C. Pemberontakan Ionia (499–493 SM)
Pemberontakan Ionia dan pemberontakan terkait di Aiolis, Doris, Siprus, dan Karia merupakan pemberontakan militer yang dilakukan oleh beberapa daerah di Asia Kecil untuk menentang kekuasaan Persia, dan berlangsung dari tahun 499 SM sampai 493 SM. Penyebab pemberontakan ini terjadi karena kota-kota Yunani di Asia Kecil merasa tidak puas terhadap para tiran yang ditunjuk oleh Persia untuk memerintah mereka. Para pemberontak juga menentang tindakan individual yang dilakukan oleh dua tiran di Miletos, Histiaios dan Aristagoras.[40][54] Pada tahun 499 SM, tiran Miletos saat iru, Aristagoras, melancarkan ekspedisi gabungan bersama seorang satrap Persia, Artaphernes, untuk menaklukkan Naxos, dengan tujuan meningkatkan posisinya di Miletos (baik secara finansial maupun wibawa).[54][55] Misi itu berakhir dengan kegagalan,[56] dan akibatnya Aristagoras dipecat dari jabatan tiran. Dia kemudian memilih untuk menghasut kota-kota di Ionia untuk memberontak terhadap kaisar Persia, Darius yang Agung.[42]Pada tahun 498 SM, dengan bantuan dari Athena dan Eretria, kota-kota Ionia menyerang, menaklukkan, dan membakar Kota Sardis.[57] Namun, dalam perjalanan pulang mereka menuju Ionia, mereka diikuti oleh pasukan Persia dan secara telak dikalahkan pada Pertempuran Ephesos.[58] Kampanye ini adalah satu-satunya tindakan ofensif yang dilakukan oleh orang Ionia, yang selanjutnya malah menjadi tindakan defensif. Persia menanggapi pada tahun 597 SM dengan serangan bercabang tiga yang diarahkan untuk menaklukkan daerah-daerah di sekitar wilayah pemberontak,[59] tapi pemberontakan menyebar ke Karia, sehingga pasukan terbesar Persia, dipimpin oleh Darius, berpindah ke sana.[60] Meskipun pada awalnya meraih kesukssesan pada awal kampanye di Karia, pasukan ini kemudian disapu habis dalam suatu penyergapan pada Pertempuran Pedasos.[61] Hal ini mengakibatkan terjadinya kebuntuan bagi kedua belah pihak selama sisa 496 dan 495 SM.[62]
Pada tahun 494 SM pasukan darat dan armada laut Persia dikumpulkan kembali, dan mereka menyerang langsung menuju pusat pemberontakan di Miletos.[63] Armada laut Ionia berusaha mempertahankan Miletos di laut, tapi dikalahkan secara telak pada Pertempuran Lade, setelah orang-orang Samos berkhianat dan balik mendukung Persia.[64] Miletos lalu dikepung, ditaklukkan, dan penduduknya dijadikan budak.[65]
Kekalahan ganda ini secara efektif mengakhiri pemberontakan, dan pada akhirnya orang-orang Karia pun menyerah kepada Persia.[66] Pasukan Persia menghabiskan tahun 493 SM untuk membasmi sisa-sisa pemberontakan di kota-kota di sepanjang pesisi Asia Kecil yang masih berusaha menentang Persia,[67] sebelum akhirnya menetapkan kesepakatan damai di Ionia yang dianggap cukup adil.[68]
Pemberontakan Ionia menjadi konflik besar pertama antara Yunani dan Kekaisaran Persia Akhemeniyah dan merupakan fase pertama dari Perang Yunani-Persia. Asia Kecil berhasil dikuasai kembali oleh Persia, namun Darius bersumpah untuk menghukum Athena dan Eretria atas bantuan mereka pada para pemberontak.[68] Selain itu, Darius melihat bahwa situasi politik di Yunani dapat membawa ancaman terhadap kestabilan kekaisaran, maka dia pun berencana menaklukkan seluruh Yunani.[68]
Invasi pertama ke Yunani (492–490 SM)
Setelah menaklukkan Ionia, Persia memulai merencanakan gerakan mereka selanjutnya, yaitu memusnahkan ancaman dari Yunani terhadap kekaisaran dan menghukum Athena serta Eretria.[69] Hal ini berujung pada invasi pertama Persia ke Yunani, yang terdiri dari dua kampanye utama[69]492 SM: Kampanye Mardonios
Kampanye pertama, pada tahun 492 SM, dipimpin oleh menantu Darius, Mardonios,[70] yang kembali menduduki Thrakia, yang menjadi bagian dari Kekaisaran Persia sejak tahun 513 SM.[71] Mardonios berhasil memaksa Makedonia untuk menjadi kerajaan klien Persia. Sebelumnya Makedonia sudah menjadi sekutu Persia tapi sebagai negara merdeka.[72] Akan tetapi, perkembangan lebih lanjut dalam kampanye ini terhalangi ketika armada laut Mardonus dihancurkan oleh badai di pesisir Gunung Athos. Mardonios sendiri terluka dalam sebuah serangan ke perkemahannya oleh satu suku Thrakia. Setelah itu, Mardonios bersama sisa-sisa pasukannya kembali ke Asia.[72][73]Setahun kemudian, setelah menyusun rencana secara cermat, Darius mengirim utusan ke semua negara kota di Yunani dan meminta mereka untuk menyerah pada Persia.[74] Hampir semua negara kota Yunani tunduk pada Darius, kecuali Athena dan Sparta. Kedua negara kota itu bahkan membunuh utusan Darius.[74] Karena Athena masih menentangnya, dan kini Sparta juga menyatakan perang melawannya, maka Darius memerintahkan dilaksanakannya kampanye militer lagi setahun kemudian.[75]
Peta fase pertama Perang Yunani-Persia.
