Malaikat memiliki kemampuan yang luar biasa yang tidak dapat dibayangkan. Misalnya, 8 malaikat pemikul Arsy.
“Dan malaikat-malaikat berada di penjuru-penjuru langit. Dan pada hari itu delapan malaikat menjunjung ‘Arsy Tuhanmu di atas (kepala) mereka.” (Al-Haaqqah: 17)
Jika kursi Allah swt. luasnya seluas tujuh lapis langit dan bumi, coba bayangkan sebesar apa ‘Arsy dan bayangkan betapa dahsyatnya kekuatan yang dimiliki para malaikat pemikul ‘Arsy. Coba bayangkan bagaimana kekuatan malaikat peniup sangkakala dimana saat sangkakala ditiupkan seluruh makhluk yang ada di langit dan bumi mati seketika.
“Dan ditiuplah sangkakala, maka matilah siapa yang di langit dan di bumi kecuali siapa yang dikehendaki Allah. Kemudian ditiup sangkakala itu sekali lagi, maka tiba-tiba mereka berdiri menunggu (putusannya masing-masing).” (Az-Zumar: 68)
Bisakah kita bayangkan apa yang dilakukan malaikat terhadap kaum Nabi Luth seperti yang digambarkan Allah swt. dalam firman-Nya di surat Hud ayat 82 ini?
“Maka tatkala datang azab Kami, Kami jadikan negeri kaum Luth itu yang di atas ke bawah (Kami balikkan, red.), dan Kami hujani mereka dengan batu dari tanah yang terbakar dengan bertubi-tubi.
Itulah gambaran yang menakutkan tentang kekuatan malaikat.
Adapun kecepatan malaikat lebih cepat dari apa yang dibayangkan manusia. Allah berfirman di dalam surat Al-Ma’arij ayat 4.
“Malaikat-malaikat dan Jibril naik (menghadap) kepada Tuhan dalam sehari yang kadarnya lima puluh ribu tahun.”
Cukup untuk diketahui bahwa malaikat Jibril memi’rajkan Rasulullah saw. ke langit tertinggi kemudian kembali lagi ke bumi, hanya dalam satu malam, bahkan sebagian dari malam. Kita tahu bahwa langit yang paling dekat ke bumi memerlukan jutaan tahun kecepatan cahaya. Artinya, kita perlu hidup jutaan tahun untuk sampai ke sana bila kita jalan dengan kecepatan cahaya yang 300 km per detik. Pertanyaannya, siapa yang dapat melakukannya? Dari mana kita mendapat umur yang panjang untuk perjalanan itu?
Malaikat Diciptakan Untuk Taat Dan Bertasbih
Ketaatan dan ibadah bagi malaikat adalah sifat asli mereka (jibillah) sebagaimana Allah mensifati mereka di surat At-Tahrim ayat 6.
“Tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.”
“Mereka itu tidak mendahului-Nya dengan perkataan dan mereka mengerjakan perintah-perintahNya.” (Al-Anbiya: 27) ayat
“Mereka selalu bertasbih malam dan siang tiada henti-hentinya.” (Al-Anbiya: 20)
“Dan kepunyaan-Nyalah segala yang di langit dan di bumi. Dan malaikat-malaikat yang di sisi-Nya, mereka tiada mempunyai rasa angkuh untuk menyembah-Nya dan tiada (pula) merasa letih.” (Al-Anbiya: 19)
Para ulama berbeda pendapat tentang cara bertasbihnya malaikat. Ibnu Mas’ud dan Ibnu Abbas berkata, tasbih mereka adalah shalat. Ini berdasarkan firman Allah
فلولا انه كان من المسبحين “seandainya ia bukan orang yang selalu bertasbih”, yang dimaksud dengan bertasbih di sini adalah shalat.
Qotadah berkata, tasbih malaikat adalah سبحان الله sebagaimana dipahami dari bahasa. Al-Qurthubi mendukung pendapat ini. Dalilnya adalah hadits riwayat Abu Dzar r.a. bahwa Rasulullah saw. pernah ditanya, “Ucapan apa yang paling afdlal?” Rasulullah saw. menjawab, “Ucapan yang paling afdlal adalah kata-kata yang telah dipilihkan oleh Allah untuk malaikat, yaitu سبحان الله وبحمده ” (Muslim)
Dan Abdurrahman bin Qarth bahwa Rasulullah saw. pada malam Isra’ dan Mi’raj mendengar suara tasbih di langit yang paling atas:“سبحان العلي الأعلى سبحانه وتعالى “. (Al-Baihaqi, Tafsir Al-Qurthubi juz 1/267).
Dan shalatnya malaikat adalah berdiri dan sujud. Dari Hakim bin Hizam, ia berkata, ketika Rasulullah saw. bersama para sahabat, beliau bersabda, “Apakah kalian mendengar apa yang saya dengar?” Mereka menjawab, “Kami tidak mendengar sesuatu.” Rasulullah saw. berkata, “Sesungguhnya aku mendengar hentakan langit. Tidak ada satu jengkal pun bagian langit yang terhentak melainkan di atasnya malaikat sedaang sujud atau sedang berdiri.” (At-Tabrani, Mu’jam Al-Kabir, Al-Asyqar ‘Alamul Malaikah Al-Abrar, halaman.31,1989)
Keadaan malaikat diciptakan untuk beribadah sehingga sebagian ulama meyakini bahwa malaikat bukan makhluk mukallaf. Yang sahih bahwa taklif mereka tidak sama dengan taklif kita. Adapun pendapat yang mengatakan bahwa mereka bukan makhluk mukallaf adalah pendapat yang salah karena mereka diperintahkan untuk beribadah dan taat. Allah swt. berfirman:
“Mereka takut kepada Tuhan mereka yang di atas mereka dan melaksanakan apa yang diperintahkan (kepada mereka).” (An-Nahl: 50)
Khauf adalah di antara tingkatan ubudiyah dan ketaatan yang paling tinggi. (Al-Asyqar halaman 29,1989).
Dalil yang paling kuat bahwa malaikat makhluk mukallaf adalah kisah tentang perintah Allah kepada mereka untuk susjud kepada Adam. Allah swt. berfirman di dalam surat Al-Baqarah ayat 34:
Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat, “Sujudlah kamu kepada Adam.” Maka sujudlah mereka, kecuali Iblis; ia enggan dan takabur, dan adalah ia termasuk golongan orang-orang yang kafir.
Malaikat Terjaga Dari Salah
Dari paparan di atas kita dapat menyimpulkan bahwa malaikat terhindar dari kesalahan dan perbuatan dosa. Namun, jumhur ulama berpendapat, malaikat tidak ma’shum. Dalil-dalil sebagai berikut.
“Jika mereka menyombongkan diri, maka mereka (malaikat) yang di sisi Tuhanmu bertasbih kepada-Nya di malam dan siang hari, sedang mereka tidak jemu-jemu.” (Fushilat: 38)
Di ayat 30 surat Al-Baqarah, malaikat berkata, “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah. Malaikat mencela terjadinya maksiat yang dilakukan Adam dan keturunannya, dan ini berarti menunjukkan bahwa mereka (malaikat) bebas dari dosa. Sikap mereka itu diperkuat dengan kata-kata, “Padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau.” Yang berarti mereka senantiasa bertasbih dan mensucikan Allah tanpa henti.
Sedangkan dalil yang mengatakan bahwa malaikat tidak ma’shum adalah seperti yang dikemukakan Imam Ar-Razi dalam tafsirnya yang juga bantahan atas pendapat malaikat terbebas dari salah.
Menurut Ar-Razi, firman Allah swt., “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.” Mereka berkata, “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” adalah dalil yang mencela para malaikat bukannya sebagai dalil tentang bebasnya malaikat dari kesalahan. Hal itu ditinjau dari beberapa sisi:
- Bahwa perkataan malaikat, “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.” Mereka berkata, “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah” adalah bantahan mereka terhadap Allah dan sikap ini di antara dosa yang paling besar.
- Bahwa para malaikat telah melakukan ghibah Adam dan keturunannya dengan mempertanyakan tentang mereka, sementara ghibah adalah salah satu dosa besar.
- Bahwa malaikat telah memuji diri mereka sendiri setelah mempertanyakan keturunan Adam dengan perkataan, “Padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau.” Bukankah memuji diri sendiri adalah tercela dan dapat mengakibatkan ujub atau bangga terhadap diri sendiri, dan ini adalah sikap tercela sebagaimana Allah berfirman dalam surat An Najm ayat 32?
- Bahwa perkataan mereka, “Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang Telah Engkau ajarkan kepada Kami; Sesungguhnya Engkaulah yang Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.” adalah sikap minta permakluman dan itu tidak terjadi kecuali karena telah melakukan kesalahan.
- Bahwa firman Allah swt., “Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu memang benar orang-orang yang benar! Dapat dipahami bahwa mereka telah berdusta pada apa yang mereka katakan.
- Bahwa firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 33, “Bukankah sudah Ku katakan kepadamu, bahwa sesungguhnya Aku mengetahui rahasia langit dan bumi, dan mengetahui apa yang kamu lahirkan dan apa yang kamu sembunyikan?” Dapat dipahami bahwa mereka meragukan bahwa Allah mengetahui segala hal.
- Bahwa tuduhan mereka terhadap manusia hanya berdasar dugaan (dzhan) dan ini tidak dibenarkan sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Israa ayat 36.
0 komentar:
Posting Komentar