Kamis, 23 Januari 2014

Filled Under:

(Kesultanan Yogyakarta) Perjanjian Politik 1940 (2)

B-KETENTUAN-KETENTUAN KHUSUS
I---Perundang-undangan
Pasal 24
  1. Sultan menetapkan peraturan-peraturan yang dianggapnya perlu demi kepentingan Kesultanan, atau yang diperlukan demi pelaksanaan peraturan-peraturan umum, sejauh dalam pelaksanaannya itu diperlukan kerja sama dari pihak Sultan.
  2. Untuk melaksanakan peraturan-peraturan, kepada para pegawai negeri di daerah Yogyakarta dapat diberikan wewenang atau kewajiban tertentu.
  3. Kecuali apa yang ditetapkan dalam ayat keenam pasal ini dalam hubungannya dengan pasal 17, peraturan-peraturan itu tidak boleh berisi ketentuan-ketentuan mengenai pokok-pokok yang sudah ada ketentuannya berdasarkan peraturan-peraturan umum dan berlaku bagi golongan(-golongan) masyarakat di daerah Kesultanan yang akan terkena oleh peraturan itu, kecuali jika peraturan umum memberikan kebebasan untuk itu.
  4. Peraturan itu tidak menyangkut pengaturan perairan-perairan keperluan rumah tangga yang terletak di dalam daerah Kesultanan. Jika memang menyangkut hal-hal itu, maka peraturan itu bersifat mengikat sampai ditarik kembali, ditunda atau dibatalkan.
  5. Ketentuan-ketentuan dalam peraturan-peraturan Sultan secara hukum tidak akan berlaku lagi apabila ketentuan-ketentuan itu sudah diatur oleh Negara berdasarkan Perjanjian ini.
  6. Apabila oleh Sultan diadakan peraturan-peraturan mengenai sesuatu hal berdasarkan wewenang yang ada padanya atau yang diberikan kepadanya, maka semua peraturan yang telah ada karena atau berdasarkan peraturan umum ataupun peraturan atau ketentuan pihak kepolisian mengenai hal yang sama menjadi batal.
  7. Kecuali jika ditentuakan lain dalam peraturan umum, maka pelanggaran terhadap apa yang ditentukan dalam peraturan-peraturan yang semata-mata atau juga berlaku bagi penduduk negeri, tidak dapat dikenakan hukuman yang lain atau yang lebih berat daripada hukuman kurungan selama-lamanya tiga bulan atau denda setinggi-tingginya seratus gulden dengan atau tanpa penyitaan barang-barang tertentu.
  8. Dalam hal, pada waktu melakukan pelanggaran, belum lewat satu tahu sejak suatu hukuman terdahulu atas terhukum karena pelanggaran yang sama, mendapat kepastian hukum, maka di muka pasal ini dapat dinaikkan menjadi dua kali lipat dari hukuman setinggi-tingginya yang ditetapkan di situ.
  9. Tindakan-tindakan yang, dengan memperhatikan kedua ayat di muka dalam pasal ini, dinyatakan sebagai tindakan-tindakan yang dapat dihukum, dianggap sebagai tindakan pidana.
Pasal 25
  1. Peraturan-peraturan yang ditetapkan Sultan memerlukan persetujuan Gubernur Yogyakarta sebelum dianyatakan berlaku.
  2. Peraturan-peraturan itu tidak bersifat mengikat sebelum diumumkan sebagaimana mestinya dalam Lembaran Kerajaan (Rijksblad).
  3. Tentang persetujuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), akan disebutkan pula dalam Lembaran Kerajaan yang bersangkutan.
  4. Jika peraturan itu ditetapkan sesuai dengan ketentuan dalam pasal 23 oleh Sultan bersama-sama dengan satu atau lebih Swapraja di daerah-daerah Yogyakarta serta Surakarta ataupun dengan satu masyrakat otonom, maka tentang penetapan ini berikut persetujuan dari semua pihak berwenang yang diperlukan persetujuannya dalam perjanjian-perjanjian semacam itu, disebutkan pula pada Lembaran Kerajaan yang bersangkutan.
Pasal 26
  1. Apabila Sultan lalai mengatur apa yang bedasarkan Perjanjian ini wajib diaturnya, maka Gubernur Yogyakarta dapat meminta kepadanya untuk menetapkan peraturan sedemikian itu.
