Bitai adalah sebuah desa/kelurahan di Kecamatan Jaya Baru, Banda
Aceh. Sebelum terjadi Gempa Bumi dan Tsunami pada samudra Hindia 26
Desember 2004, penduduknya berjumlah 1.580 jiwa. Dari hasil sensus pasca
tsunami diketahui jumlah penduduknya sekarang berjumlah 421 jiwa
(2005).Desa Bitai dewasa ini sudah dibangun kembali dengan bantuan
organisasi Palang Merah Turki yang membantu pembangunan rumah-rumah
penduduk yang hancur diterpa oleh gelombang tsunami 26 Desember 2004
lalu serta bantuan negara Turki yang di fasilitasi juga dari kedutaan
besar Turki di Jakarta dan dibuat rumah sebanyak 350 buah bagi warga
yang selamat dari Gempa Bumi dan Tsunami yang sangat hebat di abad 21
ini dan diresmikan langsung oleh Wakil Perdana Menteri Turki yang datang
ke Bitai Banda Aceh serta disaksikan oleh Gubernur Aceh.
Desa Bitai juga diberikan nama jalan baru yaitu jalan Tengku Di Bitai.
Kita ketahui sebenarnya Bitai adalah nama sebuah perkampungan yang
ditempati para ulama Islam dari Pasai, Pidie dan Ulama itu berasal dari
Negara Baitul Muqdis/Baital Maqdis (Palestina) dan saat kejayaan
peradapan Islam, Palestina masuk dalam wilayah kekaisaran kalifah Turki
Usmani atau yang lebih terkenal dengan kekaisaran Rum dahulunya.
Sejarah Gampoeng Bitai
Kerajaan Rum berhasil takluk, Kekaisaran Romawi Timur atau Kekaisaran
Bizantium (Bizantin, Byzantin, Byzantine) adalah istilah yang digunakan
untuk mendeskripsikan Kekaisaran Romawi pada masa Zaman Pertengahan,
berlokasi di sekitar ibukotanya di Konstantinopel atau kekaisaran
kristen yang berhasil di taklukan oleh kekaisaran Islam Kalifah Turki
Usmani. Nama Kota Konstantinopel akhirnya diganti menjadi Istambul pasca
kemenangan pasukan Islam atas pasukan Kristen di benua Eropa.
Semula para ulama Turki bertujuan untuk mengajarkan agama Islam di Aceh
dan pasantren, Perkembangan Islam di Bitai selanjutnya sangat maju
karena banyak orang luar Aceh yang belajar untuk memperdalam agama
Islam. Bagi yang belajar di Aceh mengembangkan lagi di negaranya
masing-masing. Maka semakin majulah perkembangan Islam masa itu.
Raja-raja yang menganut agama Budha di Aceh akhirnya masuk Islam karena
tidak diperbolehkan kepala Negara Budha pada saat itu.
Disamping mengembangkan agama Islam, para kepala Negara itu juga
mengadakan kerja sama pada bidang ekonomi dan perdagangan serta menjalin
hubungan yang baik pada masalah ketahanan Negara. Turki Membantu Aceh
memberikan perlengkapan perang. Pada masa pemerintahan Sri Sultan
Salahuddin yaitu Sultan Aceh kedua yang mangkat pada tahun 1548 M,
Beliau hanya memerintah 28 tahun tiga bulan. Masa pemerintahannya
mempunyai agenda meningkatkan pendidikan dan hubungan kerja sama dengan
Negara-negara lain seperti Turki, tanah melayu, Pakistan dan Arab Saudi.
Raja dan keluarganya dari Turki dan masyarakat yang berada di negeri
Kedah/melayu kini Malaysia umumnya beragama Islam dan akhirnya orang
Turki tersebut pindah dan menikah dengan orang Aceh yang tinggal di
Bitai.
Pada saat wafatnya Raja/Sultan Salahuddin, orang Turki yang merupakan
sahabatnya, memberikan wasiat bahwa pada saat meninggal dunia mereka
minta dimakamkan saling berdekatan yaitu di Komplek Situs Makan Tuanku
Di Bitai, Banda Aceh. Jumlah makam kuno di sekeliling makam Sultan
Salahuddin secara keseluruhan lebih kurang 25 makam makam dari batu
cadas berjumlah 7 makam serta makam dari batu sungai berjumlah 18 makam.
Secara keseluruhan batu nisannya berbentuk segi delapan dan hiasannya
bertuliskan kaligrafi dengan bahasa arab. Segi delapan mewujudkan
delapan sahabat dari Aceh, Turki dan Saudi Arabia. Pada bagian bawah
nisan terdapat pola luas tumpal, puncak nisan cembung diatasnya terdapat
lingkaran sisi delapan.
