Minggu, 13 April 2014

Filled Under:
,

KH Mas Mansyur: Kontributor Kongres Khilafah

Perjuangan KH Mas Mansyur dalam memperjuangkan Islam dan syariahnya sangatlah besar. Pemahaman umat Islam di Indonesia saat ini tentang ajaran Islam yang benar tidak luput dari andil dakwah beliau. Putra dari KH Mas Ahmad Marzuqi, seorang pionir Islam—ahli agama yang terkenal di Jawa Timur pada masanya—ini yakin betul bahwa makhluk harus terikat dengan aturan Sang Khalik. Bahkan secara tegas, KH Mas Mansyur menyatakan, “Mereka yang tidak mau tunduk pada syariat telah dipengaruhi oleh hawa nafsu sehingga mereka mengabaikan begitu saja perintah dan larangan agama.”1

Oleh karena itu, pria yang lahir pada Hari Kamis tanggal 25 Juni 1896 Masehi di Surabaya ini menganggap bahwa asumsi Islam itu agama yang salah, penghambat kemajuan, pembenci dunia, adalah keliru sama sekali.2 Ini terjadi karena mereka menilainya dari sudut pandang yang salah. Mereka menilai dari sudut pandang pemeluknya, bukan dari sudut pandang sebenarnya, dari ‘mata air agama itu sendiri’. 

Pria yang pernah lama belajar di Mesir dan Makkah ini selanjutnya menegaskan, “Kalau memang agama itu adalah agama yang benar, kita harus membongkar terlebih dahulu pada undang-undang yang dibawanya. Kalau undang-undang yang dibawanya itu mencocoki sunnatullah uluhiyah maka itulah agama yang benar, agama sejati, agama yang bersumber pada Zat Yang Maha Esa, yaitu Allah SWT.”3

Mas Mansur juga mengingatkan, hendaknya tidak melupakan apa yang disebut sebagai “pendidikan sejati dalam Islam”, yaitu tatkala kekuatan telah dimiliki maka janganlah merasa paling kuat sendiri sehingga timbul hawa nafsu dan lupa kepada Allah. Jadi, “Semuanya harus dengan ‘tidak ada daya dan upaya dan tidak ada kekuatan melainkan dari Allah SWT yang Maha Tinggi.’”4

Dari apa yang diyakini inilah, suami dari Siti Zakiyah, putri dari Haji Arif ini konsisten memperjuangkan Islam dan syariahnya. Berbagai uslub dakwah untuk mensyiarkan Islam telah banyak di tempuh. Di antaranya adalah dengan membentuk majelis diskusi bersama Abdul Wahab Hasbullah yang diberi nama Taswir al-Afkar. Taswir al-Afkar merupakan tempat berkumpulnya para ulama Surabaya yang sebelumnya mereka mengadakan kegiatan pengajian di rumah atau di surau masing-masing. Masalah-masalah yang dibahas berkaitan dengan masalah-masalah yang bersifat keagamaan murni sampai masalah politik hingga perjuangan melawan penjajah. Berbagai tulisan dakwahnya pun banyak tersebar di berbagai media cetak waktu itu. Di antaranya dimuat di Majalah Siaran dan Majalah Kentungan di Surabaya; Penganjur dan Islam Bergerak di Yogyakarta; Panji Islam dan Pedoman Masyarakat di Medan dan Adil di Solo. 

Di samping melalui majalah-majalah, Mas Mansur juga menuliskan ide dan gagasannya dalam bentuk buku, antara lain yaitu Hadits Nabawiyah; Syarat Syahnya Nikah; Risalah Tauhid dan Syirik; dan Adab al-Bahts wa al-Munadlarah.

Oleh karena itu, tatkala ada upaya untuk mengembalikan persatuan umat seluruh dunia dalam naungan Khilafah Islamiyah, KH Mas Mansur pun ikut berperan aktif. Tatkala diadakan Kongres Khilafah pada tanggal 1 Juni 1926 di Makkah, beliau bersama H.O.S Cokroaminoto berperan aktif menjadi salah satu utusan dari Mu’tamar Al-‘Alamul Islami Far’ul Hindish Syarkiyyah (MAIHS), Kongres Islam Sedunia Cabang Hindia Timur (yang semula bernama Konggres Al-Islam).5

Sepulang dari Kongres Khilafah ini Mas Mansur merasa bahwa beban tanggung jawab dakwah untuk lebih menyuarakan syariah dan Khilafah lebih terasa berat. Beliau pun berujar, “Pada tahun 1926 yang telah lalu Dunia Islam pernah mengadakan konggres bertempat di Tanah Suci Makkah. Tiada ketinggalan, perhimpunan kita Islam sama membentuk badan persatuan yang bernama Mu’tamar Al-‘Alamul Islami Far’ul Hindish Syarkiyyah (MAIHS). Badan mana yang mengutus mendatangi akan ajakan konggres Dunia Islam yang bertempat di pusat kelahiran Islam yang terkenal itu ialah di Makkah. Salah satu utusan umat Islam Indonesia adalah saya dan almarhum J.M H.O.S Cokroaminoto. Dalam penutup Kongres di Makkah tadi terasalah berat tanggungan kita menerima amanat yang penting tetapi masih sulit pula diamalkannya dalam ‘alam Islam Indonesia.”6 [Gus Uwik]

Catatan kaki:
1 Darul Aqsha, K. H. Mas Mansur, 1896-1946: Perjuangan dan Pemikiran, Erlangga Surabaya, 2005.
2 Ibid.
3 Taufik Abdullah, Agama, Etos Kerja dan Perkembangan Ekonomi, Jakarta, 1979.
4 Abdurrahman Wahid, Bunga Rampai Pesantren, Kumpulan Karya Tulis, Jakarta, 1399 H.
5 Darul Aqsha, K. H. Mas Mansur, 1896-1946 : Perjuangan dan Pemikiran, Erlangga Surabaya, 2005.
6 Haikal, Meniti Jejantas Nasionalis-Islam dan Nasionalis-Sekuler (Sekilas Biografi Mas Mansur 1896 – 1946, Jebat 20, 1992.





Sumber

0 komentar:

Posting Komentar

Copyright @ 2013 PEJUANG ISLAM.