C.SUNGAI BATANG HARI,SUMBER EMAS DARI DULU HINGGA KINI
Bumi Sumatra kaya akan mineral dan barang-barang tambang.Tak ada negri
lain yang dikenal karena persediaan emas yang melimpah sepanjang masa
kecuali Sumatra.Akan tetapi,sumber aslinya dalam batas tertentu sudah
habis karena eksploitasi selama berabad-abad.Di
kerajaan Malayu, pertambangan emas merupakan sumber ekonomi cukup
penting dan kata Suwarnadwipa (pulau emas) mungkin merujuk pada hal ini.
Perkembangan Kerajaan Mālayu mencapai puncaknya pada masa pemerintahan
Ādityawarman dengan pusatnya di daerah hulu Batanghari. Pada masa itu
logam emas dimanfaatkan semaksimal mungkin, seperti dipakai sebagai
bahan lempengan emas, benang emas, lembaran emas bertulis, kalung, dan
arca (Sulaiman 1977). Meskipun pusat kerajaan berlokasi di daerah hulu
Batanghari di wilayah Minangkabau, Ādityawarman tidak pernah menyebut
daerah kekuasaannya sebagai Kerajaan Minangkabau seperti dikemukakan
oleh Moens (1937). Ia menamakan dirinya sebagai Kanakamedinīndra yang
berarti ‘penguasa negeri emas‘ atau Swarnnadwīpa, Sumatera, Daerah hulu
Batanghari dikenal sebagai daerah penghasil emas.
Dari beberapa situs di daerah Batanghari banyak ditemukan artefak yang
dibuat dari emas. Selain itu ditemukan juga pecahan-pecahan keramik dari
bahan batuan yang berasal dari bentuk botol. Botol ini biasa dipakai
sebagai wadah untuk menyimpan cairan merkuri untuk pengerjaan emas.
Bukti bahwa Mālayu atau katakanlah Batanghari tempo dulu menghasilkan
emas cukup banyak. Namun, yang menjadi pertanyaan mengapa Berita
Tionghoa tidak ada satupun yang menyebutkan emas sebagai barang
komoditi, atau menyebutkan bahwa Shih-li-fo-shih, San-fo-tsi, atau
Mo-lo-yeu menghasilkan emas. Justru sebaliknya, Tiongkok membawa barang
komoditi emas ke negara-negara itu untuk ditukarkan dengan hasil bumi
dan hasil hutan. Lepas dari tidak disebutkannya Mo-lo-yeu sebagai daerah
penghasil emas, namun kita mempunyai bukti kuat bahwa di daerah Koto
Kandis pada masa lampau berlangsung aktivitas pengerjaan emas. Buktinya,
di Koto Kandis banyak ditemukan pecahan botol merkuri, dan tanah di
Koto Kandis “mengandung” bijih emas dan emas yang sudah dikerjakan.
Hingga kini masyarakat di Koto Kandis sering mencari emas di tepian
Sungai Batanghari.
Swarnnabhūmi. Dengan demikian ia menganggap pula dirinya sebagai
penguasa daerah-daerah yang dulunya menjadi daerah kekuasaan Śrīwijaya
(Sulaiman 1977:9). Daerah hulu Batanghari dikenal sebagai daerah
penghasil emas. Dari beberapa situs di daerah Batanghari banyak
ditemukan artefak yang dibuat dari emas. Selain itu ditemukan juga
pecahan-pecahan keramik dari bahan batuan yang berasal dari bentuk
botol. Botol ini biasa dipakai sebagai wadah untuk menyimpan cairan
merkuri untuk pengerjaan emas. Bukti bahwa Mālayu atau katakanlah
Batanghari tempo dulu menghasilkan emas cukup banyak. Namun, yang
menjadi pertanyaan mengapa Berita Tionghoa tidak ada satupun yang
menyebutkan emas sebagai barang komoditi, atau menyebutkan bahwa
Shih-li-fo-shih, San-fo-tsi, atau Mo-lo-yeu menghasilkan emas. Justru
sebaliknya, Tiongkok membawa barang komoditi emas ke negara-negara itu
untuk ditukarkan dengan hasil bumi dan hasil hutan. Lepas dari tidak
disebutkannya Mo-lo-yeu sebagai daerah penghasil emas, namun kita
mempunyai bukti kuat bahwa di daerah Koto Kandis pada masa lampau
berlangsung aktivitas pengerjaan emas. Buktinya, di Koto Kandis banyak
ditemukan pecahan botol merkuri, dan tanah di Koto Kandis “mengandung”
bijih emas dan emas yang sudah dikerjakan. Hingga kini masyarakat di
Koto Kandis sering mencari emas di tepian Sungai Batanghari.
Dalam Seminar Sejarah Mālayu Kuna terungkap bahwa lokasi Kerajaan
Mālayu ada di daerah Sungai Batanghari, mulai dari daerah hilir di
wilayah Provinsi Jambi hingga daerah hulu di wilayah Provinsi Sumatera
Barat. Bukti arkeologis menunjukkan bahwa ada perpindahan “pusat”
kerajaan mulai dari arah hilir ke arah hulu Batanghari (Bambang Budi
Utomo 1992:183–84). Demikian juga bukti prasasti menunjukkan bahwa
prasasti-prasasti Mālayu yang lebih muda ditemukan di daerah hulu
Batanghari, di wilayah Provinsi Sumatera Barat (Hasan Djafar
1992:50-80).
Jika dilihat dari pandangan geografis, daerah hilir Sungai Batanghari
lebih menguntungkan jika dibandingkan dengan daerah hulu. Di wilayah
pedalaman Sumatera Barat, jalan keluar menuju Selat Melaka adalah Sungai
Indragiri dan Sungai Kampar Kiri. Kedua sungai ini bermata-air di
wilayah Pagarruyung. Tentunya tidak mungkin untuk pelayaran sungai.
Namun, pada pertengahan abad ke-14 Masehi pusat Kerajaan Mālayu
berlokasi di sekitar daerah Pagarruyung (Sumatera Barat). Tetapi mengapa
justru di daerah ini Kerajaan Mālayu mencapai puncak kejayaannya?
Gejala apakah yang memacu perkembangan kerajaan ini. Untuk menjawab
pertanyaan ini saya akan mencoba untuk membahasnya dengan melihat
sumberdaya alam yang terkandung di bumi Sumatera, khususnya di daerah
hulu Batanghari.
Adalah penting untuk melihat kedudukan sumberdaya alam Pulau Sumatera
untuk dapat memahami mengenai timbulnya pemukiman, pelabuhan, pola
perdagangan, dan kerajaan-kerajaan kuna di Sumatera. Hal yang tidak
dapat dipungkiri oleh banyak orang adalah bahwa hasil bumi dan hasil
tambang Sumatera banyak dicari oleh para pedagang baik dari Arab, India,
Tiongkok dan kerajaan-kerajaan lain di Nusantara. Salah satu hasil
Sumatera yang terpenting adalah emas.
Selain emas, beberapa logam lain juga ditemukan di Sumatera seperti
perak, plumbum, tembaga, zink, besi, dan air raksa (van Bemmelen
1944:210; Miksic 1979: 263). Barang-barang logam itu telah lama
ditambang dan jauh sebelum abad ke-16 Masehi, yaitu ketika para penguasa
barat melakukan penambangan secara besar-besaran di bumi Sumatera
(Miksic 1979:262). Air raksa banyak ditemukan di Lebong dan cinnabar,
satu jenis logam yang mengandung air raksa telah ditambang di daerah
Jambi jauh sebelum kedatangan orang Barat (Miksic 1979:262; Tobber
1919:463-464). Cinnabar juga ditambang di Muara Sipongi, Kabupaten
Tapanuli Selatan (Sumatera Utara) (van Bemmelen 1944:210). Di Muara
Sipongi, sebelum kedatangan bangsa Barat ditambang plumbum, zink, besi,
dan tembaga.
Selain hasil tambang, sumber daya alam Sumatera yang menjadi komoditi
penting pada masa lampau adalah hasil hutan. Pada masa Kesultanan Melaka
diberitakan ada selusin kapal yang singgah di Melaka setiap tahunnya
membawa muatan yang sebagian besar berupa hasil hutan. Hasil hutan yang
dikapalkan itu antara lain berupa damar, kapur barus, storax, bahan
untuk membuat minyak wangi, myrobalan (bahan baku untuk pencelup kain),
dadah, dan benzoin (Dunn 1975; Miksic 1979:264).
Gambaran yang dapat kita peroleh dari pengelana-pengelana asing jelas
bahwa masyarakat di Sumatera sejak jaman purba telah melakukan
penambangan emas. Emas yang dikumpulkan dapat berupa emas primer maupun
emas sekunder, tergantung dari tempat di mana mereka mencarinya.
Christine Dobbin mengemukakan bahwa daerah pusat Minangkabau selama
beberapa abad telah memegang peranan penting dalam perekonomian di
wilayah sebelah barat Nusantara (Dobbin 1986, terjemahan). Daerah Tanah
Datar merupakan penghasil salah satu dari sumber utama kegiatan
perekonomian. Dari daerah ini banyak dihasilkan emas. Menurut Tomé Pires
di pantai barat Sumatera, bahan eksport selain lada adalah emas,
kelambak, kapur barus, kemenyan, damar, madu, dan bahan makanan
(Poesponegoro (3) 1984:147-148). Eksport komoditi ini ditujukan ke
Melaka. Akan tetapi ada juga kapal-kapal Gujarat yang datang langsung ke
Pantai Barat Sumatera untuk membawanya langsung ke negerinya.
Emas merupakan hasil tambang dari Sumatera yang penting dan utama. Oleh
sebab itu, untuk menelusuri kelahiran bandar-bandar utama di Sumatera
dan sistem perdagangan pada masa lampau, kita harus dapat memahami
tentang peranan emas dari Sumatera. Logam ini telah ditambang di
Sumatera sejak jaman sebelum kedatangan bangsa barat (Eropa) ke Asia
Tenggara. Demikian pentingnya emas dari daerah Minangkabau, Wheatly
menunjukkan bukti bahwa Kesultanan Melaka telah menantang Kesultanan
Deli, Rokan, Siak, Kampar dan Indragiri untuk memastikan ia dapat
menjamin keamanan perdagangan emas dari kawasan pedalaman Minangkabau
(Wheatly 1961:309).
Penambangan emas secara besar-besaran di wilayah Sumatera Barat baru
dilakukan pada masa penjajahan. Meskipun demikian, daerah ini sudah
lama dikenal sebagai penghasil emas yang utama. Penguasaan atas
tambang-tambang emas dilakukan oleh para penguasa untuk tujuan politik.
Emas dari daerah pedalaman Minangkabau dipasarkan ke luar Sumatera
melalui pantai barat dan pantai timur Sumatera dengan melalui jalan
sungai dan jalan darat. Itulah sebabnya Mālayu pada masa Ādityawarmman
mencapai kejayaannya. Pendahulu Ādityawarmman telah memindahkan
keratonnya ke daerah pedalaman agar memudahkan pengontrolan
tambang-tambang emas. Daerah pedalaman (sekitar Pagarruyung) dekat
dengan jalan keluar menuju Selat Melaka melalui Sungai Kampar Kiri dan
Sungai Indragiri. Menuju pantai barat dapat melalui celah Pegunungan
Bukit Barisan menuju Padang. Menuju ke arah utara, dapat melalui Muara
Sipongi (juga merupakan tambang emas) menuju ke arah Tapanuli Selatan.
Kondisi Sungai Batanghari kini cukup memprihatinkan. Penambangan emas
saat ini merupakan warisan-warisan Sungai Batang Hari barangkali menatap
sedih penambangan emas eksploitatif yang diperbuat korporasi, membuang
limbahnya di Sungai Batang Hari, meracuni ikan-ikan air tawar, dan
efeknya merusak ekosistem hayati. Rute harmonis keseimbangan rantai
makanan jadi tak runtun lagi.
Demikianlah
berdasarkan paparan-paparan diatas dapat diketahui bahwa salah satu
motif Kerajaan Sriwijaya menaklukkan Melayu adalah karena sumber daya
tambang emasnya.
D.SELAT MALAKA KUNCI MENGUASAI JALUR PERDAGANGAN
Gambar peta Selat Malaka
Selat Melaka adalah selat yang memisahkan Semenanjung Malaysia dengan Pulau Sumatra. Selat Melaka menghubungkan Samudera Pasifik di timur dan Samudera India di barat.
Dari segi ekonomi dan strategis, Selat Malaka merupakan salah satu jalur pelayaran terpenting di dunia, sama pentingnya seperti Terusan Suez atau Terusan Panama. Selat Malaka membentuk jalur pelayaran terusan antara Samudra Hindia dan Samudra Pasifik serta menghubungkan tiga dari negara-negara dengan jumlah penduduk terbesar di dunia: India, Indonesia dan Republik Rakyat Cina.
Sebanyak 50.000 kapal melintasi Selat Melaka setiap tahunnya,
mengangkut antara seperlima dan seperempat perdagangan laut dunia.
Sebanyak setengah dari minyak yang diangkut oleh kapal tanker melintasi selat ini; pada 2003,
jumlah itu diperkirakan mencapai 11 juta barel minyak per hari, suatu
jumlah yang dipastikan akan meningkat mengingat besarnya permintaan dari
Tiongkok. Oleh karena lebar Selat Melaka hanya 1,5 mil laut pada titik
tersempit, yaitu Selat Phillips dekat Singapura, ia merupakan salah satu
dari kemacetan lalu lintas terpenting di dunia.
Pada zaman Kerajaan Melayu,Selat Malaka letaknya berdekatan dengan
letak kerajaan ini,sehingga membuat para kerajaan disekitarnya hendak
menaklukkan Kerajaan Melayu dengan ambisi untuk menguasai Selat
Malaka.Seperti yang dijelaskan dalam buku Munoz tentang motif Kerajaan
Sriwijaya menaklukkan Kerajaan Melayu bahwa selat
ini adalah pintu-pintu utama dari semua lalulintas maritime antara
Samudra Hindia dan Laut China Selatan.Saat setiap kapal membongkar muat
kargo-kargo mereka dan menunggu pergantian angin musim.Kendali atas
semua pelabuhan ini adalah satu-satunya cara untuk mendapatkan sebuah
hegemoni maritime atas emporium emporium competitor lainnya.Siapapun
yang memegang kendali ini bisa mengumpulkan pajak dan upeti dari semua
barang yang transit dan menjadi pemain utama dalam perdagangan upeti
dengan China.
E.SIMPULAN
Berdasarkan penjelasan-penjelasan diatas dapat di tarik suatu
kesimpulan bahwa motif terkuat kerajaan-kerajaan lain ingin menguasai
Kerajaan Melayu adalah penguasaan atas Selat Malaka dan sumber daya
tambang emas yang terdapat di Sungai Batanghari dalam hal ini di sebut
motif ekonomi,Selat Malaka adalah pusat perdagangan Bangsa China dan
Eropa pada saat itu dan sebagai salah satu tempat yang dijadikan untuk
persinggahan atau peristirahatan,Hal inilah yang menjadi ambisi dari
Kerajaan Sriwijaya.Setelah Sriwijaya runtuh karena serangan Raja Chola
dari Kerajaan Koromandel di India muncul Kerajaan Singosari menaklukkan
Kerajaan Melayu yang disebabkan untuk membendung serangan Kubilai Khan
dari Mongol..Takluk-menaklukkan adalah hal yang lumrah bagi suatu
kerajaan yang ingin memperluas daerah kekuasaan,ambisi harta yang begitu
tinggi membuat Kerajaaan-keerajaan yang semasa dengan Kerajaan Melayu
menaklukkan Kerajaan Melayu,
Sumber
0 komentar:
Posting Komentar