C. Kampanye Naxos
Pada musim semi tahun 499 SM, Artaphernes menyiapkan armada Persia, dan menunjuk sepupunya Megabates sebagai komandan.[32] Dia lalu mengirim pasukan itu ke Miletos, di sana mereka mengangkut pasukan Ionia yang dipimpin Aristagoras. Setelah itu bersama-sama mereka berlayar menuju Naxos. Dalam perjalanan, Aristagoras bertengkar dengan Megabetes mengenai seorang kapten kapal Ionia bernama Skylax yang tak menyertakan petugas jaga. Herodotos menuturkan bahwa akibat perselisihan itu, Megabetes mengirim utusan ke Naxos untuk memberitahu rakyat Naxos mengenai kedatangan pasukan Pesia.[33] Sebagian sejarawan modern meragukan bahwa Megabetes membocorkan rencana penyerangan kepada rakyat Naxos.[34] Ada kemungkinan bahwa kisah ini disebarkan oleh Aristagoras setelah ekspedisi, sebagai alasan mengapa dia gagal dalam kampanye itu.[1]Walau bagaimanapun, yang jelas rakyat Naxos sudah mengetahui bahwa mereka akan diserbu oleh Persia sehingga mereka benar-benar mempersiapkan diri untuk pengepungan. Mereka mengumpulkan persediaan makanan di dalam kota dan memperkuat tembok kota. Ketika pasukan Persia tiba di Naxos, mereka mendapati bahwa kota sasaran mereka sudah terlindungi dengan baik.[35] Setelah melakukan pengepungan selama empat bulan, persediaan uang yang dibawa oleh pasukan Persia mulai habis, selain itu para tentara Persia juga sudah kehilangan semangat. Akhirnya armada Persia terpaksa pulang kembali ke Asia tanpa membawa kemenangan.[36] Sebelum pergi, mereka membangun sebuah benteng di pulau tersebut bagi para aristokrat Naxos yang terusir.[35]
Peta pulau Naxos
D. Awal Pemberontakan
Dengan kegagalan menaklukkan Naxos, Aristagoras mendapati dirinya berada dalam keadaan yang sulit; dia tidak dapat membayar biaya ekspedisi kepada Artaphernes.[37] Selain itu dia semakin menjauh dari keluarga kerajaan Persia. Dia cemas dirinya akan dipecat dari jabatannya oleh Artaphernes. Dalam upaya putus asa untuk menyelamatkan dirinya sendiri, Aristagoras memilih untuk menghasut rakyatnya, yakni penduduk Miletos, untuk memberontak melawan kekuasaan Persia, yang dengan demikian memulai Pemberontakan Ionia.[38][36][39][1]Pada musim gugur tahun 499 SM, Aristagoras mengadakan pertemuan dengan para anggota faksinya di Miletos. Dia menyatakan pendapatnya bahwa Miletos mesti memberontak. Semua anggota, kecuali sejarawan Hekataios, setuju.[40] Pada saat yang sama, seorang utusan yang dikirim oleh Histiaios tiba di Miletos, menyuruh Aristagoras untuk memberontak terhadap Darius. Herodotos berpendapat bahwa ini karena Histiaios amat sangat ingin kembali ke Ionia, dan berpikir bahwa dia akan dikirim ke sana jika terjadi pemberontakan.[39] Maka dari itu Aristagoras secara terbuka menumumkan pemberontakannya terhadap Darius. Dia mundur dari jabatannya sebagai tiran dan memproklamirkan Miletos sebagai negara demokrasi.[41] Herodotos meyakini bahwa pelepasan kekuasaan ini hanyalah muslihat Aristagoras.
