Senin, 27 Januari 2014

Filled Under:

Sejarah Penaklukkan Kerajaan Melayu 3 (Habis)

C.SUNGAI BATANG HARI,SUMBER EMAS DARI DULU HINGGA KINI
Bumi Sumatra kaya akan mineral dan barang-barang tambang.Tak ada negri lain yang dikenal karena persediaan emas yang melimpah sepanjang masa kecuali Sumatra.Akan tetapi,sumber aslinya dalam batas tertentu sudah habis karena eksploitasi selama berabad-abad.Di kerajaan Malayu, pertambangan emas merupakan sumber ekonomi cukup penting dan kata Suwarnadwipa (pulau emas) mungkin merujuk pada hal ini. Perkembangan Kerajaan Mālayu mencapai puncaknya pada masa pemerintahan Āditya­warman dengan pusatnya di daerah hulu Batanghari. Pada masa itu logam emas dimanfaatkan semaksimal mungkin, seperti dipakai sebagai bahan lempengan emas, benang emas, lembaran emas ber­tulis, kalung, dan arca (Sulaiman 1977). Meskipun pusat kerajaan ber­lokasi di daerah hulu Batanghari di wilayah Minangkabau, Ādityawar­man tidak pernah menyebut daerah ke­kuasaannya sebagai Kerajaan Minang­kabau seperti dikemukakan oleh Moens (1937). Ia mena­makan dirinya sebagai Kanakamedi­nīndra yang berarti ‘penguasa negeri emas‘ atau Swarnna­dwīpa, Sumatera, Daerah hulu Batanghari dikenal sebagai daerah penghasil emas.
Dari beberapa situs di daerah Batanghari banyak ditemukan artefak yang dibuat dari emas. Selain itu ditemukan juga pecahan-pecahan keramik dari bahan batuan yang berasal dari bentuk botol. Botol ini biasa dipakai sebagai wadah untuk menyimpan cairan merkuri untuk pengerjaan emas. Bukti bahwa Mālayu atau katakanlah Batanghari tempo dulu mengha­sil­kan emas cukup banyak. Namun, yang menjadi pertanyaan mengapa Berita Tionghoa tidak ada satupun yang menyebutkan emas sebagai barang komoditi, atau menyebut­kan bahwa Shih-li-fo-shih, San-fo-tsi, atau Mo-lo-yeu menghasilkan emas. Justru sebaliknya, Tiongkok mem­bawa barang komoditi emas ke negara-negara itu untuk ditukarkan dengan hasil bumi dan hasil hutan. Lepas dari tidak disebutkannya Mo-lo-yeu sebagai daerah penghasil emas, namun kita mempunyai bukti kuat bahwa di daerah Koto Kandis pada masa lampau berlangsung aktivitas pengerjaan emas. Buktinya, di Koto Kandis banyak ditemukan pecahan botol merkuri, dan tanah di Koto Kandis “mengandung” bijih emas dan emas yang sudah dikerjakan. Hingga kini masyarakat di Koto Kandis sering mencari emas di tepian Sungai Batanghari.
Swarnna­bhūmi. Dengan demikian ia meng­anggap pula dirinya sebagai pengua­sa daerah-daerah yang dulunya menjadi daerah kekuasaan Śrīwijaya (Sulaiman 1977:9). Daerah hulu Batanghari dikenal sebagai daerah penghasil emas. Dari beberapa situs di daerah Batanghari banyak ditemukan artefak yang dibuat dari emas. Selain itu ditemukan juga pecahan-pecahan keramik dari bahan batuan yang berasal dari bentuk botol. Botol ini biasa dipakai sebagai wadah untuk menyimpan cairan merkuri untuk pengerjaan emas. Bukti bahwa Mālayu atau katakanlah Batanghari tempo dulu mengha­sil­kan emas cukup banyak. Namun, yang menjadi pertanyaan mengapa Berita Tionghoa tidak ada satupun yang menyebutkan emas sebagai barang komoditi, atau menyebut­kan bahwa Shih-li-fo-shih, San-fo-tsi, atau Mo-lo-yeu menghasilkan emas. Justru sebaliknya, Tiongkok mem­bawa barang komoditi emas ke negara-negara itu untuk ditukarkan dengan hasil bumi dan hasil hutan. Lepas dari tidak disebutkannya Mo-lo-yeu sebagai daerah penghasil emas, namun kita mempunyai bukti kuat bahwa di daerah Koto Kandis pada masa lampau berlangsung aktivitas pengerjaan emas. Buktinya, di Koto Kandis banyak ditemukan pecahan botol merkuri, dan tanah di Koto Kandis “mengandung” bijih emas dan emas yang sudah dikerjakan. Hingga kini masyarakat di Koto Kandis sering mencari emas di tepian Sungai Batanghari.
Dalam Seminar Sejarah Mālayu Kuna terungkap bahwa lokasi Kerajaan Mālayu ada di daerah Sungai Batanghari, mulai dari daerah hilir di wilayah Provinsi Jambi hingga daerah hulu di wilayah Provinsi Sumatera Barat. Bukti arkeologis menunjukkan bahwa ada perpindahan “pusat” kerajaan mulai dari arah hilir ke arah hulu Batanghari (Bambang Budi Utomo 1992:183–84). Demikian juga bukti prasasti menunjukkan bahwa prasasti-prasasti Mālayu yang lebih muda ditemukan di daerah hulu Batanghari, di wilayah Provinsi Sumatera Barat (Hasan Djafar 1992:50-80).
Jika dilihat dari pandangan geografis, daerah hilir Sungai Batanghari lebih mengun­tungkan jika dibandingkan dengan daerah hulu. Di wilayah pedalaman Sumatera Barat, jalan keluar menuju Selat Melaka adalah Sungai Indragiri dan Sungai Kampar Kiri. Kedua sungai ini bermata-air di wilayah Pagarruyung. Tentunya tidak mungkin untuk pelayaran sungai. Namun, pada pertengahan abad ke-14 Masehi pusat Kerajaan Mālayu berlokasi di sekitar daerah Pagarruyung (Sumatera Barat). Tetapi mengapa justru di daerah ini Kerajaan Mālayu mencapai puncak kejayaannya? Gejala apakah yang memacu perkembangan kerajaan ini. Untuk menjawab pertanyaan ini saya akan mencoba untuk membahasnya dengan melihat sumberdaya alam yang terkandung di bumi Sumatera, khususnya di daerah hulu Batanghari.
Adalah penting untuk melihat kedudukan sumberdaya alam Pulau Sumatera untuk dapat memahami mengenai timbulnya pemukiman, pelabuhan, pola perdagangan, dan kerajaan-kerajaan kuna di Sumatera. Hal yang tidak dapat dipungkiri oleh banyak orang adalah bahwa hasil bumi dan hasil tambang Sumatera banyak dicari oleh para pedagang baik dari Arab, India, Tiongkok dan kerajaan-kerajaan lain di Nusantara. Salah satu hasil Sumatera yang terpenting adalah emas.
Selain emas, beberapa logam lain juga ditemukan di Sumatera seperti perak, plumbum, tembaga, zink, besi, dan air raksa (van Bemmelen 1944:210; Miksic 1979: 263). Barang-barang logam itu telah lama ditambang dan jauh sebelum abad ke-16 Masehi, yaitu ketika para penguasa barat melakukan penambangan secara besar-besaran di bumi Suma­tera (Miksic 1979:262). Air raksa banyak ditemukan di Lebong dan cinnabar, satu jenis logam yang mengandung air raksa telah ditambang di daerah Jambi jauh sebelum keda­tangan orang Barat (Miksic 1979:262; Tobber 1919:463-464). Cinnabar juga ditambang di Muara Sipongi, Kabupaten Tapanuli Selatan (Sumatera Utara) (van Bemmelen 1944:210). Di Muara Sipongi, sebelum kedatangan bangsa Barat ditambang plumbum, zink, besi, dan tembaga.
Selain hasil tambang, sumber daya alam Sumatera yang menjadi komoditi penting pada masa lampau adalah hasil hutan. Pada masa Kesultanan Melaka diberitakan ada selusin kapal yang singgah di Melaka setiap tahunnya membawa muatan yang sebagian besar berupa hasil hutan. Hasil hutan yang dikapalkan itu antara lain berupa damar, kapur barus, storax, bahan untuk membuat minyak wangi, myrobalan (bahan baku untuk pencelup kain), dadah, dan benzoin (Dunn 1975; Miksic 1979:264).
Gambaran yang dapat kita peroleh dari pengelana-pengelana asing jelas bahwa masyarakat di Sumatera sejak jaman purba telah melakukan penambangan emas. Emas yang dikumpulkan dapat berupa emas primer maupun emas sekunder, tergantung dari tempat di mana mereka mencarinya. Christine Dobbin mengemukakan bahwa daerah pusat Minangkabau selama beberapa abad telah memegang peranan penting dalam perekonomi­an di wilayah sebelah barat Nusantara (Dobbin 1986, terjemahan). Daerah Tanah Datar merupakan penghasil salah satu dari sumber utama kegiatan perekonomian. Dari daerah ini banyak dihasilkan emas. Menurut Tomé Pires di pantai barat Sumatera, bahan eksport selain lada adalah emas, kelambak, kapur barus, kemenyan, damar, madu, dan bahan makanan (Poesponegoro (3) 1984:147-148). Eksport komoditi ini ditujukan ke Melaka. Akan tetapi ada juga kapal-kapal Gujarat yang datang langsung ke Pantai Barat Sumatera untuk membawanya langsung ke negerinya.
Emas merupakan hasil tambang dari Sumatera yang penting dan utama. Oleh sebab itu, untuk menelusuri kelahiran bandar-bandar utama di Sumatera dan sistem per­dagangan pada masa lampau, kita harus dapat memahami tentang peranan emas dari Sumatera. Logam ini telah ditambang di Sumatera sejak jaman sebelum kedatangan bang­sa barat (Eropa) ke Asia Tenggara. Demikian pentingnya emas dari daerah Minang­ka­bau, Wheatly menunjukkan bukti bahwa Kesultanan Melaka telah menantang Kesul­tanan Deli, Rokan, Siak, Kampar dan Indragiri untuk memastikan ia dapat menjamin keamanan per­dagangan emas dari kawasan pedalaman Minangkabau (Wheatly 1961:309).
Penambangan emas secara besar-besaran di wilayah Sumatera Barat baru dila­kukan pada masa penjajahan. Meskipun demikian, daerah ini sudah lama dikenal sebagai penghasil emas yang utama. Penguasaan atas tambang-tambang emas dilakukan oleh para penguasa untuk tujuan politik. Emas dari daerah pedalaman Minangkabau dipasar­kan ke luar Sumatera melalui pantai barat dan pantai timur Sumatera dengan me­lalui jalan sungai dan jalan darat. Itulah sebabnya Mālayu pada masa Ādityawarmman mencapai kejaya­annya. Pendahulu Ādityawarmman telah memindahkan keratonnya ke daerah pedalaman agar memudahkan pengontrolan tambang-tambang emas. Daerah pedalaman (sekitar Pagarruyung) dekat dengan jalan keluar menuju Selat Melaka melalui Sungai Kampar Kiri dan Sungai Indragiri. Menuju pantai barat dapat melalui celah Pegunungan Bukit Barisan menuju Padang. Menuju ke arah utara, dapat melalui Muara Sipongi (juga merupakan tambang emas) menuju ke arah Tapanuli Selatan.
Kondisi Sungai Batanghari kini cukup memprihatinkan. Penambangan emas saat ini merupakan warisan-warisan Sungai Batang Hari barangkali menatap sedih penambangan emas eksploitatif yang diperbuat korporasi, membuang limbahnya di Sungai Batang Hari, meracuni ikan-ikan air tawar, dan efeknya merusak ekosistem hayati. Rute harmonis keseimbangan rantai makanan jadi tak runtun lagi.