  2. Jika Sultan masih tetap lalai, maka Gubernur dapat diberi wewenang oleh Gubernur Jenderal untukmenetapkan sendiri peraturan yang dimaksud.
  3. Ketentuan-ketentuan yang ditetapkan atas dasar ini mempunyai kekuatan yang sama seperti peraturan dari Sultan dan akan diumumkan dengan cara yang sama pula.
II---Peradilan
Pasal 27
Hak Swapraja tidak mencakup hak pembebasan atau peringanan atas hukuman-hukuman yang dikenakan berdasarkan keputusan pengadilan atau hakim Kesultanan, dan tidak pula meliputi hak untuk memberikan amnesti atau abolisi kepada orang-orang yang tunduk di bawah kekuasaan Sultan.
Pasal 28
Tuntutan-tuntutan hukum yang bersifat perdata, dalam bentuk apapun, dalam instansi pertama harus diketahui oleh Dewan Peradilan (Raad van Justitie).
Pasal 29
  1. Tanpa mengurangi apa yang ditetapkan dalam peraturan-peraturan umum dari pihak lain, maka bagi penduduk Kesultanan berlaku: (A). dalam perkara-perkara perdata: (1). hukum adat serta peraturan-peraturan dari Sultan, satu dan lain sejauh tidak menyangkut hal-hal yang diatur dalam peraturan-peraturan umum yang berlaku; (2). peraturan-peraturan umum yang membuat ketentuan-ketentuan tentang hukum perdata, sejauh ini berlaku bagi penduduk pribumi di tanah-tanah Pemerintah di Jawa, kecuali apabila dalam ketentuan-ketentuan itu terdapat hal-hal yang tidak memungkinkan pelaksanaannya atau yang ditetapkan oleh Gubernur Jenderal bahwa peraturan-peraturan umum semacam itu tidak berlaku seluruhnya ataupun sebagian; (B). dalam perkara-perkara pidana: (1). peraturan-peraturan umum yang berisi ketentuan-ketentuan mengenai hukum pidana, sejauh oleh Gubernur Jenderal tidak ditetapkan lain; (2). peraturan-peraturan Sultan, sejauh tidak menyangkut hal-hal yang ditetapkan dalam pearturan-peraturan umum.
  2. Tindakan-tindakan yang berdasarkan peraturan-peraturan Sultan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sub B.2 dapat dikenakan hukum, dianggap sebagai pelanggaran, kecuali dalam peraturan-peraturan yang dimaksud dengan tegas dinyatakan bahwa tindakan itu dianggap sebagai suatu tindakan pidana.
  3. Bagi penduduk Kesultanan yang tunduk di bawah kekuasaan hukum hakim-hakim Dewan Peradilan, berlaku ketentuan-ketentuan mengenai kehendak sendiri untuk tunduk di bawah hukum perdata Eropa menurut Lembaran Negara (Staatsblad) 1917 No. 12.
Pasal 30
  1. Keputusan-keputusan Dewan-dewan atau hakim-hakim Peradilan Kesultanan tidak dapat dilaksanakan sebelum mendapat pertimbangan Gubernur.
  2. Keputusan-keputusan yang tunduk di bawah pertimbangan Gubernur itu dapat disahkannya, diubahnya atau dibatalkannya, jika perlu disertai dengan perintah pemeriksaan ulang oleh Dewan atau hakim Peradilan Kesultanan yang sama atau yang lain atau oleh suatu Dewan Peradilan Kesultanan dengan anggota-anggota yang lain atau yang lebih banyak daripada yang menjatuhkan keputusan pertama tadi.
  3. Wewenang Gubernur menurut ayat (2) pasal ini hanyalah menyangkut keputusan-keputusan pengadilan yang keputusan bandingnya oleh suatu Dewan Peradilan Kesultanan tidak atau tidak lagi dimungkinkan.
  4. Gubernur dapat menetapkan peraturan-peraturan lain mengenai pelaksanaan tugas-tugas pengawasannya.
Pasal 31
Panggilan-panggilan, perintah-perintah serta keputusan-keputusan yang dikeluarkan oleh Dewan-dewan Peradilan Kesultanan, di luar daerah Kesultanan dilaksanakan sebagaimana halnya panggilan-panggilan, perintah-perintah serta keputusan-keputusan seperti itu dari hakim harian Pengadilan Pribumi di tempat di mana pelaksanaannya harus dilakukan.
