Jumat, 31 Januari 2014

Filled Under:

Prasasti Kerajaan Dharmasraya 2

Prasasti Suruaso

Prasasti Suruaso merupakan salah satu dari prasasti yang ditinggalkan oleh Adityawarman. Prasasti ini juga dinamakan dengan Prasasti Batu Bapahek. Prasasti ini dinamakan Prasasti Suruaso karena pada manuskripnya tersebut kata Sri Surawasa yang merupakan asal kata dari nama nagari Suruaso di (wilayah Kabupaten Tanah Datar sekarang).
Kira-kira 1 km dari Suruaso terdapat sebuah pengairan menembus bukit yang dipahat, jaraknya hanya sekitar 2 meter dari tepi Batang Selo, dan pada bahagian kiri dan kanan saluran irigasi ini terdapat prasasti, dan salah satunya adalah prasasti ini. Prasasti ini menggunakan aksara Melayu dan sebuah lagi menggunakan aksara Nagari (Tamil).
Pembangunan saluran irigasi ini dapat menunjukan kepedulian Adityawarman untuk peningkatan taraf perekonomian masyarakatnya dengan tidak bergantung dengan hasil hutan dan tambang saja.

Penafsiran teks prasasti

Prasasti Suruaso yang beraksara Melayu menyebutkan Adityawarman menyelesaikan pembangunan selokan untuk mengairi taman Nandana Sri Surawasa yang senantiasa kaya akan padi[1], yang sebelumnya dibuat oleh pamannya yaitu Akarendrawarman yang menjadi raja sebelumnya.
Dr. Uli Kozok berpendapat bahwa hal tersebut memastikan bahwa adat Minangkabau, yaitu pewarisan dari mamak (paman) kepada kamanakan (keponakan), sesungguhnya telah terjadi pada masa tersebut.[2]

Referensi

  1. ^ Casparis, J. G. de., (1992), Kerajaan Malayu dan Adityawarman, Seminar Sejarah Malayu Kuno, Jambi, 7-8 Desember 1992. Jambi: Pemerintah Daerah Tingkat I Jambi bekerjasama dengan Kantor Wilayah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Jambi, hlm. 235-256.
  2. ^ Kozok, Uli, (2006), Kitab Undang-Undang Tanjung Tanah: Naskah Melayu yang Tertua, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, ISBN 979-461-603-6.
Sumber

Prasasti Padang Roco

Arca Amoghapasa diatas alasnya yang disebut dengan prasasti Padang Roco.

Prasasti Padang Roco adalah sebuah prasasti yang ditemukan pada tahun 1911 di hulu sungai Batanghari, kompleks percandian Padangroco, nagari Siguntur, kecamatan Sitiung, kabupaten Dharmasraya, Sumatera Barat. Prasasti ini merupakan sebuah lapik (alas) arca Amoghapāśa yang pada empat sisinya terdapat manuskrip (NBG 1911: 129, 20e). Prasasti ini dipahatkan 4 baris tulisan dengan aksara Jawa Kuna, dan memakai dua bahasa (Melayu Kuna dan Sanskerta) (Krom 1912, 1916; Moens 1924; dan Pitono 1966). Prasasti ini kini disimpan di Museum Nasional Indonesia di Jakarta dengan nomor inventaris D.198-6468 (bagian alas atau prasasti) dan D.198-6469 (bagian arca).

Asal usul

Prasasti ini berangka tahun 1208 Saka atau 1286 Masehi, dituliskan pada arca Amoghapāśa hadiah dari śrī mahārājādhirāja keṛtanagara wikrama dharmmottunggadewa raja dari kerajaan Singhasari di Jawa untuk rakyat dan Raja Kerajaan Melayu Dharmasraya di Sumatera. Prasasti ini menceritakan bahwa pada tahun 1208 Saka, atas perintah raja Kertanegara dari Singhasari, sebuah arca Amoghapasalokeswara dipindahkan dari Bhumijawa ke Swarnabhumi untuk ditegakkan di Dharmasraya. Dengan hadiah ini diharapkan agar rakyat Swarnabhumi bergirang hati dan bersuka cita, terutama rajanya śrī mahārāja śrīmat tribhuwanarāja mauliwarmmadewa

Isi prasasti

Isi dari prasasti tersebut adalah sebagaimana yang diterjemahkan oleh Prof. Slamet Muljana[1]:
  1. Bahagia ! Pada tahun Śaka 1208[2], bulan Bādrawāda, hari pertama bulan naik, hari Māwulu wāge, hari Kamis, Wuku Madaṇkungan, letak raja bintang di baratdaya ...
  2. .... tatkalai itulah arca paduka Amoghapāśa lokeśwara dengan empat belas pengikut serta tujuh ratna permata dibawa dari bhūmi jāwa ke swarnnabhūmi, supaya ditegakkan di dharmmāśraya,
  3. sebagai hadiah śrī wiśwarūpa kumāra. Untuk tujuan tersebut pāduka śrī mahārājādhirāja kṛtanagara wikrama dharmmottunggadewa memerintahkan rakryān mahā-mantri dyah adwayabrahma, rakryān śirīkan dyah sugatabrahma dan
  4. samagat payānan hań dīpankaradāsa, rakryān damun pu wīra untuk menghantarkan pāduka Amoghapāśa. Semoga hadiah itu membuat gembira segenap rakyat di bhūmi mālayu, termasuk brāhmaṇa, ksatrya, waiśa, sūdra dan terutama pusat segenap para āryya, śrī mahārāja śrīmat tribhuwanarāja mauliwarmmadewa.

Referensi

  1. ^ Muljana, Slamet, 1981, Kuntala, Sriwijaya Dan Suwarnabhumi, Jakarta: Yayasan Idayu, hlm. 223.
  2. ^ berarti 1286 Masehi
 Sumber

Prasasti Amoghapasa



Tulisan pada bagian belakang Arca Amoghapasa, sedangkan bagian alasnya disebut dengan prasasti Padang Roco.

Prasasti Amoghapasa adalah prasasti yang tertulis pada bagian belakang stela (sandaran) patung batu yang disebut pāduka Amoghapāśa sebagaimana disebutkan dalam prasasti Padang Roco. Pada tahun 1347, Adityawarman menambah pahatan aksara pada bagian belakang patung tersebut untuk menyatakan bahwa patung ini melambangkan dirinya. Prasasti ini kini disimpan di Museum Nasional Indonesia di Jakarta dengan nomor inventaris D.198-6469 (bagian arca).

Asal-usul

Patung ini merupakan hadiah dari Kertanagara raja Singhasari kepada Tribhuwanaraja raja Melayu di Dharmasraya pada tahun 1208 Saka atau 1286 Masehi. Pada bagian lapik (alas) arca ini terdapat manuskrip yang disebut prasasti Padang Roco yang menyebutkan penghadiahan arca ini.
Terdapat manuskrip yang dipahat kembali pada bagian belakang patung ini, yang dituliskan dalam bahasa Sanskerta. Tata bahasa dari pahatan manuskrip ini tidak terstruktur, sehingga menyulitkan dalam menerjemahkannya secara benar. Sebagian besar isinya merupakan puji-pujian kepada Adityawarman[1].

Penafsiran teks prasasti

Dari beberapa teks yang sudah jelas, dapat membantu untuk memperkirakan maksud dari manuskrip ini. Fokus utama adalah tentang pengukuhan atau pratista, dari patung Amoghapasa oleh Ācārya (Pendeta Guru) Dharmaśekara atas perintah Adityawarman atau nama lainnya Ādityawarmodaya. Disebutkan pula, Adityawarman menyatakan dirinya menjadi Maharajadiraja dengan gelar Srīmat Srī Udayādityawarma Pratāpaparākrama Rājendra Maulimāli Warmadewa dengan memulihkan keadaan sebelumnya (Kerajaan Melayu) dan kemudian menamakannya Malayapura pada tahun 1347 Masehi.

Transliterasi teks prasasti

  • Salam sejahtera.
  • Dia, yang memelihara keyakinan dengan benar, Dia, yang memiliki jiwa yang besar, Dia, yang berbudi luhur yang selalu dicintai, Dia, yang mengetahui isi kitab suci, Dia, yang paling unggul, yang sangat taat dan melatih diri, dan Dia yang berkarakter mulia, Dia, yang semua ini karena sandoha Anda dan harapan Anda, Dia yang mengetahui dan mengalahkan musuhnya, Dia yang membenci (kegelapan) perpecahan, Dia yang paling hebat, Dia adalah Ādityavarmodaya.
  • Dia yang diberkahi dengan semua kebajikan, Dia yang sangat berpengalaman dalam perdagangan senjata, dan fasih dalam segala ilmu, Dia bagaikan lautan kebajikan seperti yang diharapkan oleh umat Buddha, Dia yang tahu bagaimana menangani hal-hal dengan bijaksana, Dia yang mengisi tubuh dan nafsunya dengan kemurnian, Dia yang [...][Catatan 1] mencapai apa-apa, Dia yang telah memperoleh kekayaan dan emas, Dia Deva (Kṣatriya) Tuhan, para Patih.
  • Pratista kehormatan Buddha telah dilakukan oleh Acarya (Pendeta guru) Dharmaśekhara, atas nama Gagaṇagañja, Dia yang rendah hati seperti Mañjuśrī, telah ditahbiskan untuk keselamatan (persatuan) dan kebahagiaan dari semua makhluk oleh Devair Amoghapāśa, Dia Raja yang Mulia Ādityawarmman.
  • saat Matahari pada orbitnya pada tahun 1269 Saka[Catatan 2], [...][Catatan 1] saat bulan purnama pada waktu posisi bintang di utara; yoga di Siddhi, dan setengah jam Kāruṇya; muhūrta svarāt; memulihkan keadaan sebelumnya[Catatan 3]; [...][Catatan 1].
  • Salam (untuk anda), dari dukungan seluruh dunia, yang menguasai emas, yang mengetahui segala tingkatan hidup dan sosial.
  • Dia yang memiliki pengetahuan mendalam tentang Mahayana yang tiada terbatas, Dia yang telah menaklukan bahaya dan mengumpulkan seluruh permata dari jari-jari musuhnya, Dia di antara para penguasa di dunia ini, Dia yang telah mencapai keagungan.
  • Maharājādhirāja Śrīmat Śrī-Udayādityavarmma Pratāpaparākrama Rājendra Maulimāli Varrmmadeva, Dia yang berkuasa untuk diketahui semua.
  • di negeri yang memiliki emas, indah dengan kicauan burung dan gajah serta aroma hutan menyenangkan yang dihiasi oleh peri surga dengan kolam yang dikunjungi oleh Mātaṅginiśa dan Asura'.
  • Tuan dari semua Dewa, sandoha yang sangat berlimpah hāhā [...][Catatan 1].
  • hāhāhūhū, yang dinikmati [...][Catatan 1], indah bagaikan bulan purnama saat posisi rasi bintang yang baik, yang dihiasi oleh kebaikan hatinya, dan di bawah nama Udayawarmmagupta, pemimpin dari semua penguasa dunia, yang telah melepas dari bentuk Jina datang ke bumi untuk membantu dunia menghapus perasaan hampa di Mātaṅgini (ratu).
  • Semoga [...][Catatan 1] dari Mātaṅgini yang melindungi bumi ini dari pembusukan, menikmati harta yang telah dikumpulkan karena prestasinya sebagai prajurit, dengan kekuatan kemurahan (pengampunan), Dia yang bersabar, Dia yang menahan diri, Dia yang rendah hati dari keturunan yang sangat baik, Dia, Patih [...][Catatan 1] yang telah menunjukkan keunggulannya dalam menghukum orang jahat.
  • Patung yang berdiri ditempat pemujaan Buddha (Jina) ini adalah Tuan yang Mulia Amoghapasa sebagai sinar Udaya (Matahari terbit) yang indah.
  • Dengan tangan (kekuasaan) [...][Catatan 1] yang setuju dengan kebenaran, mereka yang telah mencapai ketenaran dengan menaklukkan musuh-musuh kerajaan, yang memiliki penampilan bagaikan seperti anak panah Tuhan, demi kemenangan tertinggi untuk Malayapura, yang berpengalaman dalam segala hal, yang unggul dan diberkahi dengan banyak kebajikan, Dia adalah deva-tuhan, para (patih) raja muda.
  • Udaya yang bersinar di atas gunung (Matahari terbit)[Catatan 4], berbakti kepada Udaya [...][Catatan 1] Udaya yang rendah hati, yang ditakuti musuh, yang mulia di bumi ini.

Catatan

  1. ^ a b c d e f g h i beberapa kata yang belum dapat dipahami.
  2. ^ pataṅga = 12, caraṇa = 6, nanda = 9.
  3. ^ jīrṇam uddhṛtam = memulihkan keadaan sebelumnya.
  4. ^ tarūpati tidak sama dengan rupati, jadi kemungkinan adalah matahari.

Referensi

  1. ^ Kern, J.H.C., (1907), De wij-inscriptie op het Amoghapāça-beeld van Padang Candi(Batang Hari-districten); 1269 Çaka, Tijdschrift voor Indische Taal-, Land-, en Volkenkunde.


Sumber

3 komentar:

Copyright @ 2013 PEJUANG ISLAM.