada kesatuan budaya antara subyek dari Ratu Belanda yang tinggal di pantai Laut Utara dan mereka yang tinggal di Insulinde1. Kondisi ini akan membuat perbedaan dalam agama mereka tanpa ada kepentingan politik atau sosial.
Snouck menyebut, inilah tujuan dari “aneksasi mental” umat Islam. Jika umat Islam Indonesia percaya pada ideologi Barat sebagaimana Barat mempercayai ideologi tersebut, maka umat Islam akan merasa satu dengan Barat. Kondisi ini memudahkan bagi umat Islam untuk dikuasai Barat, meskipun ritual keagamaan mereka mungkin berbeda.
Oleh karena itu, Snouck menyarankan kepada pemerintah Belanda untuk membedakan antara apa yang disebut “inti sebenarnya dogma Islam” seperti berdoa, haji, keyakinan akan Hari Kiamat, dan sebagainya; dengan “segala sesuatu yang bersifat politis atau akhirnya bisa menjadi politik”. “Dogma Islam” atau oleh Snouck biasa disebut “agama murni”, harus dibiarkan sepenuhnya bebas.2 Namun, pemerintah harus bertindak tegas terhadap segala sesuatu yang berhubungan dengan Islam politik seperti: Kekhalifahan, Perang Suci dan Syariah. Persoalan-persoalan tersebut tidak boleh dibicarakan lagi, kapan pun dan dimana pun.
Snouck percaya bahwa saran yang dia sampaikan tujuannya adalah tujuan yang realistis. Ia pun membuat penjelasan dalam sebuah surat kepada temannya, Goldziher, “Saya yakin bahwa di Indonesia, kompromi antara Islam dan humanisme adalah mungkin.
Dia melihat dan menyadari bahwa kompromi ini sebagai tugas nyata seorang orientalis. “Perkembangan Dunia Islam ke arah budaya kita, yang merupakan bagian tak terpisahkan dari karya hidup saya,” tegas Snouck. [Selesai]

Idries de Vries adalah aktifis dakwah Islam asal Belanda dan kontributor tamu pada situs newcivilization.com

Catatan kaki:
1 Sebutan untuk Indonesia oleh Belanda pada zaman dulu.
2 Selama Perang Dunia I Snouck memiliki sedikit perubahan hati. Pada saat itu ia mendesak pemerintah Belanda untuk tidak membiarkan umat Islam Indonesia untuk pergi haji, karena ia percaya kontak antara Muslim Indonesia dan Negara Islam harus benar-benar rusak selama masa perang.



Sumber

0 komentar:

Posting Komentar

Copyright @ 2013 PEJUANG ISLAM.