Demikianlah berdasarkan paparan-paparan diatas dapat diketahui bahwa salah satu motif Kerajaan Sriwijaya menaklukkan Melayu adalah karena sumber daya tambang emasnya.
D.SELAT MALAKA KUNCI MENGUASAI JALUR PERDAGANGAN
Gambar peta Selat Malaka
Selat Melaka adalah selat yang memisahkan Semenanjung Malaysia dengan Pulau Sumatra. Selat Melaka menghubungkan Samudera Pasifik di timur dan Samudera India di barat.
Dari segi ekonomi dan strategis, Selat Malaka merupakan salah satu jalur pelayaran terpenting di dunia, sama pentingnya seperti Terusan Suez atau Terusan Panama. Selat Malaka membentuk jalur pelayaran terusan antara Samudra Hindia dan Samudra Pasifik serta menghubungkan tiga dari negara-negara dengan jumlah penduduk terbesar di dunia: India, Indonesia dan Republik Rakyat Cina. Sebanyak 50.000 kapal melintasi Selat Melaka setiap tahunnya, mengangkut antara seperlima dan seperempat perdagangan laut dunia. Sebanyak setengah dari minyak yang diangkut oleh kapal tanker melintasi selat ini; pada 2003, jumlah itu diperkirakan mencapai 11 juta barel minyak per hari, suatu jumlah yang dipastikan akan meningkat mengingat besarnya permintaan dari Tiongkok. Oleh karena lebar Selat Melaka hanya 1,5 mil laut pada titik tersempit, yaitu Selat Phillips dekat Singapura, ia merupakan salah satu dari kemacetan lalu lintas terpenting di dunia.
Pada zaman Kerajaan Melayu,Selat Malaka letaknya berdekatan dengan letak kerajaan ini,sehingga membuat para kerajaan disekitarnya hendak menaklukkan Kerajaan Melayu dengan ambisi untuk menguasai Selat Malaka.Seperti yang dijelaskan dalam buku Munoz tentang motif Kerajaan Sriwijaya menaklukkan Kerajaan Melayu bahwa selat ini adalah pintu-pintu utama dari semua lalulintas maritime antara Samudra Hindia dan Laut China Selatan.Saat setiap kapal membongkar muat kargo-kargo mereka dan menunggu pergantian angin musim.Kendali atas semua pelabuhan ini adalah satu-satunya cara untuk mendapatkan sebuah hegemoni maritime atas emporium emporium competitor lainnya.Siapapun yang memegang kendali ini bisa mengumpulkan pajak dan upeti dari semua barang yang transit dan menjadi pemain utama dalam perdagangan upeti dengan China.
E.SIMPULAN
Berdasarkan penjelasan-penjelasan diatas dapat di tarik suatu kesimpulan bahwa motif terkuat kerajaan-kerajaan lain ingin menguasai Kerajaan Melayu adalah penguasaan atas Selat Malaka dan sumber daya tambang emas yang terdapat di Sungai Batanghari dalam hal ini di sebut motif ekonomi,Selat Malaka adalah pusat perdagangan Bangsa China dan Eropa pada saat itu dan sebagai salah satu tempat yang dijadikan untuk persinggahan atau peristirahatan,Hal inilah yang menjadi ambisi dari Kerajaan Sriwijaya.Setelah Sriwijaya runtuh karena serangan Raja Chola dari Kerajaan Koromandel di India muncul Kerajaan Singosari menaklukkan Kerajaan Melayu yang disebabkan untuk membendung serangan Kubilai Khan dari Mongol..Takluk-menaklukkan adalah hal yang lumrah bagi suatu kerajaan yang ingin memperluas daerah kekuasaan,ambisi harta yang begitu tinggi membuat Kerajaaan-keerajaan yang semasa dengan Kerajaan Melayu menaklukkan Kerajaan Melayu,





Sumber

0 komentar:

Posting Komentar

Copyright @ 2013 PEJUANG ISLAM.