III---Kepolisian
Pasal 32
  1. Dengan persetujuan Gubernur Yogyakarta maka Sultan menyelanggarakan keamanan dan ketertiban umum di daerah Kesultanan, yang pelaksanaannya dilakukan melalui pihak kepolisian oleh Pepatih Dalem atas namanya.
  2. Sultan bersedia tunduk pada semua peraturan, juga yang menyangkut pencabutan wewenang, yang dianggap perlu oleh Gubernur Jenderal demi mempertahankan kesatuan organisasi, dalam pimpinan serta cara pelaksanaan kepolisian, sejauh kesatuan ini menurut pendapatnya dituntut oleh keadaan.
  3. Negara dapat mengizinkan, dengan penggantian biaya-biaya, dipekerjakannya badan-badan kepolisisan sendiri di dalam daerah Kesultanan.
IV---Perpajakan
Pasal 33
  1. Hak Swapraja tidak meliputi hak-hak penarikan cukai serta hak-hak pemasukan, pengeluaran serta transito barang-barang, maupun hak untuk mengadakan hak sewa serta hak monopoli.
  2. Tanpa mengurangi ketentuan dalam ayat dimuka serta ayat pertama pasal 17, maka peraturan-peraturan mengenai penarikan pajak-pajak baru ataupun mengenai kenaikan atau penurunan pajak-pajak yang sudah ada, memerlukan persetujuan Gubernur Jenderal. Dalam peraturan-peraturan tentang penarikan pajak-pajak baru itu termasuk pula peraturan-peraturan mengenai penarikan pajak-pajak yang sekarang ditarik oleh Negara. Upah pengujian serat uang pengukuran tanah tidaktermasuk pajak.
  3. Persetujuan sebagaimana dimaksud dalam ayat di mukadianggap diberikan apabila dalam jangka waktu enam bulan sesudah peraturan yang bersangkutan dikirimkan oleh Gubernur Yogyakarta kepada Gubernur Jenderal untuk mendapat persetujuannya, belum diperoleh jawabannya. Gubernur Jenderal dapat, dengan mengemukakan alasan-alasannya, memutuskan untuk memperpanjang jangka waktu itu dalam waktu kurang dari enam bulan tersebut.
  4. Peraturan-peraturan sebagaimana termaksud dalam ayat (2) tidak dapat diumumkan sebelum memperoleh persetujuan atau sebelum jangka waktu yang disebut dalam ayat (3), yang jika perlu dapat diperpanjang, berlalu.
  5. Tentang persetujuan yang diberikan itu atau tentang telah berlalunya jangka waktu yang disebut dalam ayat (3), yang jika perlu dapat diperpanjang, disebutkan pula dalam peraturan-peraturan yang bersangkutan.
Pasal 34
  1. Sejauh berdasarkan ayat pertama pasal 17 ataupun pasal di muka hak penarikan pajak tidak berada di tangan Kesultanan atau kepada Kesultanan tidak diberikan izin untuk menarik pajak-pajak baru, maka hak-hak untuk itu berada pada Negara.
  2. Dalam hal wewenang yang dimaksud dalam ayat (1) juga dipergunakan terhadap masyarakat pribumi bukan penduduk negeri, maka --- sejauh tidak menyangkut kepentingan-kepentingan seperti termaksud dalam ayat pertama pasal di muka --- diperlukan pembicaraan terlebih dulu dengan Sultan. Dalam hal itu maka dipertimbangkan pula apakah ada alasan, dan jika memang demikian, untuk keperluan apa, menyisihkan sebagian penghasilan kepada Kesultanan.
  3. Apa yang ditetapkan dalam ayat (2) berlaku pula dalam hal kenaikan atau penurunan pajak-pajak sebagaimana dimaksud di situ serta dalam hal perubahan-perubahan atau penambahan-penambahan dalam bentuk lain, yang mempengaruhi berat beban pajak, kecuali apabila hak untuk mengadakannya tanpa perlu berunding dengan Sultan telah berada pada Negara.
Pasal 35
Atas keputusan-keputusan yang diambil oleh pihak Kesultanan terhadap keberatan-keberatan penarikan pajak, dapat dimintakan keputusan banding pada Dewan Banding untuk urusan perpajakan di Batavia, sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang ditetapkan Negara mengenai hal itu.
Pasal 36
Penagihan pajak-pajak yang ditarik Kesultanan melalui surat-surat paksa, sejauh menyangkut orang-orang yang tidak tunduk pada kekuasaan hukum Sultan sebagaimana dimaksdu dalam Lembaran Negara (Staatsblad) 1903 No. 8, diatur oleh Negara.
V---Pengajaran
Pasal 37
  1. Sultan wajib senantiasa berusaha untuk memajukan pendidikanrendah pribumi di daerahnya. Untuk itu Sultan harus berpedoman pada petunjuk-petunjuk yang diberikan oleh Negara.
  2. Pokok-pokok yang dianut Negara dalam hal kebijakan pendidikan umum di daerah yang diperintah langsung harus pula diikuti oleh Sultan di daerahnya.
  3. Negara turut mengawasi pelaksanaan pengajaran di daerah Kesultanan. Biaya-biaya untuk pengawasan ini dipikul oleh Kesultanan menurut perimbangan.
VI---Perawatan Kesehatan
Pasal 38
  1. Sultan wajib senantiasa berusaha untuk mencapai keadaan serta lingkungan yang sehat dan bersih di daerahnya.
  2. Wewenang untuk mengambil langkah-langkah pencegahan atau pemberantasan penyakit-penyakit pada manusia, hewan atau tanaman, sejauh bersifat menular, wabah atau epizootic, berada pada Negara, kecuali apabila Gubernur Jenderal menyerahkan pengaturannya kepada Sultan.
  3. Peraturan-peraturan Negara yang lain di bidang perawatan kesehatan bagi manusia, hewan atau tanaman, hanya berlaku sejauh hal itu ditetapkan oleh Gubernur Jenderal.
VII---Penggunaan Tanah
Pasal 39
  1. Pemberian hak-hak atas tanah oleh pihak Kesultanan kepada orang-orang yang tidak tergolong masyarakat pribumi Hindia Belanda berikut penyelenggaraan hak-hak itu, hanya dapat dilakukan dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan yang ditetapkan Negara untuk itu.
  2. Tanah-tanah yang terdaftar dalam Daftar Umum dan yang mempunyai sangkut paut dengan Hukum Dagang sebagaimana diterangkan dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata Hindia Belanda, tetap tunduk pada ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh Negara, siapapun pemiliknya.
Pasal 40
  1. Apabila Negara membutuhkan tanah untuk satu atau lain keperluan, maka tanah itu wajib disediakan oleh Kesultanan bagi Negara tanpa biaya kecuali ganti rugi yang layak kepada yang berhak.
  2. Bilamana tanah-tanah yang dimaksud dalam ayat di muka tidak lagi diperlukan oleh Negara, maka tanah-tanah itu segera dikembalikan lagi kepada pihak Kesultanan.
Pasal 41
  1. Izin-izin serta konsesi-konsesi, yang penggunaannya memerlukan tersedianya tanah atau air di daerah Kesultanan, tidak akan diberikan oleh Negara sebelum mendengar pendapat Sultan mengenai itu.
  2. Tanah serata air yang diperlukan itu disediakan oleh pihak Kesultanan dengan mengikuti pokok-pokok yang sama seperti yang dilakukan oleh Negara di daerah-daerah yang diperintah langsung.
  3. Ketentuan dalam ayat di muka juga berlaku untuk pemasangan dan pemilikan pipa-pipa atau salurn-saluran di atas atau di bawah tanah milik Kesultanan.
VIII---Perkebunan Besar
Pasal 42
  1. Penyelenggraan dan pelaksanaan perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang pertanian (apa yang dinamakan perkebunan besar) diatur oleh Negara setelah dirundingkan dengan Sultan.
  2. Dalam keadaan mendesaj yang segera memerlukan penyelesaian, dan karenanya hasil-hasil dari perundingan yang dimaksud dalam ayat (1) tidak dapat dinantikan, maka Negara berwenang menetapkan peraturan-peraturan yang diperlukan sambil menunggu hasil-hasil perundingan. Alasan-alasannya akan diberitahukan kepada Sultan.
IX---Pertambangan
Pasal 43
  1. Hak Swapraja tidak mencakup hak untuk mencari (termasuk menyediakan wilayah-wilayah) dan penggalian bahan-bahan tambang yang disebutkan dalam pasal 1 Undang-undang Pertambangan Hindia, pemberian izin untuk itu, dan penetapan peraturan-peraturan untuk itu. Peraturan-peraturan Negara mengenai hal itu berlaku pula bagi daerah Kesultanan.
