Minggu, 19 Januari 2014

Filled Under:

Raja-raja Kerajaan Singhasari 4

8. Anusapati

Bhatara Anusapati adalah raja kedua Kerajaan Tumapel (atau kemudian terkenal dengan nama Singhasari), yang memerintah pada tahun 1227 - 1248 (versi Nagarakretagama), atau 1247 - 1249 (versi Pararaton).

Versi Pararaton

Menurut Pararaton, Anusapati adalah putra pasangan Tunggul Ametung dan Ken Dedes. Ayahnya dibunuh oleh Ken Arok sewaktu dirinya masih berada dalam kandungan. Ken Arok kemudian menikahi Ken Dedes dan mengambil alih jabatan Tunggul Ametung sebagai akuwu Tumapel. Kemudian pada tahun 1222 Ken Arok mengumumkan berdirinya Kerajaan Tumapel. Ia bahkan berhasil meruntuhkan Kerajaan Kadiri di bawah pemerintahan Kertajaya.
Anusapati yang telah tumbuh dewasa merasa kurang disayangi oleh Ken Arok dibanding saudara-saudaranya yang lain. Setelah mendesak ibunya (Ken Dedes), akhirnya ia pun mengetahui bahwa sesungguhnya ia merupakan anak kandung Tunggul Ametung yang mati dibunuh Ken Arok.
Anusapati juga berhasil mendapatkan keris buatan Mpu Gandring yang dulu digunakan Ken Arok untuk membunuh ayahnya. Dengan menggunakan keris itu, pembantu Anusapati yang berasal dari Desa Batil berhasil membunuh Ken Arok saat sedang makan malam, pada tahun saka 1168 (tahun 1247 M). Anusapati ganti membunuh pembantunya tersebut untuk menghilangkan jejak. Kepada semua orang ia mengumumkan bahwa pembantunya telah gila dan mengamuk hingga menewaskan raja.
Sepeninggal Ken Arok, Anusapati naik takhta pada tahun saka 1170 (tahun 1248 M). Pemerintahannya dilanda kegelisahan karena cemas akan ancaman balas dendam anak-anak Ken Arok. Puri tempat tinggal Anusapati pun diberi pengawalan ketat, bahkan dikelilingi oleh parit dalam.
Meskipun demikian, Tohjaya putra Ken Arok dari selir bernama Ken Umang tidak kekurangan akal. Suatu hari ia mengajak Anusapati keluar mengadu ayam. Anusapati menurut tanpa curiga karena hal itu memang menjadi kegemarannya. Saat Anusapati asyik menyaksikan ayam bertarung, tiba-tiba Tohjaya menusuknya dengan menggunakan keris Mpu Gandring. Anusapati pun tewas seketika. Peristiwa itu terjadi pada tahun saka 1171 (tahun 1249 M).
Sepeninggal Anusapati, Tohjaya naik takhta. Namun pemerintahannya hanya berlangsung singkat karena ia kemudian tewas pada tahun saka 1172 (tahun 1250 M) akibat pemberontakan Ranggawuni putra Anusapati.[1]

Versi Nagarakretagama

Menurut Nagarakretagama, Anusapati adalah putra dari Ranggah Rajasa Sang Girinathaputra, yaitu nama pendiri Kerajaan Tumapel. Dengan kata lain, ia adalah putra Ken Arok, karena Nagarakretagama tidak pernah menyebut adanya tokoh Tunggul Ametung.
Dikisahkan pula bahwa Bhatara Anusapati memerintah sejak tahun 1227 menggantikan ayahnya. Pemerintahannya berjalan tenang. Seluruh tanah Jawa aman dan tunduk kepadanya. Anusapati akhirnya meninggal tahun 1248 dan digantikan putranya yang bernama Wisnuwardhana (alias Ranggawuni).
Untuk menghormati arwah Anusapati didirikan candi di Kidal, di mana ia dipuja sebagai Siwa.

Misteri Kematian Anusapati

Nama Anusapati hanya terdapat dalam Pararaton dan Nagarakretagama. Naskah Pararaton ditulis ratusan tahun sesudah zaman Tumapel dan Majapahit. Sedangkan Nagarakretagama ditulis pada pertengahan masa kejayaan Majapahit (1365).
Dalam beberapa hal, uraian Nagarakretagama cenderung lebih dapat dipercaya daripada Pararaton, karena waktu penulisannya jauh lebih awal. Jika dalam Pararaton disebutkan Anusapati mati karena dibunuh Tohjaya, maka Nagarakretagama menulis Anusapati mati secara wajar.
Ada dua dugaan mengapa Nagarakretagama tidak menceritakan pembunuhan Anusapati.
  • Pertama, karena Nagarakretagama merupakan naskah pujian untuk keluarga Hayam Wuruk. Pembunuhan Anusapati yang merupakan leluhur Hayam Wuruk dianggap sebagai aib.
  • Kedua, mungkin Anusapati memang benar-benar mati secara wajar, bukan karena dibunuh oleh Tohjaya.
Nama Anusapati memang tidak pernah dijumpai dalam prasasti apa pun, sedangkan nama Tohjaya ditemukan dalam prasasti Mula Malurung tahun 1255 (hanya selisih tujuh tahun setelah kematian Anusapati).
Dalam prasasti itu tokoh Tohjaya disebutkan menjadi raja Kadiri menggantikan adiknya yang bernama Guningbhaya. Jadi, pemberitaan Pararaton bahwa Tohjaya adalah raja Tumapel atau Singhasari adalah keliru.
Berdasarkan prasasti tersebut, tokoh Tohjaya mungkin memang tidak pernah membunuh Anusapati sesuai pemberitaan Nagarakretagama. Jika Tohjaya benar-benar melakukan kudeta disertai pembunuhan, maka sasarannya pasti bukan terhadap Anusapati, melainkan terhadap Guningbhaya.

Referensi


Sumber
========================================================================

9. Tohjaya

Apanji Tohjaya (lahir: ? - wafat: 1250) adalah raja Kerajaan Tumapel (atau Singhasari) yang memerintah tahun 1249 - 1250 menurut Pararaton. Akan tetapi menurut Nagarakretagama ia sama sekali tidak pernah menjadi raja di negeri itu.

Kisah Hidup dalam Pararaton

Tohjaya adalah putra Ken Arok yang lahir dari selir bernama Ken Umang. Setelah Ken Arok tewas, anak tirinya yang bernama Anusapati naik takhta di Tumapel. Tohjaya mengetahui kalau pembunuh ayahnya tidak lain adalah Anusapati sendiri. Maka, ia pun menyusun rencana balas dendam.
Meskipun Anusapati memperketat pengawalan atas dirinya, namun Tohjaya mampu memanfaatkan kelemahannya. Suatu hari Tohjaya mengajak Anusapati menyabung ayam. Anusapati menuruti tanpa curiga karena hal itu memang menjadi kegemarannya. Saat Anusapati asyik memperhatikan ayam aduan yang sedang bertarung, Tohjaya segera membunuhnya dengan menggunakan keris Mpu Gandring. Peristiwa itu terjadi tahun 1249.
Tohjaya kemudian menjadi raja Tumapel. Karena hasutan pembantunya yang bernama Pranaraja, ia pun berniat membunuh kedua keponakannya, yaitu Ranggawuni (putra Anusapati), dan Mahisa Campaka (putra Mahisa Wonga Teleng) yang dianggapnya berbahaya terhadap kelangsungan takhta. Yang ditugasi untuk membunuh adalah Lembu Ampal.
Namun Lembu Ampal justru berbalik mendukung kedua pangeran yang hendak dibunuhnya. Ia bahkan berhasil menghimpun dukungan dari angkatan perang Tumapel untuk bersama mendukung Ranggawuni - Mahisa Campaka. Maka terjadilah pemberontakan terhadap Tohjaya di istana Tumapel. Tohjaya tertusuk tombak namun berhasil melarikan diri. Karena lukanya itu, ia akhirnya meninggal dunia di desa Katang Lumbang (sekarang Lumbang, Pasuruan). Peristiwa ini terjadi tahun 1250.

Bukti Sejarah

Kisah hidup Tohjaya hanya terdapat dalam Pararaton, namun naskah ini ditulis ratusan tahun sesudah zaman Kerajaan Tumapel sehingga kebenarannya perlu untuk dibuktikan. Nagarakretagama yang ditulis tepat pada pertengahan zaman Majapahit (1365) ternyata sama sekali tidak menyebutkan adanya nama Tohjaya. Menurut Nagarakretagama, sepeninggal Anusapati yang menjadi raja selanjutnya adalah Wisnuwardhana (alias Ranggawuni).
Nama Tohjaya justru ditemukan dalam prasasti Mula Malurung yang dikeluarkan oleh Kertanagara atas perintah ayahnya yang bernama Maharaja Seminingrat (nama asli Wisnuwardhana versi prasasti) tahun 1255. Prasasti ini telah membuktikan kalau Tohjaya merupakan tokoh sejarah yang benar-benar ada, bukan sekadar tokoh fiktif ciptaan Pararaton.
Akan tetapi dalam prasasti itu ditulis bahwa Tohjaya bukan raja Tumapel atau Singhasari, melainkan raja Kadiri yang menggantikan adiknya, bernama Guningbhaya. Adapun Guningbhaya menjadi raja setelah menggantikan kakaknya yang bernama Bhatara Parameswara. Ketiga raja Kadiri tersebut merupakan paman dari Seminingrat.
Selain itu tertulis pula bahwa pendiri Kerajaan Tumapel adalah Bhatara Siwa yang wafat di atas takhta kencana, yaitu kakek dari Seminingrat.

