I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah.
Umat Islam disepanjang sejarah, selalu
berupaya melakukan peran-peran aktif dalam kehidupan social, politik,
ekonomi, kemasyarakatan dan lain-lain atas nama agama. Seperti peran
nabi Muhammad di Madinah dalam pembinaan msasyarakat yang majemuk,
sumbangan Bani Umayyah di Spanyol terhadap perkembangan sains di Eropa,
peran Bani Abbas di Baghdad dalam menumbuhkan tradisi intelektual, dan
di masa modern bangsa-bangsa Muslim berjuang melawan colonial dan
musuh-musuh peradaban kemanusiaan seperti yang sekarang terjadi. Fakta
historis ini membedakan ummat Islam dengan ummat agama lainnya yang
cendrung membatasi agama dari keterlibatan langsung dengan
permasalahan-permasalahan social, khususnya politik.[1]
Salah satu kekayaan pranata politik Islam
yang belum ada tandingannya dalam sejarah umat manusia kapanpun adalah
sistem kekhalifahan (Khilafah). Kaum Muslimin pernah memiliki suatu
daerah kekuasaan yang sangat luas membentang dari Iran di Timur sampai
Spanyol di Barat, dan dari Ethiopia di Selatan sampai Turki di Utara.
Beberapa paradigma historis Islam yang turut mendukung perluasan wilayah
Islam ini adalah : Spiritual, Kultural dan Land Reform. [2]
Ketiga prinsip atau pendekatan Islamisasi
ini bergerak di bawah satu institusi yang menjadi kekhasan keunggulan
politik Islam dan berjasa menyatukan wilayah yang demikian luas di bawah
dinasti Umayyah dan Abbasiyah yaitu sistem Khilafah yang dipimpin oleh
seorang Khalifah. Karena keunggulannya ini, lembaga khilafah telah
menjadi kebanggaan umat Islam ketika mengenang sejarah mereka pada zaman
kejayaannya.[3]
Pasca runtuhnya dua kekuatan besar Islam,
Daulat Abbasiyah dan Daulat Umaiyah. Islam mengalami kemunduran dalam
berbagai hal sehingga Islam tumbuh secara terkotak-kotak. Hal ini di
karenakan pada masa tersebut banyak muncul kerajaan-kerajaan kecil
dengan sistem pemerintahan yang independent. Di sisi lain ekspansi
bangsa mongolia terhadap wilayah Islam terus berlanjut dengan membawa
dampak kehancuran terhadap peradaban Islam, hingga muncullah masa tiga
kerajaan besar sebagai kekuatan baru Islam yaitu Kerajaan Syafawiyah di
Persia, Turki Usmani di Turki dan Kerajaan Mughol di India[4]. Ketiga kerajaan ini perlu dibahas lebih lanjut untuk mengetahui perkembangan politik di dunia Islam.
Dari uraian latar belakang masalah diatas
dapat maka dapat dirumuskan beberapa pokok masalah yang berkaitan
dengan tiga kerajaan besar yaitu:
- Bagaimanakah latar belakang berdirinya tiga kerajaan besar tersebut yaitu Syafawiyah, Turki Usmani dan Mughol?
- Apa saja kontribusinya di dunia Islam?
- Apa yang menyebabkan keruntuhan ketiga kerajaan tersebut?
II. MASA TIGA KERAJAAN BESAR
A. KERAJAAN SYAFAWIYAH di PERSIA
1. Latar Belakang Berdirinya Kerajaan Syafawiyah.
Daulah Syafawiyah berasal dari sebuah
gerakan tarekat yang didirikan oleh Syekh Ishak Syafiuddin (1252-1334)
yang berpusat di Ardabil, sebuah kota di Azerbijan. Tarekat Safawiyah
ini didirikan bersamaan dengan berdirinya kerajaan Usmani di Turki.[5]
Sebagai pendiri kerajaan, Safiuddin
dikenal sebagai pribadi yang agamis. Ia merupakan keturunan Musa
al-Kazhim yang terkenal sebagai imam Syi’ah yang keenam. Setelah ia
berguru dengan Syaikh Taj al-Din Ibrahim Zahidi dan menjadi menantunya,
ia mendirikan tarekat Safawiyah pada tahun 1301 M. Pada mulanya gerakan
tasawuf Safawiyah ini bertujuan untuk memerangi orang-orang ingkar dan
golongan Ahl al-Bid’ah Namun pada perkembangannya, gerakan tasawuf
berubah menjadi gerakan keagamaan yang mempunyai pengaruh besar.[6]
Selama periode Syafawiyah di Persia,
persaingan antara Turki dan Persia semakin nyata untuk mendapatkan
kekuasaan. Namun demikian Ismail merasa bahwa saingan terberat adalah
Sultan Turki Utsmani, Salim 1. Penyebab ketegangan antara kedua penguasa
Muslim (Salim: Sunni dan Ismail: Syi’ah) berasal dari kebencian Salim
dan ajaran Syi’ah yang ada didaerah kekuasaannya. Fanatisme Salim
membuatnya membunuh 40.000 orang yang dicurigai dan didakwa telah
mengingkari ajaran Sunni.[7]
Ketegangan kedua penguasa ini berakhir
pada peperangan Chalddiran, Tibriz (6 september 1514M). Persia dipimpin
oleh Shakh Ismail menjalankan perang dengan turki, sang shakh mengadakan
persahabatan dengan Portugis yang ada di India untuk menyerbu Turki dan
Mesir dan akhirnya shah dapat mempertahankan Persia.[8]
Pada 1524, shah Ismail wafat. Wilayah
kekuasaannya meliputi daerah utara Tranxsosiana sampai teluk Persia di
wilayah selatan. Afganistan dibagian Timur hingga dibagian Barat sungai
Eufrat. Setelah ituShah Tamasp putranya diangkat menjadi raja. Pada
tahun 1554 M. Dia menjadi penguasa yang paling lama berkuasa di kerajaan
Syafawiyah. Setelah ia meninggal dunia, terjadilah benturan antara
pangeran syafawi dengan Suku Kijilbash.Tetapi yang paling dekat
dengannya adalah anak ke-limanya yaitu Pangeran Haedar Mirza, kedekatan
ini yang membuatnya mengumumkan dirinya menjadi pangeran, inilah yang
membuat orang Kijilbash menjadi keberatan, akhirnya Haedar Mirza
terbunuh.[9]
Kamudian naiklah Ismail Mirza sebagai
pangeran yang terkenal sangat kejam dan rakus pada tahun 1576. Dia
membunuh delapan pangeran dan lima belas keluarga kerajaan. Pada saat
kematiannya rakyat merasa senang karena terbebas dari kediktatorannya.
Kemudian Ia digantikan oleh Muhammad Mirza (anak sulung dari Shah
Thamasp) yang dijuluki dengan Shah Muhammad Khuda Bandah. Pada periode
ini tidak ada kemajuan yang berarti.
Setelah periode ini naiklah Shah Abbas
yang pada saat itu berusia enam belas tahun. Ia sangat terkenal dan
berhasil menarik simpati rakayatnya dan Ia berhasil menstabilkan kondisi
pemerintahan. Abbas I menempuh langka yaitu:
- Berusaha menghilangkan dominasi pasukan Qizibasy atas Kerajaan Safawi dengan cara membentuk pasukan baru yang terdiri atas budak-budak.
- Mengadakan perjanjian damai dengan Turki Usmani.[10]
Pada periode ini kamjuan ilmu politik dan ekonomi sangat pesat. Salah satu bukti kamjuannya adalah bangunan Cahel Sultun
yang terdiri atas empat puluh pilar yang kokoh, disanalah kerajaan
Syafawiyah. Disisi lain puisi dan filsafat juga mendapatkan perhatian
pada periode ini. Lembaga-lembaga pendidikan Syi’ah juga berkembang
dengan subur. Banyak sekolah yang dibangun oleh kerajaan Syafawiyah di
Isfahan, Siraj dan Mushad.[11]
Hancurnya Syafawiyah dimulai sejak
wafatnya Abbas I, tetapi kehancuran total mulai terlihat ketika Khalifah
Sulaiman berkuasa. Ia balas dendam karena rezim Syi’ah melakukan
pemerasan dan penindasan terhadap rakyat, termasuk pemaksaan terhadap
ulama dari golongan Sunni agar menerima ajaran Syi’ah. Dan puncak
kehancurannya teradi saat kekuasaan Shah Sultan Husein II.[12]
Pemimpin selanjutnya adalah Karim Khan
yang merupakan pimpinan koalisi kelompok kesukuan Zand di Iran Barat.
Rezim ini berlangsung secara efektif dari tahun 1750-1779. Selama
periode ini Iran berada dibawah dominasi ekonomi dan politik dari
kekuatan Barat, khusunya Inggris dan Rusia. Campur tangan bangsa-bangsa
Eropa terhadap Iran datang dalam bentuk penaklukkan dan pengukuhan
pengaruh mereka melalui persaingan antar kekuatan Eropa terutama Inggris
dan Rusia.
Pada 1925, muncullah Dinasti Pahlevi
yang dipimpin oleh Reza Khan setelah mengusir Ahmad Ali Shah penguasa
dari Dinasti Qajar. Kemudian dia secara resmi memakai mahkota Iran. Pada
masa inilah Iran mengalami kemajuan yang cukup pesat di berbagai
bidang, kemudian dia mengangkat puteranya yang bernama Muhammad Reza
sebagai shah-e-Iran. Pada masa ini ia berhasil menasionalisasikan Anglo Iranian Oil Company menjadi
milik Iran pada tahun 1951, melalui pengesahan di parlemen.
Kekuasaannya lama sampai pada akhirnya muncullah revolusi Iran yang
dipimpin oleh Ayatullah Khomaini.
3. Kemajuan Peradaban Islam di Persia
Kebudayaan dan peradaban memiliki arti
yang hampir sama tetapi terdapat perbedaan dalam hal perwujudannya.
Demikian juga dengan kemajuan peradaban Islam di Persia.[13]
Keberhasilan raja Abbas I dalam merebut kembali daerah-daerah yang
pernah dikuasai oleh kerajaan lain pada masa raja-raja sebelumnya
menjadi tolak ukur kemajuan peradaban Islam di Persia khususnya dalam
bidang politik. Selain kemajuan di bidang politik, raja Abbas I juga
telah membawa peradaban Islam menuju masa keemasan di bidang yang
lainnya seperti ekonomi, ilmu pengetahuan dan pembangunan.
Di bidang ekonomi, raja Abbas I berhasil
mengubah pelabuhan Gumrun menjadi pusat perdagangan yang berada pada
jalur penghubung antara Timur dan Barat. Sedangkan di dunia IPTEK,
Persia masa itu berhasil melahirkan ilmuwan-ilmuwan handal seperti Baha
al-Din al-Syaerazi, Sadar al-Din al-Syaerazi (filosof) dan Muhammad
Baqir Ibn Muhammad Damad yang pernah mengadakan observasi mengenai
kehidupan lebah-lebah. [14]
Pada masa kejayaan ini kerajaan telah
berhasil menciptakan Isfahan, ibu kota kerajaan, menjadi kota yang
sangat indah. Di kota tersebut berdiri bangunan-bangunan besar lagi
indah, seperti masjid-masjid, rumah sakit-rumah sakit, sekolah-sekolah,
jembatan raksasa di atas Zende Rud, dan Istana Chihil Sutun. Pada pintu
masjid ini terdapat lapisan perak yang membuat masjid ini terlihat
begitu megah.[15]
4. Kemunduran dan Kehancuran.
Sepeninggal Abbas I Syafawi dipimpin oleh
Sultan-Sultan yang tidak mampu mempertahankan kemajuan Syafawi. Hal ini
disebabkan oleh beberapa factor yang antara lain sebagai berikut:
- Ketegangan dan konflik dengan Turki Usmani yang keberadaannya jauh lebih besar dan kuat daripada Syafawi.[16]
- Keadaan para sultan yang lemah dan tidak efektif memimpin. Abbas II adalah raja yang gemar minum-minuman keras demikian juga sultan-sultan setelahnya yang memaksakan kehendak terhadap rakyatnya sehingga banyak pemberontakan yang menyebabkan kerajaan runtuh.
- Kelemahan para sultan ditambah dengan melemahnya semangat pasukan budak-budak yang direkrut Abbas I, membuat Syafawi semakin.
- Dekadensi moral khusunya dilingkungan Istana juga menyebabkan merosotnya pamor Syafawi dimata rakyatnya.
B. KERAJAAN TURKI USMANI
1. Latar Belakang Berdirinya Kerajaan Usmaniyah
Kerajaan Turki Usmani didirikan oleh suku
bangsa pengembara yang berasal dari wilayah Asia Tengah yang termasuk
suku kayi. Ketika bangsa Mongol menyerang dunia Islam, pimpinan suku
kayi yaitu Sulaiman Syah, mengajak anggota sukunya untuk menghindari
serbuan bangsa Mongol dan lari kebarat[17]
Bangsa Turki sangat rajin dan pintar berperang sehingga dalam waktu
yang relative singkat bangsa Turki mampu membangun sebuah kekuasaan
politik yang besar.
Pada saat bangsa Mongol (sebelum Islam)
dan orang Kristen, ingin menghapus Islam dari muka bumi, orang Turki
Usmani muncul sebagai pembela dan pelindung Islam, bahkan mereka membawa
panji-panji Islam sampai ke daratan Eropa. Saat Mongol menyerang Sultan
Alaudin di Anggara (sekarang Angkara), al-Tugril membantunya mengusir
Mongol, dan sebagai balas jasanya Alaudin memberikan daerah Iski Shahr
dan sekitarnya kepada al-Tugril. [18]
Al-Tugril mendirikan Ibu Kota yang bernama Sugut. Disanalah lahir puteranya yang pertama bernama Usman pada
tahun 1258 M. kemudian al-Tugril meninggal dunia pada tahun 1288 M.
sejak itulah Usman mendeklarasikan dirinya sebagai Sultan dan berdirilah
Dinasti Turki Usmani. Usman memindahkan ibu kota ke Yeniy. Pada 1300 M
sultan Alaudin meninggal, maka Usman mengumumkan dirinya sebagai
pemimpin yang berkuasa penuh.
Raja-raja Turki Usmani bergelar Sultan
dan khalifah sekaligus. Mereka mendapatkan kekuasaan secara
turun-temurun walaupun tidak harus putra pertama yang menjadi pengganti
sultan terdahulu.[19]
Setelah Usman meninggal pada tahun 1326
M, kemudian Ia digantikan oleh puteranya yang bernama Orkhan (Urkhan).
Pada periode ini tentara Islam pertama kali masuk ke Eropa karena Orkhan
berhasil membentuk tiga pasukan utama tentaranya yang terdiri dari: Sipahi (tentara regular), Hazab (terntara ireguler) yang digaji pada saat mendapatkan harta rampasan perang (Mal Al-Ganimah). Ketiga yaitu tentara Jenisari yang
direkrut pada saat berumur dua belas. Karena tentara tersebut menyalah
gunakan kekuatan mereka, sehinga pada masa Sultan Mahmud II berkuasa
tentara ini dibubarkan (1969: 117).
Setelah itu Sultan Mahmud digantikan oleh
puteranya yang bernama Murad I yang berhasil menaklukkan banyak daerah
seperti Adrionopol, Masedonia, Bulgaria, Serbia dan Asia Kecil. Namun
yang paling monumental adalah penaklukkan di Kosovo (1389 M) sehingga
daerah tersebut selama lima ratus tahun dikuasai oleh pemerintahan Turki
Usmani. Walaupun banyak menghadapi peperangan Sultan Murad I tidak
pernah terkalahkan, sehingga ia dijuluki Alexander pada Abad
pertengahan.[20]
Setelah itu Murad digantikan oleh puteranya yang bernama Bayazid yang terkenal dengan julukan Ildrim/Eldream (kilat).
Bayazid dengan cepat menaklukkan daerah-daerah sekitar dan memperluas
wilayahnya sampai ke Eropa. Sepeninggal Bayazid Turki Usmani mulai
mengalami kemunduran. Selanjutnya Turki Usmani dipimpin oleh Muhammad
yang berhasil mengmbalikan Turki Usmani seperti sedia kala, dia berhasil
menstabilkan Turki Usmani dan atas keberhasilannya ini para sejarawan
mensejajarkannya dengan Umar II dari dinasti Umayyah.[21]
Setelah Muhammad meninggal, ia digantikan
oleh Murad II yang berhasil mengembalikan citra Murad I, yaitu dengan
kembali merebut daerah-daerah kekuasaan di Eropa (Kosovo) yang sempat
lepas setelah Bayazid meninggal. Dia juga seorang penguasa yang saleh
dan dicintai oleh rakyatnya, juga seorang yang sabar, cerdas dan berjiwa
besar dan ahli ketatanegaraan.
3. Perluasan Wilayah dan Puncak Kekuasaan
Penaklukkan Konstantinopel oleh
Kesultanan Utsmaniyah pada 29 Mei tahun 1453 saat dipimpin oleh Muhammad
II atau yang dalam sejarah lebih dikenal dengan nama Muhammad al-Fatih
mengukuhkan status kesultanan tersebut sebagai kekuatan besar di Eropa
Tenggara dan Mediterania Timur.[22]
Pada masa ini Kesultanan Utsmaniyah
memasuki periode penaklukkan dan perluasan wilayah, memperluas
wilayahnya sampai ke Eropa dan Afrika Utara di bidang kelautan, angkatan
laut Utsmaniyah mengukuhkan kesultanan sebagai kekuatan dagang yang
kuat. Perekonomian kesultanan juga mengalami kemajuan berkat kontrol
wilayah jalur perdagangan antara Eropa dan Asia. Pada saat itulah
kehancuran bagi Bizantium yang sudah berkuasa sebelum masa Nabi. Sultan
Muhammad al-Fatih juga berhasil menaklukkan Venish, Italy, Rhodos dan
Cremia yang terkenal dengan Konstantinopel II.[23]
Al-Fatih juga menetapkan undang-undang baru dalam Islam yang disahkan dalam Qanun Namah
yaitu membunuh saudara kandung, termasuk keponakan, paman dan keluarga
dekat yang dianggap bersaing dalam perebutan kekuasaan- adalah Halal,
dengan alasan untuk tetap menjaga keutuhan Negara dan wilayahnya tidak
terpecah-pecah. Fatwa tersebut disahkan oleh Syaikh al-Islam.
Setelah Fatih meninggal, ia digantikan oleh puteranya yang bernama
Bayazid II, kemudian dilanjutkan oleh anaknya yang bernama Salim I, ia
terkenal sebagai penguasa yang sangat kejam. Dalam sejarah Eropa, ia
dikenal sebagai Salim The Grim. Sebelum menjadi Sultan ia
melawan ayahnya dan melakukan pembunuhan terhadap saudaranya yang
bersaing merebut tahta dan kekuasaan. Ia menaklukkan Asia Kecil, Persia,
Kaldrin dan Mesir dan juga berhasil menaklukkan Sultan Mamluk (1517 M).
Ia juga memindahkan Khalifah Bani Abbas ke Konstantinopel dan merebut
gelar saklar dengan cara paksa. Dengan pemindahan jabatan sacral dari
Kairo ke Konstantinopel, maka sejak itu nama kota tersebut berubah
menjadi Istambul.
Sejak saat itu dalam sejarah Islam
terdapat dua jabatan penting yang dukuasai oleh seorang penguasa, yaitu
sebagai Sultan untuk kekuasaan Turki dan sebagai khalifah bagi seluruh
dunia Islam. Sepeninggal Salim I, ia digantikan Sulaiman Agung 1520-1566
M, ia merupakan penguasa Usmani yang berhasil membawa kejayaan Islam.
Ia dijuluki sebagai Sulaiman Al-Qanuni. Sulaiman merupakan pemimpin yang
paling terkenal di kalangan Turki Usmani dan pada awal abad ke-16 ia
adalah kepala Negara yang paling terkenal di dunia. Sulaiman juga
berhasil menerjemahkan Al-Qur’an dalam bahasa Turki.[24]
Bahkan pada saat terjadi pertentangan
antara protestan dan katolik di Eropa, sebagian diantara mereka meminta
suaka politik kepada Khalifah Sulaiman. Setelah Sulaiman, kerajaan Turki
Usmani mengalami kemunduran.[25]
Sejak tahun 1920, Mustafa Kemal Pasha menjadikan Ankara sebagai pusat aktivitas politiknya. Setelah menguasai Istambul, Inggris
menciptakan kevakuman politik, dengan menawan banyak pejabat negara dan
menutup kantor-kantor dengan paksa sehingga bantuan kholifah dan
pemerintahannya mandeg. Instabilitas terjadi di dalam negeri, sementara
opini umum menyudutkan kholifah dan memihak kaum nasionalis. Situasi ini
dimanfaatkan Mustafa Kemal Pasha untuk membentuk Dewan Perwakilan
Nasional, dan ia menobatkan diri sebagai ketuanya. Sehingga ada 2
pemerintahan; pemerintahan khilafah di Istambul dan pemerintahan Dewan
Perwakilan Nasional di Ankara.[26]
Setelah resmi dipilih jadi ketua parlemen, Pasha mengumumkan kebijakannya, yaitu mengubah sistem khilafah dengan republik yang dipimpin seorang presiden yang dipilih lewat Pemilu. Tanggal 29 November 1923, ia dipilih parlemen sebagai presiden pertama Turki.
Kemal mengeluarkan ancaman bahwa penentang sistem republik ialah
pengkhianat bangsa dan ia melakukan teror untuk mempertahankan sistem
pemerintahannya. Kholifah digambarkan sebagai sekutu asing yang harus
dienyahkan.[27]
(Bersambung)
0 komentar:
Posting Komentar