  2. Dalam pencarian serta penggalian yang dilakukan oleh Negara, baik sendiri maupun dengan mengadakan perjanjian untuk itu ataupun dalam bentuk suatu perusahaan campuran, maka untuk setiap peristiwa oleh Gubernur Jenderal diatur, setelah merundingkannya dengan Sultan, berapa banyak dari keuntungan yang diterima Negara akan diserahkan kepada pihak Kesultanan dengan memperhatikan kebutuhan-kebutuhan Kesultanan.
  3. Tentang pemberian izin serta konsesi untuk melakukan pencarian dan penggalian, untuk setiap peristiwa tersendiri harus dilakukan perundingan dengan Sultan. Setengah dari keuntungan-keuntungan yang diperoleh sebagai akibatnya akan diserahkan kepada pihak Kesultanan.
X---Kehutanan
Pasal 44
  1. Pasal 6 dari Perjanjian yang diadakan pada tanggal 1 Agustus 1812 antara Pemerintah Inggris dengan Sultan Hamengku Buwono III, begitu pula Perjanjian tertanggal 27 Juni 1904 sebagaimana diubah berdasarkan surat-surat keterangan Sultan tertanggal 25 Rabingulawal Be 1848 atau 9 Januari 1918 serta 21 Rabingulakir Wawu 1857 atau 29 Oktober 1926, dengan ini ditarik kembali.
  2. Daerah-daerah hutan yang berada atau akan diadakan di atas tanah-tanah milik daerah Kesultanan yang tidak mungkin akan dikuasai oleh pihak ketiga --- kecuali apabila dalam hal-hal khusus dicapai kesepakatan lain --- adalah milik bersama Negara dan Kesultanan, masing-masing untuk bagian yang sama, terkecuali hutan di tempat pemakaman Karangasem yang berikut hutan yang sekarang ataupun yang akan datang seluruhnya berada di tangan pihak Kesultanan tetapi yang tetap disediakan bagi Sultan sebagai “wilayah mahkota”.
  3. Pengelolaan dalam pengertian umum atas hutan-hutan yang termasuk pada hutan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), dilakukan oleh Dinas Kehutanan Negara sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang akan ditetapkan Negara setelah berunding dengan Sultan.
  4. Separuh dari saldo laba yang dalam sesuatu tahun eksploitasi diperoleh sebagai hasil eksploitasi hutan-hutan yang dimaksud dalam ayat (3), setiap tahun akan dibayarkan kepada pihak Kesultanan, akan tetapi dengan pengertian bahwa saldo rugi yang mungkin terjadi untuk setengahnya akan diperhitungkan dengan bagian keuntungan pihak Kesultanan dalam tahun berikutnya atau, apabila dalam tahun itu tidak diperoleh kelebihan dana yang mencukupi, pada sekian tahun seperti yang dalam kenyataan akan diperlukan.
  5. Pihak Kesultanan berhak memeriksa pada Dinas Kehutanan semua rencana usaha serta program kerja, saran-saran dari Komisi Kehutanan yang dibentuk Pemerintah demi kepentingan yang diperolehnya suatu keadaan hidrologi yang baik di Jawa, dan anggaran-anggaran tahunan serta rencana-rencana kerja tahunan, yang menyangkut hutan-hutan yang dimaksud dalam ayat (3).
  6. Petugas-petugas polisi kehutanan untuk hutan-hutan yang dimaksud dalam ayat (3) akan --- dengan memperhatikan formasi kekuatan yang ditentukan dalam rencana kerja --- diangkat dan diberhentikan oleh atau atas nama Sultan, berdasarkan usul dari Inspektur Kehutanan yang daerah inspeksinya meliputi hutan-hutan dimaksud. Dalam melaksanakan tugas-tugas mereka, maka petugas-petugas ini disamakan dengan petugas-petugas polisi kehutanan Negara.
  7. Pengelolaan hutan yang berada di tempat pemakaman Karangasem yang disediakan sebagai wilayah mahkota bagi Sultan dapat, bilamana Sultan menghendaki, dilakukan bersama dengan Dinas Kehutanan Negara demi kepentingan dan atas beban Sultan.

(Bersambung)

0 komentar:

Posting Komentar

Copyright @ 2013 PEJUANG ISLAM.