SULTAN Iskandar Muda berkuasa di Aceh sejak 1607 sampai 1636. Aceh
mencapai puncak gemilang pada masa kepemimpinannya. Hal ini dapat
dilihat dari daerah kekuasaannya yang semakin besar dan reputasi
internasional sebagai pusat dari perdagangan dan pembelajaran tentang
Islam.
Dari pihak leluhur ibu, Iskandar Muda keturunan dari Raja
Darul Kamal. Sedangkan dari pihak leluhur ayah merupakan keturunan dari
keluarga Raja Makota Alam.
Ibunya bernama Putri Raja Indra Bangsa,
yang juga dinamai Paduka Syah Alam. Indra Bangsa anak dari Alauddin
Riayat Syah, Sultan Aceh ke-10.
Seperti dikutip buku "Singa Atjeh
(Biographi Seri Sulthan Iskandar Muda)" yang ditulis H.M. Zainuddin,
Sultan lskandar Muda lahir pada tahun 1593. Pada masa bayinya sering
disebut Tun Pangkat Darma Wangsa.
Ia dibesarkan dalam lingkungan
keluarga istana. Sejak kecil, ia telah mengetahui seluk-beluk kehidupan
adat dan tata krama dalam istana. Baik menyangkut tentang sopan santun
antaranggota keluarga raja, etika dalam urusan penyambutan tamu, dan
lain sebaginya.
Sejak usia empat tahun, Iskandar kecil telah
diajarkan berbagai ilmu pengetahuan, khususnya agama. ia diajarkan
langsung oleh seorang ulama. Selain dia, juga diikutsertakan
teman-temannya yang lain untuk belajar bersamanya.
Ketika usianya
mencapai baligh, ayahnya menyerahkan Iskandar Muda bersama beberapa
orang budak pengiringnya kepada Teungku di Bitai.
Ulama ini keturunan
Arab dari Baitul Mukadis yang sangat menguasai Ilmu Falak dan Ilmu
Firasat. Dari ulama ini, secara khusus Iskandar Muda mempelajari Ilmu
Nahu. Melihat kecerdasan, ketekunan, kemuliaan sikap, dan tingkah laku
lskandar Muda telah menjadikannya sebagai salah seorang murid yang
paling disayangi oleh Teungku di Bitai.
Karena itu, pada suatu hari
gurunya diilhami untuk memberikan satu nama kebesaran kepadanya dengan
gelar Tun Pangkat Peurkasa Syah. Semenjak saat itu, panggilan Peurkasa
terhadap Iskandar Muda yang masih muda belia semakin populer. Bukan
hanya di kalangan istana saja, tetapi terkenal hingga ke pelosok negeri.
Sultan
Iskandar Muda menjadi raja pada awal April 1607. Ia lalu menikah dengan
putri dari Kesultanan Pahang, yang kemudian dijuluki dengan nama Putroe
Phang. Konon, karena terlalu cintanya sang sultan pada istrinya, ia
memerintahkan pembangunan Gunongan di tengah Medan Khayali (Taman
Istana) sebagai tanda cintanya. Kabarnya, sang puteri selalu sedih
karena memendam rindu yang amat sangat terhadap kampung halamannya yang
berbukit-bukit.
Oleh karena itu, sultan membangun Gunongan untuk
mengobati rindu sang puteri. Hingga saat ini Gunongan masih dapat
disaksikan dan dikunjungi.
Ada beberapa kebijakan yang diterapkan
Iskandar Muda pada berbagai bidang yang membuat kerajaan Aceh saat itu
berjaya. Pertama, bidang perekonomian. Iskandar Muda mengontrol serta
memegang kendali dalam produksi beras. Sehingga pada saat itu, Kerajaan
Aceh Darussalam merupakan pengekspor beras keluar wilayah.
Dalam
referensi yang lain juga disebutkan, Iskandar pun memperketat pajak
kelautan bagi kapal-kapal asing yang berlabuh dan singgah di daratan
kekuasaannya.
Kedua, kebijakan di bidang hukum. Karena rakyat Aceh
terdiri dan beberapa kaum dan sukee, maka Sultan Iskandar Muda
mengangkat dan menetapkan pimpinan adat pada masing-masing kelompok
sukee yang ada.
Selain untuk menyatukan mereka, pengangkatan pimpinan
adat ini juga untuk mempermudah penerapan berbagai program
pemerintahannya.
Untuk menjamin langgengnya kerajaan Aceh di bawah
panji-panji persatuan, kedamaian, dan kemakmuran, Sultan Iskandar Muda
kemudian menyusun tata negara atas empat bagian. Keempat bagian
tersebut, yakni urusan adat, hukum, reusam (pertahanan dan keamanan),
qanun dan majelis adab.
Ketiga, bidang pertahanan. Dalam hal kemiliteran, Iskandar Muda membangun angkatan perang yang sangat kuat.
Beaulieu,
seorang peneliti yang berada di Kerajaan Aceh Darussalam pada masa
itu, membuat catatan tentang kemiliteran Aceh yang terdiri dari beberapa
angkatan. Angkatan tersebut yakni, angkatan darat yang memiliki
personel 40 ribu bentara dan armada laut yang diperkirakan memiliki
100-200 kapal dengan kapasitas awak kapal 300-600 penumpang. Selain itu,
kapal juga dilengkapi tiga meriam.
Dengan sistem kemiliteran kerajaan yang begitu canggih, banyak kemajuan dan keberhasilan yang diperoleh pada bidang pertahanan.
Keberhasilan
tersebut yakni penaklukan Kerajaan Johor pada tahun 1613, Kerajaan
Pahang (1618), Kerajaan Kedah (1619), serta Kerajaan Tuah (1620).
Iskandar
Muda wafat pada 27 Desember 1636. Setelah ia meninggal, Kerajaan Aceh
Darusalam kian redup. Hal itu berdampak pada kemelut politik yang
terus-menerus melanda kerajaan tersebut.
Sumber
Senin, 27 Januari 2014
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar