Senin, 20 Januari 2014

Filled Under:

Kerajaan Paser 1

Asal Usul Kerajaan Pasir (Sadurangas)
Kerajaan Pasir dahulunya bernama kerajaan “Sadurangas”. Adapun asal-usul keturunan raja-raja Pasir ialah Kuripan (Amuntai sekarang), yang menurut ceritanya pada pertengahan abad ke XVI (kira-kira dalam tahun 1565) di daerah Kuripan ini mengalami pergolakan di kalangan pemerintahannya sendiri.

Pada waktu itu Temenggung Duyung dan Temenggung Tukiu, dua orang Panglima Kerajaan Kuripan yang menderita akibat perang saudara di Rantau Panyaberangan, telah melarikan diri ke daerah timur melalui desa Batu-Butok, dengan membawa seorang bayi perempuan.
Bayi kecil tersebut bukanlah diculik, akan tetapi dilarikan dengan sengaja dalam suatu rencana yang telah diatur sebelumnya. Sang bayi adalah puterinya Aria Manau (juga merupakan salah seorang Panglima Kuripan), rekan Temenggung Duyung sendiri, yang dengan susah payah melalui rimba belantara akhirnya sampai juga ke bagian Timur yang bernama “Sadurangas”, yang ketika itu ternyata merupakan ”daerah tak bertuan”.
Setelah Aria Manau mengetahui bahwa puteri kesayangannya telah diselamatkan ke Sadurangas, maka dengan segera Panglima ini menyusul ke sana untuk menemui puterinya. Setelah sekian lama berada di daerah tersebut, oleh karena penduduk sekitar tidak mengenal namanya dan dari mana asal-muasalnya maka penduduk sekitar lebih mengenal Aria Manau dengan sebutan “Kakah Ukop” yang berarti orang tua pemilik kerbau putih yang bernama Ukop. Karena pada waktu itu Aria Manau memelihara kerbau putih bernama Ukop, sedangkan istrinya sendiri oleh penduduk sekitar dipanggil dengan sebutan “Itak Ukop” sedangkan sang bayi dinamainya “Putri Betung”.
Kira-kira pada pertengahan tahun 1575 Masehi, Putri Betung diangkat dan diakui oleh penduduk sekitar sebagai raja pertama di Sadurangas (Pasir). Sebagai seorang raja maka Putri Betung berhak menerima barang-barang kerajaan berupa; ceret, tempat air, pinggan melawen, batil dari tembaga ~barang-barang tersebut ada disimpan oleh Adjie Lambat~, gong tembaga ada di Batu Butok, sumpitan akek, kipas emas, sangkutan baju,
dan sebuah peti dari batu yang berasal dari seseorang yang ditemui “Kakah Ukop” dalam suatu pelayaran yang mengharuskannya menyerahkan barang-barang tersebut apabila di Pasir telah memiliki seorang raja.
Rakyat di daerah tersebut merasa berbahagia mempunyai seorang raja putri yang selain arif bijaksana, tetapi juga terkenal kecantikannya.
Setelah Putri Betung dewasa, Ia dikawinkan dengan seorang raja dari tanah Jawa (Giri), bernama Pangeran Indera Jaya, yang datang dengan kapal layar yang membawa sebuah batu. Setelah perkawinan itu, maka batu yang dibawanya dari Jawa (Giri) lalu dibongkarnya, sehingga sampai sekarang batu tersebut masih tersimpan di Kampung Pasir (Benua) yang lebih dikenal oleh penduduk sekitar dengan sebutan “Batu Indera Giri” dan dikeramatkan orang.
Dari perkawinan dengan Pangeran Indera Jaya, Putri Betung memperoleh seorang putera yang diberinya nama Adjie Patih dan seorang puteri yang diberinya nama Putri Adjie Meter. Adjie Patih kemudian menjadi raja menggantikan Putri Betung.  Dari hasil perkawinannya, Adjie Patih memperoleh seorang putera yang diberinya nama Adjie Anum. Sedangkan saudaranya Adjie Patih yang bernama Putri Adjie Meter menikah dengan seorang Arab keturunan Ba’alwi dari Mempawah – Kalimantan Barat. Suami Putri Adjie Meter inilah yang menyebarkan agama Islam di daerah Pasir, kurang lebih 250 tahun yang lampau. Dari hasil perkawinannya dengan seorang Arab inilah, Putri Adjie Meter memperoleh dua orang anak yang diberinya nama Imam Mustafa dan Putri Ratna Berana. Salah seorang anak Putri Adjie Meter yang bernama Putri Ratna Berana ini kemudian dikawinkan dengan anaknya Adjie Patih yang bernama Adjie Anum. Dari sinilah selanjutnya menurunkan raja-raja Pasir hingga saat ini.

Sumber
=========================================================================
Asal Usul Bangsawan Pasir
Jauh di seberang sana, pada saat itu kerajaan Makasar sedang mencapai masa kejayaannya dibawah pimpinan Sultan Hasanuddin sedang memperluas wilayah kerajaannya dengan menaklukan kerajaan Wajo-Bugis.  Pada saat itu banyak diantara raja-raja dan keluarga bangsawan yang tidak mau takluk pada Sultan Hasanuddin melarikan diri dan berpindah ke Kalimantan Timur bersama-sama dengan rakyat yang setia kepadanya.

Dalam perpindahan tersebut, tidak jarang menemui perselisihan dengan raja-raja di Kalimantan Timur yang berakhir dengan peperangan dan pertempuran, seperti yang terjadi di wilayah kerajaan Kutai dimana rombongan Bugis yang dipimpin Daeng Sitebba yang lebih dikenal dengan nama Pua Ado menyerang kerajaan Kutai di Kutai Lama. Kejadian tersebut mengakibatkan peperangan sengit di satu tempat yang bernama Bungka-bungka yang mengakibatkan Ibu Kota kerajaan Kutai dipindahkan lebih jauh masuk sungai Mahakam, yaitu Tenggarong sekarang.
Setelah peperangan antara Kutai dan Bugis berakhir, maka oleh orang-orang Bugis di tempat tersebut didirikanlah pemerintahan dimana Pua Ado dipilih sebagai kepala pemerintahannya di daerah Samarinda (Samarinda Seberang). Oleh karena pemerintahan Bugis tersebut hanya dikendalikan oleh orang-orang pendatang, yaitu orang-orang Bugis dan tidak ada salah seorang pun bangsawan Kutai, maka oleh orang Kutai ibu kota pemerintahan orang Bugis itu dinamakan Samarinda yang berarti pemerintahan yang dikendalikan oleh orang-orang sesama rendahan.
Demikian pula di daerah kerajaan Pasir, rombongan Bugis ini pun datang dan mendarat di satu tempat yang bernama Tanjung Aru yang dipimpin oleh seorang anak bangsawan yang bernama Andi Baso dan kemudian mereka mendirikan kerajaan di daerah tersebut.
Oleh karena kerajaan kecil ini mau tetap bersatu dan tunduk dalam lingkungan kerajaan Pasir, maka tidak pernah terjadi pertempuran antara Pasir dan Bugis.
Bahkan lebih diperkuat lagi dengan hubungan perkawinan antar warga dan keluarga kerajaan dari kedua kerajaan tersebut dan Kepala Pemerintahan di Tanjung Aru diberi gelar Pangeran oleh kerajaan Pasir. Hal yang sama pula terjadi di Tanah Bumbu dan Pegatan di masa pemerintahan Sultan Sulaiman menjadi satu dalam lingkungan kerajaan Pasir.
Di dalam hubungan perkawinan antara raja-raja Bugis dan raja-raja Pasir itu, maka terdapatlah seorang anak bangsawan Bugis yang berketurunan Arab bernama Andi Taha Alyrus kawin dengan seorang putri dari kerajaan Pasir yang bernama Adjie Renik (anak dari Sultan Sulaiman). Setelah menikah dengan putri dari kerajaan Pasir tersebut, Andi Taha akhirnya diangkat menjadi Menteri Kerajaan Pasir, dan diberi gelar Pangeran Syarif Taha. Hasil hubungan perkawinan antara Putri Adjie Renik dengan Pangeran Syarif Taha membuahkan seorang anak bernama Syarifah Adjie Hamid Alsegaff, yang dikemudian hari setelah dewasa diangkat juga menjadi Menteri Kerajaan Pasir dengan gelar Pangeran Syarif Hamid Alsegaff.
Demikianlah keturunan bangsawan Pasir mempunyai percampuran darah antara Pasir, Bugis dan Arab. Hal tersebut juga yang membawa percampuran adat istiadat serta gelar-gelar dari ketiga golongan tersebut.

Sumber
=================================================================================
Masa-Masa Penting Kesultanan Pasir
Berikut ini merupakan ringkasan sejarah beberapa Sultan atau Raja-raja yang pernah berkuasa atau memerintah Kerajaan Pasir (Sadurangas) di  Kalimantan Timur yang riwayat hidupnya berkaitan erat dengan peristiwa-peristiwa penting yang pernah terjadi dan masa-masa dimana kerajaan ini pernah berdiri dan jaya di bumi Borneo (Kalimantan).


Masa Pemerintahan Sultan Adam
 
Di masa Sultan Adam inilah kerajaan Pasir mengadakan perjanjian yang pertama dengan pihak Belanda yang sifatnya hanya mengenai soal-soal hubungan perdagangan.  Setelah wafatnya Sultan Adam, berhubung anaknya yang laki-laki masih belum ada yang besar, maka tampuk pemerintahan dipegang oleh Perdana Menteri dengan dinobatkan menjadi Sultan Sepuh.
 

Masa Pemerintahan Sultan Sepuh

 
Dalam masa pemerintahan Sultan Sepuh, pemerintahan dapat berjalan baik sebagai mana di masa Sultan Adam sendiri. Hanya setelah wafatnya Sultan Sepuh pada tahun 1870, maka terjadi perebutan kekuasaan menjadi sultan yaitu antara Adjie Mohammad Ali (putera dari Sultan Makhmud) dengan Pangeran Abdurrachman (putera dari Sultan Adam). Oleh karena Pangeran Abdurrachman lebih banyak disukai oleh rakyat, maka Ia pun dinobatkan rakyat di Benua untuk menjadi Sultan dari kerajaan Pasir. Sedangkan Adjie Mohammad Ali yang kecewa dengan peristiwa tersebut meminta bantuan kepada pihak Belanda sehingga Ia dinobatkan menjadi Sultan di Muara Pasir.
 
Pecahnya Kerajaan Pasir
 
Sepeninggalnya Sultan Sepuh, karena terjadinya perebutan kekuasaan menjadi sultan maka pada waktu itu terdapat dua sultan di kerajaan Pasir, yaitu Sultan Abdurrachman yang dinobatkan rakyat di Benua dan Sultan Adjie Mohammad Ali yang dinobatkan Belanda di Muara Pasir. Berhubung dengan keadaan ini maka selalu timbul pertempuran kecil antara pengikut Sultan Adjie Mohammad Ali dengan pengikut Sultan Abdrruchman. Dan pada akhirnya pihak Sultan Adjie Mohammad Ali mendapat kemenangan, dan Sultan Abdurrachman meninggal dunia dengan tiba-tiba. Demikianlah pada tahun 1874 pemimpin-pemimpin dari pihak Sultan Abdurrachman yang dikepalai oleh Saijid Taha Alsegaff bergelar Pangeran Polisi ditangkap oleh alat kekuatan Sultan Adjie Mohammad Ali, yaitu Belanda dan diasingkan ke Pulau Laut.
Masa Pemerintahan Sultan Adjie Mohammad Ali
 
Akan tetapi Sultan Adjie Mohammad Ali hanya sempat menjadi sultan dari seluruh kerajaan Pasir hanya satu tahun lamanya. Dengan cerdik busuk, pihak Belanda memfitnah dengan mengatakan bahwa Sultan Adjie Mohammad Ali telah merencanakan suatu pemberontakan terhadap Belanda. Demikianlah pada akhirnya Sultan Adjie Mohammad Ali sekeluarga dan sejumlah pengikutnya pada tahun 1876 ditangkap dan diasingkan ke Banjarmasin.
 
Masa Pemerintahan Transisi (Belanda)
 
Sementara Belanda mencoba memerintah langsung daerah kerajaan Pasir, tetapi kenyataannya tidak dapat berjalan dengan baik karena di mana-mana timbul pemberontakan dan perlawanan terhadap Belanda. Rakyat Pasir berpendapat haram hukumnya diperintah oleh orang kafir atau bukan Islam. Setelah melihat keadaan yang demikian itu, maka Belanda berusaha kembali mengaktifkan pemerintahan kerajaan kembali untuk mengatasinya dengan jalan mencari salah seorang keluarga raja yang dianggapnya mampu. Demikianlah salah seorang keluarga raja keturunan Bugis yang mempunyai pengaruh besar lagi hartawan bernama Adjie Medje diangkat dan dinobatkan menjadi Sultan di kerajaan Pasir dengan gelar Sultan Ibrahim Chaliludin.
 

Pro-kontra Pengangkatan Sultan Ibrahim Chaliludin

 
Mengenai pengakatan Sultan Ibrahim Chaliludin telah mendapat reaksi dari sejumlah keluarga bangsawan Pasir, oleh karena Sultan tersebut hanya turunan dari ibunya sedangkan ayahnya bukanlah seorang sultan dan hanya salah seorang turunan bangsawan Bugis dari Sulawesi yang terkenal pemberani dan disegani oleh masyarakat yang bernama Adjie Gapa. Akan tetapi walau pun mendapat reaksi yang demikian, namun berkat kebijaksanaan Sultan itu ditambah pula oleh banyak pengikutnya orang-orang Bugis yang terkenal pemberani, segala reaksi yang menyulitkan dapat diatasinya.

=================================================================================
Masa Pemerintahan Sultan Ibrahim Chaliludin 

Walaupun pihak Belanda telah berhasil membuat pemerintahan, namun belum juga merasa puas dengan sultan yang baru itu dan tetap mempunyai keinginan untuk menjadikan kerajaan Pasir menjadi daerah langsung yang diperintah oleh Belanda. Apa lagi sikap dan cara Sultan yang tidak begitu mudah dipengaruhi dan diperalat Belanda karena Sultan Ibrahim Chaliludin mempunyai pengaruh yang sangat besar dan fanatik pada agama Islam. Maka Belanda dengan mempergunakan akal busuknya mengadu-dombakan kalangan bangsawan Pasir, sehingga timbul seakan-akan hendak terjadi perebutan kekuasaan. Keadaan yang demikian ini dipergunakan Belanda seolah-olah akan mempertunjukan sikap dan budi baiknya untuk mengatasi keadaan, yaitu dengan jalan membujuk Sultan serta Bangsawan-bangsawan lainnya untuk sementara waktu menyerahkan kekuasaannya pada pemerintah Belanda dan untuk sementara waktu itu maka pihak Belanda memberi pengganti kerugian kepada Sultan dan beberapa anak bangsawan lainnya sejumlah f. 375.000,00 (tiga ratus tujuh puluh lima ribu florin, - florin adalah mata uang rupiah Belanda pada saat itu), yang terjadi pada tahun 1906. Dimana kemudian oleh pihak Belanda secara sepihak dikatakan bahwa Kerajaan Pasir telah dibeli oleh Pemerintah Belanda.

Masuknya Partai Sarekat Islam di Kalimantan Timur

 
Meskipun setelah kejadian itu, Sultan Ibrahim Chaliludin telah turun dari tahtanya dan tidak memerintah lagi, namun rakyat Pasir masih tetap menganggapnya sebagai raja dan dihormati sebagaimana biasanya. Demikianlah pada tahun 1914 sewaktu Sarekat Islam (S.I.) berdiri di Pasir, maka yang terpilih menjadi Presiden adalah Sultan Ibrahim Chaliludin sendiri. Sedangkan para pengurus lainnya, sejumlah besar terdiri dari bekas pembesar-pembesar kerajaan. Perlu dicatat pula bahwa sejak Sultan Ibrahim Chaliludin tidak memerintah lagi di Pasir, maka sejak saat itu pula Ibu Kota Pemerintahan Pasir berpindah dari Benua ke Tanah Grogot.
 

Masa Perjuangan Sultan Ibrahim Chaliludin

 
Masa perjuangan Sultan Ibrahim Chaliludin dimulai pada permulaan tahun 1915 ketika serombongan patroli Belanda datang ke bagian Pasir Hulu menangkap seekor kerbau-luku kepunyaan rakyat. Kerbau milik rakyat tersebut dipotongnya oleh patroli Belanda dengan tidak memberikan penggantian kerugian pada pemiliknya. Mengenai kejadian tersebut maka oleh pemilik kerbau dilaporkan kepada Sultan Ibrahim Chaliludin.
 
Oleh karena Sultan pada saat itu sudah tidak berkuasa lagi, maka Sultan menyampaikan protes kejadian itu pada pihak Belanda karena Sultan Ibrahim Chaliludin sudah menganggap kejadian ini merupakan suatu tindak perkosaan terhadap rakyat dan bertentangan dengan hukum Islam. Atas kejadian tersebutlah maka Sultan Ibrahim Chaliludin memerintahkan kepada pemilik kerbau itu untuk datang pada Pangeran Singa Maulana di Modang, Pasir Utara, untuk meminta pertolongannya dan mengatur strategi perlawanan terhadap tentara Belanda yang ada di Tanah Grogot.

Perang Pasir atau Pemberontakan Sarekat Islam (S.I.)
 
Demikianlah maka pada bulan Juli 1915, Pangeran Singa Maulana memulai serangannya terhadap tangsi militer pertahanan Belanda yang ada di Tanah Grogot. Kejadian tersebut membuat korban yang tidak sedikit di pihak Belanda. Sementara itu, Sultan dengan sikap berpura-pura senantiasa selalu memperlihatkan sikap baik terhadap tentara Belanda dan ada kalanya memberi bantuan. Tetapi di lain pihak, sebagai Presiden Sarekat Islam, Sultan Ibrahim Chaliludin menginstruksikan kepada segenap anggota S.I. untuk mengadakan perang jihad terhadap Belanda. Namun akhirnya pihak Belanda mengetahui, bahwa bekas sultan inilah yang sebenarnya mengatur perlawanan dengn kedok “Sarekat Islam”-nya. Secara diam-diam Sultan Ibrahim mengorganisir “perang jihad” terhadap Belanda.
 
Perang Pasir melawan Belanda berjalan selama 1,5 tahun lamanya dan oleh pihak Belanda peperangan tersebut lebih dikenal dengan sebutan “Pemberontakan S.I.” dimana secara langsung dibawah pimpinan Sultan Ibrahim Chaliludin sendiri yang mendapat bantuan dari permaisurinya yang bernama Ratu Waroe (dikenal juga dengan sebutan Dayang Ringgong). Dalam Perang Pasir atau Pemberontakan S.I. itu, tidak sedikit Belanda menderita kerugian karena dalam seminggu kira-kira satu gerobak sepatu Belanda yang diangkut kembali dari pedalaman ke Tanah Grogot. Terlebih lagi pertempuran rakyat Pasir dengan Belanda semakin hebat dikala Pasir mendapat bantuan dari orang-orang Banjar dari Hulu Sungai. Dalam Perang Pasir ini, terkenal beberapa orang pahlawan yang sangat ditakuti oleh pihak Belanda, yaitu selain dari Pangeran Singa Maulana, juga terkenal nama-nama seperti Panglima Sentik, Panglima Sebaya dan lain-lain yang senantiasa tidak merasa takut-takut dan ngeri menyerbu tentara Belanda walaupun hanya dengan mandau terhunus.



Sumber

0 komentar:

Posting Komentar

Copyright @ 2013 PEJUANG ISLAM.