Selasa, 31 Desember 2013

Filled Under:

Nuh (12)

11. Epos Gilgames

Epos Gilgames adalah sebuah puisi epos dari Babilonia dan merupakan salah satu di antara karya sastra paling awal yang dikenal. Sebagai rangkaian legenda dan puisi Sumeria tentang raja dan pahlawan mitis Gilgames, yang dianggap sebagai penguasa pada millennium ketiga SM, dikumpulkan hingga menjadi sebuah puisi Akkadia yang panjang di kemudian hari, dengan versi terlengkap yang masih ada sekarang dilestarikan dalam lempengan-lempengan tanah liat dalam koleksi perpustakaan raja Asyurbanipal dari Asyur pada abad ke-7 SM.

Salah sebuah cerita yang termasuk dalam epos ini berkaitan dengan air bah. Inti kisahnya berkisar pada hubungan antara Gilgames, seorang raja yang terpecah perhatiannya dan patah semangat oleh pemerintahannya, dan seorang sahabat, Enkidu, yang agak liar dan yang berusaha melakukan suatu upaya yang berbahaya bersama Gilgames. Banyak dari epos ini terpusat pada perasaan kehilangan Gilgames setelah kematian Enkidu, dan yang seringkali disebut oleh para sejarahwan sebagai salah satu karya sastra pertama yang sangat menekankan keabadian.

Epos ini dibaca luas dalam bentuk terjemahannya, dan pahlawannya, Gilgames, telah menjadi lambang budaya populer.

A. Sejarah

Pemerintahan Gilgames yang dianggap historis diyakini berlangsung sekitar tahun 2700 SM-2500 SM, 200-400 tahun sebelum kisah-kisah tertulis tertua yang dikenal. Penemuan artifak yang berkaitan dengan Agga dan Enmebaragesi dari Kish, dua raja lainnya yang disebut dalam cerita-cerita ini, telah memberikan kredibilitas kepada keberadaan historis Gilgames (Dalley 1989: 40-41).[1]

Sejarah epos ini seringkali dibagi ke dalam tiga periode: lama, menengah, dan kemudian. Sementara ada banyak versi dari cerita ini selama rentangan hampir 2000 tahun, hanya periode old dan kemudian yang telah memberikan cukup banyak temuan yang cukup signifikan yang memungkinkan penerjemahan yang koheren. Oleh karena itu, versi Babilonia lama, dan apa yang kini dirujuk sebagai edisi standar adalah teks-teks yang paling sering dimanfaatkan. Meskipun demikian, edisi standarnya telah menjadi dasar bagi terjemahan-terjemahan modern, dan versi lama hanya melengkapi versi standar apabila celah dalam lempengan tulisan pakunya besar.

Versi Sumeria tertua dari epos ini berasal dari masa Dinasti ketiga Ur (2150 SM-2000 SM) (Dalley 1989: 41-42). Versi Akkadia paling awal berasal dari awal milenium kedua (Dalley 1989: 45). Versi Akkadia "standar", disusun oleh Sin-liqe-unninni pada masa antara 1300 SM dan 1000 SM. Versi-versi Akkadia standard dan yang lebih awal dibedakan berdasarkan kata-kata pembukaannya. Versi yang lebih tua dimulai dengan kata-kata "Mengalahkan semua raja lainnya", sementara pembukaan versi standarnya incipit adalah "Ia yang melihat kedalaman" (ša nagbu amāru). Kata bahasa Akkadia nagbu, "kedalaman", kemungkinan harus diterjemahkan di sini sebagai "misteri yang tidak dikenal". Namun demikian, Andrew George percaya bahwa kata ini merujuk kepada pengetahuan khusus yang dibawa kembali Gilgames dari perjumpaannya dengan Uta-napishti: di sana ia memperoleh pengetahuan tentang ranah Ea, yang ranah kosmiknya dianggap sebagai mata air hikmat (George 1999: L [hlm. 50 dari bagian pengantar]). Pada umumnya, para penafsir merasa bahwa Gilgames diberikan pengetahuan tentang bagaimana menyembah para dewata, tentang mengapa kematian ditetapkan untuk manusia, tentang apa yang menjadikan seseorang raja yang baik, dan tentang hakikat sejati tentang bagaimana menjalani hidup yang baik.

Lempengan ke-11 mengandung mitos air bah yang kebanyakan disalin dari Epos Atrahasis. Lihat Mitos air bah Gilgames

Lempengan ke-12 kadang-kadang diperluas untuk ditambahkan hingga sisa eposnya untuk mewakili lanjutan dari ke-11 lempengan aslinya, dan kebanyakan ditambahkan di kemudian hari. Lempengan ini biasanya tidak disertakan hingga belakangan ini. Bagian ini mengandung inkonsistensi cerita yang mengejutkan: memperkenalkan Enkidu yang masih hidup, dan mengandung apa yang tampaknya tidak banyak berkiatan dengan epos 11 lempengan yang tersusun dengan baik hingga selesai. Bahkan dapat dikatakan bahwa epos ini disusun di sekitar struktur lingkaran; di sini barisi-baris permulaan eposnya dikutip pada akhir lempengan ke-11 untuk memberikan kepadanya sifat melingkar (sirkularitas) dan sekaligus finalitasnya. Lempengan 12 sesungguhnya sebuah salinan yang mirip dari cerita yang sebelumnya, di mana Gilgames mengutus Enkidu untuk mencari sejumlah benda miliknya dari Dunia Bawah, namun Enkidu meninggal dunia dan kembali dalam bentuk roh untuk mengisahkan sifat Dunia Bawah kepada Gilgames – sebuah kejadian yang tampaknya terlalu berlebihan, mengingat mimpi Enkidu tentang dunia bawah dalam Lempengan ke-7. [2].
Epos Gilgames banyak dikenal sekarang. Terjemahan modern pertama dari epos ini dikerjakan pada 1870-an oleh George Smith.[1] Lebih banyak terjemahan mutakhir termasuk sebuah yang dikerjakan dengan bantuan novelis Amerika John Gardner, dan John Maier, yang diterbitkan pada 1984. Pada 2001, Benjamin Foster menerbitkan sebuah bacaan penolong dalam Norton Critial Edition Series yang mengisi banyak kekosongan dari edisi standar dengan bahan sebelumnya. Edisi standar yang paling berwibawa adalah karya kritis tersunting dua jilid oleh Andrew George yang terjemahannya juga muncul dalam seri Penguin Classics pada 2003. Karya ini mewakili pembahasan yang paling lengkap atas bahan edisi standar. Ia membahas dg panjang lebar keadaan arkeologis bahannya, memberikan eksegesis lempengan demi lempengan dan memberikan terjemahan dwi-bahasa dua sisi.

Lempengan tentang air bah mengenai epos Gilgames dalam bahasa Akkadia

B. Isi kesebelas lempengan tanah liat

Dari Ur III
  1. Gilgames dari Uruk, raja terbesar di muka bumi, dua-pertiga dewa dan sepertiga manusia, adalah Raja-Dewa terkuat yang pernah ada. Ketika rakyatnya mengeluh bahwa ia terlalu kejam, dan menyalahgunakan kekuasaannya dengan tidur dengan perempuan-perempuan lain sebelum mereka ditiduri oleh suami mereka, dewi penciptaan Aruru menciptakan manusia liar Enkidu, lawan yang setimpal yang juga menjadi pengganggu perhatiannya. Enkidu ditaklukkan oleh pikatan seorang imam perempuan/pelacur (pelacur kuil) Shamhat.
  2. Enkidu menantang Gilgames. Setelah suatu pertempuran hebat, Gilgames meninggalkan perkelahian ini (bagian ini hilang dari versi Babilonia Standar tetapi dipasok dari versi-versi lainnya). Gilgames mengusulkan sebuah petualangan di Hutan Aras untuk membunuh suatu roh jahat.
  3. Gilgames dan Enkidu bersiap-siap melakukan petualangan ke Hutan Aras, dengan dukungan dari banyak pihak termasuk dewa matahari Shamash.
  4. Gilgames dan Enkidu pergi ke Hutan Aras.
  5. Gilgames dan Enkidu, dengan bantuan dari Shamash, membunuh Humbaba, roh jahat/monster penjaga pohon-pohon. Tetapi sebelum ini terjadi Humbaba mengutuk mereka berdua, dan mengatakan bahwa salah seorang dari mereka akan mati karena hal ini; lalu ia menebang pohon-pohon, yang mereka apungkan sebagai rakit untuk kembali ke Uruk.
  6. Gilgames menolak ajakan seksual dari anak perempuan Anu, dewi Ishtar. Ishtar meminta kepada ayahnya agar mengirimkan "Banteng Surgawi" untuk membalas penolakan ajakan seksual ini. Gilgames dan Enkidu membunuh sang banteng.
  7. Para dewata memutuskan bahwa ada yang harus dihukum karena membunuh sang Banteng Surgawi. Mereka menghukum Enkidu. Hal ini juga menggenapi kutukan Humbaba. Enkidu jatuh sakit dan menggambarkan Dunia bawah sementara ia terbaring sekarat. Stephen Mitchell dan lain-lainnya menafsirkan hukuman ini sebagai hukuman atas pembunuhan terhadap Humbaba.
  8. Gilgames meratap karena Enkidu, sambil menawarkan berbagai pemberian kepada banyak dewata agar mereka mau berjalan di sisi Enkidu di dunia bawah.
  9. Gilgames berangkat untuk mengelakkan nasib Enkidu dan membuat perjalanan berbahaya untuk mengunjungi Utnapishtim dan istrinya, satu-satunya manusia yang berhasil selamat dari banjir yang sangat dahsyat yang diberikan keabadian oleh para dewata, dengan harapan bahwa ia pun dapat memperoleh keabadian. Dalam perjalanan, Gilgames berjumpa dengan alewyfe Siduri yang berusaha membujuknya agar menghentikan perjalanannya itu.
  10. Gilgames berangkat dengan kapal melintasi Air Kematian bersama Urshanabi, sang jurumudi, dan menyelesaikan perjalanan menuju dunia bawah.
  11. Gilgames berjumpa dengan Utnapishtim, yang menceritakan kepadanya tentang air bah yang dahsyat dan dengan enggan memberikan kepadanya kesempatan untuk hidup abadi. Ia mengatakan kepada Gilgames bahwa bila ia dapat bertahan tidak tidur selama enam hari dan tujuh malam, ia akan abadi. Namun demikian, Gilgames jatuh tertidur dan Utnapishtim menyuruh istrinya memanggang roti untuk setiap hari ia tertidur, sehingga Gilgames tidak dapat menyangkal kegagalannya. Ketika Gilgames terbangun, Utnapishtim menceritakan kepadanya tentang sebuah tanaman yang terdapat di dasar laut dan bahwa bila ia memperolehnya dan memakannya, ia akan menjadi muda kembali, menjadi seorang pemuda lagi. Gilgames memperoleh tanaman itu, tetapi ia tidak segera memakannya karena ia ingin juga membagikannya kepada para tua-tua Uruk lainnya. Ia menempatkan tanaman itu di tepi sebuah danau sementara ia mandi, dan tanaman itu dicuri oleh seekor ular. Setelah gagal dalam kedua kesempatan itu, Gilgames kembali ke Uruk, dan ketika ia melihat dinding-dindingnya yang begitu besar dan kuat, ia memuji karya abadi manusia yang fana ini. Gilgames menyadari bahwa cara makhluk fana untuk mencapai keabadian adalah melalui karya peradaban dan kebudayaan yang kekal.

C. Pengaruh dalam literatur epos yang belakangan

Menurut sarjana Yunani Ioannis Kordatos, ada sejumlah besar bait maupun tema atau episode yang paralel yang menunjukkan pengaruh yang cukup besar dari Epos Gilgames terhadap Odyssey, puisi epos Yunani yang disebut sebagai karya Homerus.[3]

Beberapa aspek dari mitos air bah Gilgames tampaknya berkaitan dengan cerita bahtera Nuh di dalam Alkitab, lihat Air bah (mitologi).

Rujukan

  1. ^ Dalley, Stephanie, Myths from Mesopotamia, Oxford University Press, 1989
  2. ^ MythHome: Gilgamesh the 12th Tablet
  3. ^ Ioannis Kakridis: "Eisagogi eis to Omiriko Zitima" (Pengantar ke Masalah Homerus) In: Omiros: Odysseia. Disunting dengan terjemahan dan komentar oleh Zisimos Sideris, Daidalos Press, I. Zacharopoulos Athens.


Sumber

0 komentar:

Posting Komentar

Copyright @ 2013 PEJUANG ISLAM.