I. Pendahuluan
Di
Kabupatan Aceh Besar, tepatnya di dalam Benteng Kuta Lubuk, Desa Lamreh,
Kecamatan Mesjid Raya terdapat beberapa buah nisan yang memiliki bentuk
unik. Batu nisan tersebut secara umum berbentuk batu tegak atau tugu
persegi empat yang semakin ke atas semakin meruncing, membentuk
piramida. Berdasarkan informasi penduduk, batu nisan tersebut dinamakan
nisan Plakpling (Montana,1996/1997:86). Sebutan Plakpling,
berdasarkan suatu nama tempat di Aceh, dimana banyak terdapat,
tipe-tipe nisan sejenis. Batu-batu nisan tersebut kemungkinan merupakan
bentuk peralihan dari masa pra-Islam ke Islam. Penulis mendapatkan
data-data sejenis saat melakukan pengamatan di Kabupaten Aceh Besar
bersama Tim Penelitian yang diketuai M. Cholid Sodrie. Seperti halnya
penulis lainnya, Cholid Sodrie sependapat bahwa nisan-nisan tersebut
digunakan pada makam orang-orang ternama atau ulama Aceh yang berasal
dari abad ke-16 atau lebih awal dari itu.
Hasil
pembacaan yang dilakukan oleh Suwedi Montana terhadap beberapa nisan
yang terdapat di dalam Benteng Kuta Lubuk menunjukkan angka tertua
adalah 680 H (1211 M) (Montana,1997:86). Pertanggalan tersebut
menunjukkan umur yang lebih tua dibandingkan dengan nisan Sultan Malik
as-Shaleh di Samudera Pasai -berangka tahun 696 H (1297 M)- yang dikenal
sebagai daerah asal mula penyebaran Islam.
Nisan-nisan
tipe ini banyak tersebar di hampir semua tempat di Aceh. Bentuk nisan
ini cukup unik karena cenderung lebih menyerupai lingga ataupun menhir.
Bentuk-bentuk penyesuaian dari masa pra-Islam ke Islam. Nisan-nisan
tersebut merupakan kelanjutan atau bersumber pada tradisi sebelumnya,
prasejarah dan klasik. Nisan tersebut dilengkapi dengan pola hias,
berupa pahatan flora, geometris atau kaligrafi. Nisan-nisan tersebut
meniru/menyerupai bentuk menhir atau lingga yang sangat umum dipakai
pada masa prasejarah dan masa klasik/Hindu-Buddha.
II. Nisan-nisan plakpling di Kabupaten Aceh Utara dan Aceh Besar
II.1. Nisan di Kompleks Makam Ratu Nahrisyah
Kompleks
makam ini berada di Gampong Kuta Krueng, Kecamatan Samudera, Kabupaten
Aceh Utara. Bagian bawah nisan berukuran, lebar 14 cm, dengan ketinggian
mencapai 80 cm.
Dasar: tertanam dalam tanah.
Badan bagian bawah: persegiempat, di tiap sisi terdapat panil-panil berisi kaligrafi.
Badan bagian atas: terdapat
hiasan dengan sulur-suluran sederhana dengan motif bungong awan si tangke (unsur tunggal hiasan awan). Di bagian tengah terdapat panil yang dibiarkan dalam keadaan kosong. Terpisah dari bagian kepala terdapat panil horisontal berisi ukiran bungong aneu abie (berudu).
hiasan dengan sulur-suluran sederhana dengan motif bungong awan si tangke (unsur tunggal hiasan awan). Di bagian tengah terdapat panil yang dibiarkan dalam keadaan kosong. Terpisah dari bagian kepala terdapat panil horisontal berisi ukiran bungong aneu abie (berudu).
Kepala: menyerupai
bentuk
bawang/ojief persegi empat.
bentuk
bawang/ojief persegi empat.
Atap: persegi empat, bersusun tiga, semakin ke atas semakin mengecil.
II.2. Nisan di Lamreh, Kecamatan Mesjid Raya, Kabupaten Aceh Besar
Nisan 1
Terletak di dalam Benteng Kuta Lubuk. Nisan berukuran tinggi sekitar 80 cm.Badan bagian bawah: berbentuk persegi empat berukuran 20 cm. Tiap sisi terdapat panil yang berisi hiasan berupa kaligrafi maupun motif sulur-suluran.
Badan bagian atas: semakin ke atas nisan semakin mengecil (piramid). Pada setiap sisi terdapat ukiran dengan motif sulur-suluran bungong awan ( awan, sulur atau hiasan) di keempat sisi dengan gaya cukup meriah.
Atap: meruncing tanpa hiasan/polos.
Nisan 2
Badan bagian bawah: persegiempat dengan sisi-sisinya tidak tajam. Tidak terdapat hiasan.
Badan bagian atas: dibatasi oleh pelipit, berbentuk persegiempat polos.
Kepala: dibatasi oleh pelipit, semakin ke atas semakin mengecil, polos.
Atap: persegiempat semakin ke atas semakin mengecil.Dasar: polos, berukuran lebih besar dibandingkan dengan bagian di atasnya. Dipahat kasar, berkaitan peletakannya, di dasar tanah/tertanam. Bahan baku yang digunakan berkualitas kurang baik, mengakibatkan pembentukannya menjadi kurang sempurna dan gampang pecah.
Badan bagian bawah: polos dengan pahatan lebih rapi dibandingkan bagian bawahnya/dasar.
Badan bagian atas: terdapat panil berisi
ukiran dengan motif bungong awan, demikian juga dengan sisi yang lain.
Atap/kepala: berbentuk oval, horisontal.ukiran dengan motif bungong awan, demikian juga dengan sisi yang lain.
Nisan 4
Yang tampak adalah bagian badan atas dan atap/kepala, adapun bagian lain tertanam dalam tanah. Nisan terbuat dari batuan yang rapuh sehingga sebagian hiasannya aus.
Badan bagian atas: hiasan
terdapat pada keempat sisinya. Di tiap sisi terdapat panil yang
membatasi masing-masing hiasan. Pola hias yang digunakan adalah
sulur-suluran sederhana pada keempat sisinya.
Kepala: berbentuk bawang, polos.
Atap/puncak: sebagiantelah pecah, semakin ke atas semakin mengecil.
Nisan 5
Kondisinya
relatif utuh, terbuat dari jenis batuan andesit, dihias dengan motif
sederhana namun cukup menarik. Tinggi keseluruhan nisan diperkirakan
sekitar 85 cm.Dasar: merupakan bagian yang tertanam di dalam tanah, dibentuk namun kasar.
Badan bagian bawah:
bentuk yang membatasinya dari bagian dasar. Badan bagian bawah
merupakan kubus dengan ukuran lebar sekitar 20 cm. Pada tiap-tiap sisi
terdapat panil, dimana panil tersebut dibagi menjadi tiga. Pada
masing-masing panil, pada keempat sisinya terdapat kaligrafi.
Badan bagian atas: dihiasi dengan empat susun ukiran dengan motif bungong awan si tangke dan bungong glimo (bunga
buah delima). Ukiran dengan motif tersebut di atas juga terdapat pada
sisi-sisi lainnya. Di bagian sudut ukiran dibuat menembus pada sisi
lainnya sehingga pada bagian sudut hiasan tampak menyatu. Makin ke atas
nisan makin mengecil.
Kepala: berbentuk bawang dengan sisi persegiempat.
Atap: berbentuk piramid semakin ke atas semakin mengecil.Nisan 6
Fragmentaris, yang tersisa hanya badan bagian atas dan atap/kepala.
Badan bagian atas: di tiap-tiap sudut terdapat panil. Di dalamnya terdapat hiasan berupa bungong awan dan keupula/seuleupo (tanjung/corak bunga yang lain).
Ukiran tersebut merambat sampai ke bagian atas. Di bagian atas nisan semakin mengecil.
Atap/puncak: persegiempat dan semakin ke atas makin mengecil.Ukiran tersebut merambat sampai ke bagian atas. Di bagian atas nisan semakin mengecil.
Nisan 7
Berbahan dasar batuan andesit.
Dasar: dipahat tidak rapi, mengingat keletakannya berada di dalam tanah. Sebagai pembatas dari bagian bawah terdapat pelipit.
Badan bagian bawah:
dibatasi oleh pelipit dari bagian dasarnya. Ketebalan tiap-tiap sisi 20
cm. Terdapat panil di tiap-tiap sisi. Dua sisi yang bertolak belakang
panil dihiasi dengan ukiran bermotif bungong keupula (tanjung/lotus)
atau bunga teratai yang sedang mekar, dua sisi lainnya dihiasi dengan motif bungong keupula yang sedang kuncup .
atau bunga teratai yang sedang mekar, dua sisi lainnya dihiasi dengan motif bungong keupula yang sedang kuncup .
Badan bagian atas: terdapat hiasan
dengan
motif hias berupa bungong awan sambung-menyambung sebanyak tiga susun.
Atap: dibatasi pelipit berbentuk bawang. dengan
motif hias berupa bungong awan sambung-menyambung sebanyak tiga susun.
Nisan 8
Berbahan batuan kapur, berwarna putih kekuningan.
Dasar: dikerjakan tidak rapi mengingat posisinya tertanam dalam tanah. Membatasi dengan bagian badan terdapat dua lapis pelipit.
Badan bagian bawah: terdapat panil pada keempat sisinya yang masing-masing berisi kaligrafi. Kaligrafi dalam kondisi telah aus sehingga menyulitkan pembacaan.
Badan bagian atas: terdapat panil yang di dalamnya berisi hiasan berupa bungong awan tersusun sebanyak tiga tingkat sampai ke bagian atas.
Kepala/atap: berbentuk oval, horisontal. Bagian atas/atap berbentuk bawang, semakin ke atas makin mengecil.Nisan 9
Fragmentaris, yang tersisa hanyalah badan bagian bawah, sedangkan bagian dasarnya tertanam dalam tanah. Bagian bawah nisan persegi empat berukuran, lebar 14 cm, dengan ketinggian hanya sekitar 20 cm.
Bagian dasar dibatasi oleh pelipit dan panil-panil di tiap-tiap sisi, yang didalamnya terdapat ukiran dengan motif berupa bungong awan pada dua sisi, sedang dua sisi yang lain dihiasi dengan motif bungong keupula (teratai yang mekar). Pada bagian atas pecah sehingga tidak diketahui motif hiasnya.
Fragmentaris, yang tersisa hanyalah badan bagian bawah, sedangkan bagian dasarnya tertanam dalam tanah. Fragmen nisan ini berbentuk persegi empat dengan lebar tiap sisi 12 cm. Adapun tinggi nisan dari permukaan tanah hanya sekitar 20 cm.
Bagian dasar dibatasi oleh pelipit dan panil-panil di tiap-tiap sisi, yang didalamnya terdapat ukiran dengan motif bungong awan, bungon keupula serta motif-motif geometris lain yang tidak diketahui karena kondisinya telah aus. Motif-motif hias ini dibatasi dengan pelipit/panil, sedangkan di bagian atasnya masih terdapat motif hias berupa sulur yang
kondisinya agak aus.
Nisan 11
Kondisi nisan telah rebah dan tertanam dalam tanah. Yang tampak di permukaan adalah sebagian dasarnya, badan bagian bawah dan badan bagian atas.
Dasar: merupakan
sebagian potongan. Berukuran lebih lebar dibandingkan bagian atasnya
dan dipahat tidak rapi, karena keletakannya tertanam dalam tanah.
Badan bagian bawah: persegiempat.
Berukuran lebar tiap sisi sekitar 14 cm. Di bagian bawah tiap sisi
terdapat panil dengan tinggi sekitar 12 cm. Pada masing-masing panil
terdapat ukiran dengan motif hias berupa flora.
Badan bagian atas: berada pada panil berikutnya. Motif hias yang tampak hanya sebagian dengan motif hias berupa bungong awan, bungong puta taloe dua (pilinan dua utas tali) dan bungong seuleupo.Nisan 12
Nisan telah rebah dan tertanam dalam tanah. Bagian atasnya bahkan tampak telah patah.
Dasar: relatif
utuh, walaupun sebagian terbenam dalam tanah. Menilik ukurannya, bagian
dasar nisan berukuran lebih besar dibandingkan bagian badannya, dengan
pahatan yang tidak rapi.
Badan bagian bawah:
persegiempat, terdapat bidang yang dibatasi oleh panil di keempat sisi,
berukuran lebar 14 cm dan tinggi 12 cm. Pada panil-panil itu terdapat
hiasan berupa sulur-suluran yang agak aus.
Badan bagian atas:
dibatasi juga dengan panil-panil di keempat sisi. Di bagian ini tampak
ukuran nisan semakin mengecil/mengerucut. Kemungkinan bagian ini
dibatasi juga dengan panil-panil. Motif hias yang digunakan tidak
diketahui, kemungkinan bungong awan dipadukan dengan bungong seuleupo.
Atap/kepala:
kondisinya telah patah dan bagian patahannya terletak tidak jauh dari
bagian nisan tersebut. Pola hias dan bentuk yang digunakan tidak
diketahui.
Sejarah
Aceh menyebutkan, sebelum Kerajaan Pasai, yang dipimpin oleh Sultan
Malik as-Shaleh, sudah terdapat kerajaan Islam dengan rajanya bergelar
Sultan, dengan nama Sultan Johansyah yang memerintah pada tahun 1205 M.
Makam sultan ini terletak di Kompleks Makam Kampung Pande, di Kota Banda
Aceh. Walaupun pada makam tersebut tidak terdapat angka tahun namun
apabila dilihat dari bentuk nisannya kemungkinan memiliki umur lebih
tua. Pada nisan tersebut terukir kaligrafi dengan huruf khat, dengan beragam ukiran dan bentuk nisan lebih menyerupai bentuk candi atau gading.
Makam tokoh Pahlawan Syah, juga menggunakan nisan tipe ini. Pahlawan Syah dianggap merupakan musuh dari Meureuhom Daya
yang mulanya menolak masuk Islam. Pahlawan Syah disebut juga dengan
sebutan Datuk Pegu, atau Husein. Cerita ini sangat berkembang di
masyarakat. Pada nisan Pahlawan Syah terdapat pertulisan/kaligrafi yang
menyebutkan nama Husein serta angka tahun kata ” Tis’in wasab’a mi’ah” atau sembilan puluh dan tujuh ratus 790 H (1388 M). Pada nisan tersebut juga terdapat medali yang mirip dengan soleil de Majapahit (Montana,1997:90)
Pertulisan yang terdapat pada nisan tipe plakpling
di kompleks makam benteng Kuta Lubuk juga menunjukkan angka tahun yang
cukup tua, pembacaan yang dilakukan oleh Suwedi Montana terhadap salah
satu nisan menghasilkan data berupa angka tahun sebagai berikut:
….assulthan Sulaiman bin Abdullah bin al Basyir
Tsamaniata wa sita mi’ah
680 H ( 1211 M)
Lebih jauh Suwedi Montana menyebutkan, apabila kematian Sultan Sulaiman bin Abdullah bin Al Basyir adalah pada tahun Tsamaniata wa sita mi’ah,
680 H (1211 M), berarti jauh sebelum itu di Lamreh, lokasi benteng Kuta
Lubuk, sudah berkembang Agama Islam. Hal ini diketahui dari nama ayah
dan kakek Sultan Sulaiman (Abdullah bin Basyir) yang berbau Islam
(Montana,1997:87).
Tumbuh
dan berkembangnya budaya Islam di Nusantara, menghasilkan dan
meninggalkan peradaban yang secara ideologis bersumber pada Alqur’an
dan Al-hadist. Sementara itu secara fisik memperlihatkan anasir
kesinambungan dengan anasir budaya pra-Islam. Corak lokal merupakan
wujud dari kebebasan seniman ataupun model yang berkembang dalam
mengekspresikan cita rasa keseniannya. Perkembangan bentuk dari yang
sederhana sampai pada yang rumit adalah sebagai respon dari pengetahuan,
teknologi yang mereka peroleh (Ambary,1991:1).
Menilik
bentuk dari nisan-nisan tipe ini, kemungkinan nisan ini merupakan tipe
nisan yang dipakai berkelanjutan, mulai dari masa-masa awal kedatangan
Islam sampai pada beberapa abad sesudahnya. Nisan tipe ini masih
digunakan berdampingan dengan periode sesudahnya, walaupun pada masa itu
telah terjadi perubahan trend tipe nisan, yaitu nisan tipe Gujarat atau tipe-tipe “Batu Aceh” lainnya.
Menilik pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa nisan-nisan dengan tipe plakpling,
merupakan nisan-nisan tipe peralihan, pra-Islam ke Islam. Batu nisan
tipe ini berbentuk sederhana, sebelum dipakainya batu nisan yang disebut
“Batu Aceh”, (nisan tipe Aceh). Batu-batu ini umumnya memiliki gaya
sederhana namun diberi hiasan berupa relief dan/atau inskripsi. Nisan
tipe ini merupakan awal perkembangan, melanjutkan tradisi yang telah ada
sebelumnya. Bentuk nisan seperti mengadopsi bentuk-bentuk phallus/Lingga, meru dan menhir
dengan hiasan-hiasan yang disesuaikan. Bentuk/tipe-tipe nisan seperti
ini banyak terdapat di Sumatera Barat, di tempat-tempat lain persamaan
dari bentuk-bentuk nisan tersebut, di situs-situs megalithik, dikenal
sebagai menhir. Tipe-tipe nisan tersebut di atas, menunjukkan pengaruh
yang sangat kental dari tradisi-tradisi megalithis dan Hinduistis.
Adapun bentuk-bentuk motif hiasan yang dipakai kemungkinan merupakan
perpaduan dari budaya tersebut.
Salah satu penyebab munculnya nisan tipe plakpling
adalah karena latar belakang sejarah budaya nusantara yang permisive
terhadap anasir apapun yang datang dari luar. Masyarakat nusantara tidak
pernah menolak anasir asing, tetapi harus melewati pengolahan,
pengimbuhan, penggubahan dsb. Kreativitas mengubah dan menggubah anasir
asing menjadi anasir nusantara merupakan strategi adaptasi, karena
proses seleksi sampai disosialisasikan sebagai pranata perilaku. Sejarah
membuktikan bahwa ketangguhan dan kemampuan seleksi serta adaptasi
bangsa Indonesia lebih bersifat alamiah, intuitif dan handal
(Ambary,1991:21). Dengan modifikasi bentuk dan gaya, nisan Malik
At-Thahir dapat digolongkan menjadi tipe ini, mengingat bentuknya berupa
tugu tegak, dengan bagian kepala/atap berbentuk bawang.
IV. Penutup
Nisan plakpling
terdapat hampir di seluruh wilayah Aceh, dengan populasi terbanyak
adalah di Kabupaten Aceh Besar dan Banda Aceh yang notabene masih
bertetangga. Untuk itu diperlukan penelitian lebih mendalam untuk
mengetahui variasi bentuknya, pola hias, periodisasi serta
persebarannya. Diharapkan melalui penelitian yang lebih mendalam akan
diketahui secara pasti keberadaan nisan tipe ini, mengingat nisan-nisan
ini merupakan merupakan temuan yang sangat penting, menghubungkan
kesenjangan yang ada antara tradisi pra Islam ke Islam.Sumber
0 komentar:
Posting Komentar