Orang Turki tersebut yang pertama kali datang di Bitai, Banda Aceh itu
bernama Muthalib Ghazi bin Mustafa Ghazi atau lebih terkenal dengan nama
Tengku Syieh Tuan Di Bitai. Nama Bitai diambil untuk mengenang asal
orang Turki tersebut dari Palestina atau Bayt Al-Maqdis nama lain dari
Yerussalem tempat Masjid Al-Aqsa berada yang kini di duduki oleh zionis
Israel.
Keturunan Tengku Di Bitai juga di makamkan di sekeliling makam Sultan
Salahuddin dalam situs tanah wakaf dan terdapat mesjid kuno yang terbuat
dari kayu dan sebagian di semen dindingnya. Pasca Tsunami masjid kuno
tersebut mengalami kerusakan parah dan di bangun suatu masjid baru
dengan motif ornamen Timur Tengah bergaya negara Turki dan ada juga
sebuah museum tentang sejarah kedatangan Turki di Bitai Banda Aceh.
Komplek Makam Tengku Di Bitai dan Sultan Salahuddin ini sendiri terletak
di tengah perkampungan desa Bitai dengan luas area 500 meter persegi.
Desa Bitai berbarengan dengan emperoom yang sekarang dijadikan satu
kawasan perkampungan Turki. Emperoom berasal dari kata emparium atau
kerajaan/kekaisaran dahulunya, yang terkenal dengan emparium Romawi.
Anak laki-laki pertama dari keturunan Tengku Di Bitai ada 9 orang yang
dimakamkan dalam makam khusus berbentuk kotak persegi empat, hanya satu
yang dimakamkan di luar desa Bitai yakni di Lampoh Daya yang bernama
Faqih Sri Raja Faqih bin Abdullah Tamim Ghazi, tetapi masih berbatasan
langsung dengan desa Bitai hanya satu kilometer dari desa Bitai.
Berikut silsilah keturunan Turki:
1. Syakir Jundi Istambul Turkiya
2. Muhammad Jamil Ghazi bin Syakir Jundi Istambul Turkiya
3. Abdul Aziz Ghazi bin Muhammad Jamil
4. Saidam Ghazi bin Abdul Aziz Ghazi
5. Sirikhu Ghazi bin Saidam Ghazi
6. Muhammad Shaleh Ghazi bin Sirikhu Ghazi
7. Ilyas Ghazi bin Muhammad Shaleh Ghazi
8. Ishak Ghazi bin Ilyas Ghazi
9. Ahmad Ghazi bin Ishak Ghazi
10. Rustam Ghazi bin Ahmad Ghazi
11. Basyah Ghazi bin Rustam Ghazi
12. Rauf Ghazi bin Basyah Ghazi
13. Mustafa Ghazi bin Rauf Ghazi
14. Muthalib Ghazi bin Mustafa Ghazi ( yang pertama datang ke Aceh /
Bitai dan kemudian dikenal dengan nama Tengku Syieh Tuan Di Bitai)
15. Jalal Basyar Ghazi bin Muthablib Ghazi
16. Ismail Ghazi bin Jalal Basyar Ghazi
17. Harun Ghazi bin Ismail Ghazi
18. Abdul Jalal bin Harun Ghazi
19. Abdullah Tamim Ghazi bin Abdul Jalal Ghazi
20. Faqih Sri Raja Faqih bin Abdullah Tamim Ghazi
21. Syeik Abdurrahman bin Faqih Sri Raja Faqih
22. Syeik Ismail bin Syeik Abdurrahman
23. Tengku H. Abdul Aziz bin Syeik Ismail
24. Tengku H. Muhammad Juned bin Tengku H. Abdul Aziz
25. Tengku H. Razali bin Tengku H. Muhammad Juned.
Anak atau keturunan terakhir dari Tengku Di Bitai adalah Tengku H.
Razali bin Tengku H. Muhammad Juned lebih dahulu wafad tahun1987
dibanding bapaknya Tengku H. Muhammad Juned bin Tengku H. Abdul Aziz
yang wafad tahun 1990, beliau tidak dimakamkan di kotak persegi empat
tersebut tetapi di depan mihrab masjid.
Desa Bitai ini juga terkenal karena dahulu Sultan Iskandar Muda pernah
menjadi murid Tengku Di Bitai dan bantuan-bantuan ahli-ahli persenjataan
dari Turki untuk membantu kerajaan Aceh melawan portugis.
Saat Belanda menginjak kakinya di bumi Aceh dan membakar masjid raya
Baiturrahman Banda Aceh, sniper Aceh berhasil menembak dada kiri
Jenderal Johan Harmen Rudolf (JHF) Kohler hingga tewas pada tanggal 14
April 1873. Dalam catatan sejarah perang Aceh 1873-1904 serta perlawanan
1904-1942 ada 4 orang Jenderal Belanda tewas di tembak oleh sniper Aceh
hasil didikan ahli-ahli persenjataan dari Turki.
Sumber
Rabu, 29 Januari 2014
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar