Rabu, 29 Januari 2014

Filled Under:

Syeikh Hamzah Al Fansuri

Aceh memiliki banyak sejarah salah satunya tentang makam Tgk Gle Ujong di kawasan Kecamatan Peukan Bada Aceh Besar. Menurut masyarakat di Gampong Lampageu kecamatan Peukan Bada Aceh Besar, pemilik makam sepanjang sekitar 9-12 meter itu dikenal dengan nama Tengkue Gle Ujong, yang di karena dia dimakamkan di ujung pancu.
Tgk Gle Ujong menurut cerita dari masyarakat Gampong Lampageu adalah seorang ulama yang dibunuh di desa Deah Geulumpang keucamatan meuraxsa Banda Aceh, setelah kepalanya dipenggal ulama tersebut diikuti muridnya, menyusuri pesisir pantai dengan membopong kepalanya diatas kedua tangan mereka menuju ke gunung Ujung Pancu ditempat itulah Syeh Hamzah Fansuri mengambil tempat sebagai makamnya.
Ujong Pancu merupakan nama geografs dari wilayah Gampong Lampageu yang secara administratif terletak di Kecamatan Peukan Banda, Kabupaten Aceh Besar. Wilayahnya dikelilingi pegunungan dan laut yang indah. Ujong Pancu juga dikenal sebagai tempat favorit untuk memancing dan tujuan pariwisata bernilai historis. Penduduk di wilayah ini tidak luput dari hantaman tsunami Desember 2004 silam disebabkan area permukiman mereka berada di kawasan pesisir. Kita tidak asing lagi dengan Syekh Hamzal al-Fansuri. Beliau dikenal sebagai salah satu perlopor sastra melayu. Puisi-puisinya banyak diperbincangkan dan menjadi rujukan sastrawan-sastrawan setelahnya. Syeikh Hamzah Fansuri diakui salah seorang pujangga Islam yang sangat populer di zamannya (Abad 16 dan 17), sehingga kini namanya menghiasi lembaran-lembaran sejarah kesusasteraan Melayu dan Indonesia. Namanya tercatat sebagai tokoh kaliber besar dalam perkembangan Islam di Nusantara dari abadnya hingga ke abad kini. Syekh Hamzah Fansuri, selain sebagai penyair atau pujangga, juga merupakan salah satu tokoh sufi. Makam beliau masih ramai dikunjungi para penziarah yang datang dari berbagai daerah. Makam beliau berada di kampong Obor terletak di Hulu Sungai Singkil. Makam itu bertulis : Inilah makam Hamzah Fansuri mursyid Syeikh Abdurrauf.
Dikatakan Hamzah Fansuri wafat sekitar 1016H/1607M.Nama beliau lah menjadi salah satunya yang membawa Aceh menjadi Serambi Mekah. Menurut A.Hasymi yang juga berasal dari Acheh, Hamzah Fansuri dan Ali Fansuri yang juga merupakan ayah kepada Abdul Rauf Fansuri adalah adik beradik.Kedua bersaudara ini berketurunan Parsi. Datuk nenek kedua nya,Syeikh Al-Fansuri dipercayai oleh kerajaan memimpin pusat pendidikan yang bernama Daya Blang Pria.
Adapun mengenai riwayat hidup Hamzah Fansuri As-Singkili para sarjana berbeda pendapat karena tidak diketahui secara pasti tempat dan bila tarikh lahirnya. Akan tetapi berdasarkan fakta sejarah yang ada, Hamzah Fansuri diperkirakan hidup pada medio abad ke-16 saat Aceh di bawah pemerintahan Sulthan Alaiddin Riayat Syah Sayyidil Mukammil (997-1011 H/ 1589-1604 M).
Dari nama belakangnya 'Fansur' dapat kita ketahui bahwa ia berasal dari Barus, kampung kuno yang berada di antara kota Singkil dan Sibolga, daerah pesisir Barat pulau Sumatra itu bila diterjemahkan ke dalam bahasa Arab menjadi ,Fansur,. Sebagaimana tertulis dalam syairnya ,Burung Pingai,;
Hamzah Fansuri di Negeri Melayu/ Tempatnya kapur di dalam kayu/ Asalnya manikam tiadakan layu/ Dengan ilmu dunia di manakan payu/.
,Kapur, ini sama maknanya dengan ,Barus,. Dari sinilah tercipta kosa kata majmuk ,kapur barus,. Disebut lebih detail oleh A.Hasymi bahawa Fansur itu satu kampung yang terletak antara Kota Singkel dengan Gosong Telaga (Aceh Singkil).
Dalam zaman Kerajaan Aceh Darussalam,kampung Fansur itu terkenal sebagai pusat pendidikan Islam dibahagian Aceh Selatan. Pendapat lain menyebut bahawa Hamzah Fansuri dilahirkan di Syahrun Nawi atau Ayuthia di Siam dan berhijrah serta menetap di Barus. Dikatakan ayah Hamzah Fansuri bernama Syeikh Ismail Aceh bersama Wan Ismail dan Po Rome atau Po Ibrahim (1637-1687M) meninggal dunia dalam pertempuran melawan orang Annam di Phanrang. Syeikh Ismail Aceh itu pernah menjadi gabenor di Kota Sri Banoi.
Hamzah Fansuri As-Singkili tercatat dalam lintasan sejarah peradaban Aceh merupakan salah seorang sufi sekaligus sastrawan terkemuka yang tiada taranya dalam menulis karya-karya monumental kesusasteraan Melayu. Beliau adalah Hamzah Fansuri yang buku-bukunya sering disebut dalam manuskrip kuno ,Sejarah Melayu, (Melayu Annals) seperti ,Durrul Manzum, (Benang Mutiara) dan ,Al-Saiful Qati, (Pedang Tajam).
Dengan syair-syairnya yang berunsur sufistik dan kontekstual telah memberi pengaruh luar biasa bagi cendekiawan Melayu untuk membina dan mengembangkan bahasa Melayu menjadi bahasa seni budaya, bahasa ilmu pengetahuan, bahkan bahasa antarabangsa disebelah dunia Timur.
Syair-syair Hamzah Fansuri merupakan karangan mistik Islam yang berhakikat ma'rifat jami'a bainahuma, yakni ilmu yang melingkupi dan menjembatani wujud fenomenal/wahmi dan wujud kesegalaan. Tulisannya menguraikan tasawuf klasik secara eksplisit dan signifikan, dikemas dalam bahasa Melayu seperti ,Asrarul Arifin Fi Bayani Ilmis Suluk wat-Tauhid, ,Syaraabul Asyiqin, dan ,Al-Muntahi,.
Betapa banyak pembendaharaan kosa kata Melayu yang ditambahnya selain melakukan pembaharuan di bidang logika dan mantiq yang bertalian dengan pemikiran dalam masalah bahasa.
Keberhasilan Hamzah Fansuri dengan syair-syairnya bernuansa agama tak terlepas dari latar belakangnya sebagai seorang sufi yang telah mengelana mencari ma'rifat (uniomystika) ke Kudus, Banten, Siam, Semenanjung Melayu, India, Persia, dan Tanah Arab. Berbagai buku tasawuf dari sufi-sufi terkemuka dengan mudah ia kuasai karena kemahirannya dalam berbahasa Melayu, Urdu, Persia, dan Arab. Dan tak sedikit pula sajak-sajak para sufi terkemuka Persia seperti Ibnu Arabi, Al-Hallaj, Jalaluddin Rumi, Al-Bustami, Maghribi, Nikmatullah, Abdullah Talil, Abdul Qadir Jailani, Iraqi, Sa'di, dan lain-lain itu ia kutip dalam bahasa aslinya, lalu ia bubuhi syarah/terjemahannya dalam bahasa Melayu. Namun kapasitas syair-syair yang dihasilkannya menunjukkan bahwa dirinya sangat terpengaruh dan terilhami oleh Ibnu Arabi.
Kedudukan Hamzah Fansuri begitu penting sekali karena dia lah penyair pertama yang menulis bentuk syair dalam bahasa Melayu empat abad silam. Sumbangan besarnya bagi bahasa Melayu adalah asas awal yang dipancangkannya terhadap peranan bahasa Melayu sebagai bahasa keempat di dunia Islam sesudah bahasa Arab, Persia, dan Turki Utsmani.
Hamzah Fansuri banyak mendapat asupan ilmu di Zawiyah/Dayah Blang Pria Samudera/Pasai, Pusat Pendidikan Tinggi Islam yang dipimpin oleh Ulama Besar dari Persia, Syekh Al-Fansuri, nenek moyangnya Hamzah. Kemudian Hamzah Fansuri mendirikan Pusat Pendidikan Islam di pantai Barat Tanah Aceh, yaitu Dayah Oboh di Simpang kiri Rundeng, Aceh Singkil. Kedalaman ilmu yang dimiliki telah mengangkatnya ke tempat kedudukan tinggi dalam dunia sastra Nusantara. Oleh Prof Dr Naguib Al-Attas ia disebut ,Jalaluddin Rumi,nya Kepulauan Nusantara, yang tidak terbawa oleh arus roda zaman.
Layaknya Penyair sufi, sajak-sajak Hamzah Fansuri penuh dengan rindu-dendam, luapan emosi cinta kepada kekasihnya, Al-Khaliq, Allah Yang Maha Esa. Rindunya dengan sang Khaliq menjadikannya sebagai Insan Kamil hatta tiada lagi pembatas antara dia dan Khaliqnya, karena jiwa telah menyatu ke dalam diri kekasih yang dirindukannya, seperti makna implisit dalam hadits Qudsi riwayat Thabrani :
"Hambaku selalu menghampiriKu dengan ibadah-ibadah yang sunat sehingga Aku cinta kepadanya. Bila demikian, Aku menjadi pendengarannya yang dipergunakannya untuk mendengar, pemandangannya yang dipergunakan untuk memandang, lisannya untuk berbicara dan hatinya untuk berpikir."
Oleh karena itu dalam karya tulis Hamzah Fansuri seakan-akan mendengar dengan telinga Khaliq nya, memandang dengan mata Khaliq nya, berbicara dengan lisan Khaliq nya. Tentu saja hal ini sangat sukar dimengerti dan dipahami oleh orang yang tidak banyak membaca dan mendalami buah pikiran dan filsafat Ulama Tasawuf atau penyair sufi.
Cakrawalanya yang sejauh ufuk langit telah menghangatkan syair-syair padat dan berisi penuh dengan butir-butir filsafat, tetapi menawan hati untuk menguak makna yang terkandung.
Di antara karyanya yang ekstentik itu adalah Syair Burung Perahu, Syair Burung Pingai, Syair Burung Unggas, Syair Perahu dan Bismilllahir Rahmanir Rahim. Menurut A. Hasjmy, meskipun ia menganut filsafat KeEsaan Allah (Wahdatul Wujud), ia menolak faham hulul, faham keleburan selebur-leburnya dengan Tuhan :
Aho segala kita umat Rasuli
Tuntut ilmu hakikat al-wusul
Karena ilmu itu pada Allah qabul
I'tiqad jangan ittihad dan hulul

Ulama dan pujangga Islam Nusantara tersohor Hamzah Fansuri meninggal pada akhir pemerintahan Sulthan Iskandar Muda Meukuta Alam (1607-1636 M).

Petikan Syair Dagang
Hai sekalian kita yang kurang
nafsumu itu lawan berperang
jangan hendak lebih baiklah kurang
janganlah sama dengan orang


Amati-amati membuang diri
menjadi dagang segenap diri
baik-baik engkau fikiri
supaya dapat emas sendiri





Sumber

1 komentar:

Copyright @ 2013 PEJUANG ISLAM.