PULUHAN batu nisan kuno itu terletak tak beraturan di lahan dengan
luas sekitar dua puluh meter kali enam meter. Potongan rerumputan hijau
dan kekuning-kuningan terlihat berserakan. Dikelilingi pagar dari besi
putih setinggi satu meter. Sementara plang nama begitu mencolok
bertuliskan: Makam Putroe Ijoe.
Makam Putroe Ijoe terletak di Gampong Pande, Kecamatan Kutaraja Kota
Banda Aceh. Selain makam Putroe Ijoe,di sekitar komplek makam juga
terdapat makam Tuanku Dikandang.Konon, pada masa Sultan Iskandar Muda,
daerah ini merupakan komplek keluarga kerajaan.Sayang, hingga kini
berbagai cerita tentang Putroe Ijoe terus berkembang di masyarakat,
namun belum ada fakta sejarah yang menceritakan secara detail.
Setidaknya, itulah pendapat Nurdin, seorang pakar sejarah yang juga
Kepala Museum Aceh kepada MODUS ACEH saat ditemui di ruang kerjanya,
Kamis pekan lalu.
Dari penulusuran Nurdin, memang ada hikayat yang menceritakan Putroe
Ijoe. Syahdan, merupakan anak dari Raja Deli yang kecantikannya tersohor
sampaike Melaka, Malaysia serta Pulau Jawa. Putroe Ijoe mempunyai dua
kakak laki-laki, yang konon satunya menjelma menjadi naga. Sementara
satu lagi menjadi meriam. Saat itu, kerajaan Aceh dipimpinan Sultan
Iskandar Muda.
Nah, mendengar kabar itu raja Aceh mengirimkan utusan untuk meminang
Putroe Ijoe sebagai istrinya. Namun Raja Deli menolak permintaan
tersebut. Penolakan itu justru menjadi "penghinaan" bagi Raja Aceh yang
kemudian bertindak dengan cara memerangi kerajaan Deli.
Pada invansi pertama, prajurit kerajaan Aceh mampu dipukul mundur.
Setelah itu prajurit Aceh memakai siasat dengan menembakkan meriam
berisi uang emas ke dalam pekarangan Istana Deli. Melihat koin emas
bertebaran, prajurit Deli sibuk mengumpulkannya. Dan, saat itulah
prajurit Aceh merangsek ke istana dan membawa lari sang putri.
"Sebelum
lari, kakak dari putri berwasiat bila ia ditawan minta dimasukkan ke
dalam peti kaca. Sesampai di Kuala Aceh suruh mereka lemparkan jagung
sangrai dan telur ke laut. Maka aku akan muncul," tutur Nurdin berkisah.
Raja Aceh mengikuti permintaan putri. Begitu sampai di Kuala, mereka
menyambut dengan taburan jagung sangrai. Tiba-tiba dari dalam laut
muncullah seekor naga dan mengambil peti kaca berisi putri.
"Sebagian
masyarakat saat ini menyebutkan Putroe (Putri) Ijoe menjadi penghuni di
Aneuk Laot Sabang," tambahnya.
Secara logika, bila benar Putroe Ijoe dibawa oleh naga ke dasar laut,
lantas Putroe Ijoe yang makamnya di Kampung Pande itu siapa?
"Tidak ada
sejarawan yang menulis tentang itu," jawab Nurdin.
Menurutnya, sejarah Putroe Ijoe baru bisa disimpulkan dengan tiga
syarat.Pertama, ada teks tertulis yang berbicara tentang faktadan
lisan.Kedua,inkripsi pada batu nisan dan ketiga ada benda yang dulunya
pernah dimiliki Putroe Ijoe.
"Pada kasus ini belum lengkap, mungkin
secara lisan sudah. Tetapi inkripsi dan temuan benda belum ada," ungkap
Nurdin.
Pengakuan serupa juga disampaikan Dahlia, Plt Kepala Balai Pelestarian
Peninggalan Purbakala(BP3) saat ditemui Rabu pekan lalu di Lhoknga, Aceh
Besar.
"Banyak sekali julukan Putroe Ijoe di Aceh. Jadi, siapa
sebenarnya mereka kita tidak tahu," kata perempuan asal Montasik ini.
