Sabtu, 14 Desember 2013

Filled Under:

D R O N A

D R O N A


Drona adalah seorang putra brahmana yang bernama Bharadwaja. Setelah menyelesaikan pelajarannya tentang Weda-Weda dan Wedanga-wedanga Drona lalu memusatkan hati dan pikirannya guna mempelajari seni dan keakhlian mempergunakan senjata dan peralatan perang dan kemudian menjadi mahir sekali. Drupada, putra raja Panchala yang menjadi kawan brahmana Bharadwaja, adalah teman belajar Drona di dalam asrama dan di antara keduanya tumbuhlah persahabatan yang sangat akrab dan saling kasih-mengasihi. Sewaktu mudanya Drupada sering dengan enthuasiasme menceritakan kepada Drona bahwa kalau ia kelak naik takhta kerajaan, setengah kerajaannya akan diberikannya kepada Drona.

Setelah menyelesaikan pendidikannya Drona kawin dengan saudara perempuan Kripa dan seorang putra lahir dari padanya yang diberi nama Aswatthama. Ia sangat cinta dan kasih sayang kepada istri dan anaknya dan demi untuk mereka ia berusaha keras untuk memperoleh kekayaan yang sebelumnya tidak pernah terpikirkan olehnya.

Mendengar bahwa Parasurama sedang membagi-bagikan kekayaannya kepada kaum brahmana, maka ia pun lalu pergi kepadanya. Tetapi ia sangat terlambat, sebab Parasurama telah memberikan semua kekayaannya kepada brahmana-brahmana lain dan telah siap untuk pergi ke hutan untuk melakukan pertapaan. Tetapi karena ingin berbuat sesuatu untuk Drona, maka Parasurama menawarkan kepada Drona bahwa ia bersedia mengajarnya mempergunakan senjata perang yang berat-berat karena Parasurarna memang adalah akhlinya.

Drona sangat setuju, apalagi ia memang seorang yang telah mahir dalam mempergunakan alat-alat perang, maka setelah belajar dari Parasurama ia menjadi akhli siasat perang dan pertempuran tidak ada taranya, sehingga ia memiliki kesanggupan untuk menjadi guru yang dibutuhkan bagi istana raja manapun pada saat-saat jaman peperangan sebagai sekarang ini.

Sementara itu Drupada naik takhta di kerajaan Panchala setelah ayahnya meninggal dunia. Teringat akan persahabatannya waktu kecil dengan Drupada dan perkataan-perkataannya yang menyatakan bersedia melayaninya sampai-sampai dengan membagi kerajaannya menjadi dua, maka Drona pergi ke situ dengan keyakinan bahwa ia akan diperlakukan dengan sangat ramah. Tetapi ia mendapatkan raja tersebut sangat berbeda dengan masa mudanya. Ketika ia memperkenalkan dirinya sebagai teman lama, Drupada, jangankan senang melihat dia, malahan merasa sangat tidak enak dengan kesimpulan semacam itu.

Karena haus akan kekuasaan dan kekayaan Drupada lalu berkata : “Hai brahmana, betapa lancangnya engkau telah mengatakan aku sebagai temanmu. Persahabatan semacam apakah yang ada di antara seorang raja yang memangku takhta dengan seorang pengemis yang mengembara? Alangkah sintingnya engkau dengan kesimpulan yang engkau dasarkan atas pengakuan perkenalan dahulu dan persahabatan dengan seorang raja yang memerintah suatu kerajaan !. Mana bisa jadi seorang pengemis miskin menjadi sahabat dari seorang kaya-raya, atau seorang tolol-pandir dari seorang pandai terpelajar, atau seorang pengecut dari seorang pahlawan gagah berani. Persahabatan hanya bisa jadi antara mereka yang sederajat. Seorang pengemis luntang-lantung tidak mungkin jadi sahabat dari seorang pemangku kedaulatan suatu negara”. Dengan jalan demikian Drona diusir dari Istana penuh ejekan dan makian dalam telinganya dan kebencian yang mendalam di hatinya.

Ia bersumpah dalam hatinya untuk menghukum raja yang angkuh itu, yang dengan penghinaan serupa ini telah menolak pengakuan tulus atas persahabatannya dahulu. Tujuan Drona berikut adalah untuk mencari kerja di Hastinapura, di mana ia tinggal beristirahat di rumah saudara iparnya, Mahaguru Kripa.

Pada suatu hari putra-putra raja bersenang-senang bermain bola di pinggir kota. Pada waktu mereka sedang asyiknya bermain, tiba – tiba bola dan cincin Yudhishthira jatuh ke dalam sumur. Mereka berkumpul di sekitar sumur memandang bola dan cincin itu bersinar dari dalamnya, tetapi tidak tahu bagaimana caranya mengambil kembali.

Dalam keadaan demikian dengan tidak mereka ketahui seorang brahmana berkulit hitam memandang sambil tersenyum.

“Putra makhkota sekalian, Tuan-tuan adalah keturunan bangsa Bharata yang heroik”, katanya mengejutkan mereka, “kenapa Tuan-tuan tidak bisa mengambil bola itu dari sumur, bukankah setiap orang pandai memainkan senjata pertempuran tahu bagaimana caranya mengambil bola itu? Atau bolehkah aku menolong kallan ?”.

Yudhishthira tertawa dan berkata secara jenaka : “Wahai Brahmana. apabila engkau dapat mengambil bola itu, kita akan atur supaya engkau makan enak di rumahnya Guru besar Kripa”. Brahmana yang berkulit hitam itu mengambil sehelai rurnput, memberi mantra sebentar, lalu membidikkan rumput tersebut menuju bola, persis seperti melepaskan anak panah dari busurnya dan tepat mengenai sasarannya. Dengan berturut-turut ia membidikkan helai rumput, sambung-menyambung sehingga menyerupai tali rantai yang panjang Kemudian brahmana itu menariknya dan bola itupun diambilnya ke luar dari sumur.

Putra-putra raja merasa sangat takjub dan bergembira akan permainan rumput brahmana itu lalu meminta kepadanya supaya mengambil cincin Yudhishthira dari sumur tersebut. Ia meminjam sebuah panah, dibidiknya anak panah ke arah cincin dalam sumur itu dan sekali lagi memang tepat mengenai sasarannya. Ditariknya kembali anak-panah itu ke luar sekaligus dengan cincin tersebut dan menyerahkannya kepada Yudhishthira dengan tersenyum.

Menyaksikan semua ini, putra-putra raja merasa makin takjub lalu berkata: “Yaah Brahmana salut kepadamu. Siapakah gerangan engkau ini ? Apakah yang dapat kami perbuat untuk Brahmana ?” seraya mereka membungkukkan badan tanda memberi hormat.

Brahmana itu berkata: “Putra-putra Raja belia, pergilah bertanya kepada Bhishma. Dari padanya nanti kalian ketahui siapa sebenarnya aku ini”. Dari gambaran yang dilukiskan oleh putra-putra raja itu, Bhishma pun mengetahui siapa gerangan brahmana itu, yang tidak lain adalah Drona, sarjana besar termasyhur itu. Ia lalu memutuskan bahwa Drona adalah orangnya yang paling tepat untuk memberikan pendidikan lanjutan kepada Pandawa dan Kaurawa. Demikianlah Bhishma lalu menerima Drona dengan penghormatan istimewa dan menugaskannya untuk memberi pelajaran dan latihan-Iatihan kepada putra-putra raja mempergunakan alat-alat senjata perang.

Setelah Kaurawa dan Pandawa menguasai ilmu pengetahuan persenjataan perang, Drona lalu mengirimkan Karna dan Duryodhana untuk menggempur Drupada dan menangkapnya hidup-hidup sebagai tugas kewajiban seorang siswa dari seorang guru dalam rangka menyelesaikan pendidikannya. Mereka berangkat sebagai yang telah diperintahkan, tetapi mereka tidak dapat melaksanakan sebagaimana mestinya. Maka Drona lalu mengirim Arjuna dengan misi yang sama. Ia tundukkan Drupada dalam pertempuran dan menangkapnya bersama-sama para menterinya, dan lalu menyerahkannya kepada Drona.

Drona dengan tersenyum berkata kepada Drupada: “Paduka Tuanku Raja Yang Agung, janganlah kawatir tentang keselamatan jiwamu. Pada masa kecil kita telah menjadi sahabat, tetapi engkau telah dengan suka hati melupakannya dan menghinakan daku. Engkau telah mengatakan kepadaku bahwa hanya seorang raja dapat menjadi sahabat dari seorang raja pula. Sekarang aku jadi raja, yang telah menaklukkan kerajaanmu. Namun demikian aku masih tetap ingin memulihkan perhubungan kita dahulu dalam bentuk persahabatan dengan engkau, dan oleh karenanya kuberikan kepadamu separoh dari kerajaanmu yang telah menjadi milikku dengan jalan menaklukkan engkau”.

Drona berpendapat bahwa ini adalah merupakan balas dendam yang cukup atas penghinaan yang ia derita, lalu membebaskan Drupada dengan perlakuan penuh kehormatan.

Terasa benar betapa kebanggaan hati Drupada terjatuh dalam-dalam, tetapi sejak kebencian tidak akan hapus dengan jalan balas dendam, ibaratnya kata pepatah tahi dibalas dengan tahi, maka dalam hidup ini hanya sedikit sekali dapat diderita oleh hati melebihi luka yang ditancapkan pada kehormatan seseorang. Demikianlah kebencian kepada Drona dan harapan untuk membalas dendam telah berakar dalam lubuk dada Drupada yang menguasai seluruh hidupnya. Ia lalu pergi bertapa, berpuasa, beribadah melakukan upacara-upacara keagamaan untuk memohon restu kepada para dewata agar dianugerahi seorang anak laki-Iaki yang akan menyembelih Drona dan seorang anak perempuan yang akan kawin dengan. Usaha Drupada ini kemudian berhasil dengan lahirnya seorang anak laki-laki dan seorang anak perempuan, masing-masing diberi nama Drishtadyumna dan Draupadi, yang kelak menjadi panglima besar angkatan perang Pandawa dalam pertempuran di medan Kurukshetra dan Draupadi menjadi isteri Pandawa. ***

0 komentar:

Posting Komentar

Copyright @ 2013 PEJUANG ISLAM.