Selasa, 24 Desember 2013

Filled Under:

Umar bin Khattab

Masa Awal Pemerintahan
Sebelum Khalifah Abu Bakar wafat, beliau telah menunjuk Umar sebagai pengganti posisinya dengan meminta pendapat dari tokoh-tokoh terkemuka dari kalangan sahabat seperti Abdurrahman bin Auf, Utsman, dan Tolhah bin Ubaidillah. Masa pemerintahan Umar bin Khatab berlangsung selama 10 tahun 6 bulan, yaitu dari tahun 13 H/634M sampai tahun 23H/644M. Beliau wafat pada usia 64 tahun. Selama masa pemerintahannya oleh Khalifah Umar dimanfaatkan untuk menyebarkan ajaran Islam dan memperluas kekuasaan ke seluruh semenanjung Arab.

Ahlu Al Halli Wal ‘Aqdi
Secara etimologi, ahlul halli wal aqdi adalah lembaga penengah dan pemberi fatwa. Sedangkan menurut terminologi, adalah wakil-wakil rakyat yang duduk sebagai anggota majelis syura, yang terdiri dari alim ulama dan kaum cerdik pandai (cendekiawan) yang menjadi pemimpin-pemimpin rakyat dan dipilih atas mereka. Dinamakan ahlul halli wal aqdi untuk menekankan wewenang mereka guna menghapuskan dan membatalkan. Penjelasan tentangnya merupakan deskripsi umum saja, karena dalam pemerintahan Islam, badan ini belum dapat dilaksanakan (Rahman, 1994 :194).

Anggota dewan ini terpilih karena dua hal yaitu: pertama, mereka yang telah mengabdi dalam dunia politik, militer, dan misi Islam, selama 8 sampai dengan 10 tahun. kedua, orang-orang yang terkemuka dalam hal keluasan wawasan dan dalamnya pengetahuan tentang yurisprudensi dan Quran (Al Maududi, 1995:261).
Dalam masa pemerintahannya, Umar telah membentuk lembaga-lembaga yang disebut juga dengan ahlul halli wal aqdi, di antaranya adalah:
1.    Majelis Syura (Diwan Penasihat), ada tiga bentuk :


  • Dewan Penasihat Tinggi, yang terdiri dari para pemuka sahabat yang terkenal, antara lain Ali, Utsman, Abdurrahman bin Auf, Muadz bin Jabbal, Ubay bin Kaab, Zaid bin Tsabit, Tolhah dan Zubair.
  • Dewan Penasihat Umum, terdiri dari banyak sahabat (Anshar dan Muhajirin) dan pemuka berbagai suku, bertugas membahas masalah-masalah yang menyangkut kepentingan umum.
  • Dewan antara Penasihat Tinggi dan Umum. Beranggotakan para sahabat (Anshar dan Muhajirin) yang dipilih, hanya membahas masalah-masalah khusus.


  1.  Al-Katib (Sekretaris Negara), di antaranya adalah Abdullah bin Arqam.
  2. Nidzamul Maly (Departemen Keuangan) mengatur masalah keuangan dengan pemasukan dari pajak bumi, ghanimah, jizyah, fai’ dan lain-lain.
  3. Nidzamul Idary (Departemen Administrasi), bertujuan untuk memudahkan pelayanan kepada masyarakat, di antaranya adalah diwanul jund yang bertugas menggaji pasukan perang dan pegawai pemerintahan.
  4. Departemen Kepolisian dan Penjaga yang bertugas memelihara keamanan dalam negara.
  5. Departemen Pendidikan dan lain-lain (Ali Khan, 1978:122-123). Pada masa Umar, badan-badan tersebut belumlah terbentuk secara resmi, dalam arti secara de jure belum terbentuk, tapi secara de facto telah dijalankan tugas-tugas badan tersebut. Meskipun demikian, dalam menjalankan roda pemerintahannya, Umar senantiasa mengajak musyawarah para sahabatnya (Hasjmy , 1995:61-69).
Pengembangan Islam Sebagai Kekuatan Politik
Periode kekhalifahan Umar tidak diragukan lagi merupakan “abad emas” Islam dalam segala zaman. Khalifah Umar bin Khattab mengikuti langkah-langkah Rasulullah dengan segenap kemampuannya, terutama pengembangan Islam. Ia bukan sekedar seorang pemimpin biasa, tetapi seorang pemimpin pemerintahan yang professional. Ia adalah pendiri sesungguhnya dari sistem politik Islam. Ia melaksanakan hukum-hukum Ilahiyah (syariat) sebagai code (kitab undang-undang) suatu masyarakat Islam yang baru dibentuk. Maka tidak heran jika ada yang mengatakan bahwa beliaulah pendiri daulah Islamiyah (tanpa mengabaikan jasa-jasa Khalifah sebelumnya).

Banyak metode yang digunakan Umar dalam melakukan perluasan wilayah, sehingga musuh mau menerima Islam karena perlakuan adil kaum Muslim. Di situlah letak kekuatan politik terjadi. Dari usahanya, pasukan kaum Muslim mendapatkan gaji dari hasil rampasan sesuai dengan hukum Islam. Untuk mengurusi masalah ini, telah dibentuk Diwanul Jund (Majid, 1978:86). Sedangkan untuk pegawai biasa, di samping menerima gaji tetap (rawatib), juga menerima tunjangan (al-itha’). Khusus untuk Amr bin Ash, Umar menggajinya sebesar 200 dinar mengingat jasanya yang besar dalam ekspansi. Dan untuk Imar bin Yasar, diberi 60 dinar di samping tunjangan (al-jizyaat) karena hanya sebagai kepala daerah (al-amil).

Dalam rangka desentralisasi kekuasaan, pemimpin pemerintahan pusat tetap dipegang oleh Khalifah Umar bin Khattab. Sedangkan di propinsi, ditunjuk Gubernur (orang Islam) sebagai pembantu Khalifah untuk menjalankan roda pemerintahan. Di antaranya adalah :
  1. Muawiyah bin Abu Sufyan, Gubernur Syiria, dengan ibukota Damaskus.
  2. Nafi’ bin Abu Harits, Gubernur Hijaz, dengan ibu kota Mekkah.
  3. Abu Musa Al Asy’ary, Gubernur Iran, dengan ibu kota Basrah.
  4. Mughirah bin Su’bah, Gubernur Irak, dengan ibu kota Kufah.
  5. Amr bin Ash, Gubernur Mesir, dengan ibu kota Fustat.
  6. Alqamah bin Majaz, Gubernur Palestina, dengan ibu kotai Jerussalem.
  7. Umair bin Said, Gubernur jazirah Mesopotamia, dengan ibu kota Hims.
  8. Khalid bin Walid, Gubernur di Syiria Utara dan Asia Kecil.
  9. Khalifah sebagai penguasa pusat di Madinah (Suaib, 1979:185)..
Tentang ghanimah, harta yang didapat dari hasil perang Islam setelah mendapat kemenangan, dibagi sesuai dengan syariat Islam yang berlaku. Setelah dipisahkan dari assalb, ghanimah dimasukkan ke baitul maal. Bahkan ketika itu, peran diwanul jund, sangat berarti dalam mengelola harta tersebut, tidak seperti zaman Nabi yang membagi menurut ijtihad beliau.

Khalifah Umar bukan saja menciptakan peraturan-peraturan baru, beliau juga memperbaiki dan mengadakan perbaikan terhadap peraturan-peraturan yang perlu direvisi dan dirubah. Umpamanya aturan yang telah berjalan tentang sistem pertanahan, bahwa kaum muslimin diberi hak menguasai tanah dan segala sesuatu yang didapat dengan berperang. Umar mengubah peraturan ini, tanah-tanah itu harus tetap dalam tangan pemiliknya semula, tetapi bertalian dengan ini diadakan pajak tanah (al-kharaj). Umar juga meninjau kembali bagian-bagian zakat yang diperuntukkan kepada orang-orang yang dijinaki hatinya (al-muallafatu qulubuhum).

Di samping itu, Umar juga mengadakan “Dinas Malam” yang nantinya mengilhami dibentuknya as-syurthah pada masa kekhalifahan Ali. Di samping itu Nidzamul Qadhi (departemen kehakiman) telah dibentuk, dengan hakim yang sangat terkenal yaitu Ali bin Abu Thalib. Dalam masyarakat, yang sebelumnya terdapat penggolongan masyarakat berdasarkan kasta, setelah Islam datang, tidak ada lagi istilah kasta tersebut (thabaqatus sya’by). Kedudukan wanita sangat diperhatikan dalam semua aspek kehidupan. Istana dan makanan Khalifah dikelola sesederhana mungkin. Terhadap golongan minoritas (Yahudi- Nasrani), diberikan kebebasan menjalankan perintah agamanya. Tidak ada perbedaan kaya-miskin. Hal ini menunjukkan realisasi ajaran Islam telah nampak pada masa Umar.

Mengenai ilmu keislaman pada saat itu berkembang dengan pesat. Para ulama menyebarkan ke kota-kota yang berbeda, baik untuk mencari ilmu maupun mengajarkannya kepada muslimin yang lainnya. Hal ini sangat berbeda dengan sebelum Islam datang, di mana penduduk Arab, terutama Badui, merupakan masyarakat yang terbelakang dalam masalah ilmu pengetahuan. Buta huruf dan buta ilmu adalah sebuah fenomena yang biasa.

Di samping ilmu pengetahuan, seni bangunan, baik itu bangunan sipil (imarah madaniyah), bangunan agama (imarah diniyah), ataupun bangunan militer (imarah harbiyah), mengalami kemajuan yang cukup pesat pula.

Kota-kota gudang ilmu, di antaranya adalah Basrah, Hijaz, Syam, dan Kuffah seakan menjadi idola ulama dalam menggali keberagaman dan kedalaman ilmu pengetahuan.

Ahli-ahli kebudayaan membagi ilmu Islam menjadi 3 kelompok, yaitu :
  1. Al ulumul Islamiyah atau al adabul Islamiyah atau al ulumun naqliyah atau al ulumus syariat yang meliputi ilmu-ilmu Quran, hadis, kebahasaan (lughat), fikih, dan sejarah (tarikh).
  2. Al adabul arabiyah atau al adabul jahiliyah yang meliputi syair dan khitabah (retorika) yang sebelumnya memang telah ada, tapi mengalami kemajuan pesat pada masa permulaan Islam.
  3. Al ulumul aqliyah yang meliputi psikologi, kedokteran, tehnik, falak, dan filsafat.
Pada saat itu, para ulama berlomba-lomba menyusun berbagai ilmu pengetahuan karena:


  • Mereka mengalami kesulitan memahami Al Qur’an
  • Sering terjadi perkosaan terhadap hukum.
  • Dibutuhkan dalam istimbath (pengambilan) hukum.
  • Kesukaran dalam membaca Al Qur’an.


Oleh karena itulah, banyak orang yang berasumsi bahwa kebangkitan Arab masa itu didorong oleh kebangkitan Islam dalam menyadari pentingnya ilmu pengetahuan. Apabila ada orang menyebut, “ilmu pengetahuan Arab”, pada masa permulaan Islam, berarti itu adalah “ilmu pengetahuan Islam”.

Dalam masalah peradilan Umar bin Khattamb melimpahkan wewenang kepada hakim daerah yang ditunjuk melalui surat yang Beliau kirim kepada Abu Musa Al-Asy’ari (hakim Kufah) yang isinya mengandung pokok-pokok atau prinsip-prinsip berperkara di persidangan dalam lingkungan peradilan. Isi surat tersebut adalah:


  • Memutuskan perkara di pengadilan adalah kewajiban yang harus dikokohkan dan sunah yang harus diikuti.
  • Sebelum sebuah perkara diputuskan, ia harus dipahami terlebih dahulu agar (hakim) dapat bertindak adil. Sesungguhnya berbicara keadilan tanpa ditegakkan, tidaklah bermanfaat.
  • Pihak-pihak yang berperkara harus diperlakukan sama, baik dalam persidangan maupun dalam menetapkan keputusan, sehingga pejabat tidak mengharap menang (karena ketidakadilan peradilan) dan orang-orang lemah tidak putus asa dalam memperjuangkan keadilan.
  • Alat bukti dibebankan kepada penggugat, sedangkan sumpah dibebankan kepada pihak tergugat. Kelima, damai –sebagai jalan keluar dari persengketaan- dibolehkan selama tidak menghalalkan yang haram atau mengharamkan yang halal.
  • Berilah waktu kepada penggugat untuk mengumpulkan alat-alat bukti; dan persengketaan diputuskan harus berdasarkan alat-alat bukti.
  • Hakim harus berani mengakui kesalahan apabila ternyata dalam keputusannya terdapat kekeliruan (prinsip peninjauan kembali).
  • Kesaksian seorang muslim dapat diterima kecuali muslim yang pernah memberikan kesaksian palsu, pernah dijatuhi hukuman had, atau yang asal-usulnya diragukan. Kedelapan, seorang hakim dibenarkan melakukan analogi (qiyas) dalam memutuskan perkara apabila perkara yang hendak diselesaikan tidak terdapat dalam Al-Qur’an dan Al-Sunnah.
  • Dalam proses menyelesaikan dan memutuskan perkara, hakim tidak boleh dalam keadaan marah, berpikiran kacau (goyah), jemu, bersikap keras, dan hendaklah memutuskan perkara dilakukan dengan ikhlas hati dan berharap pahala dari Allah SWT



