Selasa, 24 Desember 2013

Filled Under:

Sultan Murad III, Pemberantas Minuman Keras

 Murad III adalah Sultan Turki Utsmani sejak 1574 hingga kematiannya. Murad III adalah putra sulung Sultan Salim II dan Nur Banu (Cecilia Venier-Baffo). Pemerintahan Murad III ditandai dengan perang dengan Persia dan Austria beserta penurunan dan pembusukan institusi Utsmani.

Sultan Murad III naik tahta setelah ayahnya meninggal. Dia memiliki kepedulian pada masalah-masalah keilmuan, sastra dan syair. Dia menguasai tiga bahasa sekaligus; Arab, Persia dan Turki. Ia pun banyak mempelajari ilmu tasawuf, terkenal takwa dan perhatian terhadap ulama.

Pekerjaan pertama yang ia lakukan adalah mengeluarkan perintah agar semua bentuk minuman keras dilarang setelah sebelumnya kebiasaan ini merebak luas di masyarakat, apalagi di kalangan militer Utsmani, terutama pada pasukan elitnya. Larangan ini membuat pasukan elit Utsmani terusik dan memaksa agar larangan itu dicabut.

Hal ini menunjukkan bahwa tanda-tanda kelemahan telah muncul dalam pemerintahan Utsmani, di mana seorang sultan tidak mampu memberlakukan larangan minuman keras dan tidak mampu menerapkan syariat Islam di tengah rakyatnya. Selain juga menunjukkan adanya penyimpangan di kalangan elit tentara akan ajaran Islam yang murni. Mereka telah menyimpang dari nilai-nilai Islam serta jauh dari cinta jihad dan kerinduan mati syahid.

Sultan Murad III berusaha menjalankan kebijakan yang digariskan oleh ayahnya. Di zamannya, ia melakukan perang di beberapa tempat berbeda. Pada 982 H/1574 M, Raja Polska (Polandia) Henry De Palo melarikan di ke Prancis. Maka Sultan Utsmani memberikan petunjuk pada tokoh-tokoh Polska untuk memilih penguasa Transylvania untuk menjadi raja Polska. Jadilah Polska berada di bawah pemerintahan Utsmani pada 983 H/ 1575 M.

Sultan Murad III juga memperbaharui hak-hak Prancis dan Hungaria serta menambah hak-hak baru konsulat dan perdagangan mereka dengan ditambahkannya beberapa klausul yang menguntungkan. Yang terpenting di antaranya, Duta Besar Prancis akan mendapatkan posisi lebih utama dari duta-duta besar negara lain. Banyak duta besar yang menemui sultan untuk melakukan kesepakatan bisnis yang nantinya akan menjadi sarana ampuh untuk melakukan intervensi dalam masalah-masalah internal pemerintahan Utsmani.

Pada masa pemerintahan Sultan Murad III, Ratu Ezabela dari Inggris mendapatkan hak-hak khusus bagi para pelaku bisnis dari negerinya. Mulai saat itu, kapal-kapal Ingris berdatangan dengan membawa bendera Inggris dan masuk ke pelabuhan-pelabuhan Utsmani.

Pada 985 H/1577 M, akibat krisis yang terjadi di negeri Persia dan meninggalnya Tahmasab, pemerintah Utsmani mengirimkan ekspedisi militer yang memungkinkan Daulah Utsmaniyah memetik kemenangan yang gemilang di negeri-negeri Kaukaz. Pasukan Utsmani menaklukkan Taples dan Karjistan. Setelah itu, pasukan Utsmani mampu menguasai Azerbaijan, Georgia, Syairawan dan Luzastan.

Tatkala Syah Al-Kabir menjadi penguasa Persia, dia berusaha untuk membuat perjanjian dengan pemerintahan Utsmani. Dalam perjanjian itu disebutkan bahwa ia akan menyerahkan semua wilayah yang kini berada di tangan Utsmani menjadi wilayah kekuasaan mereka.

Tak lama setelah itu, Perdana Menteri Muhammad Pasya As-Shuqli dibunuh akibat kecerobohan sultan yang terpengaruh oleh rumor-rumor yang dihembuskan diplomat-diplomat asing. Mereka merasa tidak nyaman dengan adanya seorang pembantu sultan  yang memiliki kemampuan luar biasa, istiqamah dan berada di jalan yang lurus.

Tak ayal kematian Pasya menjadi pukulan yang sangat hebat dan mengguncangkan pemerintahan Utsmani. Muncullah pembangkangan dari beberapa kelompok tentara  dan pemerintah tidak berhasil meredam pemberontakan tersebut. Akibat krisis dan pemberontakan dalam negeri, Polandia melepaskan diri dari pemerintahan Utsmani dan memaksa Utsmani terlibat perang dengan mereka.

Sultan Murad III meninggal pada 16 Januari 1595 M dan usia mendekati 49 tahun. Dia dikuburkan di halaman depan Masjid Aya Sofia.


Sumber

0 komentar:

Posting Komentar

Copyright @ 2013 PEJUANG ISLAM.