Perjuangan KH
Mas Mansyur dalam memperjuangkan Islam dan syariahnya sangatlah besar.
Pemahaman umat Islam di Indonesia saat ini tentang ajaran Islam yang
benar tidak luput dari andil dakwah beliau. Putra dari KH Mas Ahmad
Marzuqi, seorang pionir Islam—ahli agama yang terkenal di Jawa Timur
pada masanya—ini yakin betul bahwa makhluk harus terikat dengan aturan
Sang Khalik. Bahkan secara tegas, KH Mas Mansyur menyatakan, “Mereka
yang tidak mau tunduk pada syariat telah dipengaruhi oleh hawa nafsu
sehingga mereka mengabaikan begitu saja perintah dan larangan agama.”1
Oleh karena
itu, pria yang lahir pada Hari Kamis tanggal 25 Juni 1896 Masehi di
Surabaya ini menganggap bahwa asumsi Islam itu agama yang salah,
penghambat kemajuan, pembenci dunia, adalah keliru sama sekali.2 Ini
terjadi karena mereka menilainya dari sudut pandang yang salah. Mereka
menilai dari sudut pandang pemeluknya, bukan dari sudut pandang
sebenarnya, dari ‘mata air agama itu sendiri’.
Pria yang pernah lama belajar di Mesir dan Makkah ini selanjutnya menegaskan, “Kalau
memang agama itu adalah agama yang benar, kita harus membongkar
terlebih dahulu pada undang-undang yang dibawanya. Kalau undang-undang
yang dibawanya itu mencocoki sunnatullah uluhiyah maka itulah agama yang
benar, agama sejati, agama yang bersumber pada Zat Yang Maha Esa, yaitu
Allah SWT.”3
Mas Mansur
juga mengingatkan, hendaknya tidak melupakan apa yang disebut sebagai
“pendidikan sejati dalam Islam”, yaitu tatkala kekuatan telah dimiliki
maka janganlah merasa paling kuat sendiri sehingga timbul hawa nafsu dan
lupa kepada Allah. Jadi, “Semuanya harus dengan ‘tidak ada daya dan upaya dan tidak ada kekuatan melainkan dari Allah SWT yang Maha Tinggi.’”4
Dari apa yang
diyakini inilah, suami dari Siti Zakiyah, putri dari Haji Arif ini
konsisten memperjuangkan Islam dan syariahnya. Berbagai uslub
dakwah untuk mensyiarkan Islam telah banyak di tempuh. Di antaranya
adalah dengan membentuk majelis diskusi bersama Abdul Wahab Hasbullah
yang diberi nama Taswir al-Afkar. Taswir al-Afkar
merupakan tempat berkumpulnya para ulama Surabaya yang sebelumnya mereka
mengadakan kegiatan pengajian di rumah atau di surau masing-masing.
Masalah-masalah yang dibahas berkaitan dengan masalah-masalah yang
bersifat keagamaan murni sampai masalah politik hingga perjuangan
melawan penjajah. Berbagai tulisan dakwahnya pun banyak tersebar di
berbagai media cetak waktu itu. Di antaranya dimuat di Majalah Siaran dan Majalah Kentungan di Surabaya; Penganjur dan Islam Bergerak di Yogyakarta; Panji Islam dan Pedoman Masyarakat di Medan dan Adil di Solo.
Di samping melalui majalah-majalah, Mas Mansur juga menuliskan ide dan gagasannya dalam bentuk buku, antara lain yaitu Hadits Nabawiyah; Syarat Syahnya Nikah; Risalah Tauhid dan Syirik; dan Adab al-Bahts wa al-Munadlarah.
Oleh karena
itu, tatkala ada upaya untuk mengembalikan persatuan umat seluruh dunia
dalam naungan Khilafah Islamiyah, KH Mas Mansur pun ikut berperan aktif.
Tatkala diadakan Kongres Khilafah pada tanggal 1 Juni 1926 di Makkah,
beliau bersama H.O.S Cokroaminoto berperan aktif menjadi salah satu
utusan dari Mu’tamar Al-‘Alamul Islami Far’ul Hindish Syarkiyyah (MAIHS), Kongres Islam Sedunia Cabang Hindia Timur (yang semula bernama Konggres Al-Islam).5
Sepulang dari
Kongres Khilafah ini Mas Mansur merasa bahwa beban tanggung jawab dakwah
untuk lebih menyuarakan syariah dan Khilafah lebih terasa berat. Beliau
pun berujar, “Pada tahun 1926 yang telah lalu Dunia Islam pernah
mengadakan konggres bertempat di Tanah Suci Makkah. Tiada ketinggalan,
perhimpunan kita Islam sama membentuk badan persatuan yang bernama
Mu’tamar Al-‘Alamul Islami Far’ul Hindish Syarkiyyah (MAIHS). Badan
mana yang mengutus mendatangi akan ajakan konggres Dunia Islam yang
bertempat di pusat kelahiran Islam yang terkenal itu ialah di Makkah.
Salah satu utusan umat Islam Indonesia adalah saya dan almarhum J.M
H.O.S Cokroaminoto. Dalam penutup Kongres di Makkah tadi terasalah berat
tanggungan kita menerima amanat yang penting tetapi masih sulit pula
diamalkannya dalam ‘alam Islam Indonesia.”6 [Gus Uwik]
Catatan kaki:
1 Darul Aqsha, K. H. Mas Mansur, 1896-1946: Perjuangan dan Pemikiran, Erlangga Surabaya, 2005.
2 Ibid.
3 Taufik Abdullah, Agama, Etos Kerja dan Perkembangan Ekonomi, Jakarta, 1979.
4 Abdurrahman Wahid, Bunga Rampai Pesantren, Kumpulan Karya Tulis, Jakarta, 1399 H.
5 Darul Aqsha, K. H. Mas Mansur, 1896-1946 : Perjuangan dan Pemikiran, Erlangga Surabaya, 2005.
6 Haikal, Meniti Jejantas Nasionalis-Islam dan Nasionalis-Sekuler (Sekilas Biografi Mas Mansur 1896 – 1946, Jebat 20, 1992.
Sumber
0 komentar:
Posting Komentar