Sebagai Raja Kadiri

Prasasti Mula Malurung telah diulas dan dianalisis oleh sejarawan Slamet Muljana dalam bukunya yang berjudul Nagarakretagama dan Tafsir Sejarahnya (1979). Dalam buku itu ia mencoba menafsirkan kembali sejarah Kerajaan Tumapel berdasarkan prasasti Mula Malurung, Nagarakretagama, dan Pararaton.
Kerajaan Kadiri runtuh tahun 1222 akibat pemberontakan Bhatara Siwa (alias Ken Arok). Ia kemudian mendirikan Kerajaan Tumapel di mana Kadiri menjadi negeri bawahan, dan diserahkan kepada putranya yang bernama Bhatara Parameswara. Hal ini membuat cemburu Anusapati yang merasa sebagai putra tertua. Mungkin ia memang benar membunuh Bhatara Siwa karena menurut prasasti Mula Malurung raja pertama Tumapel itu wafat di atas takhtanya.
Sementara itu sepeninggal Bhatara Parameswara di Kadiri, takhta jatuh kepada adiknya, bernama Guningbhaya. Kemudian sepeninggal Guningbhaya takhta jatuh kepada kakaknya, yaitu Tohjaya.
Dalam Pararaton, tokoh Bhatara Parameswara identik dengan Mahisa Wonga Teleng, putra tertua pasangan Ken Arok dan Ken Dedes. Sedangkan Guningbhaya identik dengan adik kandung Mahisa Wonga Teleng, yaitu Agnibhaya. Sementara itu, Tohjaya sendiri disebut sebagai kakak Guningbhaya. Berita ini sesuai dengan Pararaton di mana Tohjaya merupakan putra tertua Ken Arok yang lahir dari Ken Umang. Maka, dapat dipastikan kalau Tohjaya lahir lebih dulu daripada Agnibhaya.
Yang berbeda dengan Pararaton adalah, Tohjaya merupakan raja Kadiri bukan raja Tumapel atau Singhasari. Jika benar ia melakukan kudeta disertai pembunuhan, mungkin ia melakukannya terhadap Guningbhaya, bukan terhadap Anusapati. Kiranya, Tohjaya yang hanya putra selir membunuh Guningbhaya untuk merebut takhta Kadiri.

Pengganti Tohjaya

Menurut Pararaton pengganti Tohjaya sebagai raja Tumapel sejak tahun 1250 adalah Ranggawuni bergelar Wisnuwardhana. Namun Nagarakretagama memberitakan bahwa Wisnuwardhana naik takhta sejak 1248 menggantikan Anusapati. Lagi pula prasasti Mula Malurung telah membuktikan kalau Tohjaya adalah raja Kadiri.
Prasasti Mula Malurung dikeluarkan tahun 1255 oleh Kertanagara selaku yuwaraja di Kadiri atas perintah dari Seminingrat (Wisnuwardhana), ayahnya di Tumapel. Rupanya Kertanagara mendapat hak atas takhta Kadiri karena ibunya yang bernama Waning Hyun adalah putri Bhatara Parameswara.
Nama Mahisa Campaka alias Narasinghamurti putra Bhatara Parameswara memang tidak terdapat dalam prasasti itu. Nama yang mirip adalah Narajaya sepupu Wisnuwardhana yang menjadi raja bawahan di Hering. Kiranya Mahisa Campaka memang tidak memiliki hak atas Kadiri karena mungkin ia hanya sebagai putra bungsu, atau mungkin ia lahir dari selir ayahnya. Karena pada kenyataannya takhta Kadiri jatuh pada Kertanagara putra Waning Hyun, kakak perempuannya.
Prasasti Mula Malurung juga menyebutkan kalau Seminingrat mempersatukan kembali Kerajaan Tumapel sepeninggal Tohjaya. Mungkin sepeninggal ayahnya yang tewas di atas takhta, Bhatara Parameswara segera memisahkan Kadiri dari kekuasaan Tumapel. Atau dengan kata lain, ia menolak menjadi bawahan Anusapati. Jadi, di Jawa Timur kemudian terdapat dua buah kerajaan, dan ini berlangsung sampai pemerintahan Tohjaya. Baru sepeninggal Tohjaya, Kadiri kembali dijadikan sebagai negeri bawahan Tumapel oleh Seminingrat dan diserahkan kepada Kertanagara sebagai yuwaraja di sana.


Sumber

0 komentar:

Posting Komentar

Copyright @ 2013 PEJUANG ISLAM.