Kamis, 02 Januari 2014

Filled Under:

Persia (30)

39. Perang Yunani-Persia

Penggambaran pertarungan hoplites Yunani melawan prajurit Persia, pada kylix dari abad ke-5 SM.

Tanggal 502–449 SMi[›]
Lokasi Yunani daratan, Thrakia, Kepulauan Aigea, Asia Kecil, Siprus, dan Mesir
Hasil Kemenangan Yunani[1]
Perubahan
wilayah
Makedonia, Thrakia dan Ionia merdeka dari kekuasaan Persia
Pihak yang terlibat
Negara kota di Yunani termasuk Athena dan Sparta Kekaisaran Persia Akhemaniyah
Makedonia (fase awal)
Komandan
Miltiades
Themistokles
Leonidas I
Pausanias
Kimon
Perikles
Artaphernes
Datis
Artaphernes (putra Artaphernes)
Xerxes I
Mardonios
Hydarnes
Artabazos
Megabyzos

Perang Yunani-Persia (disebut juga Perang Persia) adalah serangkaian konflik antara Kekaisaran Persia Akhemeniyah melawan negara kota di Yunani kuno. Perang ini bermula pada tahun 499 SM dan berakhir pada tahun 449 SM. Bentrokan antara dunia Yunani yang secara politik terpecah-pecah melawan Kekaisaran Persia yang sangat besar sudah dimulai ketika Koresh yang Agung menaklukkan Ionia pada tahun 547 SM. Berusaha untuk mengendalikan kota-kota di Ionia, Persia menunjuk tiran untuk berkuasa di sana. Ini kemudian terbukti menjadi sumber masalah bagi Yunani dan Persia.

Pada tahun 499 SM, tiran di Miletos, yaitu Aristagoras, mulai melakukan ekspedisi untuk menaklukkan Pulau Naxos, dengan dukungan Persia;[2] Namun, ekspedisi itu berakhir dengan kegagalan dan Aristagoras pun akhirnya dipecat. Aristagoras lalu menghasut kota-kota Yunani di Asia Kecil untuk memberontak melawan Persia. Ini adalah awal dari Pemberontakan Ionia, yang berlangsung sampai tahun 493 SM, dan dalam perkembangannya menyeret lebih banyak daerah di Asia Kecil ke dalam konflik. Aristagoras memperoleh bantuan militer dari Athena dan Eretria. Pada tahun 498 SM, pasukan Athena dan Eretria membakar ibu kota regional Persia di Asia Kecil, yaitu Kota Sardis. Kaisar Persia, Darius yang Agung marah dan bersumpah akan membalas Athena dan Eretria atas tindakan mereka. Pemberontakan terus berlanjut, dan kedua belah pihak menemui jalan buntu sepanjang 497–495 SM. Pada tahun 494 SM, Persia menyerang pusat pemberontakan di Miletos. Pada Pertempuran Lade, pasukan Ionia mengalami kekalahan telak dan pemberontakan pun berakhir, dan sisa-sisanya dibasmi pada tahun berikutnya.

Berusaha mengamankan kekaisarannya dari ancaman pemberontakan lainnya, dan juga dari campur tangan Yunani daratan, Darius akhirnya melancarkan serangan ke Yunani, untuk menghukum Athena dan Eretria atas pembakaran Sardis. Invasi pertama Persia ke Yunani dimulai pada tahun 492 SM, dengan Jenderal Persia, Mardonios, menaklukkan Thrakia dan Makedonia sebelum akhirnya pasukan Persia mengalami bencana dan terpaksa mengakhiri kampanyenya. Pada tahun 490 SM, pasukan kedua dikirim ke Yunani, kali ini melalui Laut Aigea, di bawah komando Datis dan Artaphernes. Ekspedisi ini berhasil menundukkan Kyklades, sebelum kemudian mengepung, menaklukkan, dan menghancurkan Eretria. Akan tetapi, ketika berusaha menyerang Athena, pasukan Persia dikalahkan secara telak oleh pasukan Athena pada Pertempuran Marathon, yang sekaligus menghentikan invasi pertama Persia. Darius kemudian menyusun rencana untuk kembali menyerang Yunani, namun dia terlebih dahulu meninggal pada tahun 486 SM, dan tanggung jawab penaklukan beralih kepada putranya, Xerxes I. Pada tahun 480 SM, Xerxes secara langsung memimpin invasi kedua Persia ke Yunani dengan pasukan yang sangat banyak. Kemenangan melawan 'Persekutuan' negara kota Yunani (dipimpin oleh Sparta dan Athena) pada Pertempuran Thermopylae membuat Persia dapat menduduki sebagian besar Yunani. Akan tetapi, ketika berusaha menghancurkan armada laut Yunani, Persia malah mengalami kekalahan berat pada Pertempuran Salamis. Pada tahun berikutnya, persekutuan negara kota Yunani melancarkan serangan dan mengalahkan pasukan Persia pada Pertempuran Plataia, sekaligus mengakhiri invasi Persia di Yunani.

Persekutuan Yunani menindaklanjuti kesuksesan mereka dengan menghancurkan sisa-sisa armada Persia pada Pertempuran Mykale, sebelum kemudian mengusir garnisun Persia dari Sestos (479 SM) dan Byzantion (478 SM). Tindakan Jenderal Pausanias pada Pengepungan Byzantion menjauhkan banyak negara kota Yunani dari pihak Sparta, dan persekutuan anti-Persia kemudian dibentuk kembali dengan dipimpin oleh Athena, dalam persatuan yang disebut Liga Delos. Liga Delos terus melakukan kampanye melawan Persia selama tiga dekade berikutnya, dimulai dengan pengusiran sisa-sisa garnisun Persia dari Eropa. Dalam Pertempuran Eurymedon pada tahun 466 SM, Liga Delos meraih kemenangan ganda yang pada akhirnya membuat kota-kota di Ionia dapat merdeka. Akan tetapi, keterlibatan Liga Delos dalam pemberontakan Mesir (dari 460–454 SM) berujung pada kekalahan telak dan kampanye yang lebih lanjut harus ditunda. Liga Delos mengirim pasukan ke Siprus pada tahun 451 SM, dan setelah menariknya kembali, Perang Yunani-Persia pun benar-benar berakhir. Beberapa sumber sejarah menyebutkan bahwa akhir bentrokan ditandai dengan perjanjian damai antara Athena dan Persia, yaitu pada Perdamaian Kallias.

A. Sumber

Hampir semua sumber utama untuk Perang Yunani-Persia berasal dari Yunani; tidak ada naskah sejarah yang tersisa dari pihak Persia. Sumber utama untuk Perang Yunani-Persia adalah naskah karya sejarawan Yunani, Herodotos. Herodotos, yang disebut "Bapak Sejarah",[3] dilahirkan pada tahun 484 SM di Halikarnassos, Asia Kecil (ketika itu bagian dari Kekaisaran Persia). Dia menulis catatan sejarahnya, yang berjudul Historia, sekitar tahun 440–430 SM, berusaha untuk melacak asal mula Perang Yunani-Persia, yang ketika itu belum lama usai.[4] Pendekatan Herodotos adalah novel dan setidaknya di masyarakat Barat, dia menciptakan 'sejarah' sebagai sebuah disiplin ilmu.[4] Holland berpendapat mengenai Herodotos:[4]

Untuk pertama kalinya, seorang penulis kronik membuat dirinya melacak asal mula konflik tidak ke masa yang sangat jauh demi terlihat luar biasa, tidak demi keinginan dan harapan beberapa dewa, tidak juga demi klaim orang-orang untuk mewujudkan takdir, tapi demi penjelasan yang dapat dia verifikasi secara langsung.
—Holland, hlm. xvixvii.

 

Patung kepala Herodotos. Naskah kuno karya Herodotos adalah sumber utama untuk konflik Yunani-Persia.
Patung Thukydides. Narasi Herodotos dilanjutkan oleh Thukydides.

