Minggu, 29 Desember 2013

Filled Under:
,

Banilonia (8)

E. Keakuratan sejarah

Sejumlah pernyataan di dalam Daniel dianggap bertentangan dengan apa yang dikenal sejarah. Inilah salah satu alasan mengapa para sejarawan modern tentang Babel atau Persia Akhemenid tidak menganggap narasi Daniel sebagai bahan sumber. Alasan-alasan lain untuk sikap berhati-hati ini diberikan dalam artikel tentang Waktu penulisan di bawah.
Empat keberatan diberikan di bawah ini mewakili, dalam urutan signifikansi, contoh-contoh penting tentang kesalahan yang umumnya ditemukan oleh para sejarawan di dalam Kitab Daniel.

1) "Darius orang Media"

Ada tiga pandangan utama tentang identitas Darius orang Media. Yang pertama, diajukan oleh H.H. Rowley dalam Darius the Mede and the Four World Kingdoms in the Book of Daniel, menyimpulkan bahwa Darius adalah sekadar nama lain untuk Koresy Agung, yang merebut Babel pada 15 Oktober 539 SM. Sebuah pandangan lain, yang diajukan oleh John Whitcomb (meskipun mulanya diajukan oleh Babelon pada 1883) dalam bukunya pada 1959, Darius the Mede mengatakan bahwa Darius hanyalah sekadar nama lain dari tokoh sejarah Gubaru (kadang-kadang dieja sebagai Ugbaru). Pandangan ini popular di kalangan orang-orang Kristen konservatif. Pandangan yang ketiga menganggap Darius sebagai nama lain dari Astyages, orang Media penguasa terakhir dari Kerajaan Persia yang akhirnya digulingkan oleh Koresh.
Pandangan tentang Koresh: Di luar Gubaru dan Astyages, Koresh Agung adalah raja dari kerajaan itu. Koresh juga menikah dengan seorang Media, sementara ia sendiri pun mempunyai darah Media. Sebuah analisis tentang teks-teks varian, khususnya Septuaginta, mengungkapkan bahwa nama-nama "Darius" (DRYWS dalam bahasa Ibrani) dan "Koresy" (KRWSy) dibalikkan dalam 11:1, dan kemungkinan telah keliru disalin di tempat lain. Sebutan "Media (Ibr. MMAI) mungkin telah digunakan sebagai istilah etnis untuk diberikan kepada orang-orang Persia pula, yang berasal dari ras yang sama.
Pandangan tentang Gubaru/Ugbaru: Gubaru adalah tokoh sejarah yang dikenal sebagai orang yang sesungguhnya memimpin pasukan untuk merebut Babel (lihat Pierre Briant di bawah) menurut Nabonidus. Juga, sama sekali mungkin bahwa Koresy menghadiahi Gubaru dengan jabatan gubernur regional karena berhasil merebut ibu kota Kerajaan Babel dan praktis mengakhiri peperangan. Lebih lanjut, Alkitab mengklaim bahwa Darius memerintah pada masa pemerintahan Koresy dan "dijadikan raja" atas orang Kasdim.
Pandangan tentang Astyages: Baris pembukaan dari "Bel dan Naga" merujuk kepada Astyages, yang memang merupakan raja terakhir orang Media sebelum Koresy, tetapi sebuah ayat yang hampir sama ditambahkan dalam teks Yunani setelah akhir pasal 6, yang berbunyi "Darius" di tempat yang mestinya "Astyages". Yang lebih jelas lagi, Astyages hanyalah salah satu dari tiga orang yang ketahui memang merupakan orang Media dan juga seorang raja.
Sebuah kesulitan untuk memastikan pandangan yang tepat, demikian Rowley mengakui: "Rujukan-rujukan kepada Darius orang Media dalam Kitab Daniel telah lama diakui menimbulkan masalah-masalah historis yang paling serius." Rowley merujuk kepada orang yang digambarkan oleh Daniel sebagai yang menguasai Babel setelah Belsyazar digulingkan. Daniel menggambarkan tokoh ini sebagai Darius orang Media, yang berkuasa atas Babel dalam pasal 6 dan 9. Daniel melaporkan bahwa Darius 'sekitar 62 tahun umurnya' ketika ia 'diangkat menjadi raja atas Babel'
Para sejarawan sekular telah mengkritik laporan ini karena tiga alasan. Pertama, tidak ada sejarah sekuler yang berbicara tentang 'Darius orang Media,' dan kedua, orang-orang Persia pada masa itu berada di atas angin dalam peperangan mereka melawan orang Media. Ketiga, sejarah kontemporer yang diberikan dari dokumen-dokumen tulisan paku pada masa itu, seperti Silinder Koresh dan Catatan Sejarah Babel tidak memberikan tempat apapun bagi pendudukan Babel oleh orang Media sebelum orang-orang Persia di bawah Koresh menaklukkannya.
Para sejarawan Kristen membantahnya dengan mengklaim bahwa kerajaan Darius disebutkan hanya terdiri dari orang-orang Kasdim – wilayah yang ada di sekitar kota Babel. Ini berarti bahwa Darius adalah seorang raja ‘’vassal’’ di bawah pemerintahan Koresy; sesuatu yang cukup lazim bagi orang-orang Persia. Kedua, meskipun orang Persia telah mengalahkan dan menyerap kerajaan Media, banyak orang Media yang masih berkuasa di dalam Kerajaan Persia. Aystages yang orang Media, adalah kakek Koresy, dan banyak orang Media menjadi ‘’satrap’’, gubernur, dan jenderal (Lihat orang Media).

