Senin, 27 Januari 2014

Filled Under:

Sejarah Penaklukkan Kerajaan Melayu 1

PENAKLUKKAN-PENAKLUKKAN ATAS KERAJAAN MELAYU</ Kerajaan Sriwijaya,Kerajaan Singosari dan Kerajaan Majapahit telah menaklukkan Kerajaan Melayu.Beberapa motif telah melatarbelakangi penaklukkan tersebut.Yakni diantaranya adalah ambisi untuk menguasai Selat Malaka,mendapatkan sumber tambang emas(motif ekonomi) yang kedua hal ini terdapat di Kerajaan Melayu,disamping itu juga ada motif untuk menjalin kerjasama dalam membendung serangan dari luar yakni dalam hal ini ekspansionisme Kubilai Khan dari Mongol(motif politik).

A.PENDAHULUAN
Kerajaan Melayu terletak di Pulau Sumatra.Pulau yang terletak di bagian barat Nusantara yang terdekat letaknya dengan daratan Asia Tenggara.Di antara Sumatra dan Semenanjung Tanah Melayu terdapat sebuah selat yang tidak lebar yaitu Selat Malaka.Kedudukan geografis ini merupakan suatu faktor yang besar pengaruhnya pada sejarah yang di alami oleh pulau tersebut.Kerajaan Melayu memang kurang cukup dikenal eksistensinya dikhalayak umum,tidak seperti Kerajaan Majapahit ataupun Kerajaan Sriwijaya yang sangat tenar.Eksisitensinya mengalami pasang surut selama beberapa abad.Namun ternyata Kerajaan Melayu memiliki letak geografi yang cukup strategis dengan Selat Malaka-nya serta sumber daya alam yang cukup melimpah dengan tambang emasnya yang terdapat di Sungai Batanghari.Hal inilah yang membuat Kerajaan-kerajaan lain yang semasa dengan Kerajaan Melayu sangat berhasrat sekali untuk menaklukkan kerajaan tersebut tentunya dengan motif yang berbeda-beda.Mengetahui motif kerajaan-kerajaan lain dalam menaklukkan Kerajaan Melayu adalah sangat urgen sekali.Karena didalamya dapat diambil pelajaran-pelajaran yang sangat berharga.Sebelum membahas lebih jauh mengenai penaklukkan-penaklukkan atas kerajaan Melayu ada baiknya terlebih dahulu mengenal letak dan sejarah singkat kerajaan tersebut.
Berita yang tertua mengenai kerajaan Melayu berasal dari T’ang-hiu-yao yang disusun oleh Wang-pu pada tahun 961 pada masa pemerintahan Dinasti Tang.Dan dari Hsin T’ang Shu yang disusun pada awal abad ke-7 pada masa pemerintahan Dinasti Sung atas dasar sejarah lama,yang terdiri dari T’ang-hiu-yao seperti yang disebut diatas dan Tse-fu-yuan-kuei susunan Wang-chin-jo dan Yang I anatara tahun 1005 dan 1013,meurut berita itu.Kerajaan Melayu mengirimkan utusan ke Tiongkok pada tahun644/645.Pengiriman utusan Melayu ke Tiongkok pada abad ke-7 hanya tercatat satu kali saja.Selama itu,yang tampak di istana,kaisar utusan dari Kerajaan Sriwijaya yang disebut Shih-li-fo-shih
Dalam Hsin T’ang Shu,tercatat bahwa kerajaan Shih-li-fo-shih mengirim utusan ke Tiongkok pada mangsa waktu 670-673 dan 713-741.Sejak itu utusan Shih-li-fo-shih tidak lagi kedengaran.Pada masa pemerintahan rajakula Sung,negeri dan Laut Selatan yang namanya San-fo-ts’I mengirim utusan ke Tiongkok berkali-kali.Sung Shih mencatat kedatangan utusan itu pada tahun 960,962,971,972,974,975,980,983,985,dan 988.Utusan yang terakhir ini tinggal di Kanton sampai tahun 990 karena mendengar bahwa negerinya,San-fo-ts’I,sedang diserang oleh tentara dari Cho-p’o.
Jika kita memperhatikan berita tentang utusan kerajaan Melayu yang tercatat dalam T’ang-hui-yao,dan membandingkannya dengan berita tentang utusan Kerajaan Sriwijaya yang terdapat dalam Hsin T’ang Shu,maka terdapat kepastian bahwa Kerajaan Melayu telah berdiri pada tahun 644/645.Pada waktu itu,Kerajaan Sriwijaya belum mengirimkan utusan ke Tiongkok.Kepastian berdirinya Kerajaan Sriwijaya baru pada tahun 670.Ketika negara itu mengirimkan utusannya ke Tiongkok.Sejak timbulnya Kerajaan Sriwijaya,negeri Melau tidak lagi mengirimkan utusan ke Tiongkok.Demikianlah dapat dipastikan bahwa negeri Melayu lebih dahulu berdiri daripada Sriwijaya.Berdasarkan berita tersebut,pengiriman utusan ke Tiongkok oleh kedua kerajaan tersebut berselisih 25 tahun.
Menurut sumber lain,Berita pertama mengenai kerajaan Melayu di dapatkan dari catatan Dinasti Tang.Yaitu mengenai datangnya utusan dari daerah Mo-lo-yeu di Cina pada tahun 644 dan 645 Masehi.Nama Mo-lo-yeu ini sangat mungkin di hubungkan dengan Kerajaan Melayu yang letaknya di pantai timur Sumatra dengan pusatnya di sekitar Jambi.Seorang pendeta asal China yakni I-Ts’ing menceritakan bahwa,dalam perjalanan pulang dari Tan-mo-lo-ti ia naik kapal raja dari Ka-Cha kearah selatan selama sebulan menuju negara Mo-lo-yeu.Di sini biasanya orang singgah sampai pertengahan musim panas untuk menunggu tibanya musim angin barat daya;kemudian baru berlayar menuju Kwang-fu(Kwang-tung). Yang di maksud disini dengan negara Mo-lo-yeu menurut I-Ts’ing adalah pelabuhan di negara Mo-lo-yeu yang pada waktu itu sudah berada di bawah kekuasaan Shih-lih-foh-shih(Sriwijaya).sama dengan pelabuhan tempatnya singgah dalam perjalanannya dari Fo-shih menuju India
Mengenai letak Melayu ini ada sedikit perbedaan pendapat di kalangan para ahli ada yang menduga Melayu ini letaknya di daerah Jambi sekarang,akan tetapi dari sumber-sumber yang kemudian orang mengatakan Melayu letaknya di Semenanjung Tanah Melayu.
Slamet Mulyana :berdasarkan keterangan I-Tsing menyimpulkan bahwa pada abad ke-7 Melayu terletak di muara sungai batang hari atau sama dengan kota Jambi sekarang.
Soekmono mengatakan bahwa dari segi arkeologinya tidak ada bahan yang dengan meyakinkan dapat menyokong pendapat Moens untuk menempatkan Sriwijaya di Muara Takus ditambah dengan hasil rekonstruksi pantai daerah Pekanbaru dan rengat yang tidak menghasilkan unsur-unsur yang cukup kuat menempatkan Sriwijaya di daerah khatulistiwa kiranya dapat disimpulkan bahwa kedudukan Jambi menjadi semakin kuat sebagai pusat Sriwijaya kalau saja dapat dipastikan bahwa Melayu bukan di Jambi letaknya
Wilayah Kerajaan Mālayu Kuna secara geografis terletak di sekitar daerah aliran Sungai Batang­hari yang meliputi Provinsi Jambi dan Provinsi Sumatera Barat; di sekitar Kabupaten Tanah Datar (Pagaruyung); dan di sekitar daerah aliran sungai Rokan, Kampar, dan Indragiri di wilayah Provinsi Sumatera Barat dan Provinsi Riau.
Peta Kerajaan Melayu Kuno
Berdasarkan Berita Tionghoa tersebut, Hasan Djafar (1992:77) membagi Mālayu dalam tiga fase, yaitu:
FaseI

