Minggu, 19 Januari 2014

Filled Under:

Tokoh dan Raja Majapahit 2

2. Tribuaneswari

Sri Parameswari Dyah Dewi Tribhuwaneswari adalah permaisuri Raden Wijaya raja pertama Majapahit (1293-1309).

Tribhuwaneswari dalam Perjuangan

Dalam Nagarakretagama nama Tribhuwaneswari sering disingkat Tribhuwana. Ia adalah putri sulung Kertanagara raja terakhir Singhasari. Selain dirinya, ketiga adiknya juga dinikahi Raden Wijaya, yaitu Narendraduhita, Jayendradewi, dan Gayatri. Berita ini juga diperkuat oleh prasasti Kertarajasa (1305).
Menurut Pararaton, putri Kertanagara yang dinikahi Raden Wijaya hanya dua orang tanpa disebut siapa namanya. Menurut Kidung Harsawijaya, putri sulung disebut Puspawati, sedang putri bungsu disebut Pusparasmi. Jika dipadukan dengan Nagarakretagama, maka putri sulung identik dengan Tribhuwana, sedangkan putri bungsu identik dengan Gayatri.
Dikisahkan pada saat Singhasari runtuh akibat pemberontakan Jayakatwang tahun 1292, Raden Wijaya hanya sempat menyelamatkan Tribhuwana, sedangkan Gayatri ditawan musuh. Rombongan Raden Wijaya kemudian menyeberang ke Sumenep meminta perlindungan Arya Wiraraja.
Dalam perjalanan menuju Sumenep, Tribhuwana sering dibantu oleh Lembu Sora, abdi setia Raden Wijaya. Jika pasangan suami istri tersebut letih, Lembu Sora menyediakan perutnya sebagai alas duduk. Jika menyeberang rawa-rawa, Lembu Sora menyediakan diri menggendong Tribhuwana.
Raden Wijaya kemudian bersekutu dengan Arya Wiraraja untuk menjatuhkan Jayakatwang. Ketika Raden Wijaya berangkat ke Kadiri pura-pura menyerah pada Jayakatwang, Tribhuwana ditinggal di Sumenep. Baru setelah Raden Wijaya mendapatkan hutan Terik untuk dibuka menjadi desa Majapahit, Tribhuwana datang dengan diantar Ranggalawe putra Arya Wiraraja. Berita ini terdapat dalam Kidung Panji Wijayakarama.
Pada tahun 1293 pasukan Mongol datang membantu Raden Wijaya mengalahkan Jayakatwang. Menurut Pararaton, raja Mongol bersedia membantu karena Arya Wiraraja menjanjikan Tribhuwana dan Gayatri sebagai hadiah.
Kisah tersebut hanyalah imajinasi pengarang Pararaton saja, karena menurut kronik Cina dari Dinasti Yuan, pengiriman pasukan Mongol yang dipimpin Ike Mese tersebut semata-mata untuk menaklukkan Kertanagara, bukan atas undangan Arya Wiraraja.

Tribhuwana sebagai Permaisuri Utama

Sepeninggal pasukan Mongol tahun 1293, Kerajaan Majapahit berdiri dengan Raden Wijaya sebagai raja pertama. Tribhuwana tentu saja menjadi permaisuri utama, ditinjau dari gelarnya yaitu Tribhuwana-iswari.
Namun demikian, Pararaton menyebutkan, istri Raden Wijaya yang dituakan di istana bernama Dara Petak putri dari Kerajaan Dharmasraya, yang melahirkan Jayanagara sang putra mahkota. Sedangkan ibu Jayanagara menurut Nagarakretagama bernama Indreswari.
Menurut prasasti Kertarajasa (1305), Tribhuwaneswari disebut sebagai ibu Jayanagara. Dari berita tersebut dapat diperkirakan, Jayanagara adalah anak kandung Indreswari alias Dara Petak yang kemudian menjadi anak angkat Tribhuwaneswari sang permaisuri utama. Hal ini menyebabkan Jayanagara mendapat hak atas takhta sehingga kemudian menjadi raja kedua Majapahit tahun 1309-1328.

Sumber
========================================================================

3. Narendraduhita

Sri Mahadewi Dyah Dewi Narendraduhita, atau disebut dengan Narendraduhita, adalah putri ketiga dari Raja Singhasari Kertanagara, dan merupakan istri kedua dari pendiri Majapahit, Raden Wijaya. Ia tidak memberikan keturunan.

Sumber
========================================================================

4. Sri Jayendra Dyah Dewi Prajña Paramita

Sri Jayendra Dyah Dewi Prajña Paramita atau sering disingkat dengan nama Prajña Paramita atau Pradnya Paramita adalah putri keempat dari Raja Kertanagara, penguasa Kerajaan Singhasari yang terakhir. Ia kemudian dinikahi oleh Raden Wijaya, Raja Majapahit, namun tidak memberikan memberikan keturunan. Disebutkan bahwa Pradjnya Paramita adalah istri yang paling setia di antara kelima istri Raden Wijaya.

Sumber 
========================================================================

5. Gayatri

Gayatri atau Rajapatni adalah nama salah satu istri Raden Wijaya raja pertama Majapahit (1293-1309) yang menurunkan raja-raja selanjutnya.

Silsilah Gayatri

Nagarakretagama menyebutkan Raden Wijaya menikahi empat orang putri Kertanagara raja terakhir Singhasari, yaitu Tribhuwana bergelar Tribhuwaneswari, Mahadewi bergelar Narendraduhita, Jayendradewi bergelar Prajnyaparamita, dan Gayatri bergelar Rajapatni. Selain itu, ia juga memiliki seorang istri dari Melayu bernama Dara Petak bergelar Indreswari.
Dari kelima orang istri tersebut, yang memberikan keturunan hanya Dara Petak dan Gayatri. Dari Dara Petak lahir Jayanagara, sedangkan dari Gayatri lahir Tribhuwanotunggadewi dan Rajadewi. Tribhuwanotunggadewi inilah yang kemudian menurunkan raja-raja Majapahit selanjutnya.

Peranan Gayatri dalam Perjuangan

Pararaton menyebutkan Raden Wijaya hanya menikahi dua orang putri Kertanagara saja. Pemberitaan tersebut terjadi sebelum Majapahit berdiri. Diperkirakan, mula-mula Raden Wijaya hanya menikahi Tribhuwaneswari dan Gayatri saja. Baru setelah Majapahit berdiri, ia menikahi Mahadewi dan Jayendradewi pula. Dalam Kidung Harsawijaya, Tribhuwana dan Gayatri masing-masing disebut dengan nama Puspawati dan Pusparasmi.
Pada saat Singhasari runtuh akibat serangan Jayakatwang tahun 1292, Raden Wijaya hanya sempat menyelamatkan Tribhuwana saja, sedangkan Gayatri ditawan musuh di Kadiri. Setelah Raden Wijaya pura-pura menyerah pada Jayakatwang, baru ia bisa bertemu Gayatri kembali.
Pararaton menyebutkan, Raden Wijaya bersekutu dengan bangsa Tatar (Mongol) untuk dapat mengalahkan Jayakatwang. Konon raja Tatar bersedia membantu Majapahit karena Arya Wiraraja menawarkan Tribhuwana dan Gayatri sebagai hadiah.
Kisah tersebut hanyalah imajinasi pengarang Pararaton saja, karena tujuan utama pengiriman pasukan Mongol yang dipimpin Ike Mese ke tanah Jawa adalah untuk menaklukkan Kertanagara.
Setelah Jayakatwang kalah, Raden Wijaya dan Arya Wiraraja ganti menghadapi pasukan Tatar. Dikisahkan dalam Pararaton bahwa, kedua putri siap untuk diserahkan dengan syarat tentara Tatar harus menyembunyikan senjata masing-masing, karena kedua putri tersebut ngeri melihat senjata dan darah. Maka, ketika pasukan Tatar, tanpa senjata, datang menjemput kedua putri, pasukan Raden Wijaya segera membantai mereka.

Gayatri Sepeninggal Jayanagara

Raden Wijaya menjadi raja pertama Majapahit sejak tahun 1293. Ia meninggal tahun 1309 dan digantikan putranya, yaitu Jayanagara. Pada tahun 1328 Jayanagara mati dibunuh Ra Tanca.
Menurut Nagarakretagama, sebagai sesepuh keluarga kerajaan yang masih hidup, Gayatri berhak atas takhta. Akan tetapi Gayatri saat itu sudah mengundurkan diri dari kehidupan duniawi dengan menjadi Bhiksuni (pendeta Buddha). Ia lalu memerintahkan putrinya, yaitu Tribhuwanotunggadewi naik takhta mewakilinya pada tahun 1329 menggantikan Jayanagara yang tidak punya keturunan. Pada tahun 1350, Tribhuwanotunggadewi turun takhta bersamaan dengan meninggalnya Gayatri.
Nagarakretagama seolah memberitakan kalau takhta Jayanagara diwarisi Gayatri, karena ibu tirinya itu adalah putri Kertanagara. Mengingat Gayatri adalah putri bungsu, kemungkinan saat itu istri-istri Raden Wijaya yang lain sudah meninggal semua dan garis keturunan yang masih tersisa adalah dari Gayatri. Karena Gayatri telah menjadi pendeta, maka pemerintahannya pun diwakili oleh puterinya, Tribhuwanotunggadewi yang diangkat sebagai Rajaputri (Raja perempuan), sebutan untuk membedakan dengan istilah "Ratu" dalam bahasa Jawa yang berarti "penguasa".
Sementara pihak menganggap berita dalam Nagarakretagama tersebut kurang tepat, karena pada tahun 1351 Tribhuwanotunggadewi masih menjadi rajaputri, terbukti dengan ditemukannya prasasti Singasari. Nagarakretagama dan Pararaton juga memberitakan pada tahun 1362 Hayam Wuruk (raja keempat) mengadakan upacara Sraddha memperingati 12 tahun meninggalnya Gayatri Rajapatni.

Sumber
========================================================================

6. Dara Petak

Dara Petak atau Dara Pethak, juga bergelar Indreswari, adalah satu-satunya istri Raden Wijaya, pendiri Majapahit, yang berasal dari luar Jawa.

Dara Petak dalam Pararaton

Nama Dara Pethak berarti merpati putih. Ia adalah putri Srimat Tribhuwanaraja Mauliawarmadewa dari Kerajaan Dharmasraya. Kerajaan ini terletak di Pulau Sumatra yang pada tahun 1286 menjadi bawahan Kerajaan Singhasari.
Menurut Pararaton, sepuluh hari setelah pengusiran pasukan Mongol oleh pihak Majapahit, datang pasukan Kebo Anabrang yang pada tahun 1275 dikirim Kertanagara menaklukkan Pulau Sumatra. Pasukan tersebut membawa dua orang putri bernama Dara Jingga dan Dara Petak sebagai persembahan untuk Kertanagara.
Karena Kertanagara sudah meninggal, maka ahli warisnya, yaitu Raden Wijaya mengambil Dara Petak sebagai istri, sedang Dara Jingga diserahkan kepada Adwayabrahma, seorang pejabat Singhasari yang dulu dikirim ke Sumatra tahun 1286.
Menurut kronik Cina, pasukan Mongol yang dipimpin Ike Mese meninggalkan Jawa tanggal 24 April 1293, sehingga dapat diperkirakan pertemuan antara Raden Wijaya dan Dara Petak terjadi tanggal 4 Mei 1293.
Dara Petak pandai mengambil hati Raden Wijaya sehingga ia dijadikan sebagai Stri tinuheng pura, atau istri yang dituakan di istana. Padahal menurut Nagarakretagama, Raden Wijaya sudah memiliki empat orang istri, dan semuanya adalah putri Kertanagara.
Pengangkatan Dara Petak sebagai istri tertua mungkin karena hanya dirinya saja yang melahirkan anak laki-laki, yaitu Jayanagara. Sedangkan menurut Nagarakretagama, ibu Jayanagara bernama Indreswari. Nama ini dianggap sebagai gelar resmi Dara Petak.
Dalam prasasti Kertarajasa (1305), Jayanagara disebut sebagai putra Tribhuwaneswari permaisuri utama Raden Wijaya. Dari berita tersebut dapat diperkirakan Jayanagara adalah anak kandung Indreswari alias Dara Petak yang kemudian menjadi anak angkat Tribhuwaneswari, sehingga ia dapat menjadi putra mahkota sebagai calon raja selanjutnya.

Sumber
========================================================================

7. Dara Jingga

Dara Jingga adalah nama salah seorang putri Kerajaan Melayu yang dijodohkan dengan Raja Jawa dalam Ekspedisi Pamalayu tahun 12751293.

Asal Usul

Dara Jingga adalah putri dari Srimat Tribhuwanaraja Mauliawarmadewa, raja Kerajaan Dharmasraya dan juga merupakan kakak kandung dari Dara Petak. Dara Jingga memiliki sebutan sira alaki dewa — dia yang dinikahi orang yang bergelar dewa — dinikahi oleh Adwaya Brahman, pemimpin Ekspedisi Pamalayu.
Namun ada beberapa pendapat mengatakan bahwa Dara Jingga juga diambil sebagai istri oleh Raden Wijaya selain adiknya Dara Petak. Hal ini mungkin terjadi mengingat sebelumnya Raden Wijaya juga telah mengambil ke empat putri Kertanagara sebagai istrinya.
Sedangkan dalam perjalanan kembali dari Ekspedisi Pamalayu, dipimpin oleh Mahesa Anabrang, juga membawa serta dua orang putri dari Kerajaan Melayu, untuk dijodohkan dengan Kertanegara, raja Singhasari. Namun dikarenakan kerajaan Singhasari telah runtuh oleh gempuran Pasukan Khubilai Khan dari kerajaan Tiongkok pada zaman Dinasti Yuan, kedua putri ini atau hanya (Dara Petak) dikawini oleh Raden Wijaya, dimana Dara Petak dijadikan permaisuri raja Majapahit dengan gelar Indraswari.
Selanjutnya setelah beberapa lama di Majapahit, akhirnya Dara Jingga memutuskan kembali ke Dharmasraya. Dara Jingga juga dikenal sebagai Bundo Kanduang dalam Hikayat/Tambo Minangkabau.
Dari pernikahannya, Dara Jingga memiliki putra, dengan nama beberapa versi:

Dara Jingga yang lain

Seorang wanita lain yang juga bernama Dara Jingga mempunyai seorang putera bernama Arya Dhamar (Raja di Palembang). Menurut Babad Arya Tabanan, putra Dara Jingga yang lain antara lain:
Mengenai nama putra Dara Jingga selain Arya Damar atau Adityawarman, masih dipertentangkan menurut sumber-sumber yang lain.
Merekalah yang bersama-sama Gajah Mada, berperang untuk menaklukkan Bali (Bedahulu) pada sekitar tahun 1340. Empat Putra yang terakhir menetap dan mempunyai keturunan di Bali. Arya kenceng kemudian menurunkan raja-raja Tabanan dan Badung (wilayahnya kira-kira meliputi Kabupaten Badung dan Kotamadya Denpasar) yang terkenal dengan perang puputan ketika menghadapi penjajah Belanda pada tahun 1906.


Sumber

0 komentar:

Posting Komentar

Copyright @ 2013 PEJUANG ISLAM.