Jumat, 03 Januari 2014

Filled Under:
,

Kalender (9)

Otoshidama

Orang Jepang mempunyai tradisi memberikan angpao yang dikenal dengan sebutan otoshidama (お年玉?). Sewaktu memberikan otoshidama untuk anak-anak, sejumlah uang kertas yang masih baru atau uang logam dimasukkan ke amplop kecil bernama pochibukuro (otoshidama-bukuro) yang berhiaskan aneka gambar kesukaan anak-anak. Otoshidama sangat ditunggu-tunggu anak-anak di Jepang, terutama bila memiliki paman atau bibi yang murah hati.
 Amplop untuk otoshidama

Kesenian dan permainan

Perayaan tahun baru juga dimeriahkan dengan menulis aksara kanji pertama untuk tahun tersebut. Tradisi menulis aksara kanji yang dilakukan tanggal 2 Januari disebut kakizome (kaligrafi pertama).
Tahun baru juga dirayakan dengan berbagai permainan, seperti: permainan fukuwarai (meletakkan gambar bagian-bagian wajah, seperti hidung, alis mata, dan mulut pada tempat yang tepat dengan mata tertutup), hanetsuki (bulu tangkis tradisional), menaikkan layang-layang (takoage), gasing (koma), bermain dadu (sugoroku), dan permainan memungut kartu yang disebut karuta.

Sumber

D. Ōmisoka

Ōmisoka (大晦日?) adalah hari terakhir dalam setahun di Jepang. Menurut kalender lama Jepang yang berdasarkan kalender lunisolar (kalender Tempō misalnya), ōmisoka jatuh pada tanggal 30 bulan 12, atau tanggal 29 bulan 12. Sesuai kalender Gregorian yang dipakai di Jepang sejak 1873, ōmisoka jatuh pada tanggal 31 Desember.
Nama lain untuk ōmisoka adalah ōtsugomori (大つごもり?) yang berasal dari kata tsukigomori (月隠り?) yang berarti bersembunyinya bulan.

Etimologi

Pada kalender lama Jepang, hari terakhir setiap bulan disebut misoka (晦日?). Di antara misoka dalam setahun, hari terakhir pada bulan 12 atau bulan kabisat 12 disebut ōmisoka (misoka besar). Misoka berasal dari kata miso (三十, tiga puluh), misoka berarti hari ke-30. Berhubung adanya periode bulan panjang dan periode bulan pendek, ada kalanya misoka zaman dulu jatuh pada tanggal 29. Sejak dipakainya kalender Gregorian di Jepang, ōmisoka selalu dirayakan pada tanggal 31 Desember.

Tradisi pergantian tahun

Toshikoshi soba

Malam pergantian tahun merupakan saat makan toshikoshi soba (soba kuah melewatkan tahun) bersama keluarga. Mi soba yang halus dan panjang merupakan simbolisme dari harapan hidup sehat, damai, dan panjang umur.[1] Soba dipercaya sebagai makanan sehat karena dibuat dari tepung gandum kuda yang dikenal sebagai tanaman tahan cuaca buruk. Tanaman gandum kuda kembali tumbuh sehat meskipun telah diterpa hujan dan angin kencang.
Pedagang pada zaman Edo, pada hari terakhir setiap bulannya selalu sibuk hingga larut malam. Mereka biasanya makan soba kuah untuk makan malam. Pengrajin lembaran emas memiliki kebiasaan mengumpulkan serpihan-serpihan emas memakai gumpalan adonan mi soba. Oleh karena itu, makan soba dipercaya dapat mengumpulkan uang. Soba yang mudah putus merupakan simbolisme utang yang mudah dibayar dan beban yang mudah terlepas pada tahun yang baru.[1]