Fase Awal, sekitar pertengahan abad ke-7 Masehi;
Fase II
Fase Pendudukan oleh Śrīwijaya, sekitar tahun 680 sampai seki­tar per­tengahan abad ke-11 Masehi;
Fase III
Fase Akhir, sekitar pertengahan abad ke-11 sampai sekitar akhir abad ke-14 Masehi.
Ketiga fase tersebut mengacu kepada perjalanan sejarah Kerajaan Mālayu Kuna, tetapi tidak menjelaskan lokasi pusat pemerintahannya. Sebagai­mana telah dikemukakan bahwa lokasi geo­grafis Mālayu ada di daerah Batanghari. Beberapa pakar berpendapat bahwa pusat Mālayu Kuna pada Fase Awal berlokasi di sekitar Kota Jambi sekarang (Slametmulyana 1981:30-42; Irfan 1983:94-102). Pendapat ini didasarkan atas asumsi bahwa pusat kerajaan adalah juga merupakan pelabuhan Mālayu. Pelabuhan Mālayu yang lokasinya di tepi Batanghari sangat baik untuk pelabuhan sungai. Sungai Batanghari yang yang panjangnya sekitar 800 km, lebarnya sekitar 500 meter dan keda­lamannya lebih dari 5 meter cukup baik untuk pelayaran sungai. Panjang sungai dapat dilayari perahu atau kapal besar adalah sekitar 600 km. Selebihnya hanya dapat dilayari perahu kecil.
Keraja­an Mālayu sekurang-kurangnya telah mengalami tiga kali pemindahan pusat pemerin­tah­an. Pusat­nya yang pertama berlokasi di sekitar kota Jambi sekarang, pusat yang kedua di daerah Padangroco, dan pusat yang ketiga di daerah Pagaruyung. Para sarjana menduga bahwa pemindahan pusat pemerintahan ini disebabkan karena ancaman dari musuh, terutama musuh yang datang dari Jawa melalui Sungai Batanghari. De Casparis menduga bahwa Mālayu pada masa akhir mendapat ancaman dari kerajaan yang bercorak Islam di Samudra Pasai yang juga datang melalui Batanghari (1992). Unsur ancaman dari negara tetangga memang ada, tetapi dalam hal ini saya lebih condong untuk menyatakan bahwa alasan pemindahan pusat pemerin­tahan itu adalah untuk penguasaan sumber emas yang banyak terdapat di daerah pedalaman. Di samping itu, secara geografis daerah pedalaman di Batusangkar dan Pagarruyung dekat dengan jalan air yang lain, yaitu Sungai Kampar Kiri dan Sungai Indragiri. Jika diban­dingkan dengan Sungai Batanghari, muara kedua sungai ini lebih dekat dengan Selat Melaka. Emas dari daerah pedalaman kemudian dipasarkan keluar Mālayu melalui sungai-sungai ini.
Mengenai perpindahan pusat kerajaan ini, atau setidak-tidaknya perpindahan permu­kiman tampak dari pertanggalan situs, Berita Tionghoa dan berita prasasti. Situs-situs arkeologi yang ditemukan di daerah Batang­hari, mulai dari daerah hilir sampai ke daerah hulu menun­jukkan suatu pertanggalan yang berbeda. Situs di daerah hilir menunjukkan pertang­galan yang tua, seperti misalnya situs Koto Kandis berasal dari sekitar abad ke-8-13 Masehi dan Muara Jambi berasal dari sekitar abad ke-8-13 Masehi. Di daerah hulu Batanghari menunjukkan pertanggalan yang lebih muda, yaitu dari sekitar abad ke-13-14 Masehi. Berita Tionghoa Ling piao lu i (889-904 Masehi) menyebutkan Pi-chan (=Jambi) mengirim misi dagang ke Tiongkok, sedangkan Kitab Sejarah Dinasti Song (960-1279 Masehi) Buku 489 menyebutkan raja tinggal di Chan-pi (=Jambi). Apabila data per­tanggalan situs dan data Berita Tionghoa dikorelasikan, maka akan tampak keselaras­an­nya. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa aktivitas Kera­jaan Mālayu pada masa awalnya (sebelum Śrīwijaya abad ke-7 Masehi) berlokasi di daerah hilir Batanghari dengan pusatnya di sekitar kota Jambi sekarang.
B.DI ANTARA PENAKLUKKAN-PENAKLUKKAN ATAS KERAJAAN MELAYU
Melayu merupakan sebuah kerajaan yang dianggap penting. Eksis­tensi kerajaan ini selalu diakui oleh berbagai kerajaan. Sebuah kerajaan besar di Nusantara akan selalu mem­perhitungkan keberadaan kerajaan Mālayu, seperti misalnya Śrīwijaya dan Maja­pahit.
Tercatat beberapa kerajaan telah menaklukkan Kerajaan Melayu.Beberapa kerajaan itu antara lain adalah Kerajaan Sriwijaya,Kerajaan Singhasari dan Kerajaan Majapahit.Penaklukkan-penaklukkan itu terjadi tidak hanya dalam bentuk penaklukkan militer dengan kekerasan seperti yang dilakukan oleh Kerajaan Sriwijaya,ada juga penaklukkan dalam bentuk diplomasi atau hubungan persahabatan yang dilakukan oleh Kerajaan Singhasari dengan Ekspedisi Pamalayu-nya.
1.Sriwijaya Potret Kerajaan Maritim Yang Ambisius
Kerajaan Sriwijaya yang dikenal sebagai kerajaan maritime bercorak Buddha adalah tetangga dekat dari kerajaan Melayu.Memang kerajaan Melayu tak sehebat Sriwijaya akan tetapi letak Kerajaan Melayu yag lebih dekat dengan Selat Malaka dan sumber daya alamnya yang melimpah membuat Sriwijaya gerah.
Di bagian hulu Sungai Musi,Sriwijaya memiliki akses memasuki daerah pedalaman yang menyediakan suplai komoditas lokal yang berlimpah semacam kayu,resin aromatic dan rempah-rempah.Satu-satunya pengecualian dari daftar komoditi itu adalah emas,karena bertentangan dengan Melayu di Batang Hari.Sungai Musi tidak memiliki hubungan dengan pusat produksi emas di dataran tinggi Minangkabau.
Meskipun tidak diragukan lagi bahwa Sriwijaya menguasai sebuah lokasi yang menguntungkan,keuntungan-keuntungan geografis ini tidak dianggap cukup untuk memenangkan persaingan yang keji dalam berdagang atau mendapatkan komoditas diantara berbagai emporium yang ada di Selat Malaka.
Untung bagi mereka ,para penguasa Sriwijaya adalah yang pertama untuk menyadari bahwa untuk memantapkan supremasi mereka,yang pertama kali harus dilakukan adalah mengendalikan semua pelabuhan yang berlokasi di kedua sisi Selat Malaka dan Sunda.Kedua selat ini adalah pintu-pintu utama dari semua lalulintas maritime antara Samudra Hindia dan Laut China Selatan.Saat setiap kapal membongkar muat kargo-kargo mereka dan menunggu pergantian angin musim.Kendali atas semua pelabuhan ini adalah satu-satunya cara untuk mendapatkan sebuah hegemoni maritime atas emporium emporium kompetitor lainnya.Siapapun yang memegang kendali ini bisa mengumpulkan pajak dan upeti dari semua barang yang transit dan menjadi pemain utama dalam perdagangan upeti dengan China
Orang berlayar tentu memilih jalan yang menguntungkan.Jalan yang menguntungkan biasanya jalan yang pendek.Jika yang berlayar adalah perahu dagang.Perahu itu akan mencari jalan endek dan tempat-tempat yang dapat disinggahi untuk keperluan dagang.Pendeta I’Tsing dengan tegas menyatakan bahwa pelayaran dari India ke Tiongkok kebanyakan dilakukan melalui pelabuhan Kedah dan Melayu.
Di Melayu,para penumpang menunggu sampai pertengahan musim panas,kemudian terus berlayar ke utara menuju Kanton.Pelayaran dari India ke Tiongkok tidak melalui Foshih.
Aktifitas Malayu mengganggu ambisi-ambisi politik dari tetangganya yang kuat,Kerajaan Malayu ,yang berdiri ditepian sungai Musi,yang merasa aman terlindung oleh tapal-tapal batas alami dari alur sungai mereka,kemungkinan besar tidak sadar dengan ancaman yang tumbuh disebelah selatan perbatasan mereka.Pada abad 7 M,pertahanan pemukiman Melayu tidak secanggih yang mereka bangun kemudian.Batu merupakan barang langka dan setiap tahun angin musim meghancurkan pagar-pagar kayu dan tanggul-tanggul tanah,sebagai hasilnya,pertahanan dari kadatuan Melayu kemungkinan besar adalah sekadar pagar yang dibangun untuk member kesan hebat dan membuat ciut nyali para pimpinan desa yang mencoba untuk meragukan otoritas sang raja.Keamanan yang mereka berikan bersifat ilusi dan pada tahun 682 M,Raja Sriwijaya,Jayanasa,melakukan penyerbuan terhadap Melayu dan menguasai ibukotanya.
Mengikuti penaklukan ini,Melayu menjadi vassal bawahan Sriwijaya,dan kemakmuran serta sumber daya manusianya digunakan untuk menyokong penaklukkan-penaklukkan maritime Jayanasa.Penaklukkan menberi dasar bagi ekspansi Sriwijaya dan selama berabad-abad kemudian Melayu tetap menjadi permata di mahkota para maharaja Sriwijaya.
Penaklukan ini menghilangkan ancaman dari kerajaan saingannya yang makmur itu dan berujung pada pengendalian perdagangan yang dilakukan dijambi serta produksi emas sungai batang hari hulu.Waktu dari penaklukan yang historis ini dijelaskan oleh catatan Yi-Tsing dan beberapa prasasti yang diketemukan dibanyak situs dekat Palembang.
Dalam Biografinya Yi-Tsing mengatakan bahwa setelah belajar 10 tahun di Universitas Nandala di India,dia kembali dan tinggal dipalembang selama empat tahun untuk mencatat dan menterjemahkan teks-teks yang dibawanya dari India kedalam bahasa Cina.Pada 689 M dia melakukan perjalanan singkat ke Kanton dan kembali ke Palembang untuk menulis memoirnya dengan ditemani oleh empat pendeta.Dia menyebutkan dalam Catatan atas agama Buddha seperti yang dipraktekan di India dan kepulauan Melayu (Na hai ki kouei nei fa chuan) bahwa Kerajaan Malayu,tempat dia singgah selama dua bulan dalam perjalanan pertamanya ke India, saat itu telah menjadi bagian dari Sriwijaya.
Prasati batu tertua di Palembang .memeringati penaklukkan atas Melayu,telah diketemukan di kaki Bukit Seguntang.Prasati itu menyatakan :
“Pada bulan april 682 M.Raja meninggalkan kota dengan menaiki kapal-kapal,dia melakukan penjelajahan daratan dan lautan dan satu bulan kemudian dia kembali ke Sriwijaya dengan kemenangan,kekuasaan dan kekayaan”
Prasasti yang paling penting diketemukan disebelah timur Palembang dan dinamakan sebagai Prasasti Telaga Batu atau Sabokingking.Prasasti ini berisi kutukan kepada para anggota kerajaan ,para punggawa atau pemimpin loakal yang tak setia.Berikut adalah ringkasannya:
“Kalian semua,siapapun kalian,anak-anak raja,penguasa,pimpian perang,penasehat raja,para hakim,mandor,para pemilik kapal,para saudagar dan kalian semua tukang cuci sang raja dan budak sang raja,kalian semua akan terbunuh oleh kutukan dari do’a ini.Jika kalian tidak setia padaku,kalian akan terbunuh oleh kutukan ini.
Namun jika kalian patuh,setia dan jujur kepadaku dan tidak melakukan kejahatan-kejahatan ini,suatu tantra suci akan menjadi imbalannya.Kalian tidak akan ditelan dengan semua anak dan istrimu.Kedamaian abadi akan menjadi buah yang dihasilkan oleh kutukan yang kau minum ini”
Kehadiran sebuah prasasti menegaskan kembali hasil dari ekspedisi penaklukkan yang disebutkan dalam batu pertama–penaklukkan Melayu,baik secara fisik amupun spiritual.Populasi-populasi yang kalah dipaksa untuk bersumpah setia dengan ancaman kutukan mengerikan bagi mereka yang terpikir untuk memberontak.
Penundukan Kerajaan Melayu oleh Sriwijaya terjadi sebelum tahun 686.Pendapat itu juga kita hubungkan dengan hasil penelitian piagam Kedukan Bukit.Tidak lagi dapat dibantah bahwa Piagam Kedukan Bukit adalah piagam jayasiddhayarta,yakni piagam perjalanan jaya atau piagam tentang arak-arakan kemenangan.Piagam itu bertarikh tahun saka 605 atau tahun Masehi 683.Perjalanan jaya mempunyai hubungan dengan .Kemenangan yang diperoleh Sriwijaya sebelum tahun 686 adalah kemenangan terhadap Kerajaan Melayu.Demikianlah Kerajaan Melayu itu ditundukkan oleh Kerajaan Sriwijaya pada tahun 683.
Perluasan kekuasaan Sriwijaya di sebelah barat laut kearah Selat Malaka dan di sebelah tenggara ke arah Selat Sunda,merupakan petunjuk yang sangat jelas tentang incarannya terhadap kedua jalan lintasan besar antara Lautan India dan Lautan China.Pemilikannya akan menjamin baginya keunggulan niaga di Nusantara selama beberapa abad.
Dengan di taklukkan Kerajaan Melayu ini,Sriwijaya berhasil menguasai Selat Malaka yang sangat strategis itu dan mendapatkan suplai emas yang berlimpah yang menjadikannya sebagai kerajaan yang besar.Hal ini lah yang menjadi motif utama dari kerajaan maritime tersebut.

 (Bersambung)

0 komentar:

Posting Komentar

Copyright @ 2013 PEJUANG ISLAM.