Rabu, 01 Januari 2014

Filled Under:

Persia (3)

Perang Yunani-Persia

Setelah menaklukkan Asia Kecil (Turki modern), Persia menempatkan tiran pada tiap negara kota Yunani di sana sebagai pemimpin lokal. Pada tahun 499 SM, Aristagoras, tiran Miletos, bersama dengan satrap Persia, Artaphernes, melaksanakan ekspedisi untuk menaklukkan Naxos. Tujuan Aristagoras adalah untuk meningkatkan posisinya sendiri di Miletos, baik dalam hal keuangan maupun kekuasaan. Misi itu berakhir dengan kegagalan dan akibatnya pihak Persia berencana untuk memecat Aristagoras dari jabatan tiran. Mengahadapi ancaman pemecatan itu, Aristagoras memilih untuk menghasut negara-negara kota Ionia untuk memberontak melawan kekuasaan Persia. Seluruh Ionia terkena hasutannya, terutama karena mereka juga tidak senang dengan para tiran yang ditunjuk oleh Persia untuk memimpin mereka. maka terjadilah Pemberontakan Ionia. Pemberontakan juga diikuti oleh kota-kota di Aiolis, Doris, Siprus, dan Karia.

Pertempuran Salamis (1868), karya Wilhelm von Kaulbach. Pertempuran Salamis merupakan titik balik dalam invasi kedua Persia ke Yunani.

Konflik tersebut berlangsung hingga tahun 493 SM, ketika Persia menyepakati perjanjian damai dengan kota-kota Ionia. Namun pemberontakan itu menjadi fase awal dari konflik yang lebih besar. Selama pemberontakan, dua negara kota di Yunani daratan, yakni Athena dan Eretria, mengirim pasukan dan membantu kota-kota Ionia dalam melawan Persia. Akibatnya Darius murka dan bersumpah akan menghukum dua negara itu. Selain itu, Darius menganggap bahwa situasi politik di Yunani dapat menjadi ancaman bagi kestabilan kekaisarannya. Oleh karena itu, setelah Persia kembali menguasai keadaan di Asia Kecil, Darius memerintahkan dilancarkannya invasi ke Yunani.[20] Pasukan dan armada Persia memperoleh beberapa kesukesan awal di Yunani sebelum akhirnya dikalahkan oleh pasukan Athena, yang dibantu Plataia, dalam Pertempuran Marathon pada tahun 490 SM, yang memaksa pasukan Persia mengakhiri invasinya. Darius berniat untuk kembali menyerbu Yunani namun keburu meninggal dunia.
Xerxes I (485–465 SM, bahasa Persia Lama Xšayārša "Pahlawan Para Raja"), putra Darius, naik takhta dan meneruskan misi ayahnya. Dia mengumpulkan pasukan yang besar dan pada tahun memimpin invasi ke Yunani 480 SM . Dia bersama pasukan darat Persia memasuki Yunani dari utara, menaklukkan Thrakia dan memaksa Makedonia menjadi sekutu Persia. Pasukan daratnya sempat terhenti akibat dihadang sejumlah tentara Yunani, termasuk tiga ratus prajurit Sparta, di Thermopylae, sementara armada lautnya juga sempat tertahan pada Artemision. Namun Persia pada akhirnya bisa melanjutkan invasi.
Persia terus bergerak semakin jauh di Yunani dan menaklukkan kota Athena, yang sudah hampir kosong karena penduduknya telah dievakuasi. Pada akhirnya, dalam suatu pertempuran maritim yang menentukan di Pertempuran Salamis, armada Persia dikalahkan oleh armada gabungan Yunani. Ini membuat Xerxes menarik mundur sebagian besar pasukan daratnya dan kembali ke Persia. Mardonios, seorang jenderal Persia, tetap tinggal di Yunani dan ditugaskan menyelesaikan invasi bersama sisa-sisa pasukan darat Persia. Pada tahun 479 SM, pasukan gabungan Yunani mengalahkan pasukan Mardonios dalam Pertempuran Plataia, dan armada gabungan Yunani menghancurkan armada Persia pada Pertempuran Mykale. Semua kemenangan Yunani ini mengakhiri invasi Persia.

Fase kebudayaan

Xerxes I digantikan oleh Artaxerxes I (465–424 SM), yang memindahkan ibu kota dari Persepolis ke Babylon. Pada masa pemerintahannya bahasa Elam tak lagi digunakan sebagai bahasa pemerintahan, sedangkan bahasa Aram menjadi lebih banyak digunakan. Kemungkinan pada pemerintahannya juga kalender matahari digunakan sebagai kalender nasional. Artaxerxes menjadikan Zoroastrianisme sebagai agama negara sehingga pada masa kini dia disebut juga sebagai Constantinus bagi agama tersebut.
Artaxerxes meninggal di Susa dan jasadnya dibawa ke Persepolis dimakamkan bersama para pendahulunya. Artaxerxes digantikan oleh putra sulungnya Xerxes II, yang dibunuh oleh saudara tirinya hanya beberapa minggu setelah kematian Artaxerxes. Dalam keadaan takhta Persia yang kacau, Darius II mengumpulkan dukungan bagi dirinya dan berarak ke timur, menghukum mati sang pembunuh dan mengangkat dirinya sendiri menjadi raja Persia.
Darius berkuasa sejak tahun 423 SM. Pada tahun 412 SM, atas desakan Tissaphernes, Darius memberi bantuan kepada Athena, kemudian kepada Sparta, yang mana bahwa kedua negara itu sedang berperang dalam konflik yang disebut Perang Peloponnesos. Namun pada tahun 407 SM, putra Darius, Koresh Muda, ditunjuk untuk menggantikan Tissaphernes, dan setelah itu bantuan seluruhnya diberikan hanya bagi Sparta, yang pada akhirnya berhasil mengalahkan Athena pada tahun 404 SM. Pada tahun itu pula Darius jatuh sakit dan meninggal di Babylon. Menjelang kematiannya, istrinya, Parysatis, yang berasal dari Babylon, memohon kepada Darius untuk menjadikan putra keduanya, Koresh Muda, sebagai raja Persia selanjutnya, akan tetapi Darius menolak.
Darius digantikan oleh putra sulungnya Artaxerxes II Memnon. Plutarkhos menuturkan (kemungkinan atas otoritas Ktesias) bahwa Tissaphernes menemui raja baru itu pada hari penobatannya dan memperingatkannya bahwa adiknya, Koresh Muda, berniat membunuhnya pada upaca penobatan. Artaxerxes kemudian menangkap Koresh dan hendak menghukum mati dia namun ibunya Parysatis ikut campur sehingga Koresh selamat. Koresh lalu diberikan jabatan sebagai satrap Lydia, di sana dia mengumpulkan pasukan untuk melakukan pemberontakan. Koresh dan Artaxerxes akhirnya bentrok dalam Pertempuran Kunaxa pada tahun 401 SM, yang berakhir dengan kematian Koresh.
Artaxerxes terus berkuasa dan menjadi raja Akhaimenia yang paling lama memerintah; dia menjadi raja selama sekitar 45 tahun, hingga tahun 358 SM. Selama masa pemerintahannya, Persia mengalami kedamaian dan kestabilan sehingga banyak dibangun monumen. Artaxerxes memindahkan kembali ibu kota ke Persepolis, yang dia perindah, sementara itu Ekbatana, sebagai ibu kota musim panas, diberi banyak tambahan hiasan berupa tiang dan genting yang dilapisi perak dan perunggu. Pada masa pemerintahannya juga, terjadi inovasi luar biasa pada kultus mezbah Zoroaster, dan tersebarnya agama itu ke seluruh Asia Kecil dan Levant, dari Armenia. Karena semua kontribusinya terhadap Persia, enam abad kemudian pendiri Kekaisaran Persia Kedua, Ardeshir I, menyatakan diri adalah keturunan Artaxerxes.

