Senin, 20 Januari 2014

Filled Under:

Daftar Sultan dan Tokoh Kutai 4

11. Aji Pangeran Dipati Agung ing Martapura

12. Aji Pangeran Dipati Maja Kusuma ing Martapura

13. Aji Ragi gelar Ratu Agung

14. Aji Pangeran Dipati Tua

15. Aji Pangeran Anum Panji Mendapa ing Martapura

16. Aji Muhammad Idris

Sultan Aji Muhammad Idris adalah Sultan ke-14 dari Kesultanan Kutai Kartanegara ing Martadipura yang memerintah mulai tahun 1735 hingga tahun 1778. Sultan Aji Muhammad Idris adalah sultan pertama yang menggunakan nama Islam semenjak masuknya agama Islam di Kesultanan Kutai Kartanegara pada abad ke-17.
Sultan Aji Muhammad Idris yang merupakan menantu dari Sultan Wajo La Madukelleng berangkat ke tanah Wajo, Sulawesi Selatan untuk turut bertempur melawan VOC bersama rakyat Bugis. Pemerintahan Kesultanan Kutai Kartanegara untuk sementara dipegang oleh Dewan Perwalian.
Pada tahun 1739, Sultan A.M. Idris gugur di medan laga. Sepeninggal Sultan Idris, terjadilah perebutan tahta kerajaan oleh Aji Kado. Putera mahkota kerajaan Aji Imbut yang saat itu masih kecil kemudian dilarikan ke Wajo. Aji Kado kemudian meresmikan namanya sebagai Sultan Kutai Kartanegara dengan menggunakan gelar Sultan Aji Muhammad Aliyeddin.

Sumber
=======================================================================

17. Aji Muhammad Aliyeddin

Sultan Aji Muhammad Aliyeddin yang bernama asli Aji Kado adalah Sultan Kutai Kartanegara ing Martadipura ke-15 yang memerintah selama periode 1778-1780[1].
Aji Kado melakukan kudeta terhadap Kesultanan Kutai Kartanegara setelah Sultan Aji Muhammad Idris gugur di tanah Wajo, Sulawesi Selatan. Aji Kado mengangkat dirinya sebagai Sultan dengan gelar Aji Muhammad Aliyeddin. Karena bukan pewaris tahta yang sah, A.M. Aliyeddin hingga saat ini tidak dianggap/diakui sebagai Sultan Kutai ke-15 oleh Kesultanan Kutai.

Sumber
=======================================================================

18. Aji Muhammad Muslihuddin

Sultan Aji Muhammad Muslihuddin yang bernama asli Aji Imbut adalah sultan Kesultanan Kutai Kartanegara ing Martadipura ke-16 yang memerintah pada tahun 1780 hingga tahun 1816, Aji Imbut berhasil merebut kembali ibukota Pemarangan dari Aji Kado dan secara resmi dinobatkan sebagai sultan dengan gelar Sultan Aji Muhammad Muslihuddin di istana Kesultanan Kutai Kartanegara.
Aji Imbut yang gelar Sultan Aji Muhammad Muslihuddin memindahkan ibukota Kesultanan Kutai Kartanegara ke Tepian Pandan pada tanggal 28 September 1782. Perpindahan ini dilakukan untuk menghilangkan pengaruh kenangan pahit masa pemerintahan Aji Kado dan Pemarangan dianggap telah kehilangan tuahnya. Nama Tepian Pandan kemudian diubah menjadi Tangga Arung yang berarti Rumah Raja, lama-kelamaan Tangga Arung lebih populer dengan sebutan Tenggarong dan tetap bertahan hingga kini. Sultan Aji Muhammad Muslihuddin merupakan pendiri Kota Tenggarong.
Pada tahun 1838 Sultan Aji Muhammad Muslihuddin mangkat.

Sumber 
========================================================================

19. Aji Muhammad Salehuddin

20. Aji Muhammad Sulaiman

Aji Muhammad Sulaiman
العاجي محمد سليمان عادل
Sultan Kutai Kartanegara Ing Martadipura
Memerintah 23 Juli 1845 – 2 Desember 1899
Koronasi 19 Oktober 1850
Pendahulu Aji Muhammad Salehuddin
Pengganti Aji Muhammad Alimuddin

Pasangan Aji Ratu Shalbiah
Aji Rubia (Lubiak)
Aji Saja (Soja)
Aji Siti Jawiah
dan 38 istri atau selir lainnya
Anak
Aji Muhammad Yasin (Aji Pangeran Saputro)
Aji Muhammad (Sultan Muhammad Alimuddin Al-adil)
Aji Aminuddin (Aji Pangeran Mangkunegoro)
Aji Ainuddin
Aji Mustofa
Aji Hakim
Aji Amir Hasanuddin (Aji Pangeran Sosronegoro)
Aji Umar
Aji Mahligai (Aji Raden Aryo Sastro)
dan 50 anak lainnya
Lahir 8 Februari 1838
Tenggarong
Meninggal 2 Desember 1899
Tenggarong
Agama Islam

Aji Muhammad Sulaiman yang bergelar Sri Paduka Sultan Aji Muhammad Sulaiman al-Adil Khalifatul-Mu'minin bin Aji Muhammad Salehuddin (dilahirkan dengan nama Aji Biduk/Pangeran 'Umar) adalah Sultan Kutai Kartanegara ke-18, memerintah dari tahun 1845 sampai 1899 merupakan putera ke-8 dari Sultan Aji Muhammad Salehuddin, dengan istrinya Aji Kinchana.[1][2]

Biografi

Lahir pada tanggal 8 Februari 1838, menggantikan ayahnya menjadi Sultan pada saat kematian ayahnya tanggal 23 Juli 1845. Memerintah di bawah sebuah Konsul sampai ia dewasa dan secara formal dimahkotai sebagai Sultan dengan kekuatan penuh di Tenggarong pada tanggal 19 Oktober 1850, dan disetujui oleh Pemerintah Hindia Belanda pada tanggal 4 Januari 1851. Sultan Aji Muhammad Sulaiman dikenal arif dan juga tekun mengajarkan Islam, hingga tiap tahun menghajikan rakyatnya. Sepanjang pemerintahannya, aktif mengadakan hubungan dengan Kerajaan Mekkah. Beliau juga sempat membangun pemondokan haji di Tanah Suci kemudian dihadiahkan kepada Kerajaan di sana. Sultan juga menempatkan para ulama sebagai penasehat kerajaan sepanjang pemerintahannya. Sultan Aji Muhammad Sulaiman meninggal di Tenggarong pada tanggal 2 Desember 1899, dan dimakamkan di Pemakaman Kerajaan di Tenggarong.[1]

Pemerintahan

Pada tahun 1850, Sultan Aji Muhammad Sulaiman memegang tampuk kepemimpinan Kesultanan Kutai kartanegara Ing Martadipura. Pada tahun 1853, pemerintah Hindia Belanda menempatkan J. Zwager sebagai Assisten Residen di Samarinda. Saat itu kekuatan politik dan ekonomi masih berada dalam genggaman Sultan A.M. Sulaiman (1850-1899). Dalam tahun 1853 penduduk Kesultanan Kutai 100.000 jiwa.[3] Tahun 1855, Kesultanan Kutai termasuk sebagai bagian dari de zuid- en oosterafdeeling van Borneo.[4] Pada tahun 1863, kerajaan Kutai Kartanegara kembali mengadakan perjanjian dengan Belanda. Dalam perjanjian itu disepakati bahwa Kerajaan Kutai Kartanegara menjadi bagian dari Pemerintahan Hindia Belanda.
Tahun 1888, pertambangan batubara pertama di Kutai dibuka di Batu Panggal oleh insinyur tambang asal Belanda, J.H. Menten. Menten juga meletakkan dasar bagi eksploitasi minyak pertama di wilayah Kutai. Kemakmuran wilayah Kutai pun nampak semakin nyata sehingga membuat Kesultanan Kutai Kartanegara menjadi sangat terkenal pada masa itu. Royalti atas pengeksloitasian sumber daya alam di Kutai diberikan kepada Sultan Sulaiman

Sultan Aji Muhammad Sulaiman dan pengiringnya

Istri

  1. Aji Ratu Shalbiah (meninggal pada 30 Oktober 1860, dimakamkan di Pemakaman Kerajaan di Tenggarong).
  2. Aji Rubia [Labiak], Aji Ratu Agung (meninggal sebelum 1888).
  3. Aji Saja [Soja] (meninggal pada 7 September 1861, dimakamkan di Pemakaman Kerajaan di Tenggarong), anak dari Aji Tepa
  4. sebelum 1857, Aji Siti Jawiah, anak dari Sultan Ibrahim Khaliluddin bin Pangeran Suriya Nata Negara, Sultan Pasir.
  5. menikah dengan 38 istri atau selir lainnya termasuk diantaranya adalah:
    1. Dayang Suking.
    2. Dayang Lainaly (meninggal pada 9 November 1866, dimakamkan di Tenggarong).
    3. Puwa Betta Jauzat (meninggal pada 7 Maret 1877, dimakamkan di Tenggarong).[1]


(Bersambung)

0 komentar:

Posting Komentar

Copyright @ 2013 PEJUANG ISLAM.