Beberapa sejarawan kuno berikutnya, dimulai dari Thukydides, mengkritik Herodotos.[5][6] Meskipun demikian, Thukydides memilih untuk memulai sejarahnya pada masa di mana Herdotos mengakhiri kisahnya (pada Pengepungan Sestos) dan merasa bahwa sejarah Herodotos cukup akurat sehingga tidak perlu ditulis ulang atau dikoreksi.[6] Plutarkhos mengkritik Herodotos dalam esainya "Tentang Kejahatan Herodotos", menggambarkan Herodotos sebagai "Philobarbaros" (pencinta orang barbar) karena Herodotos dianggap tidak cukup pro-Yunani, yang mengindikasikan bahwa Herodotos sebenarnya mungkin telah melakukan penulisan yang adil secara wajar.[7] Pandangan negatif terhadap Herodotos berlanjut di Eropa masa Renaisans, meski karya-karyanya tetap banyak dibaca. Namun, sejak abad ke-19 reputasinya secara dramatis terangkat oleh temuan arkeologi yang membenarkan keterangannya.[8] Pandangan modern terhadap Herodotos adalah bahwa dia telah menuliskan catatan yang luar biasa dalam Historia, namun beberapa rincian spesifiknya (khusunya mengenai jumlah prajurit dan tanggal peristiwa) harus dilihat secara skeptis.[8] Meskipun demikian, masih banyak sejarawan yang meyakini bahwa Herodotos hanya mengarang sebagian besar catatannya.[9]

Sayangnya, sejarah militer Yunani antara akhir invasi kedua Persia ke Yunani dan Perang Peloponnesos (479–431 SM) tidak banyak diceritakan dalam sumber kuno. Periode ini, kadang disebut pentekontaitia oleh para sejarawan kuno, adalah seuatu periode perdamaian dan kemakmuran di Yunani.[10][11] Sumber terlengkap mengenai periode ini, dan sekaligus yang paling sezaman adalah naskah karya Thukydides, Sejarah Perang Peloponnesos, yang oleh para sejarawan modern secara umum dianggap sebagai sumber primer yang terpercaya.[12][13][14] Thukydides hanya menyebut periode ini dalam suatu penyimpangan dalam meningkatnya kekuasaan Athena menuju Perang Peoponnesos, dan naskahnya sendiri pendek, kemungkinan sangat selektif serta kekurangan tanggal kejadian.[15][16] Meskipun demikian, naskah Thukydides dapat, dan memang, digunakan oleh para sejarawan untuk mereka-reka kronologi pada periode ini, yang juga ditambah dari temuan arkeologi dan catatan dari penulis lain.[15]

Rincian yang lebih banyak mengenai keseluruhan periode ini disediakan oleh Plutarkhos dalam karyanya biografi Themistokles, Aristides dan khususnya Kimon. Plutarkhos menulis beberapa ratus tahun setelah kejadian sehingga naskahnya adalah sumber sekunder, yang membuat peryatannya perlu verifikasi lebih lanjut.[17] Dalam biografinya, dia mengambil sumber langsung dari banyak naskah sejarah kuno yang pada masa modern sudah hilang, dan dengan demikian dia telah mencatat rincian periode yang tidak disebutkan baik oleh Herodotos maupun Thukydides. Sumber penting terakhir untuk periode ini adalah sejarah universal (Bibliotheke historika) karya penulis asal Sisilia abad ke-1 SM, Diodoros Sikolos. Banyak dari tulisan Diodoros mengenai periode ini diambil dari sejarawan Yunani yang lebih awal, yaitu Ephoros, yang juga menulis sejarah universal.[18] Karya Diodoros juga merupakan sumber sekunder dan seringkali dikritik oleh para sejarawan karena gaya dan ketidakakuratannya, namun karya tersebut menyimpan banyak rincian periode kuno yang tidak ditemukan di sumber mana pun.[19]

Rincian lainnya tersebar dan dapat ditemukan dalam Hellados Periegesis karya Pausanias, sementara kamus Suda dari Bizantium abad ke-10 M mencantumkan beberapa anekdot yang tidak ditemukan di sumber mana pun. Sumber minor untuk periode ini meliputi karya-karya Pompeius Trogus (diepitomisasi oleh Justinus), Cornelius Nepos, dan Ktesias dari Knidos (diepitomisasi oleh Photios), yang tidak lagi berada pada bentuk teks aslinya. Karya-karya ini kurang dipercaya (khususnya Ktesias) oleh para sejarawan dan tidak secara khusus berguna pada rekonstruksi sejarah periode ini.[20][21]
(Bersambung)

0 komentar:

Posting Komentar

Copyright @ 2013 PEJUANG ISLAM.