Keruntuhan

Artaxerxs II digantikan oleh Artaxerxes III pada tahun 358 SM. Menurut Plutarkhos, Artaxerxes III berkuasa setelah membunuh delapan saudara tirinya, untuk mengamankan takhtanya.[21] Pada tahun 343 SM Artaxerxes III mengalahkan Nektanebo II, mengusirnya dari Mesir, dan kembali menjadi Mesir sebagai bagian dari Persia. Masa kekuasaan Persia yang kedua di Mesir ini disebut sebagai dinasti ketiga puluh satu Mesir.[Catatan 1] Pada tahun 338 SM Artaxerxes III meninggal karena sebab yang tak jelas. Menurut kuneiform dia mati karena sebab alami namun menurut Diodoros, seorang sejarawan Yunani, dia dibunuh oleh Bagoas, salah seorang menterinya.[22]
Artaxerxes III digantikan oleh Artaxerxes IV Arses, yang juga diracuni oleh Bagoas sebelum sempat mulai memerintah. Lebih jauh lagi, Bagoas membunuh semua anak Arses, serta banyak pangeran di Persia. Bagoas lalu menempatkan Darius III (336–330 SM), keponakan Artaxerxes IV, sebagai raja Persia. Setelah berkuasa, Darius yang sebelumnya merupakan satrap Armenia, secara pribadi memerintahkan Bagoas meminum racun. Pada tahun 334 SM, tidak lama setelah Darius menguasai Mesir kembali, Alexandros III dari Makedonia dan pasukannya yang telah banyak bertempur menginvasi Asia Kecil. Alexandros meneruskan rencanan ayahnya, Philippos, yang keburu meninggal sebelum sempat melaksanakan rencana invasinya.
Setelah menyeberang ke Asia Kecil, Alexandros mengalahkan pasukan Persia pada Pertempuran Granikos (334 SM), disusul oleh Pertempuran Issos (333 SM), dan yang terakhir pada Pertempuran Gaugamela (331 SM). Setelah itu dia berarak menuju Susa dan Persepolis, yang menyerah pada awal 330 SM. Dari sana, Alexandros bergerak ke utara menuju Pasargadae, di sana dia mengunjungi makam Koresh Agung.

Agama

Kuil, meskipun berfungsi untuk tujuan keagamaan, namun berguna juga sebagai sumber penghasilan. Terilhami oleh para raja Babylon, Persia menerapkan konsep pajak kuil wajib, yaitu bahwa semua penduduk harus membayar sejumlah besar pajak atau zakat kepada kuil di daerah mereka.[23]

Daftar raja wangsa Akhemeniyah

Raja-raja Anshan
Raja Memerintah (SM) Permaisuri Keterangan
Teispes abad ke-7
putra Akhemenes, raja Anshan
Koresh I Akhir abad ke-7/awal abad ke-6
putra Teispes, raja Anshan
Cambyses I awal abad ke-6 Mandana dari Media putra KoreshI, raja Anshan
Koresh II ~550-530 Kassandane dari Persia putra Kambises I dan Mandana – menguasai Media 550 SM; raja Media, Babilonia, Lydia, Persia, Anshan, dan Sumeria. Mendirikan Kekaisaran Persia Akhemeniyah.
Raja-raja Persia (529–359 SM); Dinasti ke-27 Mesir (525–399 SM)
Raja Memerintah (SM) Permaisuri Keterangan
Kambises II 529-522
putra Koresh Agung and Kassandane. Menaklukkan dinasti Egypt.
Bardiya (Smerdis) 522 Phaedymia putra Koresh Agung. (Gaumata menyamar menjadi raja gadungan)
Darius I Agung 521-486 Atossa
Artystone
Parmys
Phratagune
menantu laki-laki Koresh Agung, putra Hystaspes, cucu Arsames
Tentaranya dikalahkan dalam Pertempuran Marathon di Yunani.
Xerxes I Agung 485-465 Amestris putra Darius I and Atossa
menang dalam Pertempuran Thermopylae
kalah dalam Pertempuran Salamis
Artaxerxes I Longimanus 465-424 Damaspia
Kosmartidene
Alogyne
Andia
putra Xerxes I dan Amestris
Xerxes II 424
putra Artaxerxes I dan Damaspia
Sogdianus 424-423
putra Artaxerxes I dan Alogyne; saudara tiri dan saingan Xerxes II
Darius II dari Persia 423-405 Parysatis putra Artaxerxes I dan Cosmartidene; saudara tiri dan saingan Xerxes II
Artaxerxes II Mnemon 404-359 Stateira putra Darius II (lihat pula Xenophon)
Di awal pemerintahan Artaxerxes II, pada tahun 399 SM, Persia kehilangan kekuasaan atas Mesir. Mereka memperoleh kembali kekuasaan 57 tahun kemudian – pada tahun 342 SM – ketika Artaxerxes III menguasai Mesir.
Raja-raja Persia (358–330 SM); Dinasti ke-31 Mesir (342–332 SM)
Raja Memerintah (SM) Permaisuri Keterangan
Artaxerxes III Ochus 358-338
putra Artaxerxes II dan Stateira
Artaxerxes IV Arses 338-336
putra Artaxerxes III dan Atossa
Darius III dari Persia 336-330 Stateira I cicit Darius II
dikalahkan oleh Alexander Agung

Keterangan

  1. ^ Pada dua masa berbeda, Persia menguasai Mesir meskipun dua kali Mesir berhasil meraih kemerdekaan sementara dari Persia. Setelah praktik Manetho, Sejarawan Mesir menyebut periode kekuasaan Persia di Mesir sebagai dinasti kedua puluh tujuh Mesir, berlangsung pada tahun 525–404 SM, hingag kematian II, dan dinasti ketiga puluh satu Mesir, berlangsung pada tahun 343–332 SM, yang dimulai setelah Nektanebo II dikalahkan oleh Artaxerxes III.

Catatan kaki

  1. ^ Josef Wiesehöfer, Ancient Persia, (I.B. Tauris Ltd, 2007), 119.
  2. ^ Harald Kittel, Juliane House, Brigitte Schultze (2007). Traduction: encyclopédie internationale de la recherche sur la traduction. Walter de Gruyter. hlm. 1194–5. ISBN 978-3-11-017145-7.
  3. ^ Security and Territoriality in the Persian Gulf: A Maritime Political Geography by Pirouz Mojtahed-Zadeh, page 119
  4. ^ a b c d e f David Sacks, Oswyn Murray, Lisa R. Brody (2005). Encyclopedia of the ancient Greek world. Infobase Publishing. hlm. 256 (at the right portion of the page). ISBN 978-0-8160-5722-1.
  5. ^ Aedeen Cremin (2007). Archaeologica: The World's Most Significant Sites and Cultural Treasures. Global Book Publishing Pty Ltd. hlm. 224. ISBN 978-0-7112-2822-1.
  6. ^ Schmitt Achaemenid dynasty (i. The clan and dynasty)
  7. ^ Pierre Briant (2006). From Cyrus to Alexander: A History of the Persian Empire. Eisenbrauns. hlm. 1–3. ISBN 978-1-57506-120-7.
  8. ^ Ulrich Wilcken (1967). Alexander the Great. W. W. Norton & Company. hlm. 146. ISBN 978-0-393-00381-9.
  9. ^ Margaret Christina Miller (2004). Athens and Persia in the Fifth Century B.C.: A Study in Cultural Receptivity. Cambridge University Press. hlm. 243. ISBN 978-0-521-60758-2.
  10. ^ Arrian, Anabasis Alexandri VII, 11
  11. ^ Plutarch, Alexander, 45
  12. ^ Vesta Sarkhosh Curtis, Sarah Stewart (2005). Birth of the Persian Empire. I.B.Tauris. hlm. 7. ISBN 978-1-84511-062-8.
  13. ^ p. 4 of Mays, L. (30 August 2010). Ancient Water Technologies. Springer. ISBN 978-90-481-8631-0.
  14. ^ Yarshater (1996, p. 47)
  15. ^ While estimates for the Achaemenid Empire range from 10-80+ million, most prefer 50 million. Prevas (2009, p. 14) estimates 10 million. Strauss (2004, p. 37) estimates about 20 million. Ward (2009, p. 16) estimates at 20 million. Scheidel (2009, p. 99) estimates 35 million. Daniel (2001, p. 41) estimates at 50 million. Meyer and Andreades (2004, p. 58) estimates to 50 million. Jones (2004, p. 8) estimates over 50 million. Richard (2008, p. 34) estimates nearly 70 million. Hanson (2001, p. 32) estimates almost 75 million. Cowley (1999 and 2001, p. 17) estimates possibly 80 million.
  16. ^ See http://www.census.gov/population/international/data/idb/worldhis.php
  17. ^ a b Jamie Stokes (2009). Encyclopedia of the Peoples of Africa and the Middle East, Volume 1. Infobase Publishing. hlm. 2–3. ISBN 978-0-8160-7158-6.
  18. ^ Herodotos, Historia 1.101 & 125
  19. ^ Mallory, J.P. (1989), In Search of the Indo-Europeans: Language, Archaeology, and Myth, London: Thames & Hudson.
  20. ^ Willis Mason West (1904). The ancient world from the earliest times to 800 A.D.. Allyn and Bacon. hlm. 137. Unknown parameter |note= ignored (help)
  21. ^ Hoschander, Jacob. "The Book of Esther in the Light of History: Chapter IV", The Jewish Quarterly Review, New Series, Vol. 10, No. 1 (Jul., 1919), pp. 87–88
  22. ^ Chr. Walker, "Achaemenid Chronology and the Babylonian Sources," in: John Curtis (ed.), Mesopotamia and Iran in the Persian Period: Conquest and Imperialism, 539-331 B.C. (London 1997), page 22.
  23. ^ Dandamaev & Lukonin, 1989:361–362



Sumber

0 komentar:

Posting Komentar

Copyright @ 2013 PEJUANG ISLAM.