Minggu, 19 Januari 2014

Filled Under:

Raja-raja Kerajaan Singhasari 6

12. Mahesa Wong Ateleng

Mahisa Wonga Teleng adalah tokoh dalam Pararaton yang merupakan putra dari Ken Arok pendiri Kerajaan Tumapel (atau lebih terkenal dengan nama Singhasari). Tokoh ini merupakan ayah dari Narasinghamurti, leluhur raja-raja Majapahit.

Bhatara Parameswara raja Kadiri

Tokoh Mahisa Wonga Teleng hanya terdapat dalam Pararaton. Sementara itu dalam prasasti Mula Malurung ditemukan nama Bhatara Parameswara raja Kadiri yang diduga identik dengannya. Prasasti ini dikeluarkan oleh cucunya dari pihak ibu yang bernama Kertanagara saat masih menjabat sebagai yuwaraja tahun 1255.
Menurut prasasti tersebut, Bhatara Parameswara semasa hidupnya menjadi adiguru yang dihormati di tanah Jawa. Ia memiliki putri bernama Waning Hyun yang menikah dengan Wisnuwardhana raja Tumapel saat itu. Dari perkawinan ini lahir Kertanagara.
Sepeninggal Parameswara, secara berturut-turut ia digantikan oleh adik-adiknya, yaitu Guningbhaya dan Tohjaya sebagai raja Kadiri. Sepeninggal Tohjaya, kerajaan Kadiri dipersatukan kembali dengan Tumapel oleh Wisnuwardhana. Putranya yang bernama Kertanagara diangkat sebagai raja muda di sana sebagai bawahan Tumapel.
Menurut Pararaton, pada tahun 1222 Ken Arok menaklukkan Kadiri dan menjadikannya sebagai bawahan Tumapel. Menurut prasasti Mula Malurung, wilayah Kadiri diperintah oleh Parameswara. Besar kemungkinan bahwa Parameswara identik dengan Mahisa Wonga Teleng, karena ia merupakan putra tertua Ken Arok yang lahir dari permaisuri Ken Dedes.
Mungkin pengangkatan Mahisa Wonga Teleng sebagai raja Kadiri inilah yang membuat Anusapati anak tiri Ken Arok cemburu. Pararaton mengisahkan Ken Arok tewas tahun 1247 dibunuh Anusapati (ayah Wisnuwardhana). Mungkin akibat peristiwa ini Parameswara meisahkan Kadiri dari Tumapel dan menolak menjadi bawahan Anusapati. Mereka baru berdamai setelah Waning Hyun menikah dengan Wisnuwardhana.
Nasib Kadiri setelah ditaklukkan Ken Arok memang sama sekali tidak disinggung dalam Pararaton. Sementara itu dalam prasasti Mula Malurung tersirat bahwa Kadiri memisahkan diri dari Tumapel dan kemudian dipersatukan lagi oleh Wisnuwardhana sepeninggal Tohjaya.

Keturunan Mahisa Wonga Teleng

Pararaton menyebutkan Mahisa Wonga Teleng adalah ayah dari Mahisa Campaka alias Narasingamurti. Menurut Nagarakretagama, Narasingamurti memiliki putra bernama Lembu Tal, yang kemudian menjadi ayah dari Raden Wijaya pendiri Kerajaan Majapahit.
Apabila Bhatara Parameswara benar-benar identik dengan Mahisa Wonga Teleng, maka dapat disimpulkan kalau Waning Hyun adalah saudara perempuan Narasinghamurti. Dengan demikian, hubungan antara Narasinghamurti dengan Wisnuwardhana tidak hanya sepupu, namun juga sebagai ipar.
Menurut prasasti Mula Malurung, Bhatara Parameswara meninggal di Kebon Agung dan kemudian dicandikan di Pikatan sebagai Wisnu.

Sumber
========================================================================

13. Mahisa Campaka

Mahisa Campaka (lahir: ? - wafat: 1269) adalah tokoh dalam Pararaton yang dianggap sebagai nama asli dari Bhatara Narasinghamurti, yaitu kakek Raden Wijaya, pendiri Kerajaan Majapahit.

Riwayat dalam Pararaton

Menurut Pararaton, Mahisa Campaka adalah putra dari Mahisa Wonga Teleng putra Ken Arok pendiri Kerajaan Tumapel (atau lebih terkenal Singhasari). Namanya muncul pertama kali dalam kisah pelantikan Tohjaya sebagai raja Tumapel menggantikan Anusapati tahun 1249.
Akibat hasutan dari pembantunya yang bernama Pranaraja, Tohjaya berniat membunuh Mahisa Campaka dan sepupunya, Ranggawuni (putra Anusapati) karena keduanya dianggap berbahaya terhadap kelangsungan takhta. Usaha pembunuhan itu gagal. Mahisa Campaka dan Ranggawuni justru mendapat dukungan kuat dari tentara Tumapel dan berbalik menggulingkan Tohjaya tahun 1250.
Setelah Tohjaya tewas, Ranggawuni menjadi raja Tumapel bergelar Wisnuwardhana, sedangkan Mahisa Campaka menjabat Ratu Angabhaya bergelar Bhatara Narasinghamurti. Keduanya memerintah berdampingan. Hal itu dimaksudkan untuk menciptakan kerukunan di antara keturunan Ken Arok (dalam hal ini diwakili Narasinghamurti) dan keturunan Tunggul Ametung (yang diwakili Wisnuwardhana). Pemerintahan bersama itu dalam Pararaton diibaratkan seperti dua ular dalam satu liang.

Nama Asli Narasinghamurti

Nama Narasinghamurti juga terdapat dalam Nagarakretagama yang ditulis pada tahun 1365. Dikisahkan bahwa, Wisnuwardhana dan Narasinghamurti memerintah bersama di Tumapel bagaikan sepasang dewata, Wisnu dan Indra.
Nama Narasinghamurti juga ditemukan dalam prasasti Penampihan, sehingga dapat dipastikan kalau nama ini bukan sekadar ciptaan Pararaton atau Nagarakretagama. Akan tetapi, Mahisa Campaka sebagai nama asli Narasinghamurti hanya terdapat dalam Pararaton yang ditulis ratusan tahun sejak kematiannya, sehingga kebenarannya perlu untuk dibuktikan.
Prasasti Mula Malurung yang dikeluarkan oleh Wisnuwardhana tahun 1255 mencantumkan daftar nama para raja bawahan Tumapel namun tidak menyebutkan adanya nama Narasinghamurti di dalamnya. Hal ini terasa aneh karena menurut Pararaton dan Nagarakretagama, Narasinghamurti adalah tokoh penting dalam pemerintahan Wisnuwardhana.
Namun demikian, dalam daftar tersebut ditemukan nama yang mirip dengan Narasinghamurti yaitu Narajaya penguasa Hering. Selain itu, Narajaya juga disebut sebagai sepupu raja. Sejarawan Slamet Muljana menganggap Narajaya sebagai nama asli Narasinghamurti, sedangkan Mahisa Campaka adalah nama ciptaan Pararaton.

Akhir Hayat

Prasasti Penampihan yang dikeluarkan oleh Kertanagara (putra Wisnuwardhana) menyebut Narasinghamurti meninggal dunia tahun 1269.
Menurut Pararaton Narasinghamurti memiliki putra bernama Raden Wijaya yang kelak mendirikan Kerajaan Majapahit. Sementara itu, Nagarakretagama menyebut Raden Wijaya adalah putra Lembu Tal putra Narasinghamurti. Dengan kata lain, Raden Wijaya adalah cucu Narasinghamurti.

Sumber
========================================================================

14. Dyah Lembu Tal


Dyah Lembu Tal adalah nama orang tua Raden Wijaya, pendiri sekaligus raja pertama Kerajaan Majapahit.

Lembu Tal dalam Pustaka Rajyarajya

Menurut Pustaka Rajyarajya i Bhumi Nusantara, Lembu Tal atau Dyah Singamurti adalah putri dari Mahisa Campaka, putra Mahisa Wonga Teleng, putra Ken Arok, pendiri Kerajaan Singhasari.
Lembu Tal menikah dengan Rakeyan Jayadarma, putra Prabu Guru Darmasiksa raja Kerajaan Sunda-Galuh yang memerintah tahun 1175-1297. Dari perkawinan itu lahir Raden Wijaya.
Rakeyan Jayadarma menjadi putra mahkota yang berkedudukan di Pakuan. Akan tetapi ia meninggal dunia karena diracun oleh musuh. Sepeninggal suaminya, Dyah Lembu Tal membawa Raden Wijaya pergi dari Pakuan. Keduanya kemudian menetap di Singhasari, negeri kelahiran Lembu Tal.
Dengan demikian, naskah di atas menunjukkan kalau Raden Wijaya memiliki hubungan darah dengan keluarga Kerajaan Sunda-Galuh.

Lembu Tal dalam Nagarakretagama

Lain halnya dengan Nagarakretagama. Menurut naskah ini, Dyah Lembu Tal bukan seorang perempuan, melainkan seorang laki-laki. Disebutkan bahwa, Ayah Raden Wijaya bernama Lembu Tal, putra Narasinghamurti. Lembu Tal dikisahkan sebagai seorang perwira yuda yang gagah berani.
Sementara itu, Pararaton yang juga berkisah tentang sejarah Majapahit menyebut Raden Wijaya sebagai putra Narasinghamurti.
Di antara naskah-naskah di atas, kiranya Nagarakretagama yang paling dapat dipercaya, karena naskah ini ditulis tahun 1365, hanya berselang 56 tahun setelah kematian Raden Wijaya.
Berita dalam Nagarakretagama diperkuat oleh prasasti Balawi yang diterbitkan langsung oleh Raden Wijaya sendiri tahun 1305. Dalam prasasti itu Raden Wijaya mengaku sebagai anggota asli Wangsa Rajasa, yaitu dinasti yang menurut Pararaton didirikan oleh Ken Arok, penguasa pertama Kerajaan Singhasari.

Sumber
=======================================================================

15. Guningbhaya

Prabhu Guningbhaya adalah raja Kadiri bawahan Tumapel (sekitar tahun 1230-an). Namanya ditemukan dalam naskah prasasti Mula Malurung (1255).

Identifikasi Tokoh Guningbhaya

Slamet Muljana dalam buku Nagarakretagama dan Tafsir Sejarahnya (1979) mengidentifikasi tokoh Guningbhaya dengan Agnibhaya dalam naskah Pararaton.
Disebutkan dalam prasasti Mula Malurung tokoh Guningbhaya naik takhta Kadiri menggantikan kakaknya yang bernama Bhatara Parameswara. Sepeninggal Guningbhaya, yang menjadi raja Kadiri adalah kakaknya yang bernama Tohjaya. Ketiga raja itu disebut sebagai paman Raja Wisnuwardhana.
Berdasarkan data di atas, tokoh Guningbhaya dapat disamakan dengan Agnibhaya yang dijumpai dalam naskah Pararaton. Dalam naskah itu disebutkan kalau Agnibhaya adalah adik Mahisa Wunga Teleng (putra Ken Arok dan Ken Dedes). Keduanya merupakan paman dari Ranggawuni alias Wisnuwardhana.
Tokoh Bhatara Parameswara sendiri juga telah diidentifikasi sebagai Mahisa Wunga Teleng.

Peran Agnibhaya

Dengan ditemukannya prasasti Mula Malurung maka tokoh Agnibhaya masuk dalam jajaran tokoh penting dalam sejarah kerajaan Tumapel atau Singhasari. Semula tokoh ini hanya sekadar putra Ken Arok dan Ken Dedes dalam Pararaton.
Slamet Muljana juga menganalisis mengapa takhta Kadiri jatuh ke tangan Guningbhaya adik Bhatara Parameswara. Kemungkinan besar saat itu putra Bhatara parameswara masih kecil sehingga untuk sementara takhta dipegang Guningbhaya. Namun kemudian takhta jatuh kepada Tohjaya yang disebut sebagai kakak Guningbhaya.
Biasanya takhta jatuh kepada yang lebih muda. Kemungkinan besar Tohjaya melakukan kudeta terhadap Guningbhaya. Hal ini dikarenakan Tohjaya menurut Pararaton hanyalah putra selir. Sehingga ia tidak memiliki hak atas takhta Kadiri.
Jika benar apa yang dikisahkan Pararaton tentang kudeta disertai pembunuhan yang dilakukan Tohjaya, maka seharusnya Tohjaya melakukannya terhadap Guningbhaya, bukan terhadap Anusapati.



Sumber

0 komentar:

Posting Komentar

Copyright @ 2013 PEJUANG ISLAM.