Kerhof berasal dari bahasa Belanda yang artinya kuburan. Sedangkan
Peucut berasal dari kata Pocut (Putra Kesayangan) Sultan Iskandar Muda
yang dihukum oleh ayahnya sendiri karena melakukan kesalahan fatal dan
dimakamkan ditengah-tengah perkuburan ini. Sehingga penggabungan nama
Peucut Kerkhof dikenal sebagai situs sejarah peninggalan Belanda di
areal seluas 3,25 hektar. Pada relief dinding gerbang tertulis nama-nama
serdadu Belanda yang tewas dalam pertempuran melawan masyarakat Aceh.
Sekitar 2200 tentara dan 4 jenderal Belanda dikuburkan di tempat ini
sejak 1883 hinga tahun 1940.
Makam Kerkhoff atau sering disebut Peucut Kerkhof adalah kuburan
militer Belanda yang tidak terletak di Belanda, melainkan di Banda Aceh,
Aceh . Kuburan tentara ini adalah salah satu yang yang terluas di dunia
dan yang paling luas di luar Negeri Belanda. Sekitar 2.200 tentara
termasuk empat orang jenderal dimakamkan di sini, di tanah tempat para
pejuang Aceh yang sangat gigih melawan kolonialisme Belanda.
Peucut Kerkhof merupakan gambaran nyata bagi masyarakat Aceh. Setiap
kuburan memiliki kisahnya sendiri. Ini bukti kedahsyatan perang Aceh
melawan Belanda tidak membuat situs sejarah ini terbengkalai. Karena
masyarakat Aceh tidak membawa dendam sampai mati.
Sebelum kita memasuki halaman kuburan Peucut Kerkhof, terdapat kalimat bertuliskan ''2200 Prajurit dikuburkan di sini. Angkatan Perang Kerajaan Hindia Belanda Timur (KNIL) membayar mahal atas kehadirannya di Aceh.''
Sementara itu perawatan Peucut Kerkhof dibiayai oleh Stichting Peucut
Fonds atau Yayasan Dana Peucut. Yayasan tersebut pada dasarnya bermaksud
untuk menyelamatkan kuburan militer Belanda agar dapat disaksikan oleh
generasi mendatang. Dewan pengurus yayasan khususnya mengumpulkan dana
untuk perbaikan dan pemeliharaan semua aktivitas ini sesuai dengan MOU
antara Pemrintah Aceh dengen Belanda. Yayasan Dana Peucut sendiri
berdiri sejak 29 Januari 1976, ketua yayasan pertama bernama Letnan
Jendral F. van der Veen seorang perwira di Korp Marchaussee yang pernah
bertugas di Aceh, karena memang korps itu didirikan di Aceh.
Salah satu catatan penting pada Perang Aceh adalah tewasnya empat
jenderal Belanda, yaitu Mayor Jenderal J.H.R Kohler, Mayor Jenderal
J.L.J.H. Pel, Demmeni dan Jenderal J.J.K. De Moulin.
Tewasnya empat jenderal Belanda merupakan peristiwa satu-satunya yang
pernah dialami Belanda dalam sejarah perjalanan kerajaan tersebut dalam
menyerang wilayah lainnya. Di atas prasasti itu juga tertulis tahun dan
nama tempat dimana ribuan serdadu Belanda itu tewas.
Mayor Jenderal J.H.R Kohler tewas hanya berselang seminggu setelah
kedatangannya, Kohler tewas tertembus peluru seorang pemuda pejuang dan
penembak jitu Aceh pada 14 April 1873 di halaman Mesjid Raya. Kemudian
oleh pasukannya dilarikan ke laut dan dibawa. Sehingga ekspedisi Belanda
pertama itu gagal. Balik ke Jakarta dan dimakamkan di Tanah Abang, di
Jakarta. Atas inisiatif Gubernur Aceh waktu itu Muzakir Walad,K�hler
akhirnya dimakamkan kembali dengan upacara militer pada 19 Mei 1978 di
Kerkoff Peucut dengan makam berbentuk monumen yang sama persis dengan
makamnya di Kebon Jahe Kober: hanya tinggi dan ukurannya lebih kecil.
Dengan posisi berdiri di tengah pintu masuk, bisa dikatakan monumen
Kohler adalah masterpiece yang ada di Kerkhoff Peucut.
Setelah pemugaran makam Kohler, kuburan Duta Besar Aceh yang ada di
Belandapun direnovasi. Sehingga Gubernur Aceh Muzakir Walad datang ke
Belanda di Middelburg. Tengku Syeh Abdul Hamid yang diutus oleh Sultan
Syaidil Kamil pada tahun 1601 sebagai Duta Besar Aceh di Negeri Belanda
meninggal dunia di Belanda karena sakit. Peristiwa ini menjadi bagian
bukti-bukti sejarah dan menjadi bukti indentitas suatu bangsa.
Perang Aceh berlangsung pada 1873-1904, sebuah perang dimana dalam
sejarah Belanda, inilah perang yang paling pahit melebihi pahitnya
pengalaman mereka dalam Perang Napoleon.
Belanda menyerang Kesultanan Aceh pada 8 April 1873 melalui laut sambil
menembakkan meriam dari kapal perang Citadel Van Antwerpen. Saat itu
tentara Belanda jumlahnya mencapai 3.198 orang, termasuk tentara dari
etnis Jawa, Ambon, Batak, dan tentara etnis Indonesia lainnya yang
tergabung dalam Angkatan Bersenjata Hindia-Belanda.
Pada masa pendudukan Hindia Belanda, Masjid Agung Baiturrahman dikuasai
tentara Belanda. Namun, pada periode pertama perang tersebut
(1873-1874), masyarakat Aceh berhasil menahan dan memukul mundur
serangan Belanda. Menyebabkan Johan Harmen Rodolf Kohler yang merupakan
jenderal Belanda yang memimpin Perang Aceh kemudian terbunuh.
Bagian paling meletihkan selama perang tersebut adalah perjuangan
merebut kembali Masjid Agung Baiturrahman. Perang terus berkecamuk
hingga empat periode dari 1873 sampai 1904. Meski secara resmi Perang
aceh telah berakhir, namun perjuangan dengan metode perang gerilya masih
terus terjadi di beberapa wilayah. Dan akhirnya pejuang Aceh membuat
Belanda menyerah dan meninggalkan Tanah Rencong.
Ada yang unik di tengah-tengah kuburan tentara Belanda itu, terdapat
sebuah kuburan yang terpisah dari yang lainnya, yaitu kuburan Meurah
Pupok, satu-satunya putera dan kesayangan Sultan Iskandar Muda. Meurah
Pupok dihukum rajam di depan umum oleh ayahnya sendiri Sultan Iskandar
Muda karena berbuat zina dengan istri seorang perwira muda kerajaan.
Makam Kerkhoff tidak saja bukti nyata kepahlawanan rakyat Aceh melawan
penjajah tetapi juga merupakan bukti nyata keadilan Sultan Iskandar Muda
dalam menjunjung tinggi hukum dimasa pemerintahannya.
Sumber
Rabu, 29 Januari 2014
Filled Under:
Lokasi
Peucut Kerkhof, Bukti Perjuangan Rakyat Aceh Melawan Penjajah
Posted By:
Unknown
on 04.31
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar