Rabu, 25 Desember 2013

"Lawrence Of Arabia"


Menurut logika yang sehat, seharusnyalah Kerajaan Saudi Arabia menjadi pemimpin bagi Dunia Islam dalam segala hal yang menyangkut keIslaman. Pemimpin dalam menyebarkan dakwah Islam, sekaligus pemimpin Dunia Islam dalam menghadapi serangan kaum kuffar yang terus-menerus melakukan serangan terhadap agama Allah SWT ini dalam berbagai bentuk, baik dalam hal Al-Ghawz Al-Fikri (serangan pemikiran dan kebudayaan) maupun serangan Qital.

Seharusnyalah Saudi Arabia menjadi pelindung bagi Muslim Palestina, Muslim Afghanistan, Muslim Irak, Muslim Pattani, Muslim Rohingya, Muslim Bosnia, Muslim Azebaijan, dan kaum Muslimin di seluruh dunia. Tapi yang terjadi dalam realitas sesungguhnya, mungkin masih jadi pertanyaan banyak pihak. Karena harapan itu masih jauh dari kenyataan.

Craig Unger, mantan deputi director New York Observer di dalam karyanya yang sangat berani berjudul "Dinasti Bush Dinasti Saud" (2004) memaparkan kelakuan beberapa oknum di dalam tubuh kerajaan negeri itu, bahkan di antaranya termasuk para pangeran dari keluarga kerajaan.

"Pangeran Bandar yang dikenal sebagai ‘Saudi Gatsby' dengan ciri khas janggut dan jas rapih, adalah anggoa kerajaan Dinasti Saudi yang bergaya hidup Barat, berada di kalangan jetset, dan belajar di Barat. Bandar selalu mengadakan jamuan makan mewah di rumahnya yang megah di seluruh dunia. Kapan pun ia bisa pergi dengan aman dari Arab Saudi dan dengan entengnya melabrak batas-batas aturan seorang Muslim. Ia biasa minum Brandy dan menghisap cerutu Cohiba, " tulis Unger.

Bandar, tambah Unger, merupakan contoh perilaku dan gaya hidup sejumlah syaikh yang berada di lingkungan kerajaan Arab Saudi. "Dalam hal gaya hidup Baratnya, ia bisa mengalahkan orang Barat paling fundamentalis sekali pun. "

Bandar adalah putera dari Pangeran Sultan, Menteri Pertahanan Saudi. Dia juga kemenakan dari Raja Fahd dan orang kedua yang berhak mewarisi mahkota kerajaan, sekaligus cucu dari (alm) King Abdul Aziz, pendiri Kerajaan Saudi modern.

Bukan hanya Pangeran Bandar yang begitu, beberapa kebijakan dan sikap kerajaan terakdang juga agak membingungkan. Siapa pun tak kan bisa menyangkal bahwa Kerajaan Saudi amat dekat-jika tidak bisa dikatakan sekutu terdekat-Amerika Serikat. Di mulut, para syaikh-syaikh itu biasa mencaci maki Zionis-Israel dan Amerika, tetapi mata dunia melihat banyak di antara mereka yang berkawan akrab dan bersekutu dengannya.

Barangkali kenyataan inilah yang bisa menjawab mengapa Kerajaan Saudi menyerahkan penjagaan keamanan bagi negerinya-termasuk Makkah dan Madinah-kepada tentara Zionis Amerika.

Bahkan dikabarkan bahwa Saudi pula yang mengontak Vinnel Corporation di tahun 1970-an untuk melatih tentaranya, Saudi Arabian National Guard (SANG) dan mengadakan logistik tempur bagi tentaranya. Vinnel merupakan salah satu Privat Military Company (PMC) terbesar di Amerika Serikat yang bisa disamakan dengan perusahaan penyedia tentara bayaran.

Ketika umat Islam dunia melihat pasukan Amerika Serikat yang hendak mendirikan pangkalan militer utama AS dalam menghadapi invasi Irak atas Kuwait beberapa tahun lalu, maka hal itu tidak lepas dari kebijakan orang-orang yang berada dalam kerajaan tersebut.

Langkah-langkah mengejutkan yang diambil pihak Kerajaan Saudi tersebut sesungguhnya tidak mengejutkan bagi yang tahu latar belakang berdirinya Kerajaan Saudi Arabia itu sendiri. Tidak perlu susah-sudah mencari tahu tentang hal ini dan tidak perlu membaca buku-buku yang tebal atau bertanya kepada profesor yang sangat pakar.

Pergilah ke tempat penyewaan VCD atau DVD, cari sebuah film yang dirilis tahun 1962 berjudul ‘Lawrence of Arabia' dan tontonlah. Di dalam film yang banyak mendapatkan penghargaan internasional tersebut, dikisahkan tentang peranan seorang letnan dari pasukan Inggris bernama lengkap Thomas Edward Lawrence, anak buah dari Jenderal Allenby (jenderal ini ketika merebut Yerusalem menginjakkan kakinya di atas makam Salahuddin Al-Ayyubi dan dengan lantang berkata, "Hai Saladin, hari ini telah kubalaskan dendam kaumku dan telah berakhir Perang Salib dengan kemenangan kami!").

Film ini memang agak kontroversial, ada yang membenarkan namun ada juga yang menampiknya. Namun produser mengaku bahwa film ini diangkat dari kejadian nyata, yang bertutur dengan jujur tentang siapa yang berada di balik berdirinya Kerajaan Saudi Arabia.

Konon kala itu Jazirah Arab merupakan bagian dari wilayah kekuasaan Kekhalifahan Turki Utsmaniyah, sebuah kekhalifahan umat Islam dunia yang wilayahnya sampai ke Aceh. Lalu dengan bantuan Lawrence dan jaringannya, suatu suku atau klan melakukan pemberontakan (bughot) terhadap Kekhalifahan Turki Utsmaniyah dan mendirikan kerajaan yang terpisah, lepas, dari wilayah kekhalifahan Islam itu.

Bahkan di film itu digambarkan bahwa klanSaud dengan bantuan Lawrence mendirikan kerajaan sendiri yang terpisah dari khilfah Turki Utsmani. Sejarahwan Inggris, Martin Gilbert, di dalam tulisannya "Lawrence of Arabia was a Zionist" seperti yang dimuat di Jerusalem Post edisi 22 Februari 2007, menyebut Lawrence sebagai agen Zionisme.

Sejarah pun menyatakan, hancurnya Kekhalifahan Turki Utsmani ini pada tahun 1924 merupakan akibat dari infiltrasi Zonisme setelah Sultan Mahmud II menolak keinginan Theodore Hertzl untuk menyerahkan wilayah Palestina untuk bangsa Zionis-Yahudi. Operasi penghancuran Kekhalifahan Turki Utsmani dilakukan Zionis bersamaan waktunya dengan mendukung pembrontakan Klan Saud terhadap Kekalifahan Utsmaniyah, lewat Lawrence of Arabia.

Entah apa yang terjadi, namunhingga detik ini, Kerajaan Saudi Arabia, walau Makkah al-Mukaramah dan Madinah ada di dalam wilayahnya, tetap menjadi sekutu terdekat Amerika Serikat. Mereka tetap menjadi sahabat yang manis bagi Amerika.

Selain film ‘Lawrence of Arabia', ada beberapa buku yang bisa menggambarkan hal ini yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Antara lain:

Wa'du Kissinger (Belitan Amerika di Tanah Suci, Membongkar Strategi AS Menguasai Timur Tengah, karya DR. Safar Al-Hawali-mantan Dekan Fakultas Akidah Universitas Ummul Quro Makkah, yang dipecat dan ditahan setelah menulis buku ini, yang edisi Indonesianya diterbitkan Jazera, 2005)

Dinasti Bush Dinasti Saud, Hubungan Rahasia Antara Dua Dinasti Terkuat Dunia (Craig Unger, 2004, edisi Indonesianya diterbitkan oleh Diwan, 2006)

Timur Tengah di Tengah Kancah Dunia (George Lenczowski, 1992)

History oh the Arabs (Philip K. Hitti, 2006)

Sebab itu, banyak kalangan yang berasumsi bawah berdirinya Kerajaan Saudi Arabia adalah akibat "pemberontakan" terhadap Kekhalifahan Islam Turki Utsmani dan diback-up oleh Lawrence, seorang agen Zionis dan bawahan Jenderal Allenby yang sangat Islamofobia. Mungkin realitas ini juga yang sering dijadikan alasan, mengapa Arab Saudi sampai sekarang kurang perannya sebagai pelindung utama bagi kekuatan Dunia Islam, wallahu a'lam.
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Sanggahan

Orang banyak berkata bahwa kerajaan saudi buatan zionis.Sebenarn ya tuduhan itu salah. inilah bantahannya

[1]. Akar Kerajaan Saudi adalah kekuasaan Emir Muhammad bin Saud di Dir’iyyah, Najd. Inilah pendiri Dinasti Saudi. Beliau menjadi Emir pada periode tahun 1737-1765 M (Lihat buku: Sejarah Islam, Ahmad Al Usairy, hal. 380-381). Lihatlah dengan mata hati, keluarga Dinasti Saud sudah muncul sejak tahun 1737 H, bahkan sejak sebelumnya. Sedangkan, runtuhnya Khilafah Utsmani baru terjadi tahun 1924.

[2]. Sudah merupakan hal biasa ketika dalam Dinasti-dinasti Islam selalu ada perebutan kekuasaan. Secara fakta sejarah, itu sudah terjadi sejak era Muawiyyah Ra, era Dinasti Umayyah, era Dinasti Abbasiyyah, era Andalusia, Dinasti Mamalik, Dinasti Ayyubiyyah, hingga akhirnya Dinasti Turki Utsmani. Bagi yang membaca sejarah, perebutan kekuasaan antar keluarga bangsawan, bukan hal asing dalam sejarah dinasti-dinasti Muslim.

[3]. Keadaan yang terjadi antara Keluarga Dinasti Saud dengan Khilafah Turki Ustmani ada dalam konteks konflik perebutan kekuasaan. Akibat dari konflik ini, Kerajaan Saudi jatuh-bangun sampai ada 3 periode kekuasaan Saudi. Hal-hal demikian jarang diperhatikan oleh pemerhati yang sentimen. Pihak-pihak yang ingin merdeka dari Turki Utsmani, atau ingin memiliki wilayah sendiri, bukan hanya Dinasti Saudi di Najd, tetapi banyak. Ada yang dari wilayah Irak, Mesir, Afrika Utara, Asia Tengah, Eropa, dll. Jadi tidak adil, jika dalam konflik politik ini, hanya Kerajaan Saudi yang dipojokkan. (Ingin tahu fakta lebih banyak, baca tulisan Dr. Ali Muhammad Shalabi, tentang Daulah Ustmaniyyah).

[4]. Dalam literatur sejarah dituliskan fakta Zionisme Internasional: “Pada tahun 1897, diselenggarakan Konferensi Zionisme Pertama di Basel, Swiss, dibawah pimpinan Theodore Hertzl.” Lihatlah fakta ini dengan mata terbuka. Kalau belum terbuka, cobalah membuka mata di ember berisi air penuh, agar hilang rasa kantuk. Wallahi, Zionisme yang sering dituduhkan itu merancang gerakan politiknya di konferensi Basel ini. Nantinya, Theodore Hertzl akan datang ke Sultan Abdul Hamid II untuk meminta tanah Palestina dengan imbalan uang emas jutaan gulden. Sedangkan, Kerajaan Dinasti Saudi sudah muncul sebelum itu, sejak era Muhammad bin Saud (1737-1765). Ia sudah muncul lebih dari 100 tahun sebelumnya.

[5]. Kalau membaca buku Road To Mecca karya Ustadz Muhammad Asad (Leopold Weiss), disana dijelaskan kronologi berdirinya Kerajaan Saudi Jilid III di Riyadh. Gerakan itu dipimpin Abdul ‘Aziz bin Abdurrahman bin Faishal Al Saud. Dia bergerak bersama 40 pemuda-pemuda dari suku Badui Najd untuk merebut kekuasaan Ibnu Rasyid di Riyadh. Disini sama sekali tidak ada peranan Lawrence Arabiya. Lawrence baru muncul kemudian, setelah Kerajaan Saudi memiliki fondasi di Riyadh dan Hijaz (Makkah-Madinah).

[6]. Adalah kenyataan tak terbantahkan, bahwa kondisi Khilafah Turki Utsmani semakin melemah di awal abad ke-20. Banyak wilayah-wilayah Turki di Eropa yang melepaskan diri, seperti Rumania, Bulgaria, Polandia, dll. Di sisi lain, gerakan politik Abdul Aziz Al Saud tidak pernah menyentuh wilayah Turki. Bagaimana hal itu bisa dianggap sebagai pemicu kehancuran. Bahkan karena lemahnya Turki Utsmani, mereka tak sanggup menghadapi pasukan Kerajaan Saudi, sehingga harus meminta bantuan Gubernur Mesir, M. Ali Pasha. Kerajaan lemah dimanapun, ia akan kehilangan wibawa dan wilayahnya. Hal ini sudah menjadi RAHASIA SEJARAH yang sangat umum. Jadi kalau wilayah-wilayah itu melepaskan diri, yang disalahkan ialah kekuasaan induknya. Mengapa mereka lemah dan tidak berwibawa?

[7]. Banyak orang begitu senang mengungkap peranan Lawrence Arabiya, tetapi mereka tidak mau mendengar penuturan dari saudara-saudara nya sendiri sesama Muslim. Mengapa mereka begitu nafsu menonjolkan peranan Lawrence, dan mengecilkan peranan kaum Muslimin sendiri?

Singkat kata, Lawrence Arabiya itu muncul belakangan setelah fondasi Kerajaan Saudi di Riyadh dan Hijaz terbentuk. Begitu juga konflik antara Dinasti Saudi dengan Khilafah Turki Utsmani adalah sejenis konflik politik (perebutan kekuasaan) yang sudah biasa terjadi dalam sejarah Islam. Dan hal itu sudah muncul lebih dari 100 tahun sebelum Zionisme internasional membuat konferensi pertama di Basel, Swiss.




Sumber

0 komentar:

Posting Komentar

Copyright @ 2013 PEJUANG ISLAM.