2) Belsyazar

Belsyazar (bahasa Akkadia: Bêl-šar-usur) selama bertahun-tahun menjadi teka-teki bagi kaum for sejarawan. Kitab Daniel menyatakan bahwa ia adalah “Raja” (Ar. מֶלֶך) pada malam Babel jatuh (ps. 5) dan mengatakan bahwa “ayah”nya (Ar. אַב) adalah Nebukadnezar (5:2, 11, 13, 18). Sebelum 1854, para arkeolog dan sejarawan tidak tahu apa-apa tentang Belsyazar di luar Kitab Daniel. Memang, meskipun baik Xenophon (Cyropaedia, 7.5.28-30) maupun Herodotus (The Histories, 1.191) menceritakan jatuhnya Babel ke tangan Koresy Agung, keduanya tidak menyebutkan nama raja Babel. Lebih jauh, daftar raja yang disusun oleh Berossus dan Ptolemeus menyebutkan nama Nabonidus (Akk. Nabû-nā'id) sebagai Raja Babel terakhir, namun tidak menyebutkan nama Belsyazar. Hal ini menyebabkan Ferdinand Hitzig mengklaim pada 1850 bahwa Belsyazar adalah "rekaan dari imajinasi si penulis Yahudi."
Sejak saat itu bukti baru dari Babel telah memastikan keberadaan Belsyazar serta pemerintahan-bersamanya ketika Nabonidus, ayahnya, berkuasa di Temâ. Misalnya, dalam Silinder Nabonidus, Nabonidus memohon kepada Dewa Sin sbb: “Dan mengenai Belsyazar anak sulungku, biarlah rasa takutmu kepada Ilahi yang agung mengisi hatinya dan semoga kiranya ia tidak berbuat dosa; dan kiranya ia menikmati kebahagiaan dalam hidupnya". Selain itu, Laporan Syair tentang Nabonidus (British Museum tablet 38299) menyatakan, “[Nabonidus] mempercayakan tentara ...kepada anaknya yang tertua, anaknya yang sulung, pasukan-pasukan di negeri ini diperintahnya di bawah komandonya. Ia melepaskan segala-galanya, mempercayakan kerajaan kepadanya, dan, ia sendiri, ia memulai suatu perjalanan yang panjang. Pasukan-pasukan militer Akkad berbaris bersamanya, ia berbelok ke Temâ jauh di sebelah barat” (Col. II, lines 18 - 29. 18). Sejalan dengan pernyataan bahwa Nabonidus "mempercayakan kerajaan" kepada Belsyazar sementara ia tidak ada, terdapat bukti bahwa nama Belsyazar digunakan dengan nama ayahnya dalam rumusan-rumusan sumpah, bahwa ia mampu mengeluarkan edik, menyewakan tanah perladangan, dan menerima "hak-hak istimewa kerajaan" untuk memakan makanan yang dipersembahkan kepada dewa-dewa.
Informasi yang tersedia mengenai pemerintahan bersama Belsyazar tidak berkata apa-apa setelah tahun ke-14 Nabonidus. Menurut Tawarikh Nabonidus, Nabonidus kembali dari Temâ pada tahun ke-17nya dan merayakan pesta Tahun Baru (bahasa Akkadia Akitu). Apakah Belsyazar melanjutkan pemerintahan bersamanya dengan ayahnya setelah kepulangannya atau tidak, tidak dapat dibuktikan dari dokumen-dokumen yang tersedia. Sebagian mengklaim bahwa tidak dirayakannya Akitu pada masa Nabonidus tidak ada membuktikan bahwa Belsyazar tidak boleh disebut "Raja" karena hal itu membuktikan bahwa ia tidak dapat memimpin festival tersebut. Namun demikian, Laporan Syair tentang Nabonidus mengatakan, "Nabonidus berkata: 'Aku akan membangun kuil baginya (Sin, Dewa Bulan)...hingga aku mencapainya, hingga aku memperoleh apa yang menjadi kerinduanku, aku akan menghapuskan semua festival, Aku bahkan akan memerintahkan agar pesta perayaan Tahun Baru dihentikan!'" Jadi, penghentian Akitu tersebut tampaknya dilakukan dengan perintah Raja dan bukan suatu ketidakmampuan pada pada pihak Belsyazar. Sebagian juga telah mengatakan bahwa ia tidak boleh disebut "Raja" karena ia tidak pernah disebut demikian dalam dokumen-dokumen yang ada. Walaupun memang benar bahwa tak satupun dari dokumen-dokumen ini secara tegas menyebut Belsyazar "Raja," alinea sebelumnya menunjukkan bahwa dokumen-dokumen itu memang memperlihatkan bahwa Belsyazar bertindak dalam kapasitas raja. Lebih jauh, istilah bahasa Aram מלך (mlk, raja) dapat digunakan untuk menerjemahkan gelar-gelar para pejabat yang lebih rendah pangkatnya seperti yang dapat dilihat dalam kasus sebuah prasasti dwi-bahasa Akadia/Aram abad ke-9 SM yang ditemukan di Tell Fekheriyeh pada 1979 yang menggunakan sebutan "raja" untuk “gubernur” Akadia.
Tak satupun teks-teks di luar Alkitab yang menunjukkan hubungan darah antara Nebukadnezar dan Belsyazar. Para sejarawan berkeberatan bahwa aspek ini dicatat dalam Daniel. Ada sejumlah penguasa Babel antara kematian Nebukadnezar dan berkuasanya Nabonidus/Belsyazar. Banyak pakar yang menjelaskan kenyataan bahwa para penguasa ini tidak disebutkan sebagai petunjuk bahwa si penulis keliru dalam dugaannay bahwa kedua penguasa itu menjabat secara berturut-turut. Sebagaimana dikatakan oleh para editor Jewish Encyclopedia (1901-1906), yang menunjukkan keyakinan bahwa Daniel ditulis jauh belakangan (lihat 'Waktu penulisan'), "pada masa tradisi lisan yang panjang raja-raja Babel yang tidak penting dapat dengan mudah terlupakan, dan raja terakhir, yang dikalahkan oleh Koresh, tampaknya dianggap sebagai pengganti dari Nebukadnezar yang terkenal." Berdasarkan penalaran ini, para sejarawan menganggap rujukan kepada hubungan Belsyazar dengan Nebukadnezar semata-mata sebagai kesalahan yang didasarkan pada kesalahpahaman di atas.

3) Gilanya Nebukadnezar

Raja Nebukadnezar yang menjadi gila, karya William Blake.

Keberatan penting ketiga yang diajukan oleh para sejarawan adalah laporan tentang kegilaan yang diderita oleh Nebukadnezar yang ditemukan dalam pasal 4 Daniel. Dalam Naskah Laut Mati sebuah potongan yang dikenal sebagai Doa Nabonidus (4QPrNab) membahas penyakit yang dialami oleh Nabonidus, dan diduga (1) bahwa kegilaan Nebukadnezar yang dibahas oleh Daniel sesungguhnya merupakan bukti bahwa sebuah tradisi lisan tentang sebuah penyakit yang aneh sesungguhnya diubah menjadi olok-olok melalui pengisahkan kembali sebagai cerita yang secara keliru dicatat oleh Daniel.

4) Waktu pengepungan pertama Yerusalem oleh Nebukadnezar

Kitab Daniel dimulai dengan mengatakan:
Pada tahun yang ketiga pemerintahan Yoyakim, raja Yehuda, datanglah Nebukadnezar, raja Babel, ke Yerusalem, lalu mengepung kota itu. Tuhan menyerahkan Yoyakim, raja Yehuda, dan sebagian dari perkakas-perkakas di rumah Allah ke dalam tangannya. Semuanya itu dibawanya ke tanah Sinear, ke dalam rumah dewanya; perkakas-perkakas itu dibawanya ke dalam perbendaharaan dewanya. (TB)
Ini tampaknya adalah deskripsi mengenai pengepungan pertama Yerusalem pada 597 SM, yang terjadi pada tahun ke-12 Yoyakim hingga masa pemerintahan anaknya, Yoyakhin. (lihat 2 Raja-raja 24 dan 2 Tawarikh 36). Pada tahun ketiga Yoyakim (606 SM), Nebukadnezar belum menjadi raja Babel, dan orang-orang Mesir masih mendominasi wilayah itu. Para pendukung tanggal penulisan Daniel yang lebih awal umumnya menjelaskan hal ini dengan mencantumkan pengepungan lainnya atas Yerusalem, yang sebenarya tidak diketahui dari catatan lain 605 SM, tak lama setelah Pertempuran Karkemis.

F. Waktu penulisan

Menurut tradisi, Kitab Daniel diyakini ditulis oleh orang yang bernama sama pada masa dan tak lama sesudah pembuangan di Babel pada abad ke-6 SM. Sementara kebanyakan sarjana Kristen konservatif dan Yahudi Ortodoks masih menegaskan tanggal ini sebagai waktu yang realistik, di kalangan sarjana liberal terdapat konsensus bahwa arkeologi dan analisis tekstual menunjukkan waktu penulisan yang jauh di kemudian hari.
Pembagian ini terutama disebabkan oleh teologi: para sarjana Alkitab yang konservatif menerima klaim Alkitab bahwa nabi-nabi dapat melihat jauh ke masa depan dan kemudian menggambarkan apa yang mereka lihat di dalam bahasa lisan atau tulisan. Para sarjana Alkitab yang liberal, yang berasal dari aliran Kritik Tinggi Jerman, menolak pendapat bahwa nabi-nabi dapat melihat jauh ke masa depan, bahwa pada kenyataannya Daniel tidak mempunyai penglihatan seperti itu. Hal ini membangkitkan lebih banyak persoalan daripada memecahkannya. Banyak dari metafora yang digunakan dalam penglihatan-penglihatan Daniel cukup hidup, menunjuk kepada individu-individu dan kerajaan-kerajaan tertentu. Spesifisitas dari penglihatan-penglihatan ini merupakan garis pemisah di antara kedua kubu. Jadi, para ahli liberal harus mengatasi masalah spesifisitas Daniel, menetapkan waktu penulisan Kitab Daniel jauh belakangan (lihat di bawah) dan menghubungkan kitab ini kepada seorang penulis yang tidak dikenal yang menampilkan Daniel sebagai si pengarang kitab ini yang memakai namanya.
Penetapan waktu penulisan Kitab Daniel yang belakangan ini terbagi pada dua kubu: yang pertama mengatakan bahwa kitab ini secara keseluruhan ditulis oleh satu orang pengarang pada masa dicemarkannya Bait Suci Yerusalem (168-165 SM) di bawah penguasa Seleukus Antiokhus IV Epifanes (memerintah 175-164 SM), yang lainnya menganggapnya sebagai kumpulan cerita yang berasal dari waktu yang berbeda-beda di sepanjang periode Helenis (dengan sebagian bahannya kemungkinan berasal dari periode Persia yang terakhir), dengan penglihatan-penglihatan dalam pasal 7-12 ditambahkan di kemudian hari pada masa pencemaran Bait Suci oleh Antiokhus. John Collins berpendapat bahwa menurut analisis tekstual bagian "kisah-kisah istana" dari Daniel ini tidak mungkin ditulis pada abad ke-2 SM. Dalam entrinya untuk Kitab Daniel pada 1992 dalam Anchor Bible Dictionary, ia menyatakan "jelas bahwa cerita-cerita istana dalam pasal 1-6 'tidak ditulis pada masa Makabe'. Bahkan tidak mungkin kita mengisolir satu ayat pun yang menunjukkan penyisipan oleh seorang redaktur dari masa tersebut."
Flavius Yosefus, penulis sejarah untuk raja-raja Romawi sekitar abad pertama Masehi, mencatat bahwa Aleksander Agung menerima salinan Kitab Daniel dari imam Yahudi ketika ia merebut Yerusalem pada musim gugur tahun 332 SM.(Antiquities of the Jews XI, pasal viii, alinea 3-5) Imam Besar "Yaddua" menunjukkan bahwa Kitab Daniel sudah menubuatkan bahwa tentara Yunani (Aleksander Agung) akan mengalahkan tentara Persia hampir 200 tahun sebelumnya. Aleksander sangat terkesan, ia melarang tentaranya untuk merusak Yerusalem, bahkan turut mempersembahkan korban kepada Tuhan sesuai aturan imam-imam.

G. Polemik waktu penulisan

1) Antiokhus IV Epifanes

Kebanyakan penafsir menemukan bahwa rujukan-rujukan dalam Kitab Daniel mencerminkan penganiayaan Israel oleh Antiokhus IV Epifanes (175–164 SM), dan akibatnya mereka percaya bahwa bagian itu berasal dari periode tersebut. Secara khusus, penglihatan dalam pasal 11, yang memusatkan perhatian pada serangkaian peperangan antara "Raja dari Utara" dengan "Raja dari Selatan," pada umumnya ditafsirkan sebagai pembahasan mengenai sejarah Timur Dekat dari masa Alexander Agung hingga masa Antiokhus IV; yang dimaksudkan dengan "Raja-raja dari Utara" adalah raja-raja Seleukus dan "Raja-raja dari Selatan" adalah raja-raja Ptolemaik, penguasa Mesir. Kesimpulan ini pertama kali diambil oleh filsuf Porfiri dari Tirus, seorang Neoplatonis kafir abad ke-3 yang tulisannya sebanyak 15 jilid yang berjudul Melawan Orang Kristen hanya kita kenal melalui jawaban yang diberikan oleh Hieronimus. Hieronimus menerima banyak (tetapi tidak semua) dari penafsiran Porfiri tentang penglihatan Daniel, tetapi berpegang pada pandangan tradisional tentang tanggal penulisan Daniel dan berpendapat bahwa kesamaan-kesamaan dengan sejarah yang sesungguhnya disebabkan oleh karena Daniel memang seorang nabi sejati, dan bukan karena buku itu ditulis di kemudian hari. Jadi, Porfiri adalah satu-satunya kritikus yang dikenal hingga abad ke-17 yang mengungkapkan keraguannya bahwa Daniel ditulis pada masa yang lebih awal. Banyak sejarawan berpendapat bahwa kitab ini ditulis untuk memengaruhi orang-orang Yahudi yang hidup di bawah penganiayaan Antiokhus. Mereka yakin bahwa kejadian-kejadian yang digambarkan di dalam penglihatan-penglihatan itu sesuai benar dengan kejadian-kejadian pada masa Makabe sementara kitab itu keliru pada peristiwa-peristiwa penting yang menyangkut sejarah Babel. Dengan ditemukannya banyak salinan Kitab Daniel di antara Naskah Laut Mati yang diperkirakan dibuat pada abad ke-2 SM, maka dugaan bahwa Daniel baru ditulis di abad ke-2 SM tidak lagi dapat diterima. Apalagi dengan tambahan informasi dari Septuaginta, yaitu terjemahan Alkitab Ibrani ke dalam bahasa Yunani pada tahun 275 SM, yang memuat lengkap Kitab Daniel dan diselesaikan bahkan sebelum Antiokhus IV lahir.

2) Empat Kerajaan

Kebanyakan sarjana Alkitab menganggap bahwa keempat kerajaan yang dimulai dengan Nebukadnezar, yang disebutkan dalam penglihatan tentang patung Nebukadnezar dalam Daniel 2, identik dengan empat kerajaan “akhir zaman’ yang disebutkan dalam penglihatan pada pasal 7, dan biasanya menganggap kerajaan-kerajaan itu adalah (1) Babel, (2) Media, (3) Persia, dan (4) Yunani (Collins). Sebagian orang Kristen konservatif mengidentifikasikannay sebagai (1) Babel, (2) "Media-Persia," (3) Yunani, dan (4) Roma (mis. Young); yang lainnya (mis. Stuart, Lagrange) mendukung skema berikut ini: (1) Neo-Babel, (2) Media- Persia, (3) kerajaan Yunani dari Alexander Agung, dan (4) saingannya, Diadochi, yaitu. Mesir dan Suriah.

3) Bahasa

Daerah perdebatan besar terakhir menyangkut masa penulisan Daniel berkaitan dengan bahasa yang digunakan.
  • Daniel 1:1-Daniel 2:3 aslinya ditulis dalam bahasa Ibrani
  • Di Daniel 2:4 tertulis: "Lalu berkatalah para Kasdim itu kepada raja (dalam bahasa Aram)". Sejak itu maka teks ini aslinya ditulis dalam bahasa Aram sampai di akhir pasal 7. Rupanya bahasa Aram digunakan sebagai bahasa resmi saat itu untuk orang-orang terpelajar.[3]
  • Mulai pasal 8 (Daniel 8:1), teks ini menurut Teks Masoret ditulis dalam bahasa Ibrani lagi sampai akhir kitab.[4]
Banyaknya salinan Kitab Daniel di antara Naskah Laut Mati memastikan bahwa penggunaan 2 bahasa ini memang demikian adanya dan bukan kesalahan penyalinan pada masa kemudian.
Kedua rujukan yang digunakan untuk menetapkan masa penulisan bahasa Aram adalah naskah Samaria yang berasal pada masa yang sezaman (abad ke-4 SM) dan Naskah Laut Mati (abad ke-2 SM sampai abad pertama M). Menurut John Collins dalam tafsiran 1993-nya, Daniel, Hermennia Commentary, bahasa Aram dalam Daniel hampir secara universal dianggap oleh para sarjana berasal dari bentuk yang belakangan yang digunakan di Samaria pada masa yang sama, tetapi bentuk bahasa ini dianggap oleh banyak orang sedikit lebih awal daripada apa yang digunakan dalam Naskah Laut Mati. Oleh karena itu, kisah-kisah Aram dalam pasal 2-6 dianggap oleh sebagian pakar telah ditulis lebih awal dalam masa Helenistik daripada sisa kitab ini, dengan kisah tentang penglihatan dalam pasal 7 sebagai satu-satunya bagian berbahasa Aram yang berasal dari masa Antiokhus. Namun sebagaimana dijelaskan di bagian "Antiokhus IV", bukti-bukti dari berbagai fragmen dan juga dari Septuaginta memberi kesimpulan bahwa Kitab Daniel ini sudah lengkap jauh sebelum Antiokhus dilahirkan. Lagi pula studi lebih lanjut membuktikan ciri-ciri bahasa Aram dalam kitab Daniel lebih mirip kepada dialek timur (Babilonia, Persia) daripada dialek barat yang dipakai di daerah Yudea dan Siria.
Bahasa Ibrani dalam kitab ini, betapapun juga, mirip dengan yang ditemukan dalam Naskah Laut Mati, sehingga ada dugaan tanggal pembuatan pada masa abad kedua SM untuk bagian-bagian berbahasa Ibrani dari kitab ini (pasal 1 dan 8-12). 2 Namun demikian, mengingat waktu itu bahasa sehari-hari adalah bahasa Aram, maka bahasa Ibrani tidak lagi berkembang seperti yang diasumsikan, dan bahasa Ibrani dalam kitab Daniel ini mirip dengan kitab-kitab sebelum Pembuangan ke Babel.

a. Kata-kata pinjaman

Ada tiga kata Yunani yang dialihaksarakan ke dalam bahasa Aram yang digunakan di dalam pasal 3 ayat 5, 7, 10 dan 15.[5] Ini dianggap sebagai indikasi bahwa Kitab Daniel ditulis pada zaman budaya Yunani (setelah abad ke-4 SM, yaitu sesudah zaman Aleksander Agung). Ketiga kata Aram-Yunani ini digunakan untuk alat-alat musik: "קיתרוס כ" (qî·ṯā·rō·ws·k; bahasa Yunani: κιθαρις, kithara), "פסנתרין" (pə·san·tê·rîn; bahasa Yunani: ψαλτηριον, psalterion) dan "סומפניה" (sū·mə·pō·nə·yāh; bahasa Yunani: συμφωνια, symfonia).
Adanya kata Yunani 'symphonia' (simfoni) menurut Rowlings paling awal digunakan pada abad ke-2 SM, tetapi sekarang diketahui bahwa kata ini digunakan jauh lebih awal, baik dalam pengertian sebagai alat musik spesifik dan sebagai istilah untuk merujuk kepada sebuah kelompok alat musik yang dimainkan dalam satu suara. Pythagoras menggunakan istilah ini untuk sebuah alat musik pada abad ke-6 SM, sementara penggunaannya untuk sebuah kelompok yang bermain bersama-sama ditemukan pada abad ke-6 SM 'Hymni Homerica, ad Mercurium 51'. Diduga alat-alat musik ini dibawa ke Mesopotamia pada masa Neo-Babel melalui para serdadu sewaan dari Yunani dan Lidia yang turut dalam peperangan antara Asyur, Babilon dan Persia. Jadi, penafsiran sebagai anakronisme sudah tidak lagi diterima luas.
Juga terdapat 19 kata pinjaman bahasa Persia di dalam kitab ini, kebanyakan daripadanya berkaitan dengan posisi-posisi pemerintahan. Ini membuat kecil kemungkinan Kitab Daniel ditulis di daerah Palestina (terutama berbahasa Aram), yang setelah abad ke 4 SM semakin jauh dari pengaruh Persia, lebih banyak mendapat pengaruh Yunani (akibat kedatangan Aleksander Agung), dan lebih besar kemungkinan Kitab Daniel ditulis di Persia pada saat istilah-istilah itu masih sering digunakan (sebelum abad ke-4 SM).

b. Penggunaan kata ‘Kasdim'

Kitab Daniel menggunakan istilah "Kasdim" untuk merujuk kepada sebuah kelompok etnis Babel dan kepada para ahli bintang pada umumnya. Menurut Montgomery dan Hammer, penggunaan kata ‘Kasdim’ oleh Daniel untuk merujuk para ahli bintang pada umumnya adalah suatu anakronisme, karena pada masa Neo-Babel dan awal Persia ketika Daniel konon hidup, kata itu hanya merujuk kepada suatu kelompok etnis. Bandingkan dengan Orakel Kasdim yang belakangan. Pendapat ini tidak lagi lazim dengan munculnya berbagai penemuan serta analisis yang lebih lanjut.
(Bersambung)

0 komentar:

Posting Komentar

Copyright @ 2013 PEJUANG ISLAM.