Toshikoshi soba

Genta tahun baru

Pemukulan genta sebanyak 108 kali di kuil-kuil Buddha menjelang pergantian tahun disebut joya no kane (除夜の鐘 genta tahun baru?). Seratus delapan melambangkan:
  1. Jumlah nafsu. Manusia memiliki enam indra: mata (penglihatan), telinga (pendengaran), hidung (penciuman), lidah (pencicip), kulit (peraba), pikiran (otak)[2] yang masing-masing dapat merasakan senang, menyakitkan, dan netral (3×6= 18). Setiap nafsu dibagi menjadi dua jenis, bersih dan kotor sehingga semuanya menjadi 36. Masing-masing dari 36 nafsu dapat terjadi pada masa lalu, masa depan, atau masa kini, sehingga keseluruhannya ada 108 nafsu.
  2. Satu tahun. Setahun terdiri dari 12 bulan , 24 posisi matahari, dan 72 musim yang semuanya berjumlah 108.
  3. Penderitaan besar (shiku-hakku) yang bila diucapkan berbunyi seperti angka 4, 9 dan 8, 9. Bila dikalikan dan ditambah jumlahnya menjadi 108 (4x9 + 8x9).

Hatsumode

Setelah pergantian tahun, orang Jepang mengunjungi kuil Shinto dan kuil Buddha untuk melakukan hatsumōde. Ada pula tradisi ninenmairi (二年参り kunjungan dua tahun?), yakni berkunjung ke kuil pada malam tahun baru, kembali ke rumah, dan selepas pergantian tahun kembali lagi ke kuil.

Ucapan selamat

Ucapan perpisahan menjelang tahun baru adalah "Yoi o-toshi o" (良いお年を Semoga menjadi tahun yang baik untuk Anda?) atau Yoi o-toshi o omukae kudasai bila diucapkan secara formal.
Setelah tiba tanggal 1 Januari, ucapan selamat tahun baru secara formal adalah Akemashite omedetō gozaimasu (Selamat Tahun Baru), yang dapat diteruskan dengan kalimat Honnen mo dōzo yoroshiku onegaishimasu (Tahun ini juga saya mengharapkan kebaikan Anda). [3]

Acara televisi

Acara spesial malam tahun baru di televisi Jepang di antaranya:

Referensi

  1. ^ a b "食の豆知識". Yamaha Living. Diakses 2 January 2012.
  2. ^ Sasanasena Seng Hansen (2010). Ikhtisar Ajaran Buddha. Vidyasena Production. hlm. 17.
  3. ^ ビジネスメール: そのまま使える全文例&言い換えフレーズ例. 秀和システム. 2010. hlm. 76.
Sumber

E. Bōnenkai

Bōnenkai (忘年会?) adalah pesta akhir tahun di Jepang yang diadakan untuk melupakan semua kesukaran dan kerja keras pada tahun itu.[1] Pesta ini sama sekali tidak memiliki makna religius dan tidak memiliki standar tata cara pelaksanaan, namun sudah menjadi salah satu tradisi khas Jepang.[2]
Acara serupa bōnenkai juga terdapat dalam kebudayaan Asia Timur seperti di Taiwan, Republik Rakyat Cina, dan Korea Selatan. Berbeda dari pesta perayaan Natal dalam kebudayaan Barat, bōnenkai adalah acara yang sama sekali tidak berhubungan dengan agama. Dalam bahasa Inggris pesta ini kadang-kadang diterjemahkan sebagai Year End Party, Forget Year Party, atau tidak diterjemahkan sama sekali dan tetap ditulis sebagai Bounenkai. Pesta ini dapat dikatakan sudah menjadi tradisi unik Jepang.[3]
Tidak ada ketentuan khusus tentang waktu dan tempat pesta ini dilangsungkan, tapi biasanya dilangsungkan pada bulan Desember. Bōnenkai dapat saja dilangsungkan sebagai bentuk pesta tutup tahun sebuah perusahaan hingga pesta kumpul-kumpul akhir tahun antarteman atau antarsanak keluarga.[4]

Konsumsi minuman beralkohol dalam jumlah banyak merupakan ciri khas bōnenkai.

Sejarah

Asal mula tradisi bōnenkai tidak diketahui secara jelas, namun diperkirakan berasal dari berbagai jenis acara kumpul-kumpul yang dilakukan pada akhir tahun oleh berbagai kelompok dan kalangan.[5]
Kata toshiwasure (melupakan tahun) pertama kali dipakai oleh Pangeran Fushiminomiya Sadafusa asal zaman Muromachi dalam buku harian berjudul Kanmon Nikki. Pada entri tanggal 21 bulan 12 tahun 1439, ia menulis tentang pesta para pujangga renka yang begitu meriah sehingga bagaikan acara kumpul-kumpul melupakan tahun. Oleh karena itu diperkirakan, istilah toshiwasure sudah dikenal sejak masa itu sebagai pesta minum sake dan menari-nari.[6][7][8]
Pada zaman Edo, pesta akhir tahun dikenal oleh kalangan samurai yang mengadakannya untuk melupakan kepenatan pada tahun itu. [9]
Sejak zaman Meiji, bōnenkai berubah menjadi layaknya sebuah matsuri. Dalam acara bōnenkai juga dikenal istilah bureikō (無礼講?). Bila atasan menyebut pesta akhir tahun itu sebagai bureikō, maka karyawan yang sehari-harinya harus hormat kepada atasan diizinkan untuk santai dan bertingkah laku semaunya.[9]
Bureikō adalah pesta makan yang tidak mengenal pangkat, posisi, dan kedudukan, serta atasan dan bawahan. Sebagai masyarakat agraris yang makanan pokoknya adalah serealia (beras). Orang Jepang percaya bahwa padi (dan serealia) memiliki jiwa karena ditinggali oleh roh. Setelah setiap hari beras dikukus atau ditanak menjadi nasi, tenaga roh dari beras dikhawatirkan akan menjadi lemah sehingga jiwa orang yang memakan ikut lemah. Oleh karena itu, orang Jepang mengadakan matsuri untuk memulihkan kekuatan roh beras. Beras ketan ditumbuk menjadi mochi, dan beras dibuat sake. Keduanya lalu dimakan dan diminum agar kekuatan jiwa manusia yang memakannya menjadi kuat.[10] Sewaktu mengadakan matsuri, mochi dan sake dijadikan sajen di kuil Shinto. Upacara Naorai (直会?) atau Reikō (礼講?) berupa makan mochi dan minum sake yang dijadikan sajen dipercaya dapat mendekatkan manusia dengan dewa-dewa karena manusia dan dewa makan mochi dan minum sake yang sama.[10] Orang yang meminum sake menjadi gembira sehingga dipercaya menjadi dekat dengan dewa-dewa. Upacara Naorai (Reikō) memiliki serangkaian tata cara formal, dan harus dilakukan secara tertib. Setelah upacara Reikō selesai, peserta upacara lalu mengadakan acara sendiri yang disebut Bureikō. Upacara Reikō dan Bureikō biasanya berbeda tempat dan mangkuk sake yang dipakai juga diganti. Di antara kedua upacara juga diadakan pergelaran menyanyi Utai. Pada acara Bureikō mangkuk sake menjadi besar. Kalau sake yang diminum pada Reikō adalah hiyazake (sake yang tidak dihangatkan), sake yang diminum pada acara Bureikō adalah kanzake (sake yang dihangatkan). Sewaktu minum sake pada acara Bureikō, peserta acara Bureikō juga boleh bertingkah laku dengan bebas.[10][11]
Perusahaan yang ingin mengadakan bōnenkai biasanya sudah memperhitungkan banyak hal sebelum merencanakan pesta tersebut. Salah satu di antaranya adalah memastikan semua karyawan dan pihak manajemen mau menghadiri pesta. Pihak perusahaan juga mencoba menekan biaya bōnenkai agar tidak melebihi 5.000 yen per orang, sehingga tidak ada karyawan yang tidak datang karena terlalu mahal.[12]

Catatan kaki

  1. ^ Daijirin『大辞林』【忘年】
  2. ^ 『忘年会』p.11
  3. ^ 『忘年会』p.161-p.180
  4. ^ 『忘年会』p.190
  5. ^ 『忘年会』p.17
  6. ^ 『忘年会』p.18
  7. ^ 『忘年会』p.19
  8. ^ 看聞日記
  9. ^ a b R25 忘年会
  10. ^ a b c "日本人と酒". Diakses 2012-12-24.
  11. ^ "酒と神道文化". Shirahata Jinja. 2011-3-22. Diakses 2012-12-24.
  12. ^ http://www.cg1.org/knowledge/houjin/100104.html 新年会や忘年会の飲食代を会社の経費に?

Sumber

0 komentar:

Posting Komentar

Copyright @ 2013 PEJUANG ISLAM.