Masih kata Dahlia. "Setahu saya sejarah Putroe Ijoe terdapat di Pidie,
Takengon, Mata Ie dan Kampung Pande. Namun dari keempat objek tersebut
tak satupun yang bisa dijelaskan dengan runut asal muasalnya," sebut
Dahlia. Itu disebabkan, salah satu kebiasaan orang Aceh menyebut
seseorang dengan warna kulit. "Soalnya orang Aceh itu sering memanggil
orang sesuai warna kulit. Kalau ada orang terlalu putih, maka dipanggil
Si Putih. Mungkin putri ini sangat putih hingga tampak urat kehijauan
pada tubuhnya. Maka disebut Putroe Ijoe," tambah Nurdin.
Menurut Nurdin warna dominan yang dikenal masyarakat Aceh tempo dulu
adalah, merah, hijau, hitam putih. "Langit biru kadang disebut Langet
Ijoe (langit hijau" -red).Laut biru kadang disebut Laot Ijoe (laut hijau -red)," jelas Nurdin.
BP3 bekerja sama dengan Meusum Aceh sudah pernah melakukan studi hingga
ke Jakarta dan Sumatra Utara. Hasilnya, tidak ditemukan bukti otentik
keberadaan Putroe Ijoe di Kampung Pande. Begitupun, pihaknya tetap
memelihara makam tersebut layaknya situs sejarah yang lain.
Hingga kini terdapat sekitar 600 cagar budaya di bawah pengawasan BP3.
Seperti daerah lain di Indonesia, Aceh terdapat banyak situs makam-makam
raja-raja. Makam Putroe Ijoe masih kerap dikunjungi wisatawan baik dari
luar maupun dalam negeri.
"Di Aceh sangat sedikit sejarawan yang bisa
kami rekrut.Kadang terpaksa kita terima lulusan dari Univeritas
Indonesia (UI), Univeritas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta," terang Dahlia.
Faktanya memang demikian. Saat media ini berkunjung ke lokasi makam tadi
misalnya, tak ada petugas resmi dari BP3 yang bertindak sebagai juru
penerang mengenai sejarah situs tersebut. Papan informasi juga tidak
ada.
Padahal program kami tahun ini membuat papan informasi, tapi dana
sudah ditahan di Jakarta," keluh Dahlia.
Menurutnya, "dana Rp20 juta untuk program tersebut diblokir oleh
Kementerian Departemen Kebudayaan dan Pariwisata. Alasannya, karena BP3
yang baru dibentuk tak ada anggaran maka disubsidi oleh BP3 yang lama.
Sementara Pemerintah Kota Banda Aceh punya dana ratusan juta belum
tergerak hatinya untuk merawat makam-makam tersebut," imbuhnya. Dahlia
mengeluh anggaran untuk BP3 sangat kecil.Padahal wilayah kerja mereka
dari Aceh hingga Sumatera Utara. "Kalau Pemkot Banda Aceh mau bekerja
sama, kami siap menyediakan tenaga," ujarnya.
Saat musibah tsunami melanda Aceh, 26 Desember 2004 silam, makam Putroe
Ijoe rusak parah, batu nisan tercerabut. Kemudian Badan Rehabilitasi
Rekontruksi (BRR) NAD_Nias, merehab makam tersebut tanpa koordinasi
dengan BP3. "Batu nisan mereka atur tidak lagi pada tempat semula,"
ungkap Dahlia.
Menurut Dahlia, khususnya Putroe Ijoe kondisi sekarang tidak lagi asli.
Peletakan batu nisan tidak pada posisi sebenarnya. Kondisi itu dibiarkan
karena belum ada data, foto sebelum tsunami di mana letak batu nisan
tersebut. "Saat ini sedang mencari foto-foto kondisi makam sebelum
tsunami. Agar nisan itu bisa kami letakkan di posisi awal," jelasnya.
Dia meminta warga yang punya gambar makam sebelum tsunami untuk
memberitahu pihaknya.
Begitupun, Dahlia mengatakan jika penelusuran sejarah Putroe Ijoe takjuga berhenti.
"Kalau ada sejarawan yang mau berbagi ilmu kami sangatsenang," harap
Dahlia. Adakah yang tahu tentang sejarah siapa Putroe Ijoe di Kampung
Pande? Berbagilah.
Sumber
Rabu, 29 Januari 2014
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar