Kalau Inggris punya Stone Henge, Perancis punya batu batu Carnac, Laos punya batu batu Guci dan Mikronesia punya Nan Madol, Maka Indonesia juga punya situs megalitikum Gunung Padang,
yang berada di perbatasan Dusun Gunungpadang dan Panggulan, Desa
Karyamukti, Kecamatan Campaka, Kabupaten Cianjur. Luas kompleks
"bangunan" kurang lebih 900 m². Penduduk setempat mengaitkannya dengan
Prabu Siliwangi, meskipun sebenarnya situs tersebut jauh lebih tua dari
buyutnya Siliwangi itu sendiri.
Situs Gunung Padang merupakan Punden Berundak
yang tidak simetris, berbeda dengan punden berundak simetris seperti
Borrobudur, juga berbeda dengan punden berundak simetris lainnya yang
ditemukan di Jawa Barat seperti situs Lebak Sibedug di Banten Selatan.
Sebuah punden berundak tidak simetris menunjukkan bahwa pembangunan
punden ini mementingkan satu arah saja ke mana bangunan ini menghadap.
Lokasi situs Gunung Padang berada di titik 06°59,522′ LS dan 107°03,363
BT. Situs Gunung Padang terdiri atas lima teras (tingkatan). Dasar situs
terdapat di ketinggian 894 m dpl, data setiap teras adalah sebagai
berikut:
1. teras pertama berada pada ketinggian 983 m dpl, arah teras menghadap ke azimut 335° UT,
2. teras kedua berada pada ketinggian 985 m dpl, arah teras menghadap ke azimut 337° UT,
3. teras ketiga berada pada ketinggian 986 m dpl, arah teras menghadap ke azimut 335° UT,
4. teras keempat berada pada ketinggian 987,5 m dpl, arah teras menghadap ke azimut 330° UT,
5. teras kelima berada pada ketinggian 989 m dpl, arah teras menghadap ke azimut 345° UT.
Berdasarkan data di atas, tinggi punden berundak situs Gunung Padang
adalah 95 meter dengan arah utama teras menuju utara baratlaut dengan
rata-rata azimut 336,40 ° UT. Seluruh teras situs Gunung Padang ini
mengarah kepada Gunung Gede (2950 m dpl) yang terletak sejauh sekitar 25
km dari situs ini.
Bahan bangunan pembuat situs adalah batu-batu besar andesit, andesit
basaltik, dan basal berbentuk tiang-tiang dengan panjang dominan sekitar
satu meter berdiameter dominan 20 cm. Tiang-tiang batuan ini mempunyai
sisi-sisi membentuk segibanyak dengan bentuk dominan membentuk tiang
batu empat sisi (tetragon) atau lima sisi (pentagon). Setiap teras
mempunyai pola-pola bangunan batu yang berbeda-beda yang ditujukan untuk
berbagai fungsi. Teras pertama merupakan teras terluas dengan jumlah
batuan paling banyak, teras kedua berkurang jumlah batunya, teras ke-3
sampai ke-5 merupakan teras-teras yang jumlah batuannya tidak banyak.
Situs Gunung Padang pertama kali dilaporkan keberadaannya oleh peneliti
kepurbakalaan zaman Belanda: N.J. Krom. Laporan pertama tentang Gunung
Padang muncul dalam laporan tahunan Dinas Purbakala Hindia Belanda tahun
1914 (Rapporten van den Oudheidkundigen Dienst in Nederlandsch-Indie).
N.J. Krom tidak melakukan penelitian mendalam atasnya, hanya menyebutkan
bahwa situs ini diperkirakannya sebagai sebuah kuburan purbakala. Situs
ini kemudian dilaporkan kembali keberadaannya pada tahun 1979 oleh
penduduk setempat kepada penilik kebudayaan dari pemerintah daerah.
Sejak itu, situs ini telah diteliti cukup mendalam secara arkeologi
meskipun masih menyisakan berbagai kontroversi. Para ahli arkeologi
sepakat bahwa situs ini bukan merupakan sebuah kuburan seperti
dinyatakan oleh Krom (1914), tetapi merupakan sebuah tempat pemujaan.
Pengamatan di lapangan; pengukuran posisi, ketinggian dan azimut setiap
teras; pengolahan data posisi situs menggunakan program astronomi
(”arkeoastronomi); memperhatikan semua keterangan para interpreter serta
diskusi-diskusi para ahli; membawa kepada sebuah kesimpulan yang pada
intinya adalah bahwa situs megalitikum Gunung Padang adalah sebuah situs
megalitikum prasejarah yang dibangun untuk keperluan penyembahan dan
dibangun pada posisi yang telah memperhatikan geomantik dan astromantik.
Tentang umurnya, ada yang berpendapat bahwa situs ini dibangun pada masa
Prabu Siliwangi dari Kerajaan Sunda sekitar abad ke-15 karena ditemukan
guratan senjata kujang dan ukiran tapak harimau pada dua bilah batu.
Tetapi para ahli arkeologi berpendapat bahwa situs ini umurnya adalah
1500 SM berdasarkan bentuk monumental megalit dan catatan perjalanan
seorang bangsawan dari Kerajaan Sunda, Bujangga Manik , yang semasa
dengan Prabu Siliwangi, yang menulis bahwa situs ini sudah ada sebelum
Kerajaan Sunda. Dan, tidak mungkin Bujangga Manik tidak tahu kalau situs
ini dibangun oleh Kerajaan Sunda sebab ia pun seorang bangsawan dari
Kerajaan Sunda. Tidak ditemukannya artefak berupa manik-manik atau
peralatan perunggu menyulitkan penentuan umur situs ini. Kebanyakan
artefak megalitik di Indonesia dan Asia Tenggara ditemukan pada saat
Kebudayaan Dongson (500 SM) berlangsung (Sukmono, 1977, 1990).
(Bersambung)
Rabu, 08 Januari 2014
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar