Minggu, 05 Januari 2014

Filled Under:

Pertempuran Actium (2-Habis)

Denah pertempuran Actium:
Tahun 32 SM, sudah tidak diragukan lagi bahwa akan terjadi perang saudara besar. Dengan dukungan dana dari Cleopatra, Antony berhasil mengumpulkan kekuatan yang luar biasa besarnya: 75,000 tentara Romawi (termasuk veteran-veteran kampanye di Phillippi dan Parthia), 25,000 tentara infanteri non-Romawi, 12,000 pasukan kavaleri. Sedangkan armadanya terdiri dari 500 kapal tempur berat dan 300 kapal dagang untuk urusan logistik. Meskipun memiliki pasukan sebesar ini, berbeda dengan Caesar dahulu, Antonius tidak bisa menyerang pasukan Octavian di Italia, karena ia akan masuk mulut macan propaganda Octavian "Cleopatra sang Ratu penguasa dunia".

Ia memutuskan menunggu di suatu posisi defensif di Actium, dan ini adalah sebuah kesalahan: meskipun secara strategis masuk akal karena untuk menyerang Octavian harus membentangkan jalur logistiknya sepanjang laut Adriatik, tetapi sejarah membuktikan bahwa strategi defensif terbukti fatal dalam kasus Pompeius (masa Caesar) dan para konspirator pembunuh Caesar dalam Perang Saudara.

Lebih parahnya lagi, moril tentara Antonius terpengaruh dengan hadirnya Cleopatra di kamp. Cleopatra, yang tidak ingin bertindak pasif, bermaksud baik ingin melihat sendiri kemajuan pasukan yang didanainya dan turut membantu mengambil keputusan di saat genting; akan tetapi, ini malah menjadi bumerang, karena malah makin meyakinkan tentara Romawi bawahan Antonius bahwa tuduhan Octavian benar: mungkin Cleopatra benar-benar menguasai Antonius dan menjadikannya boneka. Jadi mereka berperang untuk siapa? Ternyatalah bahwa peran yang diambil Antonius sebagai pemimpin dinasti Hellenistik membuatnya sulit bekerjasama dengan orang-orang Romawi bawahannya.

Sementara itu di pihak Octavian, Agrippa senantiasa menunjukkan kemahirannya sebagai admiral. Armada Octavian memilih bermarkas di tempat yang kemudian menjadi Nicopolis, di utara kamp Antonius, dipisahkan oleh selat sempit di Semenanjung Actium. Antonius mencoba memaksakan perang darat dengan cara memotong kamp Octavian dari sumber air, sedangkan Agrippa mencoba memblokir kapal-kapal perang Antonius di Teluk Ambracia. Pada fase awal, kedudukan stalemate: Antonius tidak berani bertempur di laut, Octavian tidak berani bertempur di darat. Akan tetapi penyakit terus menggerogoti pasukan Antonius; sang waktu memihak Octavian.

Tanggal 2 September, 31 SM, Antonius sudah putus asa. Pasukan terus menipis, pasokan logistik makin berkurang. Satu-satunya cara untuk menyelamatkan dirinya adalah mengambil resiko pertempuran terbuka di laut dengan kapalnya yang masih tersisa, 230 kapal perang. Terjadilah pertempuran laut besar-besaran (lihat peta), kedua pasukan bertempur gagah berani, namun pada akhirnya jumlah juga yang menentukan: Octavian dengan 400 kapalnya, dan pasukan yang lebih segar, akhirnya menang. Tengah hari, ketika angin bertiup, sekonyong-konyong sebuah skuadron 80 kapal, dipimpin oleh kapal bendera Cleopatra, melarikan diri dari gelanggang pertempuran, kembali ke Mesir. Antonius pun mengikuti.

Meskipun Antonius kabur dan Octavian memenangkan perang di laut, tentara darat Antonius yang masih loyal mundur teratur ke Macedonia. Octavian yang politikus ulung mengerti bahwa tentara yang mundur ini janganlah ditekan dengan pertempuran frontal. Ia memilih berunding dengan tentara ini, dan menawarkan akan membeli mereka dengan harga tinggi. Dengan kerajaan timur yang kaya sudah di depan mata, tentu uang bukan masalah bagi Octavian. Dan benar saja, Antonius dan Cleopatra tidak mampu mempertahankan Mesir terhadap invasi yang datang kemudian. Antonius bunuh diri dengan pedang, dan Cleopatra, yang sempat ditawan Octavian, memilih mati dengan bisa ular kobra. Octavian pun menguasai Mesir dan kekayaannya, berhasil menyatukan Romawi timur dan barat dibawah kekuasaannya sendiri. Ia kelak akan digelari "Augustus Caesar" oleh Senat, memerintah sampai 14 M, dan memulai era para Kaisar.

Kuncinya adalah kekalahan Antonius di Parthia tahun 36 SM. Sekarang bagaimana jika Antonius menang di Parthia? Ini sangat mungkin, apalagi Antonius sendiri jenderal yang mampu, tentaranya tengah tinggi moralnya, dan strateginya sudah benar (terbukti, kemudian jenderal-jenderal Roma berhasil menaklukkan Parthia melalui strategi ini). Yang jadi masalah hanya waktu mulainya kampanye yang tertunda. Dan tertundanya ini ironisnya terjadi karena Antonius menawarkan diri membantu Octavian melawan Sextus.

Kemenangan melawan Parthia akan berdampak besar bagi Antonius. Kemenangan Octavian terhadap Sextus jadi tidak ada apa-apanya. Di mata orang Roma, Antonius akan jadi lebih populer. Meskipun pertempuran seperti Actium tetap tidak terelakkan, pasukan Antonius yang bertempur moralnya tinggi, bertempur dipimpin oleh jenderal yang menang perang. Kemenangan tidak lagi menjadi pasti milik Octavian. Justru sebaliknya, sangat besar kemungkinannya Antonius bakal berjaya. Setelah menang, Antonius akan sementara kembali ke kota Roma, membersihkan golongan pro-Octavian yang masih tersisa sehingga ia bisa membentuk pemerintahan sesuai keinginannya. Kemungkinan besar, Antonius tidak se-ambisius Octavian untuk menjadi pemimpin tunggal atas Romawi -- lebih mungkin, Antonius akan membiarkan "kepemimpinan aristokrasi yang dipimpin oleh seorang pemimpin tunggal". Selama ini terjadi, ia harus membagi perhatiannya antara Roma dan Alexandria sebagai pemimpin dua dinasti: aristokrasi di Roma dan dinastinya sendiri dan Cleopatra di Alexandria. Maka Mesir tidak akan menjadi provinsi Romawi, tapi menjadi kerajaan independen, client-state Romawi yang diberi kuasa atas bagian timur Romawi. Dan kemungkinan besar berkembang menjadi kerajaan yang lebih baik daripada Romawi, karena terbukti bahwa keturunan-keturunan Ptolemy bisa memaksimalkan pendapatan sekaligus meminimalisir konflik budaya.

Salah satu perkembangan sosial yang dimungkinkan oleh berkuasanya Cleopatra (dan keturunannya) di Mesir adalah kesetaraan gender. Dinasti Ptolemy memberi keleluasaan bagi para wanita Mesir untuk bertindak seperti halnya pria: mereka bisa memimpin negara, mereka bisa menempati posisi-posisi penting di masyarakat, dan berdagang atas nama mereka sendiri. Apalagi ditunjang Cleopatra sebagai contoh yang baik. Ini sangat berbeda dengan diskriminasi gender dalam kebudayaan Romawi (yang terus terbawa sampai milenium ke-2 M!) Mesir akan menjadi pusat budaya yang berkembang pesat, ditunjang dengan datangnya imigran-imigran yang tertarik hidup di Mesir karena kemampuan pemerintahnya memerintah rakyat yang multi-budaya.


Sumber

0 komentar:

Posting Komentar

Copyright @ 2013 PEJUANG ISLAM.