Ada dua hal yang tidak bisa dilepaskan dari sejarah NU perlawanan
terhadap penjajahan, perjuangan syariah dan khilafah. Nahdlatoel Oelama
lahir pada 31 Januari 1926 M./16 Rajab 1344 H. di Surabaya yang dipimpin
oleh Rais Akbar Choedratoes Sjech KH. Hasjim Asj’ari. Nama Nahdlatoel
Oelama merupakan kelanjutan dari nama gerakan dan nama sekolah yang
pernah didirikan Nahdlatoel Wathan pada 1335 H./1916 M. di Surabaya.
Kehadiran Nahdlatoel Oelama pada periode Kebangkitan Kesadaran
Nasional Indonesia mempunyai kesamaan dengan organisasi Islam yang
sezaman. NU berjuang ingin menegakkan kembali kedaulatan umat Islam
sebagai mayoritas. NU ingin pula menegakkan syari’ah Islam. Kebangkitan
Nahdlatoel Oelama merupakan jawaban terhadap Politik Kristenisasi
penjajah pemerintah kolonial Belanda yang berusaha menegakkan Hukum
Barat.
Tantangan imperialis Barat, dengan Politik Kristenisasi dan upaya
memberlakukan Hukum Barat, menjadikan seluruh organisasi Islam, Sjarikat
Dagang Islam, Sjarikat Islam, Persjarikatan Moehammadijah,
Persjarikatan Oelama, Persatoean Oemat Islam, Matla’oel Anwar,
Persatoean Islam, Nahdlatoel Oelama, Perti, Al-Waslijah, serta Djamiat
Choir dan Al-Irsjad, berjuang menuntut Indonesia Merdeka dan menegakkan
Syariah Islam.(Ahmad Mansur Suryanegara, 2009. Api Sejarah)
Perjuangan NU juga tidak bisa dilepaskan dari cita-cita besar
menjadikan Islam sebagai agama negara , menjadi dasar negara , menuju
sebuah negara Islam . KH Wahid Hasyim memang memanfaatkan rancangan
Pembukaan yang diusulkan tersebut sebagai suatu titik tolak untuk
pengaturan lebih lanjut menuju suatu negara Islam. “Kalau presiden
adalah seorang Muslim, maka peraturan- peraturan akan mempunyai ciri
Islam dan hal itu akan besar pengaruhnya. Tentang Islam sebagai agama
negara, hal ini akan penting artinya bagai pertahanan negara. Umumnya,
pertahanan yang didasarkan kepada keyakinan agama akan sangat kuat,
karena menurut ajaran Islam orang hanya boleh mengorbankan jiwanya untuk
ideologi agama.”, tegas KH. A. Wahid Hasyim, salah seorang tokoh NU
terkemuka (BJ. Boland, “Pergumulan Islam di Indonesia” (1985)
Dalam peran internasionalnya NU juga tidak bisa dipisahkan dari
perjuangan penegakan Khilafah yang menjadi agenda penting umat Islam
saat itu. Sebagai respon terhadap keruntuhan khilafah sebuah komite
didirikan di Surabaya pada tanggal 4 Oktober 1924 diketuai oleh Wondosoedirdjo (kemudian dikenal sebagai Wondoamiseno) dari Sarekat Islam dan wakil ketua KHA. Wahab Hasbullah(salah satu pendiri NU). Tujuannya untuk membahas undangan kongres khilafah di Kairo
Pertemuan ini ditindaklanjuti dengan menyelenggarakan Kongres Al-Islam Hindia III di Surabaya pada tanggal 24-27 Desember 1924,
Keputusan penting kongres ini adalah melibatkan diri dalam pergerakan
khilafah dan mengirimkan utusan yang harus dianggap sebagai wakil umat
Islam Indonesia ke kongres dunia Islam. Kongres ini memutuskan untuk mengirim sebuah delegasi ke Kairo yang terdiri dari Suryopranoto (SI), Haji Fakhruddin (Muhammadiyah) dan KHA. Wahab dari kalangan tradisi .
Karena ada perbedaan pendapat dengan kalangan Muhammadiyah, KHA.
Wahab dan 3 penyokongnya mengadakan rapat dengan kalangan ulama senior
dari Surabaya, Semarang, Pasuruan, Lasem, dan Pati.
Mereka sempat mendirikan Komite Merembuk Hijaz. Komite ini dibangun
dengan 2 maksud, yakni mengimbangi Komite Khilafat yang secara
berangsur-angsur jatuh ke kalangan pembaharu, dan menyerukan kepada Ibnu Sa’ud], penguasa baru di Arab Saudi agar kebiasaan beragama yang benar dapat diteruskan . Komite inilah yang diubah namanya menjadi Nahdlatul Ulama pada suatu rapat di Surabaya tanggal 31 Januari 1926. Rapat ini tetap menempatkan masalah Hijaz sebagai persoalan utama.( Bandera Islam, 16 Oktober 1924 ; Noer, Deliar (3 Maret 1973). Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942. LP3ES) (Salman Iskandar,Mediaumat.com )
Sumber
Minggu, 13 April 2014
Filled Under:
KEINDONESIAAN
NU : Perlawanan Terhadap Penjajah, Perjuangan Syariah dan Khilafah
Posted By:
Unknown
on 12.05
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar