Minggu, 19 Januari 2014

Filled Under:

Tokoh dan Raja Majapahit 7

20. Hayam Wuruk

Masa kekuasaan Majapahit: 1350–1389
Dinobatkan 1350
Nama lengkap Maharaja Sri Rajasanagara
Gelar Rajasanagara
Tempat lahir Majapahit
Tempat wafat Majapahit
Pendahulu Tribhuwana Wijayatunggadewi
Pengganti Wikramawardhana
Ratu Sri Sudewi (Paduka Sori)
Pasangan Selir ? (Ibunda Wirabhumi)
Dinasti Wangsa Rajasa
Ayah Cakradhara
Ibu Tribhuwana Wijayatunggadewi

Hayam Wuruk adalah raja keempat Kerajaan Majapahit yang memerintah tahun 1350-1389, bergelar Maharaja Sri Rajasanagara. Di bawah pemerintahannya, Kerajaan Majapahit mencapai zaman kejayaannya.

Silsilah Hayam Wuruk

Nama Hayam Wuruk artinya "ayam yang terpelajar". Ia adalah putra pasangan Tribhuwana Tunggadewi dan Sri Kertawardhana alias Cakradhara. Ibunya adalah putri Raden Wijaya pendiri Majapahit, sedangkan ayahnya adalah raja bawahan di Singhasari bergelar Bhre Tumapel.
Hayam Wuruk dilahirkan tahun 1334. Peristiwa kelahirannya diawali dengan gempa bumi di Pabanyu Pindah dan meletusnya Gunung Kelud. Pada tahun itu pula Gajah Mada mengucapkan Sumpah Palapa.
Hayam Wuruk memiliki adik perempuan bernama Dyah Nertaja alias Bhree Pajang, dan adik angkat bernama Indudewi alias Bhree Lasem, yaitu putri Rajadewi, adik ibunya.
Permaisuri Hayam Wuruk bernama Sri Sudewi bergelar Paduka Sori putri Wijayarajasa Bhre Wengker. Dari perkawinan itu lahir Kusumawardhani yang menikah dengan Wikramawardhana putra Bhre Pajang. Hayam Wuruk juga memiliki putra dari selir yang menjabat sebagai Bhre Wirabhumi, yang menikah dengan Nagarawardhani putri Bhre Lasem.

Masa pemerintahan Hayam Wuruk

Di bawah kekuasaan Hayam Wuruk, Majapahit menaklukkan Kerajaan Pasai dan Aru (kemudian bernama Deli, dekat Medan sekarang). Majapahit juga menghancurkan Palembang, sisa-sisa pertahanan Kerajaan Sriwijaya (1377).
Dengan bantuan Mahapatih Gajah Mada, ia menaklukkan Logajah, Gurun Sukun, Taliwung, Sapi, Gunungapi, Seram, Hutankadali, Sasak, Bantayan, Luwuk, Mengkasar, Buton, Banggawi, Kunir, Galiyan, Salayar, Sumba, Muar (Saparua), Solor, Bima, Wandan (Banda), Ambon, Wanin, Seran, Timor, dan Dompo. Hanya sayang, akibat kesalahan langkahnya terutama dalam "Peristiwa Bubat", Gajah Mada dinonaktifkan sebagai patih pada tahun 1357. Namun diangkat lagi jadi patih tahun 1359.

Peristiwa Bubat

Versi Pertama

Tahun 1351, Hayam Wuruk hendak menikahi puteri Raja Galuh/Pajajaran (di Jawa Barat), Dyah Pitaloka Citraresmi. Pajajaran setuju asal bukan maksud Majapahit untuk mencaplok kerajaan Galuh. Ketika dalam perjalanan menuju upacara pernikahan, Gajah Mada mendesak kerajaan Galuh untuk menyerahkan puteri sebagai upeti dan tunduk kepada Majapahit. Kerajaan Galuh menolak, akhirnya pecah pertempuran, Perang Bubat. Dalam peristiwa menyedihkan ini seluruh rombongan kerajaan Galuh tewas, dan dalam beberapa tahun Galuh menjadi wilayah Majapahit.
"Kecelakaan sejarah" ini hingga sekarang masih dikenang terus oleh masyarakat Jawa Barat dalam bentuk penolakan nama Hayam Wuruk dan Gajah Mada bagi pemberian nama jalan di wilayah ini.

Versi Kedua

  • Dyah Pitaloka itu sebenarnya masih saudara sedarah dengan Hayam Wuruk, karena Raden Wijaya (penerus tahta kerajaan Sunda ke-26) adalah putra Rakyan Jayadarma yang menikah dengan Dyah Lembu Tal yang merupakan keturunan Ken Arok
  • Rakyan Jayadarma adalah putra mahkota kerajaan Pakuan dari Prabu Guru Dharmasiksa
  • Rakeyan Jayadarma mati diracun oleh saudara kandungnya sendiri untuk merebut tampuk kekuasaan.
  • Kemudian Dyah Lembu Tal membawa Raden Wijaya ke Jawa Timur
  • Gajah Mada mengingatkan kepada Hayam Wuruk bahwa Dyah Pitaloka masih satu darah dengan dia sehingga tidak boleh menikah. Namun, Hayam Wuruk bersikeras untuk menikahi Dyah Pitaloka
  • Gajah Mada yang menyampaikan kepada rombongan kerajaan Sunda bahwa tidak akan ada perkawinan antara Hayam Wuruk dan Dyah Pitaloka
  • Karena merasa dipermalukan maka rombongan kerajaan Sunda menyerang Majapahit demi kehormatan.
  • Secara ginekologi bagaimanapun juga Hayam Wuruk dan Dyah Pitaloka benar benar saudara sedarah dan masih sangat dekat. Jadi wajarlah kalau Gajah Mada melarang mereka menikah. Bisa jadi Gajah Mada sudah mengetahui bahwa pernikahan sedarah akibatnya tidak baik.

Pergantian Patih

Pada tahun 1364, Mahapatih Gajah Mada meninggal tanpa keterangan jelas mengenai penyebabnya.
Tahun 1367 Hayam Wuruk mengangkat Gajah Enggon sebagai patih.

Kematian

Tahun 1372, ibundanya meninggal. Ini adalah pukulan berat baginya.
Tahun 1377 kembali menundukkan Swarnabhumi karena pelanggaran yang dilakukan penguasanya. Setelah ini, Majapahit memasuki era damai dengan menjalin hubungan baik dengan negara tetangganya.
Tahun 1389 Hayam Wuruk mangkat dan dimakamkan di Tajung. Diganti oleh menantunya Wikramawardhana.

Sastra

Pada masa pemerintahan Hayam Wuruk, kitab Kakawin Sutasoma (yang memuat semboyan Bhinneka Tunggal Ika tan Hana Dharma Mangrwa) digubah oleh Mpu Tantular, dan kitab Nagarakretagama digubah oleh Mpu Prapanca pada tahun 1365.

Suksesor

Tahun 1389, Hayam Wuruk meninggal dengan dua anak: Kusumawardhani (yang bersuami Wikramawardhana), serta Wirabhumi yang merupakan anak dari selirnya. Namun yang menjadi pengganti Hayam Wuruk adalah menantunya, Wikramawardhana.

Sumber
========================================================================

21. Wikramawardhana

 Wikramawardhana adalah raja kelima Majapahit yang memerintah berdampingan dengan istri sekaligus sepupunya, yaitu Kusumawardhani putri Hayam Wuruk, pada tahun 1389-1427.

Silsilah Wikramawardhana dan Kusumawardhani

Wikramawardhana dalam Pararaton bergelar Bhra Hyang Wisesa Aji Wikrama. Nama aslinya adalah Raden Gagak Sali. Ibunya bernama Dyah Nertaja, adik Hayam Wuruk, yang menjabat sebagai Bhre Pajang. Sedangkan ayahnya bernama Raden Sumana yang menjabat sebagai Bhre Paguhan, bergelar Singhawardhana.
Permaisurinya, yaitu Kusumawardhani adalah putri Hayam Wuruk yang lahir dari Padukasori. Dalam Nagarakretagama (ditulis 1365), Kusumawardhani dan Wikramawardhana diberitakan sudah menikah. Padahal waktu itu Hayam Wuruk baru berusia 31 tahun. Maka, dapat dipastikan kalau kedua sepupu tersebut telah dijodohkan sejak kecil.
Dari perkawinan itu, lahir putra mahkota bernama Rajasakusuma bergelar Hyang Wekasing Sukha, yang meninggal sebelum sempat menjadi raja.
Pararaton juga menyebutkan, Wikramawardhana memiliki tiga orang anak dari selir, yaitu Bhre Tumapel, Suhita, dan Kertawijaya.
Bhre Tumapel lahir dari Bhre Mataram, putri Bhre Pandansalas. Ia menggantikan Rajasakusuma sebagai putra mahkota, tetapi juga meninggal sebelum sempat menjadi raja.
Kedudukan sebagai pewaris takhta kemudian dijabat oleh Suhita yang lahir dari Bhre Daha putri Bhre Wirabhumi.

Awal Pemerintahan Wikramawardhana dan Kusumawardhani

Saat Nagarakretagama ditulis tahun 1365, Kusumawardhani masih menjadi putri mahkota sekaligus Bhre Kabalan. Sedangkan Wikramawardhana menjabat Bhre Mataram dan mengurusi masalah perdata.
Menurut Pararaton, sepeninggal Hayam Wuruk tahun 1389, Kusumawardhani dan Wikramawardhana naik takhta dan memerintah berdampingan. Jabatan Bhre Mataram lalu dipegang oleh selir Wikramawardhana, yaitu putri Bhre Pandansalas alias Ranamanggala. Ibu Bhre Mataram adalah adik Wikramawardhana sendiri yang bernama Surawardhani alias Bhre Kahuripan. Jadi, Wikramawardhana menikahi keponakannya sendiri sebagai selir.
Rajasakusuma sang putra mahkota diperkirakan mewarisi jabatan Bhre Kabalan menggantikan ibunya, meskipun tidak disebut secara tegas dalam Pararaton. Pada tahun 1398 Rajasakusuma mengangkat Gajah Menguri sebagai patih menggantikan Gajah Enggon yang meninggal dunia. Berita dalam Pararaton ini harus ditafsirkan sebagai “mengusulkan”, bukan “melantik”.
Rajasakusuma meninggal tahun 1399. Candi makamnya bernama Paramasuka Pura di Tanjung. Kedudukan putra mahkota lalu dijabat Bhre Tumapel putra Wikramawardhana dan Bhre Mataram.
Pada tahun 1400 Wikramawardhana turun takhta untuk hidup sebagai pendeta. Kusumawardhani pun memerintah secara penuh di Majapahit.
Peninggalan sejarah Wikramawardhana berupa prasasti Katiden (1395), yang berisi penetapan Gunung Lejar sebagai tempat pendirian sebuah bangunan suci.

Wikramawardhana dalam Perang Paregreg

Menurut Pararaton, Wikramawardhana kembali menjadi raja, karena Kusumawardhani meninggal dunia. Kusumawardhani dicandikan di Pabangan, bernama Laksmipura.
Pada tahun 1401 Wikramawardhana berselisih dengan Bhre Wirabhumi, saudara tiri Kusumawardhani. Perselisihan antara penguasa Majapahit Barat dan Majapahit Timur itu memuncak menjadi perang saudara tahun 1404, yang disebut perang Paregreg.
Pada tahun 1406 pasukan istana barat dipimpin Bhre Tumapel menghancurkan istana timur. Bhre Wirabhumi tewas di tangan Raden Gajah alias Bhra Narapati. Wikramawardhana kemudian memboyong Bhre Daha putri Bhre Wirabhumi sebagai selir.

Akhir Pemerintahan Wikramawardhana

Perang Paregreg membawa kerugian besar bagi Majapahit. Banyak daerah-daerah bawahan di luar Jawa melepaskan diri ketika istana barat dan timur sibuk berperang.
Wikramawardhana juga berhutang ganti rugi pada kaisar Dinasti Ming penguasa Cina. Ketika terjadi penyerbuan ke timur, sebanyak 170 orang anak buah Laksamana Ceng Ho ikut terbunuh. Padahal waktu itu Ceng Ho sedang menjadi duta besar mengunjungi Jawa.
Menurut kronik Cina tulisan Ma Huan (sekretaris Ceng Ho), Wikramawardhana diwajibkan membayar denda pada kaisar sebesar 60.000 tahil. Sampai tahun 1408 baru bisa diangsur 10.000 tahil saja. Akhirnya, kaisar membebaskan hutang tersebut karena kasihan.
Pada tahun 1426 terjadi bencana kelaparan melanda Majapahit. Bhre Tumapel sang putra mahkota meninggal dunia tahun 1427. Candi makamnya di Lokerep bernama Asmarasaba. Disusul kemudian kematian istri dan putra Bhre Tumapel, yaitu Bhre Lasem dan Bhre Wengker.
Wikramawardhana akhirnya meninggal pula akhir tahun 1427. Ia dicandikan di Wisesapura yang terletak di Bayalangu.



Sumber

0 komentar:

Posting Komentar

Copyright @ 2013 PEJUANG ISLAM.