490 SM: Kampanye Datis dan Artaphernes
Pada tahun 490 SM, Datis dan Artaphernes (putra satrap Artaphernes) diberikan komando untuk memimpin serangan invasi amfibi, dan mereka pun berlayar dari Kilikia.[75] Dari Kilikia, pasukan Persia pertama-tama berlayar menuju Pulau Rhodos, tempat Kronik Kuil Lindos mencatat bahwa Datis mengepung Kota Lindos, tapi tidak berhasil.[76] Armada Persia kemudian bergerak ke Naxos, untuk menghukum orang-orang Naxos atas perlawanan mereka terhadap ekspedisi Persia yang gagal satu dekade sebelumnya.[77] Banyak warganya yang kabur ke pegunungan, sedangkan penduduk yang tertangkap dijadikan budak.[78] Pasukan Persia lalu membakar kota dan kuil di Naxos.[78] Armada Persia kemudian menyeberangi Laut Aigea untuk menuju Eretria. Dalam perjalanannya, pasukan Persia mengambil sandera dan pasukan dari tiap pulau yang mereka singgahi.[77]Pasukan Persia berlayar ke Euboia, dan bergerak menuju target utama mereka yang pertama, Eretria.[79] Orang Eretria tidak berusaha untuk mencegah pasukan Persia berlabuh dan berarak menuju kota mereka, Akibatnya pasukan Persia dapat mengepung Eretria.[80] Selama enam hari, pasukan Persia menyerang dinding pertahanan Eretria dan kerugian dialami oleh kedua belah pihak;[80] Namun, pada hari ketujuh, dua orang Eretria yang terkemuka membuka gerbang. Mereka berkhianat dan menyerahkan kota kepada pasukan Persia.[80] Kota itu dihancurkan, dan kuil serta suaka suci dijarah dan dibakar. Selain itu, sesuai perintah Darius, semua penduduk kota dijadikan budak.[80]
Pertempuran Marathon
Selanjutnya armada Persia bergerak ke selatan menuju Pesisir Attika. Mereka berlabuh di Pantai Marathon, sekitar 25 mil (40 km) dari Kota Athena.[81] Di bawah panduan Miltiades, seorang jenderal yang punya banyak pengalaman berperang melawan orang Persia, pasukan Athena bergerak untuk menghalangi dua jalur keluar dari daratan Marathon. Kebuntuan berlangsung selama lima hari, sebelum akhirnya pasukan Athena (untuk alasan yang tidak diketahui) memutuskan untuk menyerang pasukan Persia.[82] Meskipun pasukan Persia memiliki prajurit yang jauh lebih banyak, namun hoplites Yunani terbukti efektif melawan infanteri ringan Persia. Pasukan Yunani memukul mundur kedua sayap pasukan Persia sebelum kemudian megacak-acak bagian tengahnya. Sisa-sisa pasukan Persia kabur ke kapal mereka dan meninggalkan pertempuran.[83] Herodotos mencatat bahwa sekitar 6.400 mayat prajurit Persia ditemukan di tempat pertempuran, sedangkan pasukan Athena hanya kehilangan 192 pprajurit.[84]Segera setelah pasukan Persia yang selamat bergerak ke laut, pasukan Athena dengan cepat berjalan kembali ke kota Athena.[85] Pasukan Athena tiba tepat waktu untuk mencegah Artaphernes berlabuh di Kota Athena. Menyadari bahwa kesempatannya sudah hilang, Artaphernes pun mengakhiri kampanye ini dan kembali ke Asia.[86]
Pertempuran Marathon merupakan titik balik pada Perang Yunani-Persia, dan menunjukkan bahwa pasukan Persia dapat dikalahkan. Peristiwa itu juga menunjukkan keunggulan hoplites Yunani, yang bersenjata lebih berat, dan memperlihatkan bahwa hoplites sangat potensial jika digunakan secara tepat.[83] Pertempuran Marathon barangkali sekarang lebih terkenal sebagai asal usul untuk balapan Marathon.iii[›]
Sayap pasukan Yunani mengepung pasukan Persia pada Pertempuran Marathon.
(Bersambung)
0 komentar:
Posting Komentar