Aceh memiliki banyak sejarah salah satunya tentang makam Tgk Gle
Ujong di kawasan Kecamatan Peukan Bada Aceh Besar. Menurut masyarakat di
Gampong Lampageu kecamatan Peukan Bada Aceh Besar, pemilik makam
sepanjang sekitar 9-12 meter itu dikenal dengan nama Tengkue Gle Ujong,
yang di karena dia dimakamkan di ujung pancu.
Tgk Gle Ujong menurut cerita dari masyarakat Gampong Lampageu adalah
seorang ulama yang dibunuh di desa Deah Geulumpang keucamatan meuraxsa
Banda Aceh, setelah kepalanya dipenggal ulama tersebut diikuti muridnya,
menyusuri pesisir pantai dengan membopong kepalanya diatas kedua tangan
mereka menuju ke gunung Ujung Pancu ditempat itulah Syeh Hamzah Fansuri
mengambil tempat sebagai makamnya.
Ujong Pancu merupakan nama geografs dari wilayah Gampong Lampageu yang
secara administratif terletak di Kecamatan Peukan Banda, Kabupaten Aceh
Besar. Wilayahnya dikelilingi pegunungan dan laut yang indah. Ujong
Pancu juga dikenal sebagai tempat favorit untuk memancing dan tujuan
pariwisata bernilai historis. Penduduk di wilayah ini tidak luput dari
hantaman tsunami Desember 2004 silam disebabkan area permukiman mereka
berada di kawasan pesisir.
Kita tidak asing lagi dengan Syekh Hamzal al-Fansuri. Beliau dikenal
sebagai salah satu perlopor sastra melayu. Puisi-puisinya banyak
diperbincangkan dan menjadi rujukan sastrawan-sastrawan setelahnya.
Syeikh Hamzah Fansuri diakui salah seorang pujangga Islam yang sangat
populer di zamannya (Abad 16 dan 17), sehingga kini namanya menghiasi
lembaran-lembaran sejarah kesusasteraan Melayu dan Indonesia. Namanya
tercatat sebagai tokoh kaliber besar dalam perkembangan Islam di
Nusantara dari abadnya hingga ke abad kini. Syekh Hamzah Fansuri, selain
sebagai penyair atau pujangga, juga merupakan salah satu tokoh sufi.
Makam beliau masih ramai dikunjungi para penziarah yang datang dari
berbagai daerah. Makam beliau berada di kampong Obor terletak di Hulu
Sungai Singkil. Makam itu bertulis : Inilah makam Hamzah Fansuri mursyid
Syeikh Abdurrauf.
Dikatakan Hamzah Fansuri wafat sekitar 1016H/1607M.Nama beliau lah
menjadi salah satunya yang membawa Aceh menjadi Serambi Mekah. Menurut
A.Hasymi yang juga berasal dari Acheh, Hamzah Fansuri dan Ali Fansuri
yang juga merupakan ayah kepada Abdul Rauf Fansuri adalah adik
beradik.Kedua bersaudara ini berketurunan Parsi. Datuk nenek kedua
nya,Syeikh Al-Fansuri dipercayai oleh kerajaan memimpin pusat pendidikan
yang bernama Daya Blang Pria.
Adapun mengenai riwayat hidup Hamzah Fansuri As-Singkili para sarjana
berbeda pendapat karena tidak diketahui secara pasti tempat dan bila
tarikh lahirnya. Akan tetapi berdasarkan fakta sejarah yang ada, Hamzah
Fansuri diperkirakan hidup pada medio abad ke-16 saat Aceh di bawah
pemerintahan Sulthan Alaiddin Riayat Syah Sayyidil Mukammil (997-1011 H/
1589-1604 M).
Dari nama belakangnya 'Fansur' dapat kita ketahui bahwa ia berasal dari
Barus, kampung kuno yang berada di antara kota Singkil dan Sibolga,
daerah pesisir Barat pulau Sumatra itu bila diterjemahkan ke dalam
bahasa Arab menjadi ,Fansur,. Sebagaimana tertulis dalam syairnya
,Burung Pingai,;
Hamzah Fansuri di Negeri Melayu/
Tempatnya kapur di dalam kayu/
Asalnya manikam tiadakan layu/
Dengan ilmu dunia di manakan payu/.
,Kapur, ini sama maknanya dengan ,Barus,. Dari sinilah tercipta kosa
kata majmuk ,kapur barus,. Disebut lebih detail oleh A.Hasymi bahawa
Fansur itu satu kampung yang terletak antara Kota Singkel dengan Gosong
Telaga (Aceh Singkil).
Dalam zaman Kerajaan Aceh Darussalam,kampung Fansur itu terkenal sebagai
pusat pendidikan Islam dibahagian Aceh Selatan. Pendapat lain menyebut
bahawa Hamzah Fansuri dilahirkan di Syahrun Nawi atau Ayuthia di Siam
dan berhijrah serta menetap di Barus. Dikatakan ayah Hamzah Fansuri
bernama Syeikh Ismail Aceh bersama Wan Ismail dan Po Rome atau Po
Ibrahim (1637-1687M) meninggal dunia dalam pertempuran melawan orang
Annam di Phanrang. Syeikh Ismail Aceh itu pernah menjadi gabenor di Kota
Sri Banoi.
Hamzah Fansuri As-Singkili tercatat dalam lintasan sejarah peradaban
Aceh merupakan salah seorang sufi sekaligus sastrawan terkemuka yang
tiada taranya dalam menulis karya-karya monumental kesusasteraan Melayu.
Beliau adalah Hamzah Fansuri yang buku-bukunya sering disebut dalam
manuskrip kuno ,Sejarah Melayu, (Melayu Annals) seperti ,Durrul Manzum,
(Benang Mutiara) dan ,Al-Saiful Qati, (Pedang Tajam).
Dengan syair-syairnya yang berunsur sufistik dan kontekstual telah
memberi pengaruh luar biasa bagi cendekiawan Melayu untuk membina dan
mengembangkan bahasa Melayu menjadi bahasa seni budaya, bahasa ilmu
pengetahuan, bahkan bahasa antarabangsa disebelah dunia Timur.
Syair-syair Hamzah Fansuri merupakan karangan mistik Islam yang
berhakikat ma'rifat jami'a bainahuma, yakni ilmu yang melingkupi dan
menjembatani wujud fenomenal/wahmi dan wujud kesegalaan. Tulisannya
menguraikan tasawuf klasik secara eksplisit dan signifikan, dikemas
dalam bahasa Melayu seperti ,Asrarul Arifin Fi Bayani Ilmis Suluk
wat-Tauhid, ,Syaraabul Asyiqin, dan ,Al-Muntahi,.
Betapa banyak pembendaharaan kosa kata Melayu yang ditambahnya selain
melakukan pembaharuan di bidang logika dan mantiq yang bertalian dengan
pemikiran dalam masalah bahasa.
Keberhasilan Hamzah Fansuri dengan syair-syairnya bernuansa agama tak
terlepas dari latar belakangnya sebagai seorang sufi yang telah
mengelana mencari ma'rifat (uniomystika) ke Kudus, Banten, Siam,
Semenanjung Melayu, India, Persia, dan Tanah Arab. Berbagai buku tasawuf
dari sufi-sufi terkemuka dengan mudah ia kuasai karena kemahirannya
dalam berbahasa Melayu, Urdu, Persia, dan Arab. Dan tak sedikit pula
sajak-sajak para sufi terkemuka Persia seperti Ibnu Arabi, Al-Hallaj,
Jalaluddin Rumi, Al-Bustami, Maghribi, Nikmatullah, Abdullah Talil,
Abdul Qadir Jailani, Iraqi, Sa'di, dan lain-lain itu ia kutip dalam
bahasa aslinya, lalu ia bubuhi syarah/terjemahannya dalam bahasa Melayu.
Namun kapasitas syair-syair yang dihasilkannya menunjukkan bahwa
dirinya sangat terpengaruh dan terilhami oleh Ibnu Arabi.
Kedudukan Hamzah Fansuri begitu penting sekali karena dia lah penyair
pertama yang menulis bentuk syair dalam bahasa Melayu empat abad silam.
Sumbangan besarnya bagi bahasa Melayu adalah asas awal yang
dipancangkannya terhadap peranan bahasa Melayu sebagai bahasa keempat di
dunia Islam sesudah bahasa Arab, Persia, dan Turki Utsmani.
Hamzah Fansuri banyak mendapat asupan ilmu di Zawiyah/Dayah Blang Pria
Samudera/Pasai, Pusat Pendidikan Tinggi Islam yang dipimpin oleh Ulama
Besar dari Persia, Syekh Al-Fansuri, nenek moyangnya Hamzah. Kemudian
Hamzah Fansuri mendirikan Pusat Pendidikan Islam di pantai Barat Tanah
Aceh, yaitu Dayah Oboh di Simpang kiri Rundeng, Aceh Singkil. Kedalaman
ilmu yang dimiliki telah mengangkatnya ke tempat kedudukan tinggi dalam
dunia sastra Nusantara. Oleh Prof Dr Naguib Al-Attas ia disebut
,Jalaluddin Rumi,nya Kepulauan Nusantara, yang tidak terbawa oleh arus
roda zaman.
Layaknya Penyair sufi, sajak-sajak Hamzah Fansuri penuh dengan
rindu-dendam, luapan emosi cinta kepada kekasihnya, Al-Khaliq, Allah
Yang Maha Esa. Rindunya dengan sang Khaliq menjadikannya sebagai Insan
Kamil hatta tiada lagi pembatas antara dia dan Khaliqnya, karena jiwa
telah menyatu ke dalam diri kekasih yang dirindukannya, seperti makna
implisit dalam hadits Qudsi riwayat Thabrani :
"Hambaku selalu menghampiriKu dengan ibadah-ibadah yang sunat sehingga
Aku cinta kepadanya. Bila demikian, Aku menjadi pendengarannya yang
dipergunakannya untuk mendengar, pemandangannya yang dipergunakan untuk
memandang, lisannya untuk berbicara dan hatinya untuk berpikir."
Oleh karena itu dalam karya tulis Hamzah Fansuri seakan-akan mendengar
dengan telinga Khaliq nya, memandang dengan mata Khaliq nya, berbicara
dengan lisan Khaliq nya. Tentu saja hal ini sangat sukar dimengerti dan
dipahami oleh orang yang tidak banyak membaca dan mendalami buah pikiran
dan filsafat Ulama Tasawuf atau penyair sufi.
Cakrawalanya yang sejauh ufuk langit telah menghangatkan syair-syair
padat dan berisi penuh dengan butir-butir filsafat, tetapi menawan hati
untuk menguak makna yang terkandung.
Di antara karyanya yang ekstentik itu adalah Syair Burung Perahu, Syair
Burung Pingai, Syair Burung Unggas, Syair Perahu dan Bismilllahir
Rahmanir Rahim. Menurut A. Hasjmy, meskipun ia menganut filsafat KeEsaan
Allah (Wahdatul Wujud), ia menolak faham hulul, faham keleburan
selebur-leburnya dengan Tuhan :
Aho segala kita umat Rasuli
Tuntut ilmu hakikat al-wusul
Karena ilmu itu pada Allah qabul
I'tiqad jangan ittihad dan hulul
Ulama dan pujangga Islam Nusantara tersohor Hamzah Fansuri meninggal
pada akhir pemerintahan Sulthan Iskandar Muda Meukuta Alam (1607-1636
M).
Petikan Syair Dagang
Hai sekalian kita yang kurang
nafsumu itu lawan berperang
jangan hendak lebih baiklah kurang
janganlah sama dengan orang
Amati-amati membuang diri
menjadi dagang segenap diri
baik-baik engkau fikiri
supaya dapat emas sendiri
Sumber
Rabu, 29 Januari 2014
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Sosok yang akan selalu dirindukan :)
BalasHapus