Menurutnya Aristagoras melakukannya supaya rakyat Miletos bersemangat untuk memberontak.[42]
Pasukan yang sebelumnya dikerahkan ke Naxos masih berkumpul di Myos dan meliputi kontingen-kontingen dari kota-kota Yunani lainnya di Asia Kecil, seperti Aiolia dan Doris, selain juga dari Mytilene, Mylasa, Temera dan Kyme.[40] Aristagoras mengirim orang untuk menangkap semua tiran Yunani yang ada dalam pasukan, lalu menyerahkan para tiran itu ke kota mereka masing-masing supaya kota-kota itu mau bekerja sama dengannya.[42] Beberapa tiran itu dihukum mati di kota mereka, namun sebagian besarnya diusir.[43]
Meskipun tidak dinyatakan secara jelas oleh Herodotos, namun diduga bahwa Aristagoras menghasut seluruh pasukan untuk bergabung dalam pemberontakannya,[1] dan juga merebut kapal-kapal yang sebelumnya disediakan oleh Persia untuk mengepung Naxos.[41] Jika ini benar, maka dapat menjelaskan mengapa Persia butuh waktu lama untuk melancarkan serangan laut terhadap Ionia, karena mereka membutuhkan waktu lama untuk membangun armada yang baru.[44]
Meskipun Herodotos menyebutkan bahwa pemberontakan itu terjadi sebagai akibat dari motif pribadi Aristagoras, namun jelas bahwa rakyat Ionia sendiri memang sudah ingin memberontak, terutama karena mereka merasa marah kepada para tiran yang ditunjuk oleh Persia untuk memimpin mereka.[1] Meskipun negara-negara Yunani pada masa lalu pernah dipimpin oleh tiran, ini adalah bentuk pemerintahan yang tengah mengalami kemunduran. Selain itu, para tiran pada masa lampau cenderung (dan memang harus) kuat dan cakap, sementara orang-orang yang ditunjuk oleh Persia hanya bertindak sebagai perwakilan dari pemerintahan Persia. Didukung oleh kekuatan militer, para tiran ini tidak membutuhkan dukungan dari rakyat, dan dengan demikian dapat berkuasa secara mutlak.[1] Maka dari itu tindakan Aritagoras bisa dibilang menjadi pemicu bagi keinginan orang Ionia itu sendiri. Pemberontakan itu menyebar ke seluruh Ionia, di berbagai kota Yunani di sana, rakyat menggulingkan kekuasaan para tiran dan menggantinya dengan pemerintahan demokrasi.[41]
Aristagoras berhasil menghasut seluruh Asia Kecil Hellenik untuk memberontak, namun ia menyadari bahwa Ionia membutuhkan sekutu lain supaya mampu menghadapai Persia.[43][45] Pada musim dingin tahun 499 SM, dia pertama-tama berlayar ke Sparta, negara yang terkenal kuat dalam berperang. Akan tetapi, meskipun telah dibujuk oleh Aristagoras, raja Sparta Kleomenes I menolak tawaran untuk memimpin pasukan Yunani melawan Sparta. Maka dari itu Aristagoras pun mencari bantuan ke negara lainnya, yaitu Athena.[45]
Pada saat itu Athena sendiri baru saja menjalankan demokrasi, menggulingkan tirannya sendiri Hippias. Dalam perjuangan mereka mendirikan demokrasi, orang Athena sempat meminta pertolongan kepada Persia dan menawarkan kekuasan atas Athena. Pada akhirnya bantuan tersebut tak dibutuhkan oleh Athena.[46] Beberapa tahun kemudian, Hippias berupaya untuk berkuasa kembali di Athena, dengan dibantu oleh Sparta. Upaya ini gagal dan Hippias mencari perlindungan kepada Artaphernes. Hippias lalu membujuk
Persia untuk menaklukkan Athena.[47] Athena mengirim utusan kepada Artaphernes untuk mencegahnya mengambil tindakan, namun Artaphernes hanya menyuruh orang Athena untuk menerima kembali Hippias sebagai tiran.[45] Orang Athena menolak keras hal ini, dan dengan demikian mereka secara terbuka menyatakan perang kepada Persia.[47] Dengan menjadi musuh Persia, Athena menjadi berada dalam posisi untuk mendukung kota-kota Ionia ketika mereka mulai melakukan pemberontakan.[45] Selain itu, kenyataan bahwa demokrasi Ionia diilhami oleh Athena semakin mendorong Athena untuk mendukung Pemberontakan Ionia, apalagi kota-kota Ionia dipercaya bermmula sebagai koloni-koloni Athena.[45]
Aristagoras juga berhasil membujuk kota Eretria untuk ikut mengirim bantuan kepada orang Ionia. Alasan Eretria membantu Pemberontakan Ionia tak sepenuhnya jelas. Kemungkinan faktornya adalah alasan perdagangan; Eretria adalah kota dagang, yang perniagaannya terancam oleh dominasi Persia di Aigeia.[45] Herodotos sendiri berpendapat bahwa Eretria mendukung pemberontakan sebagai balasan karena dulu orang Miletos pernah membantu Eretria dalam perang melawan Khalkis, barangkali pada Perang Lelantina.[48][49]
E. Serangan Ionia
1). Pertempuran Sardis
Selama musim dingin, Aristagoras terus menggerakan pemberontakan. Pada suatu insiden, dia menyuruh sekelompok orang Paionia, dulunya datang dari Thrakia, yang dibawa oleh Darius untuk tinggal di Phrygia, untuk kembali ke tempat asal mereka. Herodotos menyataka bahwa satu-satunya tujuan Aristagoras melakukan itu adalah untuk membuat pihak Persia semakin marah.[48]Pada musim semi tahun 498 SM, satu armada Athena yang terdiri atas dua puluh trireme, dengan ditambah lima trireme dari Eretria, berangkat menuju Ionia.[44] Mereka bergabung dengan pasukan Ionia utama di dekat Ephesos.[50] Aristagoras menolak memimpin pasukan itu secara langsung dan memutuskan untuk menunjuk saudaranya Kharopinos dan orang Miletos lainnya, Hermophantos, sebagai jenderalnya.[49]
Pasukan ini dipandu oleh orang Ephesos melalui pegunungan menuju Sardis, ibu kota kesatrapan Artaphernes.[44] Pasukan Yunani mengejutkan orang Persia di sana dan berhasil menaklukkan kota bawahnya. Namun, Artaphernes masih mengausai citadel yang memiliki banyak tentara Persia.[50] Kota bawah kemudian dilanda kebakaran yang, menurut Herodotos, menyebar dengan cepat. Pasukan Persia di citadel, terkurung dalam kota yang terbakar, bergerak ke pasar Sardis, di sana mereka bertempur dengan pasukan Yunani dan berhasil memukul mundur mereka. Kekalahan itu membuat pasukan Yunani kehilangan semangat. Mereka mundur dari kota itu dan kembali ke Ephesos.[51]
Herodotos menuturkan bahwa ketika Darius mengetahui kabar mengenai kebakaran Sardis, dia sangat marah dan bersumpah akan menghukum para pemberontak itu beserta negara yang membantu mereka, yaitu Athena dan Eretria. Dia bahkan menyuruh seorang pelayan untuk selalu mengingatkannya tiga kali sehari dengan mengatakan: "Baginda, ingatlah Athena."[52]
Reruntuhan kuil Artemis di Sardis
2). Pertempuran Ephesos
Herodotos mencatat bahwa ketika pasukan Persia yang berada di Asia Kecil mengetahui penyerangan terhadap Sardis mereka langsung berkumpul dan bergerak untuk menemui Artaphernes.[53] Setibanya di Sardis, mereka mendapati bahwa pasukan Yunani sudah pergi. Jadi mereka mengikuti jejak pasukan Yunani hingga ke Ephesos.[53] Mereka menemukan pasukan Yunani di dekat Ephesos dan menyerang mereka. Pasukan Yunani terpaksa berbalik dan bertempur menghadapi pasukan Persia.[53] Holland berpendapat bahwa dalam bentrokan itu pasukan Persia kemungkinan erdiri terutama atas kavaleri sehingga dapat mengejar pasukan Yunani dengan cepat.[44] Kavaleri Persia pada masa itu biasanya merupakan kavaleri misil, yang siasatnya adalah melemahkan musuh dengan melontarkan serangan jarak jauh secara terus-menerus.[54]Jelas bahwa pasukan Yunani, yang kelelahan dan kehilangan semangat, bukan tandingan bagi pasukan Persia, dan memang pada akhirnya pasukan Persia berhasil sepenuhnya mengalahkan pasukan Yunani melalui pertempuran di Ephesos.[44] Banyak tentara Yunani yang terbunuh, termusuk jenderal Eretria, Eualkides.[53] Tentara Ionia yang selamat dari pertempuran melarikan diri ke kota masing-masing, sedangkan pasukan Athena dan Eretria berhasil tiba di kapal-lapal mereka dan kemudian berlayar kembali ke Yunani.[44][53][55][56]
Peta Pemberontakan Ionia
3). Penyebaran pemberontakan
Pasukan Athena mengakhiri persekutuan mereka dengan Ionia, karena mereka menyadari bahwa pasukan Persia tidak selemah seperti yang diceritakan oleh Aristagoras.[57] Akan tetapi, orang Ionia tetap melanjutkan pemberontakan, dan Persia tampaknya tidak menindaklanjuti kemenangan mereka di Ephesos.[57] Kemungkinan pasukan Persia yang baru saja mengalahkan pasukan Yunani di Ephesos itu tidak memiliki perlengkapan yang cukup untuk melakukan pengepungan terhadap suatu kota. Sementara itu, meskipun mengalami kekalahan di Ephesos, pemberontakan malah semakin meluas. Orang Ionia mengirim pasukan ke Hellespontos dan Propontis dan menaklukkan Byzantion serta kota-kota lain di sekitarnya.[57] mereka juga membujuk Karia untuk ikut memberontak.[57] Lebih jauh lagi, melihat bahwa pemberontakan semakin meluas, kerajaan-kerajaan di Siprus juga ikut memberontak terhadap kekuasaan Persia mekipun tanpa ada hasutan dari pihak luar.[58](Bersambung)
0 komentar:
Posting Komentar