Dalam masa kekhalifahannya pula, Umar bin Khatab telah membuat masyarakat semakin makmur. Umar memperlihatkan kejeniusan dalam mengatur administrasi sipil. Setiap negeri dibagi menjadi propinsi-propinsi, pendataan tanah dan sensus diadakan, kantor-kantor didirikan, angkatan kepolisian disusun, saluran-saluran digali, kas negara dimulai. Kalender Hijriyah yang sangat membantu pencatatan sejarah juga mulai dikenalkan.

Kesimpulan
Khalifah Abu Bakar dalam masa yang singkat telah berhasil memadamkan kerusuhan oleh kaum riddat yang demikian luasnya dan memulihkan kembali ketertiban dan keamanan di seluruh semenanjung Arabia. Selanjutkan membebaskan lembah Mesopotamia yang didiami suku-suku Arab. Di samping itu, Jasa beliau yang amat besar bagi kepentingan agama Islam adalah beliau memerintahkan mengumpulkan naskah-naskah setiap ayat-ayat Al-Qur’an dari simpanan Al-Kuttab, yakni para penulis (sekretaris) yang pernah ditunjuk oleh Nabi Muhammad SAW pada masa hidupnya, dan menyimpan keseluruhan naskah di rumah janda Nabi SAW, yakni Siti Hafshah.

Tidak lebih dari dua tahun, Khalifah Abu Bakar mampu menegakkan tiang-tiang agama Islam, termasuk di luar jazirah Arab yang begitu luas. Kepemimpinan Khalifah Abu Bakar berlangsung hanya 2 tahun 3 bulan 11 hari. Masa tersebut merupakan waktu yang paling singkat bila dibandingkan dengan kepemimpinan Khalifah-Khalifah penerusnya.

Umar bin Khattab merupakan khalifah kedua setelah Abu bakar, Umar menjadi khalifah yang ditunjuk langsung oleh Abu Bakar. Periode kekhalifahan Umar tidak diragukan lagi merupakan “Abad Emas” Islam dalam segala zaman. Khalifah Umar bin Khattab mengikuti langkah-langkah Rasulullah dengan segenap kemampuannya, terutama pengembangan Islam. Ia bukan sekedar seorang pemimpin biasa, tetapi seorang pemimpin pemerintahan yang professional.

Pada masa pemerintahan beliau, banyak wilayah-wilayah yang telah ditaklukan Islam, misalnya di kawasan barat, Islam berhasil menaklukan Damaskus, wilayah pantai Syam, Mesir, Libya. Sedangkan di kawasan sebelah timur, Islam telah menaklukan Madain, Jalawla’, Nahawand dan ke berbagai wilayah Persia. Selain itu juga beliau berhasil dalam hal pemerintahan negara, ilmu keislaman, sistem pertahanan dan lain sebagainya.

Gagasan Umar mengenai prinsip peradilan dapat dijadikan dasar untuk menjadikan Umar sebagai “Bapak Peradilan”. Khalifah Umar telah memerintah selama 10 tahun lebih 6 bulan, dan hari kematiannya sangat tragis, Abu Lu’luah secara tiba-tiba menyerangnya dengan tikaman pisau tajam ke arah Umar yang sedang melaksanakan shalat subuh.
 
 
 

0 komentar:

Posting Komentar

Copyright @ 2013 PEJUANG ISLAM.